OLEH:
ANAK AGUNG AYU YOLANDA OKTAVIANI
2014201002
2. Etiologi
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses
persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Beberapa
factor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia):
a. Faktor ibu: hipoksia, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari
35 tahun, gravida ke empat atau lebih, sosial ekonomi rendah,
hipertensi pada penyakit toksemia, eklamsia, hipotensi mendadak
karena perdarahan, gangguan kontraksi uterus pada hipertoni,
hipotoni, tetani uteri, hipoventilasi ibu, dan gangguan HIS.
b. Faktor plasenta: solusio plasenta, plasenta previa, plasenta tipis,
plasenta kecil, plasenta tak menempel, dan perdarahan plasenta.
c. Faktor janin: kompresi umbilicus pada tali pusat yang melilit
leher, tali pusat menumbung, meconium kental, prematuritas,
persalinan ganda
d. Faktor neonatus: trauma persalinan, perdarahan rongga
tengkorak, kelainan bawaan hernia diafragmatik atresia atau
stenosis jalan nafas (Djitowiyono dan Kristiyani, 2010; Nurarif
dan Kusuma, 2016; Muryani, 2014; Ridha, 2014).
e. Dalam teori Manuaba (2007) dalam Hartatik dan Yuliaswati
(2013) menjelaskan bahwa pada bayi yang lahir preterm atau
kurang bulan (kurang dari 36 minggu) organ-organ tubuhnya
belum matur hal ini menyebabkan sistem pernafasan khususnya
paru-paru bayi belum bekerja secara optimal, surfaktan masih
kurang sehingga ada kemungkinan paru mengalami gangguan
perkembangan, otot pernafasan masih lemah sehingga tangis bayi
terdengar lemah dan merintih akibatnya bayi bisa mengalami
asfiksia.
f. Menurut Morales (1987) dalam Hartatik dan Yuliaswati (2013)
mengemukakan bahwa bayi lahir preterm memiliki risiko distress
pernafasan tiga kali lebih besar.
g. Septa (2011) menyebutkan bahwa pada bayi dengan berat lahir
rendah fungsi organ bayi seperti sistem pernafasan masih belum
berjalan dengan baik.
h. Behrman dan Nelson (2000) menyebutkan bahwa bayi yang
dekat ke pemancar panas (lampu penghangat) bisa berisiko
mengalami hipertermi, dalam hal ini, kebutuhan oksigen juga
akan meningkat.
i. Reflek menghisapnya lemah (Sharon, 2011).
3. Patofisiologi
Bayi yang mengalami asfiksia akan mengakibatkan terjadinya
terganggunya menghasilkan energy bagi metabolisme tubuh
menyebabkan terjadinya glokolisis anerobik, dimana kondisi ini bisa
disebut dengan post asfiksia. Produk sampingan proses tersebut (asam
laktat dan piruvat) menimbulkan peningkatan asam organik tubuh yang
berakibat menurunnya pH darah sehingga terjadilah asidosis metabolik.
Perubahan sirkulasi dan metabolisme ini secara bersama- samaakan
menyebabkan kerusakan sel, dimana hal ini dapat menyebabkan
kelelahan otot pernafasan sehingga munculah masalah keperawatan
ketidakefektifan pola nafas (Indonesia, 2008).
4. Manifestasi Klinis
a. Ketidakmampuan bernapas
b. Denyutjantung janin bradikardia (<100x/menit),
takikardia (>140x/menit)
c. Warna kulit pucat dan ada tanda-tanda syok,
d. Hipoksia
e. RR >60x/menit atau <30x/menit
f. Nafas megap-megap/ gasping sampai terjadi henti nafas
g. Napas cuping hidung
h. Tonus otot berkurang
i. Periode apnea yang berlangsung sekitar 10-15 detik (irama nafas
ireguler) dan disertai sianosi (Sharon, 2011)
j. Pada hari pertama kelahiran bayi adaptasi fisiologis sistem
pernafasan dimulai dengan nafas menjadi dangkal dan tidak
teratur, berkisar 30 sampai 60 kali permenit, dengan periode dari
napas periodik yang terdiri atas henti nafas sementara yang
berlangsung kurang dari 20 detik (Sidartha dan Tania, 2013).
k. Untuk menentukan tingkat asfiksia, apakah bayi mengalami
asfiksia berat, sedang, atau ringan dapat menggunakan penilaian
apgar score.
a. Biodata klien
(umur, sex, pekerjaan, pendidikan) Umur klien dapat menunjukan
tahap perkembangan klien baik secara fisik maupun psikologi,
jenis kelamin dan pekerjaan juga berpengaruh terhadap terjadinya
penyakit yang diderita klien, dan tingkat pengetahuan klien
terhadap penyakit yang dideritannya
b. Keluhan utama
Keluhan utama ialah keluhan yang paling menganggu klien.
