Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA BAYI NY.

K UMUR 0 MENIT DENGAN ASFIKSIA SEDANG DI


RSUD KOTA SURAKARTA

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50% kematian bayi terjadi pada periode neonatal yaitu dalam
bulan pertama kehidupan bayi. Hal ini di sebabkan karena penanganan BBL yang kurang tepat.
Penanganan BBL yang tidak tepat pada bayi yang lahir dengan normal maupun dengan komplikasi akan
menyebabkan kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bahkan menyebabkan kematian.
Menejemen yang baik dalam menangani komplikasi pada bayi baru lahir dapat meningkatkan harapan
hidup bagi bayi baru lahir tersebut.

Proses selama persalinan pemantauan dan perkembangan sesudah lahir harus segera dipantau untuk
menghasilkan bayi yang sehat. namun terkadang masalah tidak selalu muncul karena menejemen
selama persalinan yang kurang baik. Tetapi masalah berasal dari ibu bersalin yang tidak dapat
mengendalikan diri saat menjalani proses persalinan sehingga mengakibatkan janin menjadi sulit untuk
lahir. Sebagian besar masalah diakibatkan karena cara mengejan ibu yang salah.

Kepala bayi yang sudah berada di pintu bawah panggul harus segera lahir. Apabila tidak, maka akan
mengakibatkan bayi lahir dengan kelainan karena kepala dan dada bayi terlalu lama terjepit di rongga
panggul ibu. Akibatnya, bayi yang lahir mengalami kesulitan dalam usaha bernafas yaitu tidak menangis.
Bayi yang tidak menangis segera setelah lahir sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian
pada bayi. Hal ini disebabkan oleh suplai oksigen dalam tubuh bayi kurang sedangkan tekanan CO2
tinggi, hal ini disebut dengan asfiksia pada bayi. Menejemen yang baik dalam menangani kasus asfiksia
sangat berperan dalam pertolongan BBL dengan asfiksia sehingga dapat meningkatkan harapan hidup
bayi tersebut. Banyaknya fenomena BBL dengan asfiksia membuat penulis tergerak untuk membahas
asuhan kebidanan bayi baru lahir dengan asfiksia.

B. TUJUAN

1. Tujuan umum

Mampu memberikan asuhan kebidanan dengan menggunakan menejemen kebidanan yang tepat pada
bayi baru lahir dengan asfiksia sedang.
2. Tujuan khusus

Mampu menerapkan konsep dasar dan menejemen kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia
sedang, mampu mengidentifikasi masalah dan melakukan analisa data yang terkumpul.

C. MANFAAT

1. Bagi lahan praktek

Dapat menambah wawasan tenaga kesehatan khususnya bidan mengenai asuhan kebidanan bayi baru
lahir dengan asfiksia sedang sehingga dapat meningkatkan pelayanan askeb BBL.

2. Bagi tenaga kesehatan

Menambah pengetahuan tenaga kesehatan tentang askeb BBL dengan asfiksia sedang.

3. Bagi institusi pendidikan

Sebagai dokumen untuk perbandingan penelitian selanjutnya

4. Bagi penulis

Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai askeb BBL dengan asfiksia dan penerapan ilmu yang
telah didapat selama perkuliahan.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian asfiksia pada bayi baru lahir

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia),
hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.

B. Patofisiologi

Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan
menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian
asfiksia.
C. Gejala klinik

Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis,
pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

D. Diagnosis

1. Anamnesis

Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang pertamakali dinilai adalah APGAR Score.

Tabel 1

APGAR Score

Tanda-tanda

A :Apperience

(warna kulit)

Pucat atau biru

Tubuh merah

Seluruh tubuh

merah

P :Puls

(frekuensi jantung)
Tidak ada

detak jantung

Dibawah 100,

lemah dan lamban

Diatas 100, detak

jantung kuat

G :Grimace

(reaksi terhadap Rangsangan)

Tidak ada

respon

Menyeringi atau

kecut

Menangis

A :Activity

(tonus otot)

Tidak ada

gerakan

Ada sedikit

Seluruh ekstremitas

bergerak aktif
R :Respiration

(pernapasan)

Tidak ada

Pernapasan

perlahan, bayi

terdengar merintih

Menangis kuat

Klasifikasi klinik :

