Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEGAWATDARURATAN NEONATAL DENGAN ASFIKSIA

A. KAJIAN TEORI
1. DEFINISI

Neonatus adalah bayi yang berusia 0-28 hari (Kementerian Kesehatan


RI,2010). Bayi baru lahir adalah bayi berusia satu jam yang lahir pada usia
kehamilan 37-42 minggu dengan berat badan lahir 2500gram-4000gram.

Masa neonatal merupakan masa kritis bagi bayi karena bayi dalam masa
transisi dari kehidupan intra ke ekstra uteri. Pada awalnya semua kebutuhan
bayi di dalam kandungan diperoleh dari ibu melalui plasenta kemudian saat
berada di luar kandungan bayi berada di udara bebas sehingga otomatis semua
fungsi dan organ tubuh bayi harus mampu bekerja untuk memenuhi
kebutuhannya.

Saat bayi harus beradaptasi dengan lingkungan kondisi ini memungkinkan


menjadi ancaman baik dari individu dan lingkungan yang dapat memunculkan
permasalahan kegawatdaruratan neonatal.

Hal –hal yang dapat menyebabkan kondisi kegawatdaruratan pada


neonatus antara lain: asfiksia, kejang, BBLR, Hipebilirubinemia,
Hipo/Hiperglikemi, Hipo/hipertermi dan infeksi neonaturum.

Asfiksia adalah kegagalan beranapas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaaan Pa O2 di
dalam daran rendah (hipokalsemia), hiperkarbia Pa CO2 meningkat dan
asidosis.

2. PATOFISILOGI
Penyebab asfiksia dapat berasal dari factor ibu, Janin dan plasenta.
Adanya hipoksia dan iskemik jaringan menyebabkan perubahan fungsional
biokimia pada janin.

Asfiksia dapat terjadi karena beberapa faktor (Nurarif, 2013).

a. Faktor ibu

Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui
plasenta berkurang. Akibatnya, aliran oksigen ke janin juga berkurang dan
dapat menyebabkan gawat janin dan akhirnya terjadilah asfiksia. Berikut
merupakan keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia pada bayi
baru lahir (Depkes RI, 2005 dan Nurarif, 2013):
1. Preeklamsia dan eklamsia
2. Demam selama persalinan
3. Kehamilan postmatur
4. Hipoksia ibu
5. Gangguan aliran darah fetus, meliputi :

a. gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, hipotoni, tetani uteri

b. hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan

c. hipertensi pada penyakit toksemia


6. Primi tua, DM, anemia, riwayat lahir mati, dan ketuban pecah dini

b. Faktor plasenta

Keadaan berikut ini berakibat pada penurunan aliran darah dan oksigen
melalui tali pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin mengalami asfiksia
(Depkes RI, 2005 dan Nurarif, 2013):
1. Abruptio plasenta
2. Solutio plasenta
3. Plasenta previa

c. Faktor fetus

Pada keadaan berikut bayi mungkin mengalami asfiksia walaupun tanpa


didahului tanda gawat janin (Depkes RI, 2005 dan Nurarif, 2013):
1. Air ketuban bercampur dengan meconium
2. Lilitan tali pusat
3. Tali pusat pendek atau layu
4. Prolapsus tali pusat

d. Faktor persalinan

Keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu (Nurarif, 2013):

1. Persalinan kala II lama

2. Pemberian analgetik dan anastesi pada operasi caesar yang berlebihan


sehingga menyebabkan depresi pernapasan pada bayi
e. Faktor neonatus

Berikut merupakan kondisi bayi yang mungkin mengalami asfiksia


(Nurarif, 2013):
1. Bayi preterm (belum genap 37 minggu kehamilan) dan bayi posterm
2. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, forsep)
3. Kelainan konginetal seperti hernia diafragmatika, atresia/stenosis
saluran pernapasan, hipoplasi paru, dll.
4. Trauma lahir sehingga mengakibatkan perdarahan intracranial

3. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesia dan pemeriksaan fisik

1. Anamnesis
a. Gangguan atau kesulitan waktu lahir (perdarahan antepartum, lilitan tali
pusat, sungsang, ekstrasi vakum, ekstrasi forcep, gawat janin,
persalinan denga SC, Kala I memanjang, Kala II lama)
b. Lahir tidak bernapas
c. Air ketuban bercampur meconium

2. Pemeriksaan fisik
a. Bayi tidak bernapas atau megap-megap
b. Denyut jantung kurang dari 100kali permenit
c. Kulit sianosis pucat
d. Tonus otot menurun

4. PENATALAKSANAAN

Pada pertolongan persalinan, setiap petugas perlu mengetahui


apakah bayi mempunyai resiko mengalami asfiksia. Pada keadaan tersebut,
bicarakan dengan ibu dan keluarganya kemungkinan diperlukannya
tindakan resusitasi. Akan tetapi, pada keadaan tanpa faktor resiko pun
beberapa bayi dapat mengalami asfiksia. Oleh karena itu, petugas harus
siap melakukan resusitasi bayi setiap melakukan pertolongan persalinan
(Depkes RI, 2005).

Tahap persiapan meliputi (Depkes RI, 2005):

a. Persiapan keluarga

Bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan


yang terjadi pada ibu dan bayi sebelum menolong persalinan.
b. Persiapan tempat

Tempat untuk resusitasi harus hangat, terang, rata, keras, bersih,


kering, sebaiknya dekat pemancar panas, dan tidak berangin.
c. Persiapan alat resusitasi

Alat yang digunakan meliputi :

1) Handuk 3 lembar
 1 untuk membungkus bayi yang diletakkan di atas perut ibu
(paling lebar dan harus menyerap cairan);
 1 lembar digulung 3-5 cm untuk membuat ganjalan bahu;
 1 lembar digelar di atas handuk yang digulung pada tempat / meja
resusitasi)
2) Radiant warmer atau Meja/tempat resusitasi dengan pemanas atau
lampu pemancar panas (60 watt) dinyalakan dengan jarak 60 cm
dari tubuh bayi
3) Alat penghisap lender (de lee dan/atau balon karet)
4) Balon (balon mengembang sendiri atau balon tidak mengembang
sendiri)
5) Sungkup dengan ukuran ( S : bayi preterm, M : bayi preterm atau
aterm dan L : bayi aterm)
6) Oksigen dilengkapi alat pengukur aliran oksigen dan pipanya.
7) Pipa saluran pernafasan yang sesuai untuk bayi preterm dan aterm
8) Stetoskop
9) Oro gastric tube (OGT) ukuran 5F, spuit 5 ml
10) Pulse Oksimeter
11) Kateter umbilikal
12) Obat-obatan (bila di Puskesmas PONED/RS)
a) Epinefrin 1 : 10.000 dalam ampul 3 ml atau 10 ml
b) Nalokson hidroklorid 0,4 mg/ml dalam ampul 1 ml atau 1
mg/ml dalam ampul 2 ml
c) Ringer laktat
d) Larutan NaCL 0,9%
e) Spuit/semprit 1 ml, 3 ml, 5 ml, 10 ml, 20 ml, 50 ml
f) Kateter umbilicus berukuran 3,5F, 5F.
g) Plester
13) Larutan klorin 0,5% pada tempatnya untuk dekontaminasi alat.
d. Persiapan Alat perlindungan diri (APD) bagi penolong (persiapan
diri) dan asisten dua orang
1) Sepatu boat
2) Apron
3) Sarung tangan
4) Masker
5) Topi

Keputusan melakukan resusitasi dinilai dari kondisi bayi tidak


bernapas atau bernapas megap-megap. Selain itu, resusitasi juga
dilakukan jika air ketuban bercampur dengan mekonium. Dalam
manajemen asfiksia, proses penilaian sebagai dasar pengambilan
keputusan bukanlah suatu proses sesaat yang dilakukan hanya satu kali.
Pada setiap tahapan manajemen asfiksia senantiasa dilakukan penilaian
untuk membuat keputusan, tindakan apa yang tepat untuk dilakukan
(Depkes RI, 2005).

Setelah dilakukan resusitasi, maka bayi baru lahir dengan


asfiksia diberikan asuhan pasca resusitasi. Asuhan pasca resusitasi
merupakan perawatan intensif selama 2 jam pertama. Asuhan yang
diberikan sesuai dengan hasil resusitasi, meliputi (Depkes RI, 2005 dan
Agarwal, 2008):

a. Bila resusitasi berhasil

Hal yang pertama kali dilakukan setelah resusitasi berhasil yaitu


memindahkan bayi ke ruangan bayi dan menjaga bayi agar tetap hangat.
Kemudian lakukan monitoring tanda-tanda vital secara berkala.
Lakukan juga pemeriksaan analisa gas darah, kadar gula darah,
hematokrit, dan kadar kalsium.

Sementara itu, berikan konseling kepada ibu terkait pemberian


ASI, menjaga kehangatan bayi dengan teknik Kangoroo Mother Care,
dan jelaskan kepada ibu bagaimana tanda-tanda bahaya pada bayi baru
lahir. Selain itu, selalu monitor warna kulit, suhu, dan respirasi rate
minimal pada dua jam pertama, serta lakukan pencatatan atau
dokumentasi.

b. Bila perlu rujukan

Bayi perlu rujukan jika :

1. RR < 30x per menit, atau > 60x per menit.

2. Adanya tarikan dinding dada

3. Bayi merintih (ada bunyi napas saat ekspirasi) atau megap-


megap (ada bunyi napas saat inspirasi)

4. Tubuh bayi pucat atau kebiruan

5. Bayi lemas

Siapkan surat rujukan dan lakukan pencatatan atau


dokumentasi setiap kali selesai melakukan tindakan.

c. Bila resusitasi tidak berhasil

Lakukan konseling berupa pemberian dukungan moral


kepada keluarga yang kehilangan. Ibu akan merasa sedih, bahkan
menangis. Perubahan hormon setelah kehamilan mungkin
menyebabkan perasaan ibu sangat sensitif. Jelaskan kepada ibu dan
keluarga bahwa ibu memerlukan istirahat, dukungan moral, dan
makanan bergizi. Berikan asuhan tindak lanjut berupa kunjungan
nifas. Lakukan pencatatan atau dokumentasi
LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN RESUSITASI
a.
Konseling Antenatal, persiapan alat, dan pembagian tugas
b. dalam tim

c. Bayi lahir
d.
6 Bernapas atau menangis?
YA Perawatan Rutin

0 Tonus baik?  Pastikan bayi tetap hangat


 Keringkan bayi #
e. TIDAK  Lanjutkan observasi pernapasan
df. Langkah awal(nyalakan pencatat waktu)
YA
laju denyut jantung dan tonus

eg. 

Pastikan bayi tetap hangat
Atur posis dan bersihkan jalan nafas
h.
ti. 

Keringkan # dan stimulasi
Posisikan kembali

ij.
Observasi usaha napas, laju denyut jantung(LDJ)dan tonus otot
k.
kl.
** Tidak
m. bernafas/megap2,dan atau
Bernafas spontan

LDJ,100x/menit
n.

Ventilasi tekanan positif Sianosis sentral persisten tanpa


Distress
(VTP) distress napas
napas(takipneu,retraksi/merintih)
 Pemantauan Sp0₂
 EKG (bila ada)
CPAP. TPAE 7-8 cmH₂O, pemantauan SpO₂

Pertimbnagkan
suplementasi oksigen
Penilaian awal (first
Pemantauan SpO₂
assesement) VTP GAGAL CPAP , TPAE 8 cmH₂0

FIO₂ >40% dengan distress napas

Pertimbangkan intubasi
penilaian ke 2 VTP

>100x/m 60-99 x/menit LDJ <60/menit


<60x/menit
Evaluasi ventilasi
 Evaluasi ventilasi
 Pertimbangkan intubasi
 VTP (O₂100%)+ kompresi dada**
 Observasi LDJ dan usaha napas tiap 60
detik**kompresi dilakukan setelah
bayi diintubasi
o.
p.
Pertimbangkan
q.
 Pertimbangkan obat dan
r. cairan IV
 Pneumotoraks?
s.
t.
u.
Keterangan Keterangan :

v. bayi baru lahir dgn berat <32minggu,


# pada Apabila LDJ > 100x/meni dan
bayiw.
langsung dibungkus plastic bening tanpa target saturasi oksigen tercapai :
dikeringkan terlebih dahulu, kecuali wajahnya
x.  Tanpa alat bantu napas
kemudian dipasang topi. Bayi tetap dapat
=lanjutkan keperawatan observasi
stimulasi
y. walaupun dibungkus plastic.
 Dengan alat bantu napas =
z.
*langkah awal dan pemberian VTP harus lanjutkan keperawatan pasca
dilakukan dalam 60 detik pertama resusitasi
aa.
bb.
Keterangan : WAKTU Target
 LDJ naik, dada mengembang (VTP DARI SPO₂
efektif)= lanjutkan VTP 15 detik lagi LAHIR
 LDJ tidak naik, dada mengembang =
1 menit 60-65%
lanjutkan VTP 15 detik lagi
 LDJ tidak naik, dada tidak naik = 2 menit 65-70%
evaluasi SR BTA ( sungkup, responisi, 3 menit 70-75%
isap, buka mulut. Tekanan dinaikan,
alternative jalan nafas ) sampai dada 4 menit 75-80%
mengembang lanjutkan VTP ini 5 menit 80-85%
sampai 30 detik
10 menit 85-95%
Alur resusitasi bayi baru lahir (IDAI 2017) *modifikasi dari diagram alur NRP
rekomendasi AAP Rohsiswatmo R, RUndjan L, penyunting. Resusitasi neonates :
Jakarta : badan penerbit IKatan Dokter Anak Indonesia ; 2015. Hal 1-8

B. DATA FOKUS YANG PERLU DIKAJI


1. SUBYEKTIF
Identitas bayi
Identitas orang tua
Riwayat antenatal
Penyakit selama kehamilan
Kebiasaan orang tua
Komplikasi selama kehamilan dan persalianan

2. OBYEKTIF
Bernapas atau napas megap-megap
Laju denyut jantung
Warna kulit
Tonus otot
SpO2

C. INTERPRETASI DATA

Dalam menengakkan diagnose, harus berdasarkan hasil pengkajian data


subjekif dan objektif yang akan menggambarkan kondisi anak saat ini secara
keseluruhan. Sedangkan masalah yang ditemukan yang berdampak kurang baik
pada keadaan bayi juga harus diindentifikasi sehingga bisa dibuatkan rencana
asuhan untuk perbaikan kondisi bayi. Diagnosa potensial dan masalah potensial
merupak suatu kondisi yang kemungkinan terjadi apabila suatu diagnose atau
masalah tidak ditangani dengan baik. Tentunya petugas harus memiliki
pengetahuan yang cukup luas baik meteri di buku pedoman atau jurnal yang ada.
Dengan mengetahui diagnose, diagnose potensial, masalah dan masalah potensial,
petugas dapat merencanakan asuhan untuk memperbaiki dan mencegah kondisi
yang lebih buruk.

D. PERENCANAAN ASUHAN KASUS YANG DIASUH

Perencanaan disusun berdasarkan prioritas utama dan terstruktur. Perencanaan


disusun berdasarkan diagnose, diagnose potensial, masalah dan masalah potensial
yang sudah ditegakkan sebelumnya. Perencaanaan ini bisa dilakukan secara
mandiri, kolaborasi atau rujukan. Disusunnya perencanaan, diikuti dengan
pelaksanaan asuhan dan evaluasi dari asuhan yang sudah diberikan.

DAFTAR PUSTAKA
Agarwal R, Ashish J, Ashok K, Deorari, Vinod KP. 2008. Post-
Resuscitation Management of Asphyxiated Neonates. Indian
Journal of Pediatrics : 75; 175-80.

Departemen Kesehatan RI. 2001. Standar Pelayanan Kebidanan, Buku


1. Jakarta : Depkes RI

Departemen Kesehatan RI. 2005. Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir


untuk Bidan. Jakarta : Depkes RI.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2015. Resusitasi Neonatus. Jakarta. Badan


Penerbit IDAI
Kementrian Kesehatan RI. 2016. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal
Neonatal. Jakarta. BPPSDM Kesehatan
Nurarif AH, Kusuma H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan
Diagnosa Medis, NANDA, dan NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action.
Pitsawong C, Prisana P. 2011. Risk Factors Associated with Birth
Asphyxia in Phramongkutklao Hospital. Thai J of Obstertrics
and Gynaecology : 19; 165-71.

Rahyani, Ni Komang Yuni,dkk. 2020. Buku Ajar Asuhan Kebidanan


Patologi Bagi Bidan. Yogyakarta. Penerbit Andi

Anda mungkin juga menyukai