Keluhan utama digunakan untuk menentkan prioritas intervensi
dan mengkaji pengetahuan klien terhadap penyakitnya. Keluhan
utama yang biasa timbul ialah :
1. Sesak nafas: Sesak napas adalah kondisi yang terjadi saat
pernapasan terasa sulit, tidak nyaman, atau cepat. Hal ini
disebabkan oleh pasokan oksigen ke dalam tubuh berkurang
sehingga bagian-bagian tubuh seperti paru-paru, otot dinding
dalam, dan diafragma menjadi bekerja lebih keras untuk
bernapas.
2. Menangis adalah respons alami manusia untuk meluapkan emosi,
termasuk kesedihan, kehilangan, rasa frustasi hingga
kegembiraan. Menangis bukan hal yang aneh untuk dilakukan,
dan baik pria maupun wanita dapat menangis lebih sering dari
yang diperkirakan orang
3. Akral Dingin Pada keadaan darurat atau pada kondisi gawat
seperti syok yang dialami pasien, tubuhakan mengkompensasikan
darah fokus pada organ-organ vital, sehingga pasokan darah di
perifer berkurang. Darah yang membawa panas tubuh juga
mengakibatkan bagian ekstremitas jadi dingin karena pembuluh
darah akan menyempit dan akibatnyamuka menjadi pucat
4. Perut kembung adalah kondisi ketika perut terasa kencang,
penuh, dan terlihat membesar. Kondisi ini terjadi karena gas di
perut terlalu banyak sehingga menimbulkan kram atau rasa tidak
nyaman di perut.
g. Femeriksaan fisik
1. Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan.
2. Inspeksi: pergerakan dinding dada, pernapasan cuping hidung,
retraksi dan warna kulit (sianosis, pucat, kehitam-hitaman) serta
amati diameter dada anteroposterior yang memanjang dapat
mengindikasikan udara terperangkap dalam alveoli.
3. Auskultasi: suara napas tambahan dan suara paru.
4. Perkusi: kaji adanya suara tumpul yang menunjukkan bahwa
cairan atau jaringan padat telah menggantikan udara.
2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial (Tim pokja SDKI
DPP PPNI, 2017). Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim pokja SDKI DPP PPNI,
2017). Diagnose keperawatan yang ditegakkan dalam masalah ini adalah
gangguan pertukaran gas. Gangguan pertukaran gas merupakan suatu
kondisidimana terjadinya kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau
eleminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler (Tim pokja
SDKI DPP PPNI, 2017).
3. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penelitian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2018). Intervensi
utama yang digunakan untuk pasien dengan bersihan jalan nafas tidak
efektif berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
adalah seperti berikut:
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan.
Tujuan dan kriteria hasil:
1) Bersihan Jalan Nafas Meningkat, dengan kriteria hasil:
a. Batuk efektif meningkat.
b. Produksi sputum menurun.
c. Mengi menurun.
d. Wheezing menurun.
e. Dypsnea menurun.
f. Ortopnea menurun.
g. Sulit bicara menurun.
h. Sianosis menurun.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu
pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah
kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana
keperawatan.Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan
oleh perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya intervensi yang
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi yaitu
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan
cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis
klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien. Pada
tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien. Implementasi keperawatan
membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas dimana aplikasi yang akan
dilakukan pada klien akan berbeda, disesuaikan dengan kondisi klien saat
itu dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien (Debora, 2017).
5. Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011, evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis
yaitu : Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan
dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai. Evaluasi
somatif, merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP. Evaluasi merupakan tindakan yang digunakan
untuk melengkapi proses keperawatan. Evaluasi bertujuan untuk
menentukan apakah tujuan intervensi dapat dicapai secara efektif
(Nursalam, 2009). Kriteria keberhasilan yang dicapai adalah: Pasien
diarapkan bisa memahami tentang apa itu penyakit Asfiksia dan
bagaimana juga tanda dan gejala. Pasien juga diharapkan dapat
melakukan pencegahaan secara mandiri, Keluarga pasien diharapkann
dapat atau bisa membantu pasien dalam melakukan pencegahan dan
pengobatan, serta Pasien diharapkan mampu memahami apa saja
komplikasi yang bisa terjadi pada kasus Asfiksia.
C. WOC
Daftar Pustaka
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/4767/3/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
https://www.academia.edu/20592936/LP_dan_Askep_Asfiksia