1. Nilai 1-3 : bayi dengan asfiksia berat

2. Nilai 4-6 : bayi dengan asfiksia ringan dan sedang

3. Nilai 7-10 : bayi normal

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang
dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai
keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi
karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian
skor Apgar)

3. Pemeriksaan penunjang

ü Foto polos dada

ü USG kepala

ü Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit

E. Penyulit

Meliputi berbagai organ yaitu :

ü Otak : hipoksi iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis


ü Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema paru

ü Gastrointestinal : enterokolitis nekrotikans

ü Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH

ü Hematologi : DIC

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang harus di berikan pada bayi baru lahir dengan gagal nafas atau asfiksia adalah
resusitasi. Resusitasi neonatus merupakan salah satu prosedur yang diaplikasikan untuk neonatus yang
gagal bernafas secara spontan ( Sarwono Prawirohardjo, 2009).

Langkah resusitasi untuk keberhasilan resusitasi antara lain: jangan menunggu untuk menilai Apgar satu
menit untuk memulai resusitasi. Semakin lambat memulai akan semakin sulit melakukan resusitasi.
Semua petugas yang terlibat harus terlatih dan dapat bekerja sebagai tim dan semua peralatan yang
diperlukan harus tersedia dan dalam keadaan baik.

1. Langkah awal resusitasi

a. Tempatkan bayi di bawah pemanas radian/infant warmer.

b. Letakkan bayi terlentang pada posisi setengah tengadah untuk membuka jalan nafas. Sebuah
gulungan handuk diletakkan di bawah bahu untuk membantu pencegahan fleksi leher dan penyumbatan
jalan nafas.

c. Bersihkan jalan nafas atas dengan menghisap mulut terlebih dahulu, kemudian hidung, dengan
menggunakan bulb syringe, alat penghisap lendir, atau kateter penghisap. Perhatikan untuk menjaga bayi
dari kehilangan panas setiap saat.

Catatan: Penghisapan dan pengeringan tubuh dapat dilakukan bersamaan bila air ketuban bersih dari
meconium.

d. Penghisapan yang kontinyu di atas 3-5 detik pada 1 penghisapan. Mulut dihisap terlebih dahulu
untuk mencegah aspirasi

e. Penghisapan lebih agresif hanya boleh dilakukan jika terdapat meconium pada jalan nafas
( kondisi ini dapat mengarah ke bradikardia). Bila terdapat meconium dan bayi tidak bugar, lakukan
penghisapan dari trakea.

f. Keringkan, stimulasi, ganti kain yang basah dengan kain yang kering, dan reposisi kepala.

g. Tindakan yang dilakuakan sejak bayi lahir sampai reposisi kepala dilakukan tidak lebih dari 30
menit.

h. Menilai pernafasan.
i. Jika bayi mulai bernafas secara teratur dan memadai, periksa denyut jantung. Jika denyut jantung
>100 x/mnt dan bayi tidak mengalami sianosis, hentikan resusitasi. Akan tetapi, jika sianosis ditemui,
berikan oksigen aliran bebas.

2. Ventilasi tekanan positif

a. Jika tidak terdapat pernafasan atau megap-megap, ventilasi tekanan positif (VTP) diawali dengan
menggunakan balon resusitasi dan sungkup, dengan frekuensi 40-60 x/mnt

b. Jika denyut jantung <100 x/mnt, bahkan dengan pernafasan memadai, VTP harus dimulai pada
kecepatan 40-60 per menit.

c. Intubasi endotrakea diperlukan jika bayi tidak berespon terhadap VTP dengan menggunakan
balon dan sungkup. Lanjutkan VTP dan bersiaplah untuk memindahkan bayi ke NICU.

3. Kompresi dada

a. Jika denyut jantung masih <60 x/mnt setelah 30 detik VTP yang memadai, kompresi dada harus
dimulai.

b. Kompresi dilakukan pada sternum di proksimal dari Prosesus Xifoideus, jangan menekan atau di
atas Xifoid. Kedua ibu jari bertugas yang meresusitasi digunakan untuk menekan sternum, sementara
jari-jari lain mengelilingi dada; atau jari tengan dan telunjuk dari satu tangan dapat digunakan untuk
kompresi sementara tangan lain menahan punggung bayi. Sternum di kompresi sedalam 1/3 tebal
anterio posterior dada.

c. Kompresi dada diselingi ventilasi secara sinkron terkoordinasi dengan rasio 3:1. Kecepatan
kombinasi kegiatan tersebut harus 120/menit (yaitu 90 kompresi dan 30 ventilasi). Setelah 30 detik,
evaluasi respon. Jika denyut jantung >60 denyut/mnt kompresi dada dapat dihentikan dan VTP
dilanjutkan senhingga denyut jantung mencapai 100 x/mnt dan bayi bernafas efektif.

