Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ASFIKSIA

OLEH:
ANAK AGUNG AYU YOLANDA OKTAVIANI
2014201002

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN 


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
TAHUN 2022
A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru hlahir tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini
biasanya disertai dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta sering
berakhir dengan asidosis (Djitowiyono dan Kristiyani, 2010).
Post asfiksia adalah suatu keadaan dimana tanda gejala penyerta setelah
terjadinya asfiksia, disertai dengan beberapa komplikasi pada berbagai
organ termasuk pada system pernapasan (Larosa, et. al., 2016; Singh dan
G.S.Sengar, 2016).

2. Etiologi
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses
persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Beberapa
factor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia):
a. Faktor ibu: hipoksia, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari
35 tahun, gravida ke empat atau lebih, sosial ekonomi rendah,
hipertensi pada penyakit toksemia, eklamsia, hipotensi mendadak
karena perdarahan, gangguan kontraksi uterus pada hipertoni,
hipotoni, tetani uteri, hipoventilasi ibu, dan gangguan HIS.
b. Faktor plasenta: solusio plasenta, plasenta previa, plasenta tipis,
plasenta kecil, plasenta tak menempel, dan perdarahan plasenta.
c. Faktor janin: kompresi umbilicus pada tali pusat yang melilit
leher, tali pusat menumbung, meconium kental, prematuritas,
persalinan ganda
d. Faktor neonatus: trauma persalinan, perdarahan rongga
tengkorak, kelainan bawaan hernia diafragmatik atresia atau
stenosis jalan nafas (Djitowiyono dan Kristiyani, 2010; Nurarif
dan Kusuma, 2016; Muryani, 2014; Ridha, 2014).
e. Dalam teori Manuaba (2007) dalam Hartatik dan Yuliaswati
(2013) menjelaskan bahwa pada bayi yang lahir preterm atau
kurang bulan (kurang dari 36 minggu) organ-organ tubuhnya
belum matur hal ini menyebabkan sistem pernafasan khususnya
paru-paru bayi belum bekerja secara optimal, surfaktan masih
kurang sehingga ada kemungkinan paru mengalami gangguan
perkembangan, otot pernafasan masih lemah sehingga tangis bayi
terdengar lemah dan merintih akibatnya bayi bisa mengalami
asfiksia.
f. Menurut Morales (1987) dalam Hartatik dan Yuliaswati (2013)
mengemukakan bahwa bayi lahir preterm memiliki risiko distress
pernafasan tiga kali lebih besar.
g. Septa (2011) menyebutkan bahwa pada bayi dengan berat lahir
rendah fungsi organ bayi seperti sistem pernafasan masih belum
berjalan dengan baik.
h. Behrman dan Nelson (2000) menyebutkan bahwa bayi yang
dekat ke pemancar panas (lampu penghangat) bisa berisiko
mengalami hipertermi, dalam hal ini, kebutuhan oksigen juga
akan meningkat.
i. Reflek menghisapnya lemah (Sharon, 2011).

3. Patofisiologi
Bayi yang mengalami asfiksia akan mengakibatkan terjadinya
terganggunya menghasilkan energy bagi metabolisme tubuh
menyebabkan terjadinya glokolisis anerobik, dimana kondisi ini bisa
disebut dengan post asfiksia. Produk sampingan proses tersebut (asam
laktat dan piruvat) menimbulkan peningkatan asam organik tubuh yang
berakibat menurunnya pH darah sehingga terjadilah asidosis metabolik.
Perubahan sirkulasi dan metabolisme ini secara bersama- samaakan
menyebabkan kerusakan sel, dimana hal ini dapat menyebabkan
kelelahan otot pernafasan sehingga munculah masalah keperawatan
ketidakefektifan pola nafas (Indonesia, 2008).

4. Manifestasi Klinis
a. Ketidakmampuan bernapas
b. Denyutjantung janin bradikardia (<100x/menit),
takikardia (>140x/menit)
c. Warna kulit pucat dan ada tanda-tanda syok,
d. Hipoksia
e. RR >60x/menit atau <30x/menit
f. Nafas megap-megap/ gasping sampai terjadi henti nafas
g. Napas cuping hidung
h. Tonus otot berkurang
i. Periode apnea yang berlangsung sekitar 10-15 detik (irama nafas
ireguler) dan disertai sianosi (Sharon, 2011)
j. Pada hari pertama kelahiran bayi adaptasi fisiologis sistem
pernafasan dimulai dengan nafas menjadi dangkal dan tidak
teratur, berkisar 30 sampai 60 kali permenit, dengan periode dari
napas periodik yang terdiri atas henti nafas sementara yang
berlangsung kurang dari 20 detik (Sidartha dan Tania, 2013).
k. Untuk menentukan tingkat asfiksia, apakah bayi mengalami
asfiksia berat, sedang, atau ringan dapat menggunakan penilaian
apgar score.

5. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik


1. Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis
2. Urinalisis
3. Ultrasonografi untuk melihat taksiran berat janin dan letak
plasenta
4. Amniosentesis untuk melihat kematangan beberapa organ janin,
seperti rasio lesitinsfingomielin, surfaktan
6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan terapi suportif pada bayi dengan asfiksia neonatorum
adalah sebagai berikut:
a. Pemantauan gas darah, denyut nadi, fungsi system jantung, dan
paru dengan melakukan resusitasi, memberikan oksigen yang
cuku[, serta memantau perfusi jaringan tiap 2-4 jam.
b. Mempertahankan jalan napas agar tetap baik, sehingga proses
oksigenasi cukup agar sirkulasi darah tetap baik.
c. Berdasarkan teori Lissauer dan Fanaroff (2013) menyebutkan
bahwa pada bayi yang kadar glukosanya rendah, antara 25-45
mg/dL diberikan terapi D10% intravena (80-100 mg/kg/hari, 6-
8mg/kg/menit glukosa).
d. Pembrian glukosa. Cavalli (2006) dalam jurnal Iqbal (2010)
bahwa ASI mengandung glukosa dengan kadar 4.5 + 0.1 mmol/L.
e. Asfiksia ringan APGAR skor (7-10)
1. Bayi dibungkus dengan kain hangat.
2. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada
hidung, kemudian mulut.
3. Bersihkan badan dan tali pusat.
4. Lakukan observasi tanda-tanda vital, pantau APGAR skor dan
masukkan ke dalam incubator
f. Asfiksia sedang APGAR skor (4-6)
1. Bersihkan jalan napas
2. Berikan oksigen 2 liter per menit
3. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki. Apabila
belum ada reaksi, bantu pernapasan dengan masker (ambubag)
4. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi sianosis, berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Dekstrosa 40% sebanyak 4 cc
disuntikkan melalui vena umbilicus secara perlahan-lahan untuk
mencegah tekanan intracranial meningkat.
g. Asfiksia berat APGAR skor (0-3)
1. Bersihkan jalan nafas sambil pompa melalui ambubag
2. Berikan oksigen 4-5 liter per menit
3. Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT (endotracheal tube)
4. Bersihkan jalan nafas melalui ETT
5. Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan
natrium bikarbonat sebanyak 6 cc. selanjutnya berikan dekstrosan
40% sebanyak 4 cc.
h. Terapi oksigen. Sharon (2011) menyebutkan bahwa terapi
oksigen lain yang diberikan kepada bayi yaitu CPAP (continous
positive airway pressure), alat ini memiliki konsentrasi oksigen
sekitar 60%.Dalam teori Sharon (2011) juga menyebutkan bahwa
salah satu terapi oksigen yang diberikan yaitu bantuan ventilasi
oksigen dengan hood. Dimana alat ini konsentrasi maksimalnya
sekitar 30% sampai 40%, oksigen hood dapat menjadi metode
pemberian yang optimal untuk neonatus yang menderita takipnea
sementara pada bayi baru lahir, sindrome distres pernafasan.
i. Menejemen bayi baru lahir dengan asfiksia (RI, 2010).
B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
Pengkajian Pengkajian merupakan pengumpulan data mengenai biodata
klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat pekerjaan dan kebiasaan dan
pemeriksaan fisik.

a. Biodata klien
(umur, sex, pekerjaan, pendidikan) Umur klien dapat menunjukan
tahap perkembangan klien baik secara fisik maupun psikologi,
jenis kelamin dan pekerjaan juga berpengaruh terhadap terjadinya
penyakit yang diderita klien, dan tingkat pengetahuan klien
terhadap penyakit yang dideritannya

b. Keluhan utama
Keluhan utama ialah keluhan yang paling menganggu klien.
Keluhan utama digunakan untuk menentkan prioritas intervensi
dan mengkaji pengetahuan klien terhadap penyakitnya. Keluhan
utama yang biasa timbul ialah :
1. Sesak nafas: Sesak napas adalah kondisi yang terjadi saat
pernapasan terasa sulit, tidak nyaman, atau cepat. Hal ini
disebabkan oleh pasokan oksigen ke dalam tubuh berkurang
sehingga bagian-bagian tubuh seperti paru-paru, otot dinding
dalam, dan diafragma menjadi bekerja lebih keras untuk
bernapas.
2. Menangis adalah respons alami manusia untuk meluapkan emosi,
termasuk kesedihan, kehilangan, rasa frustasi hingga
kegembiraan. Menangis bukan hal yang aneh untuk dilakukan,
dan baik pria maupun wanita dapat menangis lebih sering dari
yang diperkirakan orang
3. Akral Dingin Pada keadaan darurat atau pada kondisi gawat
seperti syok yang dialami pasien, tubuhakan mengkompensasikan
darah fokus pada organ-organ vital, sehingga pasokan darah di
perifer berkurang. Darah yang membawa panas tubuh juga
mengakibatkan bagian ekstremitas jadi dingin karena pembuluh
darah akan menyempit dan akibatnyamuka menjadi pucat
4. Perut kembung adalah kondisi ketika perut terasa kencang,
penuh, dan terlihat membesar. Kondisi ini terjadi karena gas di
perut terlalu banyak sehingga menimbulkan kram atau rasa tidak
nyaman di perut.

c. Riwayat kesehatan saat ini


Pengkajian yang dilakukan dimulai dengan perawat menanyakan
tentang perjalanan penyakit sejak timbul keluhan hingga alasan
dibawa ke rumah sakit, seperti sejak kapan keluhan dirasakan,
berapa lama dan berapa kali keluhan dirasakan, bagamana sifat
dan hebatnya keluhan yang dirasakan, dimana pertama kali
keluhan di rasakan, apa yang dilakukan ketika keluhan tersebut
timbul, keadaan apa yang memperberat atau memperingan
keluhan, usaha apa yang dilakukan untuk mengurangi keluhan
tersebut apakah usaha yang dilakukan berhasil.

d. Riwayat kesehatan masa lalu


Tanyakan klien tentang pengobatan masalah pernapasan
sebelumnya. Kaji pula kapan kapan penyakit terjadi dan waktu
perawatannya. Tanyakan apakah klien pernah melakukan
pemeriksaan rongten dan kapan terakhir dilakukan.

e. Riwayat kesehatan keluarga


Perlu dicari apakah riwayat keluarga memberikan faktor
predisposisi seperti adanya riwayat sesak napas, batuk lama,
batuk darah dari anggota keluarga yang lain. Adanya penyakit
darah tinggi dan kencing manis dapat memperberat keluhan
penderita.

f. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan


Perawat harus menanyakan bagaimana lingkungan kerja klien
dan juga kebiasaan sosial yang dilakukannya. Seperti
menanyakan kebiasaan merokok, menanyakan apakah pekerjaan
penuh stress, apakah lingkungan dipenuhi dengan polusi udara
dan lain sebagainya (Andarmoyo, 2012).

g. Femeriksaan fisik
1. Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan.
2. Inspeksi: pergerakan dinding dada, pernapasan cuping hidung,
retraksi dan warna kulit (sianosis, pucat, kehitam-hitaman) serta
amati diameter dada anteroposterior yang memanjang dapat
mengindikasikan udara terperangkap dalam alveoli.
3. Auskultasi: suara napas tambahan dan suara paru.
4. Perkusi: kaji adanya suara tumpul yang menunjukkan bahwa
cairan atau jaringan padat telah menggantikan udara.

2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial (Tim pokja SDKI
DPP PPNI, 2017). Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim pokja SDKI DPP PPNI,
2017). Diagnose keperawatan yang ditegakkan dalam masalah ini adalah
gangguan pertukaran gas. Gangguan pertukaran gas merupakan suatu
kondisidimana terjadinya kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau
eleminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler (Tim pokja
SDKI DPP PPNI, 2017).

3. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penelitian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2018). Intervensi
utama yang digunakan untuk pasien dengan bersihan jalan nafas tidak
efektif berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
adalah seperti berikut:
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan.
Tujuan dan kriteria hasil:
1) Bersihan Jalan Nafas Meningkat, dengan kriteria hasil:
a. Batuk efektif meningkat.
b. Produksi sputum menurun.
c. Mengi menurun.
d. Wheezing menurun.
e. Dypsnea menurun.
f. Ortopnea menurun.
g. Sulit bicara menurun.
h. Sianosis menurun.

2) Hipotermi dengan kriteria hasil


a. Suhu kembali normal.
b. Anak tidak meringis .
c. Akral teraba hangat.
d. Identifikasi penyebab hipotermi.

4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu
pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah
kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana
keperawatan.Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan
oleh perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya intervensi yang
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi yaitu
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan
cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis
klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien. Pada
tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien. Implementasi keperawatan
membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas dimana aplikasi yang akan
dilakukan pada klien akan berbeda, disesuaikan dengan kondisi klien saat
itu dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien (Debora, 2017).
5. Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011, evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis
yaitu : Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan
dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai. Evaluasi
somatif, merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP. Evaluasi merupakan tindakan yang digunakan
untuk melengkapi proses keperawatan. Evaluasi bertujuan untuk
menentukan apakah tujuan intervensi dapat dicapai secara efektif
(Nursalam, 2009). Kriteria keberhasilan yang dicapai adalah: Pasien
diarapkan bisa memahami tentang apa itu penyakit Asfiksia dan
bagaimana juga tanda dan gejala. Pasien juga diharapkan dapat
melakukan pencegahaan secara mandiri, Keluarga pasien diharapkann
dapat atau bisa membantu pasien dalam melakukan pencegahan dan
pengobatan, serta Pasien diharapkan mampu memahami apa saja
komplikasi yang bisa terjadi pada kasus Asfiksia.

C. WOC
Daftar Pustaka

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/4767/3/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
https://www.academia.edu/20592936/LP_dan_Askep_Asfiksia

Anda mungkin juga menyukai