BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Praktik resusitasi bayi baru lahir mengalami perkembangan yang pesat dalam 40tahun
terakhir. Secara teoritis, fasilitas dan tenaga ahli resusitasi harus tersedia di tempat kelahiran
bayi, baik di rumah sakit maupun di rumah. Resusitasi bayi baru lahir harus mengikuti
pendekatan yang sistematis. Resusitasi dasar dilakukan dan diteruskan dengan resusitasi lanjutan
hanya apabila bayi tidak membaik.
Waktu adalah hal yang paling penting. Keterlambatan resusitasi akan membahayakan bayi.
Bertindaklah dengan cepat, akurat dan lembut. Tindakan dianjurkan untuk setiap situasi spesifik.
Setelah tindakan dilakukan, evaluasi ulang harus dilakukan dan tindakan selanjutnya dikerjakan
sampai situasi stabil tercapai. Hal ini merupakan prinsip resusitasi yang sederhana dan sering
diabaikan. Tiga parameter kunci yang perlu dievaluasi adalah frekuensi jantung, aktifitas
pernapasan dan warna kulit.
Sementara asfiksia saat lahir merupakan alasan utama untuk resusitasi bayi baru lahir,terjadi
sejumlah situasi lain diruang bersalin yang membutuhkan tindakan tambahan.
Di dalam setiap persalinan, penolong harus selalu siap melakukan tindakan resusitasi bayi
baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan waktu yang sangat
berharga bagi upaya pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit tidak bernapas, bayi baru
lahir dapat mengalami kerusakan otak yang berat atau meninggal.
1.2.Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami pengertian resusitasi.
2. Memahami tujuan resusitasi.
3. Memahami serangkaian tindakan resusitasi pada bayi baru lahir.
4. Mengetahui dan memahami cara melakukan resusitasi pada bayi asfiksia.
5. Mengetahui dan memahami cara melakukan resusitasi dengan air ketuban bercampur mekonium.
BAB II
ISI
B. Tahap ventilasi
Ventilasi adalah tahapan tindakan untuk memasukkan sejumlah volume udara kedalam paru
dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur.
Langkah-langkah ventilasi :
1). Pasang sungkup
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung bayi sehingga tidak ada
kemungkinan udara bocor.
2). Ventilasi 2 kali
a. Lakukan tiupan dengan tekanan 30 cm air
Tiupan awal ini sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas dan
menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.
b. Lihat apakah dada bayi mengembang
Bila tidak mengembang periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah ekstensi kemudian periksa
posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor. Setelah itu periksa cairan atau lendir
dimulut bila ada lendir atau cairan lakukan penghisapan. Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan
30 cm air(ulangan), bila dada mengembang, lakukan tahapan berikutnya.
3). Ventilasi 20 kali dalam 30 detik
a. Lakukan tiupan 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air
b. Pastikan dada mengembang, setelah 30 detik lakukan penilaian ulang nafas
c. Bila bayi sudah bernafas normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi.
d. Bila bayi belum bernafas atau megap-megap, lanjutkan ventilasi.
4). Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian
a. Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air
b. Hentikan ventilasi setiap 30 detik
c. Lakukan penilaian bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau megap-megap.
d. Bila bayi sudah bernafas normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi dengan seksama.
e. Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian
lakukan penilaian setiap 30 detik.
5). Siapkan rujukan bila bayi belum bernafas normal sesudah 2 menit ventilasi
a. Jelaskan kepada ibu apa yang terjadi dan mengapa
b. Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan
c. Teruskan ventilasi selama mempersiapkan rujukan
6). Lanjutkan ventilasi, sambil memeriksa denyut jantung bayi
a. Lanjutkan ventilasi sampai 20 menit
b. Hentikan ventilasi sesudah 20 menit tak berhasil.
C. Asuhan Pascaresusitasi
Setalah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pascaresusitasi yang merupakan perawatan
intensis selama 2jam pertama. Penting sekali pada tahap ini dilakukan konseling, asuhan BBL
dan pemantauan secara intensif serta pencatatan. Asuhan yang diberikan sesuai dengan hasil
resusitasi yaitu:
a. Jika resusitasi berhasil
b. Jika perlu rujukan
c. Jika resusitasi tidak berhasil
2.5.2. Tindakan Resusitasi BBL jika Air Ketuban Bercampur Mekonium
Mekonium merupakan tinja pertama dari BBL. Mekonium kental pekat dan berwarna hijau
tua atau kehitaman. Biasanya BBL mengeluarkan mekonium pertama kali pada 12-24 jam
pertama. Kira-kira pada 15% kasus, mekonium dikeluarkan bersamaan dengan cairan ketuban
beberapa saat sebelum persalinan. Hal ini menyebabkan warna kehijauan pada cairan ketuban.
Mekonium jarang dikeluarkan sebelum 34 minggu kehamilan. Bila mekonium terlihat sebelum
persalinan bayi dengan presentasi kepala, lakukan pemantauan ketat karena hal ini merupakan
tanda bahaya.
Tidak selalu jelas mengapa mekonium dikeluarkan sebelum persalinan. Kadang-kadang hal
ini terkait dengan kurangnya pasokan oksigen (hipoksia). Hipoksia kan meningkatkan peristaltik
usus dan relaksasi sfingter ani sehingga isi rektum (mekoneum) diekskresikan. Bayi-bayi dengan
risiko tinggi gawat janin (misal; Kecil untuk Masa Kehamilan/KMK atau Hamil Lewat Waktu)
ternyata air ketubannya lebih banyak tercampur oleh mekonium (warna kehijauan) dibandingkan
dengan air ketuban pada kehamilan normal.
Hipoksia dapat menimbulkan refleks respirasi bayi di dalam rahim sehingga mekonium yang
tercampur dalam air ketuban dapat terdeposit di jaringan paru bayi. Mekonium dapat juga masuk
ke paru jika bayi tersedak saat lahir. Masuknya mekonium ke jaringan paru bayi dapat
menyebabkan pneumonia dan mungkin kematian.
2.5.2.1. Langkah-langkah Resusitasi Bayi Baru Lahir dengan Air Ketuban Bercampur Mekonium
Langkah-langkah Resusitasi Bayi Baru Lahir jika Air Ketuban Bercampur Mekonium sama
dengan pada bayi yang air ketubannya tidak bercampur mekonium, hanya berbeda pada:
Setelah seluruh badan bayi lahir, lakukan penilaian apakah bayi menangis/bernapas
normal/megap-megap/tidak bernapas?
1. Jika menangis atau bernapas normal, potong tali pusat dengan cepat, dilanjutkan langkah awal.
2. Jika megap-megap atau tidak bernapas, buka mulut lebar, usap mulut dan isap lendir, potong tali
pusat, dilanjutkan dengan langkah awal.
Pemotongan tali pusat dapat merangsang pernapasan bayi, apabila masih ada air ketuban dan
mekonium di jalan napas, bayi bisa tersedak(aspirasi).
2.6. Asuhan Pascaresusitasi
Asuhan pascaresusitasi adalah pelayanan kesehatan pascaresusitasi yang diberikan baik
kepada BBL ataupun ibu dan keluarga. Pelayanan kesehatan yang diberikan berupa pemantauan,
asuhan BBL, dan konseling.
Asuhan pascaresusitasi diberikan sesuai dengan keadaan bayi setelah menerima tindakan
resusitasi. Asuhan pascaresusitasi dilakukan pada keadaan:
1. Resusitasi Berhasil: bayi menangis dan bernapas normal sesudah langkah awal atau sesudah
ventilasi. Perlu pemantauan dan dukungan.
2. Resusitasi tidak/kurang berhasil, bayi perlu rujukan yaitu sesudah ventilasi 2 menit belum
bernapas atau bayi sudah bernapas tetapi masih megap-megap atau pada pemantauan ternyata
kondisinya makin memburuk
3. Resusitasi gagal: setelah 20 menit di ventilasi, bayi gagal bernapas.
2.6.1. Resusitasi berhasil
1. Konseling:
a. Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang hasil resusitasi yang telah dilakukan. Jawab setiap
pertanyaan yang diajukan.
b. Ajarkan ibu cara menilai pernapasan dan menjaga kehangatan tubuh bayi. Bila ditemukan
kelainan, segera hubungi penolong.
c. Anjurkan ibu segera memberi ASI kepada bayinya. Bayi dengan gangguan pernapasan perlu
banyak energi. Pemberian ASI segera, dapat memasok energi yang dibutuhkan
d. Anjurkan ibu untuk menjaga kehangatan tubuh bayi (asuhan dengan metode Kangguru).
e. Jelaskan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali tanda-tanda bahaya bayi baru lahir dan
bagaimana memperoleh pertolongan segera bila terlihat tanda-tanda tersebut pada bayi.
2. Pemantauan tanda-tanda Bahaya pada Bayi
a. Tidak dapat menyusu
b. Kejang
c. Mengantuk atau tidak sadar
d. Merintih
e. Retraksi dinding dada bawahSianosis sentral
Rujuk segera bila ada salah satu tanda-tanda bahaya di atas, sebelum dirujuk lakukan
tindakan pra rujukan
3. Pemantauan dan Perawatan Tali Pusat
a. Memantau perdarahan tali pusat,jika ikatan lepas betulkan oleh bidan
b. Menjelaskan perawatan tali pusat yang benar pada ibu an keluarga
5. Pencegahan Hipotermi
a. Membaringkan bayi dalam ruangan >25 0 C bersama ibunya
b. Mendekap bayi dengan lekatan kulit ke kulit sesering mungkin
c. Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24 jam
d. Menimbang BB terselimuti, kurangi berat selimut
e. Menjaga bayi tetap hangat selama pemeriksaan,buka selimut bayi sebagian-sebagian.
6. Pemberian Vitamin K1
a. Memberikan suntikan Vitamin K1 di paha kiri anterolateral 1 Mg IM
7. Pencegahan Infeksi
a. Memberikan salep mata antibiotika
b. Memberikan imunisasi Hep.B di paha kanan 0,5mL IM, 1 jam setelah pemberianvitamin K 1
c. Memberitahu ibu dan keluarga cara pencegahan infeksi bayi
8. Pemeriksaan Fisik
a. Mengukur panjang badan dan lingkar kepala bayi
b. Melihat dan meraba kepala bayi
c. Melihat mata bayi
d. Melihat mulut dan bibir bayi
e. Melihat dan meraba lengan dan tungkai, gerakan dan menghitung jumlah jari
f. Melihat alat kelamin dan menentukan jenis kelamin, adakah kelainan
g. Memastikan adanya lubang anus & uretra,adakah kelainan
h. Memastikan adakah BAB & BAK
i. Melihat dan meraba tulang punggung bayi
Setelah bidan tinggal bersama keluarga bayi untuk memantau bayi minimal 2 jam pertama.
9. Pencatatan dan Pelaporan
a. Melakukan pencatatan dan pelaporan kasusSebagaimana pada setiap persalinan, istilah partograf
secara lengkap yang mencakupidentitas ibu, riwayat kehamilan, jalannya persalinan, kondisi ibu,
kondisi janin dankondisi BBL . Penting sekali dicatat DJJ , oleh karena sering kali asfiksia
bermula darikeadaan gawat janin pada persalinan. Apabila didapatkan gawat janin tuliskan
apayang dilakukan. Saat ketuban pecah perlu dicatat pada partograf dan berikan penjelasan. Bila
bayi mengalami asfiksia selain dicatat pada partograf perlu di buatcatatan khusus di buku harian
atau buku catatan, cukup ditulis tangan.U sahakan agar mencatat secara lengkap dan jelas :
1. Nama ibu, tempat, tanggal melahirkan dan waktunya
2. Kondisi janin/bayi
a. Apakah ada gawat janin sebelumnya?
b. Apakah air ketuban bercampur mekonium?
c. Apakah bayi menangis spontan, bernafas teratur, megap-megap atau tidak bernapas?
d. Apakah tonus otot baik?
3. Waktu mulai resusitasi
4. Langkah resusitasi yang dilakukan
5. Hasil resusitasi
3. Asuhan lanjutan
Merencanakan asuhan lanjutan sesudah bayi pulang dari tempat rujukkan akan sangat membantu
pelaksanaan asuhan yang diperlukan oleh ibu dan bayinya sehingga apabila kemudian timbul
masalah maka hal tersebut dapat dikenali sejak dini dan kesehatan bayi tetap terjaga.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Resusitasi adalah segala usaha untuk mengembalikan fungsi sistem pernafasan, peredaran
darah dan otak yang terhenti atau terganggu sedemikian rupa agar kembali normal seperti
semula.
Tujuan resusitasi adalah memulihkan fungsi pernapasan bayi baru lahir yang mengalami
asfiksia, untuk oksigenasi darurat, mempertahankan jalan nafas yang bersih, membantu
pernapasan, membantu sirkulasi/memulai kembali sirkulasi spontan, untuk melindungi otak
secara manual dari kekurangan O2.
Bidan harus siap melakukan resusitasi bayi baru lahir setiap menolong persalinan. Tanpa
persiapan kita akan kehilangan waktu yang sangat berharga, walau hanya beberapa menit bila
BBL tidak segera bernafas, bayi dapat menderita kerusakan otak atau meninggal. Persiapan yang
diperlukan adalah persiapan keluarga, tempat, alat untuk resusitasi dan persiapan diri(bidan).
Setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa BBL perlu resusitasi, tindakan harus
segera dilakukan. Penundaan pertolongan dapat membahayakan bayi. Letakkan bayi di tempat
yang kering. Pemotongan tali pusat dapat dilakukan di atas perut ibu atau di dekat perineum.
3.2. Saran
Mahasiswa kebidanan diharapkan mengetahui dan memahami tentang resusitasi pad bayi
baru lahir karena merupakan salah satu masalah yang harus dikuasai karena berkaitandengan
profesinya nanti. Dengan memahaminya tentu akan lebih mudah dalam menerapkannya dalam
kehidupan secara nyata.
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah kesehatan ibu dan bayi terutama pada masa perinatal merupakan masalah nasional yang perlu
mendapat prioritas utama, karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi
mendatang. 1 angka kematian perinatal pada tahun 1984 adalah 45 /1000 kelahiran ,1994 adalah 36/1000
kelahiran sedangkan di rumah sakit besar dan rujukan dapat lebih tinggi lagi .Penyebab utama kematian
adalah aspiksia, komplikasi BBLR, tetanus neonatorum, dan trauma kelahiran terutama di negara
berkembang .Dengan pemeriksaan prenatal care yang baik ,hanya lebih kurang 5% bayi baru lahir
memerlukan pertolongan resusitasi dan ¼ diantaranya memerlukan intubasi.
Angka kematian perinatal di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 40 per 1000 kelahiran hidup. Banyak
faktor yang mempengaruhi angka tersebut, antara lain penyakit dan perkembangan kesehatan ibu dan janin
serta semua hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan baik langsung maupun tidak
langsung.Pemeriksaan antenatal memegang peranan yang amat penting untuk dapat mengenal faktor
risiko secepatnya sehingga dapat dihindari kematian atau penyakit yang tidak perlu terjadi. Semua kendala
di atas perlu ditangani melalui konsep pelayanan yang jelas sehingga masyarakat dapat berperan aktif
dalam usaha menurunkan kematian perinatal dan meningkatkan mutu generasi yang akan datang.
Resusitasi diperlukan oleh neonatus yang dalam beberapa menit pertama kehidupannya tidak dapat
mengadakan ventilasi efektif dan perfusi adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi dan eliminasi
karbondioksida, atau bila sistem kardiovaskular tidak cukup dapat memberi perfusi secara efektif kepada
susunan saraf pusat, jantung dan organ vital lain. (Gregory, 1975)
Deteksi dini faktor resiko dan kelainan yang ditemukan pada bayi baru lahir bahkan janin ,sangat
membantu agar tidak terjadi kerugian dikemudian hari. Antisipasi penangganan dini bayi aspeksia dapat
menghindarkan bayi tersebut dari kecacatan dan dampak yang merugikan. Resusitasi yang memadai dapat
mengurangi akibat yang merugikan pada BBL yang menderita kegawatan napas, karena dampak jangka
panjang aspeksia neonatorum ataupun hipoksia akibat gawat napas tergantung selain lamanya terjadi
aspeksia atau beratnya hipoksia ,lokalisasi kerusakan gangguan metabolisme juga tergantung kecepatan
penangganan .Yang paling penting adalah mencegah terjadinya aspeksia dengan perinatal care yang
baik .Sedangkan apabila sudah terjadi aspeksia atau kegawatan napas yang lain .semakin cepat ,tepat dan
akurat penangganan ,semakin baik . Oleh karena itu ,kita perlu mengetahui dan mempelajari cara-cara
resusitasi yang benar,untuk menolong bayi baru lahir dengan kegawatan napas.
Sebagian besar bayi baru lahir tidak memerlukan bantuan apapun agar dapat bernapas dengan efektif
setelah dilahirkan, dan apabila mereka memerlukannya, sebagian besar hanya membutuhkan bantuan
minimal. Beberapa memerlukan intubasi dan ventilasi sementara kebutuhan untuk menggunakan obat dan
kompresi dada jarang diperlukan. Kurang lebih 10% dari semua neonatus memerlukan bantuan pada waktu
dilahirkan, hanya 1% yang memerlukan resusitasi lanjut. Diperkirakan asfiksia perinatal merupakan
penyebab seperlima semua kematian neonatal di seluruh dunia; tindakan resusitasi sederhana dapat
mengurangi morbiditas dan mortalitas yang disebabkan asfiksia perinatal.
Terdapat beberapa faktor resiko antepartum dan intrapartum in utero, seperti hipertensi yang disebabkan
kehamilan (PIH), gangguan pertumbuhan intra uterin (IUGR), prematuritas, perdarahan antepartum (APH),
ruptur membran prematur (PROM), dan sumbatan mekonium sehingga bayi memerlukan resusitasi. Pada
benyak peristiwa, asfiksia terjadi tanpa diduga, jadi penting untuk memiliki personel yang cukup terlatih
dalam hal resusitasi neonatal dengan piranti yang memadai pada waktu persalinan sedang berlangsung.
Bayi lahir namun kesulitan bernapas dan berat lahir rendah merupakan salah satu faktor penyebab AKB di
Indonesia. bayi lahir kesulitan bernapas menjadi penyebab utama kematian (AKB), namun saat ini telah
menjadi urutan kedua. Urutan pertama kini berat lahir bayi rendah, karena gizi ibu yang berkurang saat
mengandung,”
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk
menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas
merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat
membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan
keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi
kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo, 1997).
Angka Kematian Bayi (AKB) bisa ditekan melalui pembekalan dan pelatihan resusitasi neonatus kepada
paramedis di tanah air. “AKB di Indonesia akan terus menurun dengan adanya pembekalan melalui
pelatihan resusitas neonatus . pembekalan resusitasi neonatus bagi paramedis itu bertujuan untuk
mencegah terjadinya kegagalan saat membantu proses persalinan, baik di rumah sakit maupun klinik
kebidanan. Data yang dikutip dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan AKB di
Indonesia saat ini masih pada posisi 31/1.000 kelahiran pada 2009. Tercatat sekitar 7.116 paramedis
hingga saat ini telah memperoleh pelatihan dan pembekalan resusitasi bayi gawat nafas secara nasional.
Paramedis itu antara lain terdiri dari dokter spesialis anak, anestesi, umum dan kebidanan. Dalam kasus
persalinan, kesulitan bernapas saat bayi lahir juga berdampak pada gagalnya proses persalinan, misalnya
terkait dengan perjalanan yang jauh dari praktik kebidanan ke rumah sakit. “Terkadang masalah perjalanan
yang cukup lama dari klinik bidan ke rumah sakit, sehingga bayi lahir yang seharusnya mendapat
pertologan pernapasan segera jadi terlambat,” Oleh karena itu, AKB akibat faktor kesulitan bernapas itu
mencapai sekitar 24 persen, dan berat lahir rendah 26 persen.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dan sesuai dengan judul laporan penatalaksanaan resusitasi,
maka dalam hal ini rumusan masalah adalah “ Bagaimana pelaksanaan resusitasi yang diberikan pada bayi
baru lahir untuk menurunkan angka kematian bayi.
C. TUJUAN
b. Mampu merumuskan diagnosa bayi baru lahir yang memerlukan tindakan resusitasi
D. MANFAAT
Penulis mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai pertimbangan bagi calon
tenaga kesehatan professional dalam memberikan pelayanan resusitasi pada bayi baru lahir.
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya
melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono,
1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama
pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat
menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk
menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas
merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat
membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan
keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi
kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo, 1997)
1. ETIOLOGI/PENYEBAB
Penyebabnya karena terjadinya oksigenasi yang tidak efektif dan perfusi yang tidak adekuat pada neonatus
dapat berlangsung sejak saat sebelum persalinan hingga masa persalinan.
1. FISIOLOGI
Waktu bayi lahir ,napas pertama terjadi karena rangsangan udara dingin, cahaya,perubahan biokomia darah
dsb. Cairan yang ada pada paru-paru sebagian besar akan dikeluarkan pada saat bayi dilahirkan karena
tekanan jalan lahir pada dinding thorak ( squeeze) dan sebagian kecil diserap oleh pembuluh darah
kecil. Sirkulasi darah berubah dari sirkulasi janin ke sirkulasi dewasa. Pada saat bayi
dilahirkan dan terjadi pernapasan alveoli yang padea saat belum lahir berisi air,akan berkembang dengan
berisi udara. Aliran darah ke paru akan bertambah karena oksigen yang didapat bayi akan menyebabkan
dilatasi pembuluh darah paru .aliran darah balik paru ( venous return ) akan meningkat. Sehingga akibatnya
akan terjadi aliran darah keluyar dari ventrikel kiri. Pada bayi baru lahir yang normal penutupan duktus
arteriosus dan penurunan tahanan pembuluh darah paru akan berakibat penurunan tekanan arteri
pulmonalis dan ventrikel kanan. Penurunan terendah terjadi 2 atau 3 hari post natal Kadang-kadang
sampai lebih dari 7 hari post natal ( Behrman , 1992 ).
Ekspansi paru segera pada waktu lahir memerlukan tekanan ventilasi yang lebih tinggi dibandingkan pada
tahap lainnya masa bayi. Kegagalan ekspansi ruang alveolar yang adekuat dapat terjadi pada hipoksemia
dan asfiksia. Asfiksia menyebabkan hipoksia progresif, hiperkapnia, hipoperfusi dan asidosis. Konsekuensi
dari hipoksia dan asidosis adalah vasokonstriksi paru, pembukaan duktus arteriosus, right-to-left shunting,
disfungsi myokard, output jantung kurang, asidosis metabolik dan kerusakan sistem organ. Pada hipoksia
janin, setelah beberapa kali napas dangkal pusat respirasi tidak dapat melanjutkan inisiasi pernapasan
sehingga pernapasan berhenti. Hal ini disebut apnu primer. Sebagian besar neonatus dengan apnu primer
merespon stimulasi saja. Jika hipoksia menetap, bayi mulai terengah. Periode antara engahan terakhir dan
cardiac arrest disebut apnu skunder. Secara klinis, tidak mungkin membedakan apnu primer dan sekunder.
Karenanya penting untuk menduga bayi apnu mengalami apnu sekunder. Penatalaksanaannya berupa bag
and mask ventilation, kompresi dada, intubasi dan obat-obatan.
1. PATOFISIOLOGI
1) MASALAH PELAYANAN PERINATAL
Sebagian besar kehamilan (65%) tidak mendapat pemeriksaan antenatal sedangkan persalinan umumnya
(90%) masih ditolong oleh dukun. Kualitas pelayanan antenatal sesuai tingkat pelayanan masih belum
memadai sehingga kehamilan risiko tinggi mungkin tidak mendapat pelayanan yang tepat.
Kematian terbesar terjadi pada saat intranatal, dan saat ini memang sangat kritis mengingat faktor yang
berkaitan, yaitu penyakit ibu, plasenta dan janin. Penyakit ibu dapat lebih mudah diketahui, tetapi keadaan
dan fungsi plasenta serta keadaan janin sulit diketahui. Gerakan janin mungkin dapat dipakai sebagai
patokan kesejahteraan janin, walaupun mungkin sangat kasar. Besar janin dapat disebagai pertanda nutrisi
janin masih adekuat tetapi suplai oksigen mungkin amat sukar untuk diketahui. Untuk itu maka pada pusat
rujukan diperlukan alat bantu pemantau elektronik. Pengenalan dan kesadaran akan adanya faktor risiko
merupakan awal dari proses rujukan. Rujukan yang tepat akan dapat mengurangi kematian perinatal.
Kehidupan dan kualitas bayi baru lahir amat ditentukan oleh pelayanan kebidanan. Sejak saat lahir bayi
dapat mengalami cedera seperti trauma lahir, trauma dingin, renjatan, resusitasi yang tidak adekuat atau
infeksi. Bayi dapat menderita renjatan, bradikardia yang tidak segera diatasi dan baru disadari bahwa bayi
tersebut “sakit” dan timbul gangguan pernafasan. Bayi risiko tinggi memerlukan perawatan intensif, untuk
itu pengenalan faktor risiko dan proses rujukan merupakan kunci keberhasilan usaha menurunkan kematian
perinatal. Pemberian ASI telah terbukti dapat mengurangi angka kesakitan akibat infeksi. Untuk itu perlu
ditingkatkan terus usaha promosi ASI dan byi baru lahir yang memerlukan resusitasi adalah program rawat
gabung.
1. PENATALAKSANAAN MEDIS
A. Kondisi yang memerlukan resusitasi neonatus misalnya :
1. sumbatan jalan napas : akibat lendir / darah / mekonium, atau akibat lidah yang jatuh ke posterior.
2. kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu misalnya obat anestetik,
analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya
3.kerusakan neurologis.
4. kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan saraf pusat, dan / atau kelainan-
kelainan kongenital yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan / sirkulasi.
Resusitasi lebih penting diperlukan pada menit-menit pertama kehidupan. Jika terlambat, bisa berpengaruh
buruk bagi kualitas hidup individu selanjutnya.
2. Pemahaman tentang fisiologi dasar pernapasan, kardiovaskular, serta proses asfiksia yang progresif
Pengaturan suhu
Semua neonatus dalam keadaan apapun mempunyai kesukaran untuk beradaptasi pada suhu lingkungan
yang dingin. Neonatus yang mengalami asfiksia khususnya, mempunyai sistem pengaturan suhu yang lebih
tidak stabil, dan hipotermia ini dapat memperberat / memperlambat pemulihan keadaan asidosis yang
terjadi. Segera sesudah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan seluruhnya dengan kain
kering dan hangat, dan diletakkan telanjang di bawah alat / lampu pemanas radiasi, atau pada tubuh
ibunya, untuk mencegah kehilangan panas. Bila diletakkan dekat ibunya, bayi dan ibu hendaknya diselimuti
dengan baik. Namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan pada tubuh
bayi. Tindakan resusitasi pada bayi sebaiknya dilakukan pada suatu meja yang telah dilengkapi dengan
peralatan resusitasi.
Digunakan penilaian Apgar untuk menentukan keadaan bayi pada menit ke 1 dan ke 5 sesudah lahir. Nilai
pada menit pertama : untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan
dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup Nilai pada menit kelima : untuk menilai prognosis
neurologik.
Ada pembatasan dalam penilaian Apgar ini, yaitu :
1. Resusitasi SEGERA dimulai bila diperlukan, dan tidak menunggu sampai ada penilaian pada menit
pertama.
2. Keputusan perlu tidaknya resusitasi maupun penilaian respons resusitasi dapat cukup dengan
menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktifitas respirasi dan tonus neuromuskular, daripada dengan nilai
Apgar total. Hal ini untuk menghemat waktu.
Biasanya bayi hanya memerlukan tindakan pertolongan berupa penghisapan lendir / cairan dari orofaring
dengan menggunakan bulb syringe atau suction unit tekanan rendah. Hati-hati, pengisapan yang terlalu
kuat / traumatik dapat menyebabkan stimulasi vagal dan bradikardia sampai henti jantung.
Hendaknya orofaring cepat diisap dan diberikan O2 100%. Dilakukan stimulasi sensorik dengan tepokan
atau sentilan pada telapak kaki dan gosokan selimut kering pada punggung. Frekuensi jantung dan respirasi
terus dipantau ketat. Bila frekuensi jantung menurun atau ventilasi tidak adekuat, harus diberikan ventilasi
tekanan positif dengan kantong resusitasi dan sungkup muka. Jika tidak ada alat bantu ventilasi, gunakan
teknik pernapasan buatan dari mulut ke hidung-mulut.
Bayi mengalami depresi pernapasan yang berat dan orofaring harus cepat diisap. Ventilasi dengan tekanan
positif dengan O2 100% sebanyak 40-50 kali per menit harus segera dilakukan. Kecukupan ventilasi dinilai
dengan memperhatikan gerakan dinding dada dan auskultasi bunyi napas. Jika frekuensi jantung tidak
meningkat sesudah 5-10 kali napas, kompresi jantung harus dimulai. Frekuensi : 100 sampai 120 kali per
menit, dengan 1 kali ventilasi setiap 5 kali kompresi (5:1).
JIKA frekuensi jantung tetap di bawah 100 kali per menit setelah 2-3 menit, usahakan melakukan intubasi
endotrakea. Gunakan laringoskop dengan daun lurus (Magill). Gunakan stilet untuk menuntun jalan pipa.
Stilet jangan sampai keluar dari ujung pipa. Posisi pipa diperiksa dengan auskultasi. Gunakan laringoskop
dengan daun lurus (Magill). Gunakan stilet untuk menuntun jalan pipa. Stilet jangan sampai keluar dari
ujung pipa. Posisi pipa diperiksa dengan auskultasi.
Kalau frekuensi jantung tetap kurang dari 100 setelah intubasi, berikan 0.5 – 1 ml adrenalin (1:10.000).
Dapat juga secara intrakardial atau intratrakeal, tapi lebih dianjurkan secara intravena. Jika tidak ada ahli
yang berpengalaman untuk memasang infus pada vena perifer bayi, lakukan kateterisasi vena atau arteri
umbilikalis pada tali pusat, dengan kateter umbilikalis. Sebelum penyuntikan obat, harus dipastikan ada
aliran darah yang bebas hambatan. Dengan demikian pembuluh tali pusat dibuat menjadi drug/fluid
transport line.
JANGAN memasukkan larutan hipertonik seperti glukosa 50% atau natrium bikarbonat yang tidak
diencerkan melalui vena umbilikalis, karena dapat merusak parenkim hati.
Bayi dengan asfiksia berat yang tidak responsif terhadap terapi atau mempunyai frekuensi jantung yang
adekuat tetapi perfusinya buruk, hendaknya diberikan cairan ekspansi volume darah (plasma volume
expander) : 10 ml/kgBB Plasmanate atau albumin 5% secara infus selama 10 menit. Kalau diduga banyak
terjadi perdarahan, berikan transfusi 10 ml/kgBB darah lengkap (wholeblood). Bila bradikardia menetap :
ulangi dosis adrenalin. Dapat juga diberikan kalsium glukonat 10% untuk efek inotropik 50-100 mg/kgBB
intravena perlahan-lahan, atau sulfas atropin untuk antikolinergik / terapi bradikardia 0.01 mg/kgBB.
Asidosis metabolik : dikoreksi dengan infus natrium bikarbonat dan cairan ekspansi volume darah.
Ada 3 masalah penting berkaitan dengan pemberian natrium bikarbonat pada bayi :
1. zat ini sangat hipertonik. Bila diberikan dengan cepat dan dalam jumlah besar akan mengekspansi
volume intravaskular.
2. jika diberikan dalam keadaan ventilasi tidak adekuat, PaCO2 akan meningkat nyata, pH akan turun,
asidosis makin berat dan dapat terjadi kematian. Hendaknya natrium bikarbonat HANYA diberikan jika
ventilasi adekuat, atau telah terpasang ventilasi mekanik yang baik.
Untuk monitoring : periksa darah arteri umbilikalis untuk analisis gas darah. Bila perlu lakukan kanulasi
vena sentral untuk membantu menentukan balans cairan.
Dapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat napas, depresi susunan saraf pusat,
hipoglikemia.
Pneumotoraks
ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan tekanan yang terlalu besar dapat
menyebabkan komplikasi ini.
Jika bayi mengalami kelainan membran hialin atau aspirasi mekonium, risiko pneumotoraks lebih besar
karena komplians jaringan paru lebih lemah.
Trombosis vena
Pemasangan infus / kateter intravena dapat menimbulkan lesi trauma pada dinding pembuluh darah,
potensial membentuk trombus. Selain itu, infus larutan hipertonik melalui pembuluh darah tali pusat juga
dapat mengakibatkan nekrosis hati dan trombosis vena.
- Ventilasi
- Kompresi dada
- Intubasi Endotrakeal
- Pemberian epinefrin
Pertimbangkan kemungkinan :
- Hipovolemia
Evaluasi
• Apakah cairan amnion bebas dari mekonium dan tanda-tanda infeksi?
Jika jawaban dari semua pertanyaan tersebut adalah “ya,” maka bayi tidak memerlukan resusitasi. Bayi
dapat dikeringkan, langsung diletakkan di dada ibunya dan dibungkus dengan kain linen hangat untuk
mempertahankan suhu. Harus dilakukan pengawasan terus menerus terhadap pernapasan, aktivitas, dan
pewarnaan.
Jika jawaban dari salah satu atau semua pertanyaan di atas adalah “tidak,” maka bayi masuk ke dalam
salah satu tindakan berikut:
1. Langkah awal stabilisasi (berikan kehangatan, posisikan bayi, bebaskan jalan napas, keringkan,
stimulasi, reposisi)
Diperlukan waktu tiga puluh detik untuk menyelesaikan setiap langkah, dan menentukan apakah langkah
selanjutnya diperlukan.
Resusitasi TABC yaitu mempertahankan temperatur (Temperature), jalan napas (Airway), pernapasan
(Breathing) dan sirkulasi (Circulation) yang ditunjukkan oleh Bagan ILCOR (International Liaison Committee
on Resuscitation) (Gambar 5.1).
Langkah Dasar
Langkah awal resusitasi neonatal sama pentingnya dengan aspek lainnya. Langkah tersebut yaitu mencegah
hilangnya panas, keracunan, suctioning, evaluasi dan stimulasi taktil.
Bayi harus ditempatkan di bawah sumber radiasi panas (radiator pemanas, lampu bohlam, atau pemanas)
dengan matras/kain linen yang sudah dihangatkan sebelumnya. Bayi dikeringkan dengan benar, kain linen
basah diganti dan kemudian dibungkus dengan kain hangat dan selimut. Setelah dikeringkan, ia diletakkan
bersentuhan kulit di dada atau perut ibunya untuk mempertahankan kehangatan. Bayi prematur
memerlukan teknik penghangatan tambahan seperti membungkus bayi dengan plastik atau kantung (plastik
tahan panas yang bisa digunakan untuk makanan) dengan kepala bayi di luar kantung sementara tubuh
terbungkus sepenuhnya. Hal ini efektif mengurangi hilangnya panas selama resusitasi.
Hipertermia juga harus dihindari karena berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas SSP.
Tujuan dari tindakan ini adalah mencapai normotermia dan menghindari hipertermia.
Posisikan bayi.
Bayi paling baik diletakkan terlentang atau menyamping dengan kepala pada posisi netral atau sedikit
ekstensi, menggunakan sandaran bahu satu inchi, dan jika mungkin, dengan kepala menghadap ke arah
sisi.
Suctioning.
Bayi baru lahir yang sehat dan aktif biasanya tidak memerlukan suctioning pada waktu dilahirkan. Sekresi
dapat disingkirkan dari hidung dan mulut menggunakan selang atau handuk. Jika diperlukan suctioning,
bersihkan dahulu sekresi dari mulut kemudian hidung dengan bulb syringe atau kateter suction (8 atau 10
Fr). Tekanan suction tidak boleh melebihi 80-100 mm Hg. Suction faringeal yang agresif dapat
menyebabkan spasme laringeal dan bradikardia vagal sehingga mengakibatkan keterlambatan pernapasan
spontan.
Bayi yang dilahirkan dengan cairan yang mengandung mekonium beresiko mengalami pneumonia respirasi.
Intrapartum suctioning (menghisap dari mulut dan faring bayi sebelum mengeluarkan bahu) tidak
mempengaruhi insidens atau beratnya sindrom aspirasi mekonium sehingga tidak lagi dianjurkan. Jika bayi
tidak menunjukkan respirasi atau mengalami depresi pernapasan, hipotonia atau bradikardia, menghisap
mekonium dari faring harus dilakukan dibawah pengawasan dan, jika diperlukan, diikuti intubasi singkat dan
suction trakea. Penghangatan dapat diberikan oleh radiator pemanas namun pengeringan dan stimulasi
biasanya harus ditunda pada bayi dengan keadaan demikian.
Suction trakea dilakukan dengan memasang suction langsung ke endotracheal tube pada waktu dikeluarkan
dari jalan napas. Suction melalui kateter yang dimasukkan ke dalam tube ET tidak dianjurkan. Intubasi dan
suctioning dilakukan kembali sampai hanya sedikit mekonium yang ditemukan. Akan tetapi, jika denyut
jantung atau respirasi sangat terdepresi, maka perlu dilakukan ventilasi tekanan
positif walau ditemukan sedikit mekonium di jalan napas. Tracheal suctioning bayi aktif dengan cairan
dengan bercak mekonium tidak memperbaiki hasil dan dapat menyebabkan komplikasi.
Stimulasi taktil.
Stimulasi dilakukan dengan mengeringkan dan suctioning biasanya cukup untuk memulai respirasi efektif
pada sebagian besar bayi baru lahir. Rangsang taktil tambahan diberikan dengan menggosok telapak kaki
atau menggosok punggung, dilakukan sekali atau dua kali, bersama dengan pemberian oksigen aliran
bebas. Stimulasi taktil bisa memicu respirasi spontan pada bayi apnu primer namun apabila ia tidak
merespon tindakan ini, maka bayi apnu sekunder sehingga dibutuhkan ventilasi tekanan positif.
Evaluasi Periodik dengan Interval 30 Detik
Setelah pemeriksaan awal dan langkah awal, resusitasi lanjut harus dipandu pemeriksaan simultan respirasi,
denyut jantung, dan warna. Bayi harus bernapas reguler yang memadai untuk memperbaiki warna dan
mempertahankan denyut di atas 100 denyut per menit.
1. Respirasi
3. Warna
Nilai Apgar yang biasa digunakan tidak memiliki manfaat untuk resusitasi neonatal.
Respirasi.
Respirasi dinilai dengan mengamati dada dan menggolongkannya ke dalam pernapasan spontan, ektif, apnu
atau terengah. Sebagian besar bayi baru lahir dapat bernapas reguler dengan warna yang baik dan denyut
diata 100 kali per menit setelah upaya pernapasan awal. Terengah atau apnu mengindikasikan perlunya
penggunaan ventilasi.
Denyut jantung.
Denyut jantung dimonitor dengan auskultasi precordium menggunakan stetoskop atau palpasi pulsasi korda
umbilikalis yang dihitung selama enam detik kemudian dikalikan sepuluh. Denyut jantung normal lebih dari
100 kali per menit.
Warna.
Warna bayi dapat dikelompokkan menjadi sianosis sentral, sianosis perifer, atau merah muda. Neonatus
sehat akan tampak merah muda tanpa oksigen. Acrosianosis (warna kebiruan pada kaki atau tangan saja)
biasa ditemukan pada awal dan bisa menjadi petunjuk keadaan lain seperti stress dingin. Sianosis sentral
biasanya ditemukan di wajah, badan dan mukosa. Pucat (pallor) bisa disebabkan hipotensi, hipovolemia,
anemia berat, hipotermia atau asidosis.
Pemberian oksigen.
Secara konvensional, resusitasi dilakukan dengan pemberian oksigen 100%. Terdapat kekhawatiran
mengenai potensi efek samping pemberian oksigen 100% pada bayi baru lahir. Uji kontrol acak
menunjukkan reduksi signifikan mortalitas dan tidak ada tanda kerusakan pada bayi yang diresusitasi di
udara ruang dibandingkan dengan oksigen 100%, walaupun masih ada masalah metodologis mengenai
penelitian tersebut dan hasilnya harus diinterpretasikan dengan hati-hati. Resusitasi saat ini bisa dilakukan
dengan udara ruangan atau oksigen 100% atau campuran keduanya. Dianjurkan oksigen tambahan harus
tersedia apabila 90 detik setelah persalinan keadaan tidak membaik. Oksigen tambahan juga dianjurkan
apabila ventilasi tekanan positif mengindikasikan resusitasi. Pada keadaan dimana oksigen tambahan tidak
tersedia, ventilasi tekanan positif harus diberikan dengan udara ruang.
Oksigen aliran bebas 5 liter per menit harus diberikan pada bayi yang bernapas namun mengalami sianosis
sentral. Hal ini dapat dilakukan dengan pemasangan masker wajah atau sungkup tangan di sekitar selang
oksigen di dekat wajah bayi.
Ventilasi
Ventilasi efektif saja merupakan kunci resusitasi semua bayi yang apnu atau bradikardi pada waktu lahir.
Ventilasi tekanan positif harus dilakukan apabila bayi masih tetap apnu atau terengah, jika denyut jantung
< 100 kali per menit setelah 30 detik dilakukannya langkah pertama, atau bayi masing mengalami sianosis
sentral walaupun telah diberikan oksigen tambahan.
Napas awal harus mencapai tekanan 30-40 cm H2O kemudian 15-20 cm H2O. Paru prematur bisa rusak
oleh inflasi volume besar pada waktu lahir yang bisa menyebabkan displasia bronkopulmoner. Inflasi paru
awal pada bayi prematur harus dilakukan dengan tekanan inflasi lebih rendah 20-25 cmH2O, walaupun
beberapa bayi tidak merespon tekanan yang lebih tinggi. Laju optimal ventilasi 40-60 pernapasan per menit
dilakukan pada hitungan tekanan satu-dua-tiga-remas. Kantong diremas hanya dengan ujung jari dan
bukan dengan seluruh tangan.
Ventilasi yang adekuat ditandai oleh naik turunnya dada, terdengarnya bunyi napas pada auskultasi,
mempertahankan denyut jantung diatas 100 per menit, bernapas spontan dan warna kulit yang merah.
– oksigen yang tidak adekuat (periksa pasokan oksigennya dan penyalurannya)
Setelah ventilasi selama 30 detik, nilai ulang pernapasan dan denyut jantung. Jika sudah terdapat napas
spontan yang teratur dan denyut jantung diatas 100/menit, IPPV dapat dilepas. Jika pernapasan belum
adekuat dan denyut jantung masih dibawah 100, IPPV dilanjutkan. Jika denyut jantung dibawah 60 kali per
menit, IPPV dilanjutkan dengan kompresi dada dan intubasi endotrakeal.
Kantong resusitasi.
Kantong (bag) resusitasi yang bisa mengembang sendiri biasanya digunakan pada neonatus, lebih cocok
yang bervolume 240 ml untuk menghasilkan voleme tidal 5-8 ml/ kg. Ventilasi efektif juga dapat dicapai
dengan kantong yang mengembang akibat aliran udara atau T-piece. Tidak terdapat cukup bukti yang
mendukung penggunaaan “laryngeal mask airway” sebagai alat utama dalam resusitasi neonatus pada
keadan-keadaan: cairan amnion yang bercampur dengan mekonium, saat diperlukan kompresi dada, pada
bayi dengan berat lahir sangat rendah, atau pada bayi yang dilahirkan secara darurat dengan menggunakan
obat-obatan intratrakeal.
Sungkup (Facemask).
Sungkup harus erat dengn mulut dan hidung tanpa menutupi mata. Ukurannya biasanya 0 dan 1 dan
berbentuk bulat atau anatomis. Penting melakukan pengetesan alat sebelum dipakai dengan menempelkan
ke telapak tangan untuk mengetahui tekanan yang adekuat, katup yang bekerja dengn baik, dan tidak ada
kerusakan lain.
Dua kontra indikasi penting untuk ventilasi kantong dan sungkup adalah:
Intubasi Endotrakeal
-hernia diafragmatika
Kedalaman tuba endotrakeal yang dimasukkan untuk intubasi orotrakheal dapat dihitung dengan rumus:
“berat badan bayi dalam Kg ditambah 6 cm” : ini adalah kedalaman di bibir dalam cm. Intubasi oral
dilakukan menggunakan laringoskop dengan blade lurus (ukuran 0 untuk preterm dan ukuran 1 untuk bayi
aterm). Bayi diletakkan di permukaan yang rata dengan kepala di tengah dan leher agak ekstensi. Operator
berdiri di sebelah atas kepala bayi, memegang laringoskop di tangan kiri, dan menstabilkan kepala bayi
dengan tangan kanan. Blade laringoskop dimasukkan melewati lidah dan ujungnya diarahkan ke epiglotis.
Blade lalu diangkat untuk membuat kotak suara terlihat, lalu tuba endotrakeal dimasukkan. Mungkin
diperlukan penekanan pada krikoid.
Konfirmasi terpasangnya tuba endotrakeal dengan mendengarkan bunyi napas napas yang sama di kedua
aksila, terdapat perbaikan denyut jantung, aktivitas dan warna kulit, tampak dada yang naik turun, dan
terdapat uap yang mengembun pada bagian dalam tuba endotrakeal setiap ekshalasi. Tiga hal yang harus
dilakukan setelah intubasi adalah memperhatikan penanda cm pada tuba setinggi bibir atas, fiksasi pada
wajah, dan pemendekan ujung tuba hingga 4cm dari atas bibir. Komplikasi yang dapat terjadi: hipoksia,
bradikardi, apnea, pneumotroraks, cedera jaringan lunak, dan infeksi.
Kompresi dada.
Kompresi dada diindikasikan bila, setelah 30 menit ventilasi dengan kantong dan sungkup 100% oksigen,
denyut jantung masih tetap dibawah 60 kali per menit. Kompresi dada harus selalu disertai ventilasi dengan
100% oksigen.
Teknik Kompresi.
Teknik yang dapat digunakan adalah teknik dengan dua telapak tangan dan teknik dua jari. Teknik dua
telapak tangan adalah teknik yang lebih disukai. Kedua ibu jari diletakkan di sternum, berdekatan atau
saling tumpang tindih, dan jari yang lain mengelilingi dada dan menopang bagian belakang. Cara lainnya,
dua jari diletakkan di atas sternum, sedangkan tangan yang lainnya menopang bagian belakang.
Tekanan yang diperlukan adalah penekanan dada sedalam kira-kira sepertiga diameter anteroposterior
dada, dilakukan pada sepertiga sternum bagian bawah. Kompresi dada harus dilakukan dengan lembut dan
menghasilkan pulsasi yang teraba. Selama melakukan kompresi dada, jangan mengangkat ibu jari atau
kedua jari dari sternum. Diperlukan 3 kompesi dada dan 1 ventilasi (3:1), dengan total 90 kompresi dada
dan 30 ventilasi dalam satu menit. Denyut jantung diperiksa ulang tiap 30 detik dan kompresi dada terus
dilanjutkan hingga denyut jantung lebih dari 60 kali/menit. Kompresi dada beresiko menimbulkan patah
tulang rusuk dan pneumothoraks. Hindari penekanan langsung pada tulang rusuk, xiphisternum dan
abdomen.
Obat-obatan
Obat-obatan jarang diperlukan pada resusitasi neonatus. Bradikardi yang dijumpai biasanya akibat inflasi
paru yang tidak adekuat atau hipoksia; bradikardi biasanya membaik dengan ventilasi yang adekuat. Obat-
obatan diperlukan hanya jika denyut jantng tetap dibawah 60 kali/menit meskipun telah diberikan ventilasi
dengan 100% oksigen dan kompresi dada.
Rute pemberian.
Rute pemberian yang lebih disukai adalah vena umbilikalis karena dapat diakses dengan mudah. Semua
obat-obatan dan volume expanders dapat melalui rute ini. Biasanya digunakan selang kateter ukuran 5 Fr.
Rute lain yang bias dipilih adalah vena perifer dan intratrakeal.
Obat yang bisa digunakan pada resusitasi neonatus adalah adrenalin, volume expanders, naloxone dan
sodium bikarbonat.
Volume expanders.
Hipovolemia saat kelahiran bermanifestasi sebagai pucat yang menetap selama oksigenasi, perfusi yang
jelek, nadi yang jelek meskipun denyut jantung baik dan tidak berespon pada resusitasi. NaCl 0,9% adalah
cairan pilihan, dengan dosis 10 ml/kg IV selama 5 menit. Jika tanda-tanda hipovolemi menetap, pemberian
volume expanders dapat diulang.
Naloxone.
Naloxone hidroklorida adalah antagonis narkotika yang diindikasikan untuk depresi napas berat pada
neonatus dengan riwayat penggunaan narkotik pada ibu dalam 4 jam sebelum melahirkan. Bayi harus
diventilasi dan mengalami perbaikan denyut jantung dan warna kulit sebelum diberi naloxone. Nalaxone
tersedia dalam sediaan 0,4 mg/ml dan diberikan 0,1ml/kg IM atau IV.
Adrenalin.
Indikasi penggunaan adrenalin adalah denyut jantung dibawah 60/menit setelah 30 detik dilakukan IPPV
dan kompresi dada, atau jika terdapat asistol. Sediaan standar adrenalin adalah 1:1000, ini diencerkan 10
kali hingga menjadi 1: 10.000 dan 0,1-0,3 ml/kg diberikan secara IV bolus cepat. Obat ini memiliki efek
inotropik dan kronotropik dan denyut jantung dapat meningkat lebih dari 100/menit dalam 30 detik. Jika
bradikardi menetap dapat diberikan ulang setelah 3-5 menit.
Sodium bikarbonat.
Penggunaan obat ini hanya diindikasikan pada kasus henti jantung yang tidak berespon terhadap terapi lain.
Dosis yang diperlukan adalah 1-2mEq/kg dari sediaan larutan 0,5 mEq/ml yang diberikan pelan selama 2
menit atau lebih.
Obat lain seperti atropin, dexamethasone, kalsium coramin dan dextrosa tidak berperan pada resusitasi
neonatus.
Penting untuk mendokumentasikan kondisi bayi saat lahir dan responnya terhadap resusitasi. Apgar score
pada menit pertama dan kelima berguna untuk kepentingan medis dan medikolegal. Setelah ventilasi dan
sirkulasi sudah tertangani, bayi harus dimonitor, diberikan layanan pendukung sesuai indikasi, dan dijaga
agar gula darahnya tetap dalam batas normal.
Hipotermia terinduksi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hipotermia terinduksi (sekitar 34°C) untuk anak-anak dengan
ensefalopati iskemik hipoksik dapat menurunkan mortalitas dan derajat kerusakan otak pada beberapa
diantaranya. Masih perlu penelitian lebih lanjut untuk menilai penggunaan metode ini. Penghindaran
hipertermia sangat penting bagi bayi yang mengalami hipoksia-iskemia. Orang tua dan keluarga dari
penderita harus diterangkan mengenai prosedur yang dijalani dan hal-hal yang akan dilakukan setelah
usaha resusitasi telah berhasil. Pada kondisi tertentu seperti pada prematuritas berat dan malformasi
kongenital yang mematikan, perlu dipertimbangkan penghentian atau malah tidak perlu dilakukan
resusitasi.
Asistol dan apnea selama lebih dari 10 menit meskipun dilakukan resusitasi yang adekuat dan kontinyu
biasanya jarang tidak menimbulkan kecacatan. Oleh karena itu jika telah dilakukan ventilasi selama 30
menit dan hanya menghasilkan refleks gasping maka perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri usaha
resusitasi. Keluarga harus dikonseling dan diberikan dukungan emosi.
PELAKSANAAN TINDAKAN RESUSITASI
A. Penilaian
a. Apakah air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) pada presentasi kepala.
a. Apakah bayi menangis, bernafas spontan dan teratur, bernafas megap-megap atau tidak bernafas
B. Keputusan
C. Tindakan
a. Bayi tidak bernafas atau megap-megap atau lemas, lakukan langkah-langkah resustasi BBL
Di dalam setiap persalinan penolong harus selalu siap melakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir.
Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan waktu yang sangat berharga bagi upaya
pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit tidak bernafas, bayi baru lahir dapat mengalami kenaikan
otak.
a. Persiapan keluarga
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi gunakan ruangan yang hangat dan
terang. Tempat resusitasi hendaknya rata keras, bersih dan kering, misalnya meja, dipan atau di atas lantai
beralas tikar kondisi yang rata diperlukan untuk mengatur posisi kepala bayi tempat resusitasi sebaiknya
didekat sumber pemanas (misal : lampu surat) dan tidak banyak tiupan angin (jendela atau pintu yang
terbuka biasanya digunakan lampu surat atau bahkan berdaya 60 watt atau lampu gas minyak bumi
(petromax, nyalakan lampu menjelang kelahiran bayi
c. Persiapan alat
Sebelum menolong persalinan, selain peralatan persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan
siap pakai, yaitu :
- Bahan ganjal bahu bayi, berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil/bantul kecil
• Oksigen
• Stetoskop
• Ekstraktor lendir/suction apparatus, kateter suction (6, 8, 10 Fr)
• Kantung self-inflating dengan penampung (ukuran bayi baru lahir), flow-inflating bag atau T-piece
device
• Laringoskop dengan bilah lurus (ukuran 0 dan 1), bohlam dan baterai cadangan
• Endotracheal tubes (ukuran 2.0, 2.5, 3.0, 3.5 dan 4 mm ID)
• Stylet
• Disposable syringes (1, 2 dan 10 ml), jarum sekali pakai n(no. 23 dan 24)
Jika diperkirakan akan terjadi persalinan prematur (usia kehamilan kurang dari 37 minggu), diperlukan
persiapan khusus karena bayi tersebut memiliki paru imatur sehingga lebih sulit untuk berventilasi dan
rentan terhadap cedera oleh ventilasi tekanan positif. Bayi prematur juga memiliki pembuluh darah imatur
di otak sehingga rentan terhadap perdarahan; kulit yang tipis dan bisang permukaan yang luas, sehingga
menyebabkan hilangnya panas dengan cepat; semakin rentan terhadap infeksi; dan peningkatan resiko
syok hipovolemik.
a. Langkah awal
Beritahu ibu dan keluarganya bahwa bayinya memerlukan bantuan untuk memulai bernafas dan minta
keluarga mendampingi ibu.
Langkah awal perlu dilakukan secara cepat (dalam waktu 30 detik) secara umum 6 langkah awal dibawah ini
cakup untuk merangsang bayi baru lahir.
b. Jaga bayi tetap hangat
- Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat meletakkan bayi hanya.
- Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu atau dekat perineum dan selimuti bayi dengan kain
tersebut, potong tali pusat.
- Pindahkan bayi keatas kain ke tempat resusitasi di bawah alat pemancar panas tubuh dan kepala bayi
dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut hangat (apabila diperlukan penghisapan mekonium,
dianjurkan menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium dihisap
- Baringkan bayi terlentang di alas yang di atas dengan kepala didekat penolong
- Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi, sehingga bahu terangkat ¾ sampai 1 inci (2-3 cm).
- Kepala bayi dimirngkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak difaring bagian belakang.
- Apabila mekonium kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan penghisapan dari trakea dengan
menggunakan pipa endotrakea (pipa et)
- Keringkan bayi mulai dari mulut kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan rangsangan ini
dapat memulai pernafasan bayi atau pernafasan lebih baik.
• Menggosok punggung, perut, dada, atau tungkai bayi dengan telapak tangan.
- Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian muka dan dada agar pemantauan pernafasan
bayi dapat diteruskan
- Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, megap-megap atau tidak bernafas
• Letakkan bayi diatas dada ibu dan selimuti keduanya untuk menjaga kehangatan tubuh bayi melalui
persentuhan kulit ibu-bayi.
- Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap segera lakukan tindakan ventilasi.
Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah udara ke dalam paru-paru
dengan tekanan positif yang memadai untuk membuka, alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan
teratur.
1. Pasang Sungkup
2. Ventilasi percobaan (2 x)
Tiupan awal ini sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa memulai bernafas dan sekaligus
menguji apakah jalan nafas terbuka dan bebas.
- Periksa ulang apakah jalan napas tersumbat cairan atau lendir (isap kembali)
3. Ventilasi Definitif (20 kali dalam 30 detik)
4. Lakukan penilaian
a. Bila bayi sudah bernapas normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi, bayi diberikan asuhan pasca
resusitasi
- Lakukan penilaina bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau megak-megap. Bila bayi sudah mulai
bernapas normal, hentikan ventlasi dan pantau bayi dengna seksama, berikan asuhan pasca resusitasi.
Bila bayi tidak bernapas atau megap-megap, teruskan ventilasi dengan tekanan 20 cm air, 20 x untuk 30
detik berikutnya dan nailai haslnya setiap 30 detik.
c. Siapkan rujukan bila bayi belum bernapas normal sesudah 2 menit di ventilasi
- Pertimbangkan untuk menghentikan tindakan resusitasi jika setelah 20 menit, upaya ventilasi tidak
berhasil.
Bayi yang tidak bernapas normal setelah 20 menit diresusitasi akan mengalami kerusakan otak. Sehingga
akan menderita kecacatan yang berat/meninggal
Pneumotoraks
Pemberian ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan tekanan yang terlalu besar dapat
menyebabkan komplikasi ini.
Jika bayi mengalami kelainan membran hialin atau aspirasi mekonium, risiko pneumotoraks lebih besar
karena komplians jaringan paru lebih lemah.
Trombosis vena
Pemasangan infus / kateter intravena dapat menimbulkan lesi trauma pada dinding pembuluh darah,
potensial membentuk trombus. Selain itu, infus larutan hipertonik melalui pembuluh darah tali pusat juga
dapat mengakibatkan nekrosis hati dan trombosis vena.
Kotak penilaian
Pada saat kelahiran ,anda harus bertanya pada diri sendiri lima pertanyaan mengenai bayi baru lahir.
Pertanyaan-pertanyaan ini terdapat pada kotak penialian diagram. Jika jawabannya “ Tidak “ anda harus
melanjutkan langkah resusitasi.
Ini adalah langkah awal yang dilakukan untuk menjamin terbukanya jalan napas dan memulai resusitasi
bayi baru lahir
• Posisikan kepala untuk membuka jalan napas dan bersihkan jalan napas bila perlu
• Keringkan bayi, beri rangsangan untuk bernapas dan posisikan lagi untuk mempertahankan jalan
napas terbuka.
Ingat ,seberapa cepat kita harus meniali bayi dan memberikan langkah awal resusitasi.Garis waktu diagram
memperlihatkan bahwa keseluruhan langkah harus diselesaikan dalam 30 detik
Penilaian kotak A. Nilai bayi setelah 30 detik. Jika bayi tidak bernapas ( apnu ) atau frekuensi jantung
dibawah 100 kali/ menit,anda harus melanjutkan ke kotak B
Kotak B ( pernapasan )
Bantu usaha napas bayi dengan ,memberikan ventilasi tekanan positif menggunakan balon dan sungkup
selama 30 detik
Penilaian kotak B.
Setelah 30 detik pemberian ventilasi, anda harus menilai bayi kembali. Jika frekuensi jantung kurang dsari
60 kali / menit,anda harus melanjutkan ke kotak C
Kotak C( sirkulasi )
Bantu sirkulasi dengan memulai kompresi dada sambil tetap melanjutkan ventilasi .
Penilaian kotak c
Setelah 30 detik melakukan kompresi dada, anda harus melakukan penilaian bayi lagi.Jika frekuensi
jangtung tetap dibawah 60 kali/ menit, anda harus melanjutkan kotak D
Kotak D ( obat-oabtan )
Penilaian kotak D
Jika frekuansi jantung tetap dibawah 60 kali/ menit.tindakan pada kotak C dan D dialnjutkan dan dapat
diulang. Hal ini ditunjukkan dengan tanda panah saat frekunsi jantung meningkat di atas 60 kali /
menit,kompresi dada dihentiakan.Ventilasi tekanan positif tetap duilanjutkan sampai frekuensi jantung
diatas 100 kali/ menit dan bayi sudah bernapas spontan.
• Ada 2 frekuensi yang perlu diingat: 60 kali / menit dan 100 kali / menit . Pada umumnya , jika
frekuensi dibawah 60 kali/ menit diperlukan langkah resusitasi tambahan. Jika frekuensi jantung diatas 100
kali / menit biasanya prosedur resusitasi dapat dihentikan.
• Tanda asteriks (*) pada diagram alur ini menunjukkan kapan nintubasi endotrakeal diperlukan.
Bagan ini akan dijelaskan pada pelajaran selanjutnya.
• Garis waktu disamping diagram menunjukkan berapa lama resusitasi berlangsung langkah demi
langkah. Jangan bertahan pada langkah yang sama setelah 30 detik jika bayi tidak menunjukkan
perbaikkan . Segera lanjutkan pada langkah berikutnya sesuai diagram.
• Tindakan utama pada resusitasi neonatus ditunjukkan untuk memberikan oksigen pada paru-paru
janin.( kotak A dan kotak B ) Bila hal ini dapat teratasi, frekuensi jantung, tekanan darah dan aliran darah
pulmonal biasanya akan mengalami perbaikan dengan sendirinya. Walupun demikian, jika darah dan
oksigen dalam jaringan sangat rendah maka isi sekuncup jantung harus dibantu dengan kompresi dada dan
pemberian obat-obatan ( kotak C dan kotak D ) dalam upaya pengambilan oksigen di paru-paru.
Faktor antepartum
• Ibu dengan penyakit jantung, ginjal,para tyroid, ataun kelainan neurologi
• Polihydromion
• Oligohydromion
Faktor intrapartum
• Chorioamnionitis
Beberapa faktor resiko tersebut ini dapat menyebabkan bayi lahir kurang bulan ( prematur ) .Bayi kurang
bulan mempunyai karakteristik yang berbeda secara anatomi maupun fisologi jika dibandingkan dengan
bayi yang cukup bulan. Karakteristik tersebut adalah :
• Tredapat kekurangan surfaktan pada paru-paru sehingga menimbulkan kesulitan pada saat
memberikan ventilasi./
• Kulit yang tipis, lebih p[ermiabel, dan rasio yang besar antara luas permukaan kulit dibanding
masa tubuh, dan kurangnya jaringan lemak kulit memudahkan bayi kehilangan panas
• Pembuluh darah otak sangat rapuh sehingga mudah menyebabakan perdarahan pada keadaan
stress.
Bayi yang telah mendapat resusitasi akan mempunyai resusitasi akan mempunyai resiko mengalami
gangguan setelah tanda-tanda vitalnya kembali pilih ke normal. Pada awal pelajaran ini anda telah
mengetahui bahwa semakin lama bayi dalam keadaan membahayakan, semakin lama pula akan
memberikan respon terhadap upaya resusitasi . Program rersusitasi neonatus ini akan merujuk perawatan
pasca resusitasi pada tiga perawatan dibawah ini :
Hampir 90 % bayi baru lahir merupakan bayi bugar tanpa faktor resiko dan bersih dari cairsn amnion.
Mereka tidak perlu dipisahkan dari ibunya untuk mendapatkan langkah awal resusitasi. Pengaturan suhu
tubuh akan didapatkan dengan meletakkan bayi di dada ibunya ,dikeringkan dan di tutupi dengan selimut
yang kering .kehangatan tubuh akan dipertahankan melalui kmontak kulit bayi dengan kulit ibunya ( skin to
skin contact) Membersihkan jalan napas atas dapat dilakukan bila diperlukan dengan membersihan mulut
dan hidung bayi . sambil melakukan langkah awal seperti ini , pengalaman terus menerus terrhadap usaha
napas , aktivitas dan warna kulit tetap dilakukan untuk menentukan perlunya tindakan tambahan.
Bayi yang memiliki resiko prenatal dan intrapartum , dengan mekoneum pada air ketuban atau pada
kulit ,gangguan usaha napas dan sianosis , memerlukan tindakan resusitasi saat lahir. Bayi-bayi ini harus
dievaluasi dan ditanggani dibawah alat pemancar panas dan mendapatkan langkah awala dengan benar .
Bayi semacam ini tetap memiliki resiko perburukkan yang berhubungan dengan masalah perinatal dan
harus seringan dievaluasi selam masa neonatal ini .
Bayi yang mendapatkan ventilasi tekana positif atau tindakan lebih lanjut yang memerlukan tindakan terus
menerus ,memiliki risiko yang berulang dan berisiko tinggi untuk mendapatkan komplikasi pada masa
transisi.Bayi semacam ini pada umumnya harus ditanggani dalam ruanggan yang dapat dilakukan
pengawasan dan monitoring terus menerus. Bila perlu, dirujruk ke unit perawatan intensif.
Sebelum lahir ,seluruh oksigen yang dibutuhkan janin diberikan melalui mekanisme difusi melalui plasenta
yang berasal dari ibu diberikan pada darah janin.
Setelah lahir, bayi tidak lagi berhubungan dengan plasenta dan akan segera bergantung pada paru-paru
sebagai sumber utama oksigen .karena itu setelah beberapa saat paru-paru harus terisi oksigen dan
pembuluh darah di paru-paru harus berelaksasi untuk memberikan perfusi pada alveoli dam menyerap
oksigen untuk di edarkan ke seluruh tubuh.
Perubahan yang terjadi pada saat kelahiran sehingga bayi mendapatkan oksigen dari paru-paru.
1. Cairan di dalam alveoli diserap ke dalam jaringan paru-paru dan diganti oleh udara .Oksigen yang
terkandung dalam udara akan berdifusi ke dalam pembuluh darah disekeliling alveoli.
2. Arteri umbilikalis terjepit .keadaan ini akan menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta dab
meningkatkantekanan darah sistemik
3. Akibat tekanan udara peningkatan kadar oksigen di laveoli,pembuluh darah di paru-paru akan
mengalami relaksasi. Keadaan relaksasi ini bersama dengan peningkatan tekanan darah sistemik,akan
meningkatkan aliran darah pulmonal dan mengurangi aliran melalui duktus arteriosus. Oksigen dari
alveoli akan terserap oleh meningkatnya aliran darah paru dan darah yang kaya oksigen akan kembali ke
jantung kiri untuk kemudian di pompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir.
Pada saat kadar oksigen dalam darah meningkat dan pembuluh darah paru relaksasi, duktus arteriosus ke
paru-paru dimana terjadi pengambilan oksigen lagi untuk disalurkan ke seluruh tubuh. Setelah proses
transisi ini ,bayi bernapas dengan udara dan menggunakan paru-parunya untuk mendapat
oksigen .tangisan pertama dan tarikan napas dalam merupakan suatu mekanisme yang kuat untuk
menyingkirkan cairan dari jalan napas.oksigen dan tekanan udara pada paru-paru merupakan rangsan gan
utama untuk realksasi pembuluh darah pulmonal.Pada saat oksigen sudah cukup masuk dalam darah, kulit
bayi akan berubah dari abu-abu / biru menjadi kemerahan.
Bayi dapat mengalami kesuliatn sebelum lahir, selama persalinan atau setelah lahir. Jika kesuliatn terjadi
didalam kandungan ,baik sebelum atau selama persalianan,biasanya akan menimbulkan gengguan padsa
aliran darah di palsenta atau tali pusat.Tanda klinis awal dapat berupa deselarasi ( perlambatan ) frekuensi
jantung janin. Masalah yang dihadapi setelah persalinan lerbih banyak berkaitan dengan jalan
napas.Duibawah ini adalah beberapa keadaan yang menyulitka pada masa transisi:
1. Bayi tidak bernapas dengan untuk menyingkirkan cairan dari alveoli atau ben da-benda
asing ,seperti mekoneum yang mungkin menghambat udara masuk alveoli.Akibatnya paru-paru tidak terisi
udara dan oksigen tidak dapat diserap olerh aliran darah.
2. Kehilangan darah yang banyak dapat terjadi atau kontraktilitas jantung melemah/terjadi bradikardi
karena hipoksia sehingga peningkatan tekanan darah tidak terjadi ( hipotensi sistemik ).
3. Kekurangan oksigen atau kegagalan dari peningkatan tekanan udara di paru-paru akan
mengakibatakan arteriol di paru-paru tetap kontriksi. Arteriol-arteriol ini dapat terus kontriksi sehingga
menhalangi oksigen untuk mencapai jaringan tubuh.( hipertensi pulmonal persisten ).
Keadaan bayi yang membahyakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis berikut:
2. Bradikardi karena kekurangan oksigen pada otot-otot jantung atau sel-sel otak
3. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,kehilangan darah,atau
kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan.
5. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak dan otot.
Bagaiman bila bayi baru lahir mengalami gangguan di dalam kandungan atau pada masa perinatal?
Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika
bayi baru lahir kekurangan oksigen.setelah periode awal pernapasan yang cepat maka periode selanjutnya
disebut apnue primer.Rangsangan seperti mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan menimbulkan
pernapasan.
Walupun demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung , bayi akan melakukan beberapa usaha
bernapas megap-megap dan kemudian masuk ke dalam periode apnu sekunder. Selama masa apnu
sekunder, rangsangan saja tidak akan menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi baru lahir. Bantuan
pernapasan harus diberikan untuk proses penyelamatan.
Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu primer.tekanan darah akan tetap
bertahan sampai dimulainya apnu sekunder.( kecuali jika terjadi kehilangan darah pada saat memasuki
peride hipotensi ). Seringkali bayi pada fase antara apnu primer dan apnu sekunder.Seringkali keadaan
yang membahayakan ini dimulai sebelu atau selama persalianan.akibatnya saat lahir,sulit un tuk menilai
berapa lama bayi telah berada dalam keadaan membahayakan. Frekunsi jantung dan respon pernapasan
terhadap rangsangan akan m embantu anda untuk memperkirakan berapa lama keadaan ini telah
berlangsung.sebagai gambaran umum, Semakin lama bayi dalam keadaan membahayakan,semakin lama
pula tanda-tanda vitalnya pulih.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di seluruh dunia , lebih dari 1 juta bayi pertahun akan membaik melalui penggunaan teknik program
resusitasi neonatus. Hampir semua bayi sehat 10 % memerlukan sebagian tindakan resusitasi . 1 %
memerlukan resusitasi lengkap untuk mempertahankan kehidupannya. Paru-paru janin berkembang
didalam kandungan ,tetapi alveoli masih terisi cairan. Pembuluh darah paru janin masih kontriksi sehingga
darah untuk perfusi paru dipompakan dari arteri pulmonalis melalui duktus arteriosus ke aorta .Saat lahir ,
cairan dalam alveoli diserap jaringan paru dan diganti dengan udara. Masuknya oksigen sesaat lahir , akan
menyebabkan relaksasi arteri pulmonalis akan meningkat secara dramatis . darah akan menyerap oksigen
dari udara ke alveoli dan darah yang kaya oksigen akan diedarkan ke seluruh tubuh bayi.
Kekuranggan oksigen pada paru-paru janin akan mengakibatkan kontriksi arteri pulmonal dan
menghambat aliran darah arterial dalam oksigen . Pada awalnya aliran darah ke usus, ginjal, otot, dan
kulit akan berkurang, akan tetapi aliran darah ke jantung dan otak tetap dipertahankan . kekuranggan
oksigen yang berlanjut akan mengakibatkan kerusakan otak, kerusakan organ lain , atau kematian. Pada
saat janin atau bayi baru lahir kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan yang cepat dan diikuti dan
diikuti oleh apnue primer. Apnu primer akan dapat diatasi dengan rangsangan taktil. Jika oksigen tetap
berlangsung akan terjadi apnu sekunder Frekuensi jantung akan berkurang ,tekanan darah juga akan
menurun. Apnu sekunder tidak dapat diatasi dengan pemberian rangsangn, akan tetapi harus diberikan
bantuan ventilasi.
Nilai apgar berguna untuk memberikan informasi mengenai status bayi secara keseluruhan dan respon
terhadap resusitasi. Nilai ini tidak dipakai untuk menentukan kapan dan bagaimana memuilai
resusitasi,langkah resusitasi yang diperlukan , atau kapan menggunakannya. Walaupun tidak semua,
kebanyakan resusitasi pada neonatus dapat diantisipasi. Penting untuk menilai faktor risiko intra dan
antepartum yang berhubungan dengan kebutuhan akan resusitasi.
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk
menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas
merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Tenaga kesehatan
harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. (Hudak dan Gallo, 1997).
Bayi kurang bulan merupakan bayi risiko tinggi yang memerlukan resusitasi karena :
• Perdarahan pada otak bayi kurang bulan lebih mudah berdarah selama stress.
Semua bayi baru lahir memerlukan pengawasan yang ketat dalam hal usaha napas , aktivitas dan warna
kulit . Perawatan pasca kelahiran terdiri dari tiga tingkatan , yaitu :
Tindakan yang paling penting dan efektif pada resusitasi adalah memberikan oksigen pada paru-paru janin.
Seluruh bayi baru lahir memerlukan penilaian awal :
• Apakah cairan amnion dan kulit bayi bersih dari mekonium?
• Apakah bayi baru lahir mempunyai tonus otot yang baik ?
• Anda disediakan waktu 30 detik untuk melihat respon pada setiap tahap resusitasi sebelum
memutuskan langkah berikutnya
• Penilaian dan keputusan berdasarkan pada : pernapasan , frekuensi jantung, dan warna kulit.
• Nilai usaha napas ,frekuensi jantung dan warna kulit , dan berikan oksigen bila diperlukan .
A. Berikan ventilasi tekanan positif dengan balon resusitasi dan oksigen 100 %
C. Berikan epineprin sambil tetap memberika ventilasi dan kompresi dada*
\
B. Saran
1. Tenaga kesehatan harus dapat mengetahui tanda dan gejala secara dini agar dapat melakukan
penanganan segera
2. Dengan asuhan kebidanan yang diberikan, diharapkan dapat memberi gambaran pengalaman
bahwa segera akan memberikan damapak yang tidak merugikan untuk di masa yang akan datang .
3. Meningkatkan upaya-upaya untuk KIA, Promotif, preventive, kuratif, dan rehabilitatif, kepada
masyarakat, sehingga ikut berperan serta dalam upaya menurunkan Angka Kematian Bayi.
Apgar Score
Apgar score, ialah nilai dari keadaan bayi segera setelah lahir, yang dilakukan pada menit I dan menit ke
5. Maksud dan tujuan, untuk menilai kondisi bayi yang baru lahir terutama, mengenai keadaan hipoksia,
memberikan pertolongan dan perawatan bayi selanjutnya. Waktu penilaian, dilakukan 2 x, yaitu pada
menit pertama dan menit ke 5 setelah bayi lahir. Hal-hal yang dinilai,
Frekwensi jantung (“Pulse”)
Usaha untuk bernapas (“Respiratory”)
Tonus otot (“Activity”)
Reflek (“Grimace”)
Warna kulit (“Appearance”)
Cara yang cepat dan tepat untuk menilai Apgar:
Segera setelah bayi lahir, sambil membersihkan saluran pemapasan bagian atas, kita melihat
reflek (4) dan usaha untuk bernapas (2)
Dengan meraba denyut arteri umbilikalis, kita menghitung frekwensi denyut jantung (1)
Dengan memegang anggota badan bayi, kita menilai tonus otot (3), sambil melihat warna kulit
bayi (5).
Kegiatan tersebut di atas dapat dikerjakan dalam waktu singkat (1 menit), setelah bayi lahir. Alasan dinilai
pada 1 menit setengah lahir, menurut hasil penyelidikan bahwa sebagian besar dari bayi baru lahir
mempunyai nilai Apgar terendah dan perlu diper-timbangkan untuk melakukan resusitasi aktif.
Sedangkan nilai Apgar 5 menit berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gang¬guan neurologik
dikemudian hari.
Tabel Penilaian Apgar