4. Pemberian obat
Epinefrin harus diberikan jika denyut jantung tetap <60 x/mnt setelah 30 detik VTP dan 30 detik lagi VTP
dan kompresi dada. Dosis epinefrin adalah 0,1-0,3 ml/kgBB larutan 1:10.000 setiap intravena, melalui
vena umbilikal. Bila diberikan melalui pipa endotrakeal, dosis adalah 0,3-1,0 ml/kgBB.

5. Perawatan lanjutan

a. Catat nilai apgar untuk menit ke 1 dan ke 5 dalam rekam medik.

b. Jika bayi memerlukan asuhan intensif, rujuk ke RS terdekat yang memiliki kemampuan
memberikan dukungan ventilator untuk memantau dan memberikan perawatan pada neonatus.

c. Jika bayi dalam keadaan stabil maka pindahkan ke ruang neonatal untuk dipantau dan
ditindaklanjuti.

d. Di ruang neonatal, ikuti panduan asuhan neonatus normal untuk pemeriksaan fisik dan tindakan
profilaksis. Selain itu, monitor secara ketat tanda vital, sirkulasi, perfusi, status neurologik, dan jumlah
urine, serta pemberian minum di tunda disesuaikan kondisi. Sebagai ganti pemberian minum secara oral,
berikan glukosa 10% IV. Uji laboratorium, seperti analisis gas darah, glukosa dan hematokrit, harus
dilakukan.

e. Jika sudah tidak terdapat komplikasi selama 24 jam maka neonatus dapat keluar dari unit
neonatal. Informasikan pada petugas dan orang tua atau keluarga tentang tanda bahaya.

Catatan:

ü Tidak melakukan resusitasi dapat diterima pada kehamilan < 23 minggu atau berat lahir < 400 gr,
anensefalus, terbukti trisomi 13 dan 18.

ü Resusitasi dinyatakan gagal dan dihentikan bila bayi menunjukka asistole selama 10 menit setelah
dilakukan resusitasi yang ekstensif.

6. Peralatan dan pasokan resusitasi neonatus

a. Peralatan untuk menghisap lendir

ü Bulb syringe

ü Kateter penghisap (ukuran 5 atau 6, 8 dan 10 Fr)

ü Aspirator meconium

ü Penghisap dan pipa mekanik

ü Pipa lambung ukuran 8 Fr dan spuit 20 cc

b. Peralatan balon dan sungkup resusitasi


ü Balon resusitasi yang mampu memberikan oksigen 90-100% dan mempunyai katup pelepas tekanan
atau alat ukur tekanan

ü Oksigen dengan pengukur aliran dan selang.

ü Sungkup atau masker wajah dengan pinggiran bantalan untuk ukuran bayi cukup bulan dan prematur

ü Kateter nasal (nasal prongs/kanul nasal)

ü Oral airway, ukuran bayi cukup bulan dan prematur

Bagan Resusitasi Neonatus (gambar)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia),
hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.

Dalam menangani asfiksia harus segera dilakukan tinadakan resusitasi neonatus. Dalam pelaksanaan
resusitasi jangan menunggu nilai apgar score menit pertama, karena resusitasi harus dilakukan setelah
30 detik bayi mengalami gagal nafas. Semakin lambat memulai, maka akan semakin sulit untuk
melakukan resusitasi.

B. Saran

Hendaknya bagi seluruh petugas kesehatan khususnya bidan dapat melaksanakan asuhan kebidanan
pada bayi baru lahir dengan asfiksia dengan baik agar dapat menghindari hal-hal yang dapat berakibat
buruk terhadap bayi.

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Bina Pustaka:

Jakarta.

Maryunani, 2008. Buku Saku Asuhan Bayi Lahir Normal. Trans Info Media : Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai