Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN PENDAHULUAN

BAYI BARU LAHIR DENGAN APNEA

A. Definisi Apnea
Bayi yang baru lahir mudah terserang penyakit karena metabolismenya tubuhnya yang
masih rendah. Salah satu kondisi yang bisa dialaminya adalah apnea yang merupakan
gangguan pernapasan dan umum dialami bayi baru lahir.
Apnea adalah berhentinya nafas yang patologis yg menyebabkan prubahan fisiologis,
(seperti penurunan rangsang sentral, perfusi perifer, sianosis, bradikardi, hypotonia) dan
memerlukan penanganan.
Bayi dengan apnea akan berhenti bernapas selama beberapa detik secara spontan ketika
sedang tidur. Bayi-bayi yang terlahir secara prematur dan down syndrome sangat berisiko
tinggi mengalami gangguan pernapasan ini. Hal tersebut dikarenakan sistem saraf pusat yang
mengontrol saluran pernapasan bayi belum berkembang secara sempurna.
Beberapa penyebab bayi mengalami apnea di antaranya karena lahir terlalu dini
sehingga organ pernapasannya belum bekerja secara optimal. Selain itu, kondisi tersebut juga
bisa disebabkan adanya sumbatan pada jalan napas, infeksi atau peradangan, atau karena ada
masalah pada jantung Si Kecil.
Bayi berusia di bawah 6 bulan cenderung bernapas secara tidak teratur, terutama saat
tidur. Terkadang bernapas cepat kemudian melambat, bahkan berhenti bernapas kurang dari
15 detik.
Apabila bayi berhenti bernapas kurang lebih selama 20 detik, detak jantung lambat, serta
tubuh dan wajah terlihat membiru. Kondisi tersebut bisa menjadi tanda Apnea terjadi secara
tidak terduga. Oleh karena itu orang tua harus menjaga bayi walaupun saat bayi sedang
terlelap, atau sering-seringlah mengecek kondisinya ketika bayi tidur. Yang juga penting, buat
ruangan tidur bayi senyaman mungkin dengan sirkulasi udara yang baik dan cukup oksigen.
Apnea sendiri dapat berakibat fatal hingga menyebabkan kematian pada bayi. Saat bayi
berhenti bernapas, tingkat oksigen dalam tubuhnya akan menururn. Hal ini dapat membuat
detak jantungnya juga melemah.
Ada 3 macam tipe apnea yaitu apnea sentral, apnea obstruktif dan campuran. Pada
apnea sentral tidak ada usaha napas, aliran udara masuk, dan gerakan dinding dada.
Kejadiannya sekitar 40%. Sedangkan pada apnea obstruktif ada usaha napas namun
tidak ada aliran udara masuk. Pada keadaan ini bayi berusaha untuk bernapas melawan
obstruksi saluran napas. Kejadian apnea obstruktif sekitar 10%. Pada apnea tipe
campuran merupakan campuran kedua tipe di atas. Tipe ini banyak terjadi pada bayi
prematur. Kejadiannya sekitar 50%. Pusat pernapasan terdapat di batang otak,
pengaturannya tergantung pada asupan rangsang dari kemoreseptor di arteria karotis,
mekanoreseptor di paru dan jalan napas, serta korteks serebri.

Apnea biasanya terjadi karena adanya sumbatan pada saluran napas atau karena sistim
saraf pusat tempat mengontrol pernapasan belum berkembang dengan sempurna. Bayi yang
mengalami apnea tidak bernapas spontan. Kulit pada daerah mulut pun tampak kebiruan.
Bayi bisa berhenti bernapas selama 15 detik lalu bernapas lagi.

B. Epidemiolog
Kejadian apnea berbanding terbalik dengan umur kehamilan; pada umur kehamilan <34
minggu, 25% neonatus memerlukan intervensi farmakologis dan ventilator karena apnea
berulang. Pada umur kehamilan 30-31 minggu kejadian apnea sebesar 50%, dan meningkat
menjadi 80% pada bayi 30 minggu serta hampir 100% pada neonatus sangat prematur.
Sedangkan pada bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLR) kejadian apnea 84%.

C. Etiologi

Apnea dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit atau kondisi. Imaturitas susunan
saraf pusat menyebabkan apnea yang muncul pada 1-2 hari setelah lahir dan dalam 7 hari
pertama. Apnea yang terjadi pada 24 jam pertama dan setelah 7 hari pertama kemungkinan
besar bukan apnea prematuritas.

Penyebab sekunder meliputi gangguan suhu (hipo/hipertermia), gangguan saraf (trauma,


obat-obatan, infeksi susunan saraf pusat, perdarahan intrakranial, asfiksia, obat anestesi),
penyakit paru (penyakit membran hialin, pneumonia, penyakit paru kronik/chronic lung
disease, perdarahan paru, sumbatan jalan napas, pneumotoraks), penyakit jantung (kelainan
jantung bawaan sianotik, hipo/hipertensi, gagal jantung, duktus arteriosus persisten),
gangguan gastroinrestinal (refluks gastroesofageal, esofagitis), gangguan hematologi (anemia,
polisitemia), infeksi (sepsis, enterokolitis nekrotikans), gangguan metabolik (hipoglikemia,
hipokalsemia, hipo/hipernatremia), dan inborn error of metabolism.

D. Tipe apnea

Ada 3 macam tipe apnea yaitu apnea sentral, apnea obstruktif dan campuran. Pada apnea
sentral tidak ada usaha napas, aliran udara masuk, dan gerakan dinding dada. Kejadiannya
sekitar 40%. Sedangkan pada apnea obstruktif ada usaha napas namun tidak ada aliran udara
masuk. Pada keadaan ini bayi berusaha untuk benapas melawan obstruksi saluran napas.
Kejadian apnea obstruktif sekitar 10%. Pada apnea tipe campuran merupakan campuran kedua
tipe di atas. Tipe ini banyak terjadi pada bayi prematur. Kejadiannya sekitar 50%.

E. Patofisiologi

Pusat pernapasan terdapat di batang otak, pengaturannya tergantung pada asupan


rangsang dari kemoreseptor di arteria karotis, mekanoreseptor di paru dan jalan napas, serta
korteks serebri. Pada bayi prematur, mekanisme tersebut belum berkembang sempurna. Pada
bayi prematur, jumlah sambungan sinaps, dendrit, dan mielinisasi masih terbatas sehingga
konduksi batang otak lebih lama. Respons terhadap hiperkapnea, hipoksia, dan respons
inhibitor berlebihan merupakan manifestasi imaturitas pusat napas. Usaha napas (inspirasi)
pada bayi prematur juga masih lemah seperti aktifitas refleks pernapasan, kelemahan
diafragma dan otot dinding dada.

F. Beberapa penyebab apnea pada bayi antara lain :

1. Aspirasi atau masuknya cairan lambung ke paru-paru.


2. Tertutupnya jalur nafas saat bayi tidur tengkurap atau sedang menyusu.
3. Perdarahan otak yang menganggu saraf pernafasan.
4. Perubahan drastis suhu tubuh.
5. Rendahnya kalsium dan gula di dalam darah.
6. Gangguan pada paru termasuk paru belum berkerja optimal maupun adanya infeksi.
G. Ciri-ciri dari apnea pada bayi antara lain :

1. Kulit dan bibir bayi biru.


2. Detak jantung tidak terdengar dan melemah.
3. Tidur tidak tenang.
4. Mendengkur.

H. Penatalaksanaan apnea
Penatalaksanaan Menurut Lowdermilk et al., (2014), penatalakasanaan pada bayi baru
lahir dengan apnea sebagai berikut :
a. Terapi Oksigen
Tujuan terapi oksigen adalah untuk menyediakan oksigen yang memadai bagi
jaringan, mencegah akumulasi asam laktat yang dihasilkan oleh hipoksiaserta pada waktu
yang sama menghindari efek negative yang potensial dari hiperoksia dan radikal bebas.
Jika bayi tidak membutuhkan ventilasi mekanik, oksigen dapat dipasok menggunakan
tudung plastic yang ditempatkan di atas kepala bayi, menggunakan nasal kanul, atau
continuous positive airway pressure (CPAP) untuk menyediakan konsentrasi dan
kelembapan oksigen yang bervariasi. Ventilasi mekanik (bantuan pernafasan dengan
memberikan sejumlah oksigen yang ditentukan melalui tabung endotrakeal) diatur untuk
memberikan sejumlah oksigen yang telah ditentukan pada bayi selama nafas spontan dan
menyediakan pernafasan mekanik pada saat tidak ada nafas spontan.
b. Resusitasi Neonatal
Pengkajian bayi yang cepat dapat mengidentifikasi bayi yang tidak membutuhkan
resusitasi : bernafas atau menangis, dan memiliki tonus otot yang baik. Keputusan untuk
melanjutkan langkah tindakan berdasarkan pengkajian pernafasan, denyut jantung dan
warna. Jika salah satu karakteristik tersebut tidak ada, maka bayi harus menerima tindakan
berikut secara berurutan :
1) Langkah awal

Sebagai langkah awal, ada beberapa hal yang dilakukan, yaitu:


a) Memberikan kehangatan pada bayi.
b) Memposisikan bayi dengan baik menghadap ke atas.
c) Memastikan kepala bayi sedikit ke atas untuk membantu membuka jalan napas.
d) Meletakkan lipatan kain di bawah bahu bayi untuk mempertahankan posisi ini.
e) Membersihkan saluran napas bayi jika diperlukan

2) Ventilasi

Ini adalah salah satu tindakan resusitasi yang bertujuan untuk memasukkan udara
ke paru-paru bayi. Tindakan ventilasi dilakukan dengan cara memasang sungkup
(masker oksigen) dengan ukuran yang sesuai dengan wajah bayi sampai menutupi dagu,
mulut, dan hidung bayi. Selanjutnya akan menjaga posisi kepala bayi dan meremas
kantung yang ada pada sungkup. Hal ini membuat udara masuk ke paru-paru bayi
sehingga bagian dadanya agak naik. Jika dada bayi naik setelah dilakukan 2-3 kali
ventilasi, artinya tekanan ventilasi mungkin cukup diberikan pada bayi. Maka akan
melanjutkan pemberian ventilasi 40 kali per menit sampai bayi menangis atau bernapas.
Namun, jika dada bayi tidak naik, mungkin ada masalah, seperti saluran napas bayi
tersumbat, pemasangan sungkup tidak benar, tekanan kurang kuat, dan posisi bayi tidak
benar. Bila tidak ada perbaikan dari kondisi bayi akan melanjutkan ke langkah
berikutnya

3) Kompresi dada

Hal ini dilakukan sementara untuk meningkatkan sirkulasi dan pengiriman oksigen
ke organ-organ penting bayi. Tekanan dada atau pijat jantung diberikan disertai dengan
ventilasi, untuk memastikan agar sirkulasi darah yang beredar dalam tubuh bayi cukup
mendapatkan oksigen. Setelah penekanan dada dilakukan selama 30-45 detik, dokter
akan menilai detak jantung bayi. Jika detak jantung bayi kurang dari 60 kali per menit
penekanan dada harus dilanjutkan (setelah pemberian suntikan epinefrin).

4) Pemberian epinefrin atau ekspansi volume atau keduanya

Pemberian epinefrin dilakukan ketika ventilasi dan penekanan dada tidak bekerja
dengan baik. Tolak ukurnya adalah ketika ventilasi dan penekanan dada lebih dari 45
detik tidak mendapat respon dari bayi.
Kondisi ini juga ditandai dengan detak jantung bayi tetap kurang dari 60 kali per
menit dan tidak ada peningkatan. Tidak semua bayi perlu mendapatkan resusitasi.
Semuanya tergantung pada kondisi kesehatan bayi.

Anda mungkin juga menyukai