Anda di halaman 1dari 24

TUTORIAL BLOK 19

Skenario 2
Seorang bayi laki-laki lahir dengan vakum ekstraksi di puskesmas rawat
inap dari seorang ibu berumur 45 tahun. Berat lahir 2550 gram, skor Ballard
30. Saat lahir bayi tidak menangis, ketuban pecah saat lahir, jernih dan tidak
berbau. Nilai APGAR menit 1 = 3 dan menit ke 5= 5, Resusitasi dilakukan
oleh dokter jaga sampai dengan ventilasi tekanan positif menggunakan ambu
bag. Paska resusitasi bayi dirujuk dan dirawat di NICU. Dari anamnesa
diketahui bahwa ibu adalah penderita asma dan mengalami 2 kali serangan
selama hamil. Rutin kontrol di dokter kandungan dan mengkonsumsi obat
asma.

Dua jam setelah lahir bayi tampak sesak, frekuensi napas 70 x per menit,
retraksi di daerah subcostal, tidak tampak biru, dan pada auskultasi terdengar
expiratory grunting. Suhu aksiler 36,3 C. Downes skore 4.

Beberapa hari setelah di rawat di NICU, kondisi bayi membaik, sudah


mau menetek , suhu badan dan pernafasan stabil. Anak direncanakan untuk
pulang namun dokter menyarankan untuk melakukan beberapa pemeriksaan
dan monitoring yang dilakukan dalam jangka panjang.

Jawaban:

(Kemal) vakum ekstraksi membantu persalinan normal. Dilakukan jika


persalinan macet/ mengalami hambatan. Indikasinya bila ibu kelelahan bila
persalinan normal atau ada indikasi lain. Dan juga jika janin tidak ada
kemajuan. Prosedur vakum ekstraksi dnegan menarik kepala bayi kemudian
dikeluarkan melalui jalan lahir. Alatnya seperti corong dan seukuran kepala
bayi. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi

Aphgar score merupakan suatu penilaian untuk bayi baru lahir dan
memastikan kondisi bayi tersebut. Ini merupakan pemeriksaan bayi pada
menit pertama dan menit kelima pada bayi baru lahir.

Kriteria Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2

Appearance seluruhnya biru warna kulit tubuh normal warna kulit tubuh ,
atau pucat merah muda , tangan , dan kaki
(warna kulit)
tetapi kepala dan normal merah muda , tidak
ekstermitas kebiruan ada sianosis
(akrosianosis)
Pulse tidak teraba <100 kali/menit >100 kali/menit
(denyut
jantung)
Grimace tidak ada respons meringis/menangis lemah meringis/bersin/batuk saat
terhadap stimulasi ketika di stimulasi stimulasi saluran napas
(respons
refleks)
Activity lemah/tidak ada sedikit gerakan bergerak aktif
(tonus otot)

Respiration tidak ada Lemah,  tidak teratur menangis kuat, pernapasan


baik dan teratur
(pernapasan)

Dan kriteria keberhasilannya adalah sebagai berikut :


1.      Hasil skor 7-10 pada menit pertama menunjukan bahwa bayi berada dalam kondisi baik
atau dinyatakan bayi normal.
2.      Hasil skor 4-6 dinyatakan bayi asfiksia ringan sedang , sehingga memerlukan bersihan
jalan napas dengan resusitasi dan pemberian oksigen tambahan sampai bayi dapat bernafas
normal .
3.      Hasil skor 0-3 dinyatakan bayi asfiksia berat , sehingga memerlukan resusitasi
segera secara aktif dan pemberian oksigen secara terkendali

(Aida) APhgar score jika kurang dari 7, di menit berikutnya harus dinilai sampai
nilainya 7. Hal ini bisa mengindikasikan asfiksia dan bisa dilihat faktor resiko.

Faktor risiko ibu 45 tahun dimana akan meningkatkan risiko dan komplikasi
kehamilan.

Faktor risiko bayinya bahwa score ballard 30 yaitu usia kehamilan 36 minggu yaitu
kelahiran premature. Apabila kelahiran premature akan mempunyai organ yang
belum sempurna seperti system pernapasan.

Faktor proses kelahiran yaitu vakum ekstraksi bahwa memungkinkan persalinan yang
lama akan menyebabkan asfiksia ringan yang bersifat sementara ( transient) dan
merangsan kemoreseptor pernapasan kemudian berlanjut ke pernapasan teratur. Kalau
persalinan lama maka asfiksia akan lebih berat.

Berkaitan dengan resusitasi> diindikasikan dengan 3 pertanyaan:

- Apakah cukup bulan?

- Pernapasan dan menangais ada ?

- Tonus baik?

Apabila dari 3 pertanyaan, salah satunya tidak berarti mengindikasikan pemberian


resusitasi pada bayi. Tapi jika ya semua maka dilanjutkan dengan 10 asuhan bayi baru
lahir.

( Dewanti) Bayi tidak menangis>> Tindakan nangis pertama salah satu cara bayi
untuk mengoptimalkan fungsi paru-paru. System tubuh bayi sudah merasakan tidak
ada suplay oksigen dari plasenta sehingga mengambil nafas pertama berupa tangisan
agar fungsi paru-parunya berjaan. Jika tidak nangis, fungsi paru-paru tidak berjalan
senormalnya.

Adanya tekanan mekanik di dada saat persalinan, tekanan O2 arteri turun tekanan
CO2 arteri naik, sinus terangsang sehingga terjadi proses nafas.

Ibu hamil dengan asma meningkatkan resiko bayi masuk NICU juga meingkatkan
resiko terjadinya icterus, komplikasi pernapasan seperti RDS, asfiksia, dll. Bahkan
dapat terjadi pada bayi yang cukup bulan. Jika ibu menjalani pengobatan asma, obat
asma tidak memengaruhi janin selama pemakaiannya tepat dan semakin disiplin
dalam penggunaan obat maka akan mengurangi terjadinya asfiksia. Bayi masuk
NICU jika BBLR, makrosomia, asfiksia, sepsis, malformasi kongenital, dll.

( Nadila) vakum ekstraksi: bentuk persalinan buatan seperti SC, vakum ekstraksi,
forceps memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami gangguan pernapasan seperti
asfiksia pada bayi dibandngan dengan kelahiran spontan. Hal ini terjadi karena ada
perubahan fisiologi dalam persalinan. Jenis persalinan merupakan salah satu faktor
yang berhubungan dnegan asfiksia neonatorum.

Frekuensi nafas bayi 70x/menit >> apabila frekuensi tidak dapat dipertahankan
sebanyak >100x/menit maka ventilasi tekanan positif perlu dilakukan terutama jika
bayi mengalami retraksi. Hal ini mengindikasikan bahwa bayi mengalami kesulitan
dalam mengembangkan paru. Sehingga diberi CPAP merupakan indikasi yang baik.

( Fenny) asma meningkatkan risiko anomaly kongenital. Obat asma tidak


memengaruhi janin dan bayi walaupun ibu juga menyusui. Berat badan tidak
termasuk BBLR jadi termasuk dalam batas bawah dan kelahiran premature. Hal ini
mengganggu ketegangan paru dan menyebabkan gawat janin.

(Tegar) Vakum Ekstraksi dengan cara menempelkan kaff ke kepala bayi saat mulai
terlihat dari vagina. Resikonya bagi ibu yaitu bisa mengalami penggumpalan bagian
darah dan mengalami robekan perineum, inkontinensia urin/fases. Padda bayi bisa
terjadi cedera/lebam dikepala dan bisa membaik dalam beberapa hari.
Usia = Umur < 20 tahun karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi) maupun secara mental.
Sedangkan pada umur >35 tahun ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan.

Aphgar score menit ke 1 itu 3 dan ke 5 itu 5. Menit pertama itu asfiksia berat dan kelima itu asfiksia
ringan.

Dengan terdorongnya diafragma keatas bisa menyebabkan kecemasan sehingga kehamilan dnegan usia
yang bertambah maka serangan asma juga bisa meningkat risikonya.

frekuensi napas 70 x per menit, retraksi di daerah subcostal>> RDS= disfungsi pernapasan pada
neonates yang berhubungan dnegan keterlambatan pematangan paru sdengan adanya penurunan
surfaktan. Gejalanya seperti dispnea, ekspirator graunting, retraksi di epigastrium substernal, dan
ditemukan sianosis.
Sindrom gawat napas neonates disebabkan karena kekurangan surfaktan yang melapisi alveoli dan
menyebabkan gangguan dalam pertukaran gas.

Downes skore 4= menandakan adanya gawat napas pada bayi.

(Aulia)

Resusitasi

Dilakukan dalam waktu 30 detik untuk mengadakan usaha nafas dan sirkulais yang edukuat pada
neonates. Pemberian VTP dan kompresi dada. Setelah dilakukan resusitasi, memugkinkan bayi juga bisa
menjadi buruk jadi harus selalu dipantau. Jika ada kejadian ulang gagal napas maka dilakukan antisipasi.

Dilakukan eval hipotermi dan memonitor yang tepat juga perlu. Keadaan yang dibutuhkan dalam
memonitoring yaitu laju nafas seperti apa, nilai normal laju nafas, tanda distress pernapasan ( retraksi
suprasternal, substernal, intacosta, …), pernapasan cuping hidung, apneu>> diantisipasi saat monitoring.

Penangan pasca resusitasi> pemantauan gula darah, suhu, tekanan darah , pemeriksaan laboratorium.

(Hasna)

Downes Score

Menentukan derajat gangguan nafas

<3= gawat napas ringan

4-5= sedang

>6 = berat
(Aida)

Resusitasi
(Kemal) RR akibat persalinan vakum ekstraksi bahwa ibu yang melahirkan dnegan bantuan Tindakan
4,44 kali lebih beresiko dengan asfiksia.

Usia diatas 30 tahun beresiko asfiksia 1.4x.

Faktor persalinan ditemukan bahwa partus lama meningkatkan asfiksia. Masih ada 80% persalinan
dengan dukun yang meningkatkan pula resiko terjadinya asfiksia. Namun, masih ada keterkaitan dengan
faktor yang lain.

Patofisiologi:

Pernapasan spontan bayi bergantung pada masa kehamilan dan persalinan. Saat lahir, udara masuk ke
alveoli dan cairan akan diabsorbsi oleh jaringan paru. Seluruh alveoli nantinya akan berisi udara yang
ada oksigen sehingga aliran akan meningkat karena ekpansi paru yang membutuhkan tekana ekspirasi
yang tinggi. Aliran intra kardial dan ekstra kardia akan diikuti penutupan ductus arteriousus. Penurunan
resistensi vaskuler akan menyebabkan hipertensi pulmonal persisten pada bayi, sehingga kalau gagal
maka alirannya inadequate sehingga hipoksemia relative dan ekspansi adekuat akan menyebabkan gagal
napas. Sehingga menyebabkan asfiksia ringan. Jika ada gangguan pertukaran gas maka akan terjadi
asfiksia yang lebih berat dan memengaruhi fungsi sel tubuh di bayi dan bisa menyebabkan kematian. Hal
ini bisa menyebabkan reversible dan ireversibel tergantung pada ringan beratnya asfiksia. Asfiksia
dimulai dnegan primary apnea dengan adanya gasping yang normalnya diikuti pernpasan yang teratur
namun pada asfiksia tidak terjadi. Hal ini bisa terjadi bradikardi dan penurunan tekanan darah dan
memengaruhi keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Hal ini menyebabkan asidosis respiratori dan
akan berlanjut dengan terganggunya proses glikolisis ( metabolism anaerobic) sehingga sumber -sumber
glikogen yang disimpan di hepar dan jantung terganggu dan menjadikan asidosis metabolik. Pada tahap
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan pada sel otak
untuk berkembang.
• Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan.

• Pada saat lahir dan bayi mengambil napas pertama, udara memasuki alveoli paru dan cairan paru
diabsorpsi oleh jaringan paru.

• Pada napas kedua dan berikutnya, udara yang masuk ke alveoli bertambah banyak dan cairan paru
diabsorpsi sehingga seluruh alveoli berisi udara yang mengandung oksigen. Aliran darah ke paru
meningkat secara dramatis. Hal ini disebabkan ekspansi paru yang membutuhkan tekanan puncak
inspirasi dan tekanan ekspirasi lebih tinggi. Ekspansi paru dan peningkatan tekanan oksigen alveoli
menyebabkan penurunan resistensi vaskuler paru dan peningkatan aliran darah paru setelah lahir.
Aliran intrakardial dan ekstrakardial mulai beralih arah yang kemudian diikuti penutupan duktus
arteriosus.

• Kegagalan penurunan resistensi vaskular paru menyebabkan hipertensi pulmonal persisten pada BBL,
dengan aliran darah paru yang inadekuat dan hipoksemia relatif. Ekspansi paru yang inadekuat
menyebabkan gagal napas. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara pada bayi atau asfiksia transient. Proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi “primary gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan
pernafasan teratur.

• Bila terdapat gangguaan pertukaran gas dan pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan, akan
terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi
akan menyebabkan 11 kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung
kepada berat dan lamanya asfiksia. Secara klinis asfiksia terjadi dimulai dengan suatu periode apnea
atau primary apnea disertai dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan
memperlihatkan usaha bernafas atau gasping yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada
penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode
apnea kedua atau secondary apnea. Pada tingkat ini selain bradikardi ditemukan pula penurunan
tekanan darah. Disamping terjadi perubahan klinis, akan terjadi gangguan metabolisme dan perubahan
keseimbangan asam basa pada tubuh bayi.

• Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Bila
gangguan berlanjut, dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis
glikogen tubuh, sehingga sumber glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Asam
organik yang terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan timbulnya asidosis metabolik.

• Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa
keadaan diantaranya: 1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan, termasuk otot jantung,
sehingga menimbulkan kelemahan jantung. 12 3. Pengisisan udara alveolus yang kurang adekuat akan
menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan
sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. Keadaan ini akan berakibat buruk terhadap sel
otak dan otak akan mengalami kerusakan dan dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada
kehidupan bayi (Abdoerrachman et al., 2005; Kosim, S. et al., 2012).

( Resdenia )
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada neonatal dengan asfiksia, meliputi:

1. Nilai APGAR: memberikan pengkajian yang cepat mengenai kebutuhan untuk resusitasi neonatal.

2. Rontgen thoraks dan abdomen: untuk menyingkirkan abnormalitas/cedera struktural dan penyebab
masalah ventilasi.

3. Pemeriksaan ultrasonografi kepala: untuk mendeteksi abnormalitas/cedera kranial atau otak atau
adanya malformasi kongenital.

4. Kultur darah: untuk menyingkirkan atau memastikan adanya bakteremia.

5. Skrining toksikologi: untuk menemukan adanya toksisitas obat atau kemungkinan sindrom alkohol
janin atau fetal alcohol syndorome.

6. Skrining metabolisme: untuk menyingkirkan adanya gangguan endokrin atau metabolism

7. analisis gas darah

 PaO2 < 50 mm H2O

 PaCO2 > 55 mm H2

 pH < 7,30

( Tegar)

Faktor resiko Asfiksia

- Hipertensi pada ibu = menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah sehingga suplai oksigen
berkurang.
- Bayi lahir premature= belum matangnya organ vital.
- Umur ibu
- Partus lama= waktu mengejan, ibu tahan nafas. Selama ini menyebabkan bradikardi sehingga
bisa kekurangan oksigen.
- Lilitan tali pusat= tidak begitu berpengaruh pada kehamilan tapi berpengaruh pada kelahiran
sehingga terlalu tegang membuat asupan nutrisi dan oksigen bisa berkurang.
- Plasenta kecil/ tipis = mengurangi suplai nutrisi
- Perdarahan plasenta= mengurangi suplai nutrisi

Dx: Asfiksia Neonatorum

Berat badan cukup, sesuai masa kehamilan, kurang bulan, asfiksia ( Dewanti)

DD:

( Nadila) RDS( Respiratory Distress Syndrom)


LO:

1. Penegakan Diagnosis (aspek-aspek)

(Resdenia)

Anamnesis

Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya asfiksia neonatorum. Menilai
faktor resiko bayi sangatlah penting karena asfiksia dapat terjadi pada antepartum dan intrapartum.

1. Faktor resiko antepartum


 Diabetes pada ibu
 Hipertensi dalam kehamilan
 Hipertensi kronik
 Anemia janin atau isoimuniasasi
 Riwayat kematian janin atau neonates
 Perdarahan pada trimester II dan III  Infeksi ibu  Ibu dengan penyakit jantung, ginjal, paru,
tiroid, atau kelainan nerologi  Polihidramnion  Oligohidramnion  Ketuban pecah dini 
Hidrops fetalis  Kehamilan lewat waktu  Kehamilan ganda  Berat janin tidak sesuai masa
kehamilan  Terapi obat seperti magnesium karbonat, beta blocker  Ibu pengguna obat bius 
Malsformasi atau anomali janin  Tanpa pemeriksaan antenatal  Usia 35 tahun
2. Faktor resiko intrapartum
 Seksio sesarea darurat  Kelahiran dengan ekstraksi forceps atau vakum  Letak sungsang
atau presentasi abnormal  Kelahiran kurang bulan  Pertus presipitatus  Korioamnionitis 
Ketuban pecah lama (>18 jam sebelum persalinan)  Partus lama (>24 jam)  Kala II lama (>2
jam)  Makrosomia  Bradikardia janin persisten  Frekuensi jantung janin yang tidak beraturan
 Penggunaan anestesi umum  Hiperstimulus uterus  Penggunaan obat narkotika pada ibu
dalam 4 jam sebelum persalinan  Air ketuban bercampur mekonium  Prolaps tali pusat 
Solusio plasenta  Plasenta previa  Perdarahan antepartum

Pemeriksaan fisik

a. Bayi tidak bernafas atau menangis


b. Denyut jantung kurang dari 100x/menit
c. Tonus otot menurun
d. Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa mekonium pada tubuh
bayi
e. BBLR

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium : hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah tali
pusat :
 PaO2 < 50 mm H2O
 PaCO2 > 55 mm H2
 pH < 7,30
Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan penunjang
diarahkan pada kecurigaan atas komplikasi, berupa :  Darah perifer lengkap  Analisis gas
darah sesudah lahir  Gula darah sewaktu  Elektrolit darah (kalsium, natrium, kalium)  Laktat
 Pemeriksaan radiologi/foto dada  Pemeriksaan radiologi/foto abdomen tiga sisi 
Pemeriksaan USG kepala  Pemeriksaan EEG  CT scan kepala

Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan darianoksia/hipoksia


janin. Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya
tanda-tanda gawat janin. Tiga Hal yang perlu mendapat perhatian yaitu:
1. Denyut jantung janin: prekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan permenit. Apabila
frekuensi denyutan turun sampai di bawah 100 permenit di luar his dan lebih-lebih jika tidak
teratur itu merupakan tanda bahaya.
2. Mekonium dalam air ketuban: adanya mekonium pada presentasi kepala mungkin
menunjukan gangguan oksigenasi dan gawat janin, karena terjadi rangsangan nervus X, sehingga
paristaltik usus meningkat dan sfingter ani membuka. Adanya mekonium dalam air ketuban
pada presentasi kepala merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat
dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin: adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun
sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya (Rukiyah, Ai Yeyeh & Yulianti, Lia.
2013).

(Aida)

Kriteria diagnosis ACOG APP >> Ada 1 dari 4 kriteria pada bayi baru lahir :

- Asidosis metabolic dengan pH <7 pada analisis gas darah/ pemeriksaan tali pusat
- Nilai apghar 0-3 pada menit kelima
- Manifestasi neurologis di kejang, hipotoni, dan terjadi koma
- Disfungsi multiorgan ( gangguan kardiovaskuler, hematologi, gastrointertinal)

WHO ada 3 kriteria:

- Laju jantung menurun atau menetap (<100 x/menit)


- Tidak bernafas/ gasping
- Warna kulit pucat
- Tidak ada tonus otot
- Aphgar score 0-3 dianggap asfiksia berat

(Tegar)
- Fasilitas ideal ( harus 4 terpenuhi):
a. Asidosis metabolic/ pH <7
b. Deficit basah 16 mmol/menit
c. Nilai aphgar kurang dari sama dnegan 6 di menit 10
d. Kejang, hypotonia, koma
e. Disfungsi multiorgan ( vaskuler, gastro, respirasi, renal, hematologi)
- Fasilitas terbtas ( minimal 2)
a. Riwayat episode toksik perinatal ( missal gawat janin)
b. Nilai aphgar kurang dari sama dnegan 5 di menit 10
c. Bayi memerlukan ventilasi selama 10 mnt
d. Kejang, hipotoni, koma
e. Disfungsi multiorgan ( vaskuler, gastro, respirasi, renal, hematologi)

2. DD
(Dhafin)
Klasifikasi Asfiksia:

Menurut Abdoerrachman et al (2005) asfiksia neonatorum dibagi menjadi :

1. “Vigorous baby” Skor Apgar 7-10 dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.

2. “Mid moderate asphyxia” asfiksia sedang dengan nilai Apgar skor 4-6.pada pemerksaan jantung akan
terlihat frekuensi jantung >100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflex iritabilitas tidak
ada.

3. Asfiksia berat dengan Apgar skor 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
<100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadangkadang pucat, reflex iritabilitias tidak ada.

DD:

- Penyakit membrane hialin


- Sindroma aspirasi meconium
- Takipnea transien neonatorum

3. Etiologi Asfiksia neonatorum


(fenny)
- Faktor ibu:
a. Asma: oksigen berkurang sehingga suplai oksigen ke plasenta berkurang
b. Preeklamsia
c. Eklamsia
d. Diabetes militus
e. Usia ibu: <20 tahun atau >35 tahun akan meningkatkan risiko terjadinya kelahiran
premature. Kelahiran premaur merupakan faktor risiko asfiksia.
- Faktor plasenta:
a. Plasenta previa
b. Solusio plasenta
- Faktor fetus:
a. Lilitan tali pusat
b. Prolapsus tali pusat

- Faktor Persalinan
Persalinan yang sulit ( dengan fakum ekstraksi)
4. Prognosis dan monitoring
(Dewanti)
Jika asfiksia ringan sampai sedang (5-10): prognosis baik
Kalau <7 itu tergantung tata laksananya seberapa cepat
<4 biasanya sangat mungkin untuk terjadi prognosis yang buruk dan memeperbesar resiko
kematian, kelainan syaraf, dan memeperbesar peluang kejang sampai koma, dan
mengakibatkan kelainan neurologis hingga permanen dan efeknya dapat cereblas palsy atau
retardasi mental
Monitoring pasca resusitasi:
- Sugar ( gula): gula darah puasa <50mg/dL. Jangan sampai hipoglikemi, jika hipoglikemia dalam
keadaan hiposia maka bisa kejang.
- Suhu : tidak jauh dari 36.5 dan diukur minimal 30 menit sekali. Jangan sampai mengalami
hipertermi karena dapat meningkatkan metabolism otak.
- Laju nafas: 40-60x/menit. Dapat diukur tiap 30 menit
- Usaha nafas: pastikan bayi tidak ada distress nafas
- Saturas: pastikan rentang tidak jauh dari 88-92%
- Darah: cek darah lengkap, kultur darah, dan cek gas darah. Cek gas darah jika mengalami
distress nafas.
- Pantau jangan mengalami kejang karena dalam 24 jam pertama mempunyai risiko tinggi untuk
kejang
- Jika bayi mempunyai riwayat kurang bulan dan gangguan pernapasan, jika akan cek tumbuh
kembang sebaiknya di dokter anak.
5. Patofisiologi
(Kemal)
Pembuluh arteriol janin dalam keadaan kontriksi sehingga PO2 rendah dan hampir
selurh darah dari jantung tidak bisa melewati paru-paru karena adanya kontriksi sehingga darah
yang dialirkan melalui tekanan yang lebih rendah akan melalui ductus arteriosus.
Bayi jika setelah lahir akan bergantung pada paru-paru yang sebelum lahir belum
berfungsi. Manifestasinya dalam hal ketika cairan ketika awalnya mengisi alveoli akan diserap
dalam jaringan paru sehingga alveoli dapat berisi udara. Pengisian ini akan membuat oksigen
akan mengalir lagi ke pembuluh darah disekitar alveoli.
Arteri dan vena umbilicalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan resistensi di
plasenta sehingga tekanan udara di alveoli akan mengakibatkan pembuluh darah di paru
berelaksasi sehingga tahanan berkurang. Relaksasi tersebut akan terjadi peningkatan tekanan
darah sehingga tekanan pulmonal akan rendah dan aliran pada ductus akan menurun. Ketika
kadar oksigen meningkat maka duktur arteriosus akan menyempit dan darah yang sebelumnya
melewati akan langsung ke paru-paru sehingga okskigen bisa banyak disebarkan ke jaringan
tubuh.
Tangisan dan tarikan nafas yang dalam akan mendorong udara dari paru sehingga
oksigen yang masuk akan adekuat dan terjadi perubahan warna kulit bayi menjadi kemerahan.

Bayi baru lahir akan melakukan usaha utuk menghirup udara sehingga cairan paru akan
keluar dari alveoli ke jaringan intertitial sehingga arteriol bisa berelaksasi. Arteri pulmonal akan
terkontriksi. Jika tidak dapat oksigen akan terjadi kontriksi arteriol pada organ lain ( usus, ginjal,
otot, kulit). Aliran darah ke jantung bisa stabil atau meingkat untuk sebagai kompensasi. Hal ini
akan menolong organ organ yang vital tapi jika tetap kekurangan maka akan kegagalan
peningkatan oksigen. Akibat kekurangan perfusi oksigen sentral dan perifer maka akan
kerusakan otak yang ireversibel. Yaitu hipoksik anemik ensefalopati. Dan diikuti kerusakan organ
yang lain dan dapat menuju kematian.
Pernapasan spontan bayi tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan atau
persalinan. Jika ada gangguan maka akan terjadi asfiksia berat yang akan memengaruhi fungsi
sel tubuh sehingga menyebabkan kematian. Hal yang pertama akan terjadi asidosis respiratorik
dan jika berlanjut akan menyebabkan asidosis metabolic.
- Memengaruhi fungsi dari jantung
- Asidosis metabolic
- Pengisian udara yang tidak adekuat sehingga resistensi paru tinggi dan akan terjadi gangguan
- Gejala dan tanda dari skor aphgar

Menurut Anik & Eka (2013:298), patofisiologi asfiksia neonatorum, dapat dijelaskan dalam dua tahap
yaitu dengan mengetahui cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir, dan dengan
mengetahui reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal, yang dijelaskan sebagai
berikut :

1) Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir:

a) Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan
karbondioksida.

(1) Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen
(pO2) parsial rendah.

(2) Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah
janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus
kemudian masuk ke aorta.

b) Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen.

(1) Cairan yang mengisi alveoli akan diserap kedalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara.

(2) Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir kedalam pembuluh darah
disekitar alveoli.
c) Arteri dan vena umbikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta dan
meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli,
pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah berkurang.

d) Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan tekanan pada
arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat
sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun.

(1) Oksigen yang diabsorbsi dialveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak
mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan keseluruh tubuh bayi baru
lahir.

(2) Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh
darah paru.

(3) Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, ductus arteriosus mulai
menyempit.

(4) Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil
banyak oksigen untuk dialirkan keseluruh jaringan tubuh.

e) Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-parunya untuk
mendapatkan oksigen.

(1) Tangisan pertama dan tarikan nafas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan nafasnya.

(2) Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru.

(3) Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-
abu/biru menjadi kemerahan.

2) Reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal :

a) Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara kedalam paru-parunya.

(1) Hal ini mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan insterstitial di paru sehingga oksigen
dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi.
(2) Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli tetap terisi cairan dan
pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen.

b) Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi kontriksi arteriol pada organ seperti usus, ginjal,
otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk
mempertahankan pasokan oksigen.

(1) Penyesuaian distribusi aliran darah akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital.

(2) Walaupun demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan peningkatan
curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengakibatkan aliran darah ke seluruh organ berkurang.

c) Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan
jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian.

(1) Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis :

(2) Tanda-tanda tonus otot tersebut seperti :

(a) Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ lain: depresi pernafasan
karena otak kekurangan oksigen.

(b) Brakikardia (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot jantung atau sel
otak.

(c) Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau
kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan.

(d) Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru dan sianosis karena
kekurangan oksigen didalam darah. Menurut Vidia dan Pongki (2016:362), penafasan spontan BBL
tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran
gas atau pengangkutan o2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang berat. Keadaan
ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia
yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia
berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada pada periode apnu kedua. Pada tingkat
ini terjadi brakikardi dan penurunan tekanan darah. Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme
dan penurunan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis
respiratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa
glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada
tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan
diantaranya

1) Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.

2) Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.

3) Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi
pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan
mengalami gangguan.
4) Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia :

a) Tidak bernafas atau nafas mega-megap


b) Warna kulit kebiruan
c) Kejang
d) Penurunan kesadaran
e) DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak
teratur
f) Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
6. Tata laksana
(Aida)
Perlu persiapan tata laksana:
- Persiapan penolong dengan menggunakan APD
- Persiapan Tim: ada 3 penolong dimana ada sebagai leader yang bertanggung jawab pada airway
dan breathing. Penolong kedua sebagai asisten sirkulasi. Penolong ketiga sebagai asisten logistic
yang bertangggung jawab pada obat dan ekuipmen. Leader bagian atas kepala bayi, sirkulasi di
sebelah kiri, dan logistic di sebalah kanan bayi.
- Alat OGT: dinyalakan di 20 mnt sblm tatalaksana. Ibu hamil beresiko anaknya asfiksia maka
alatnya dinyalakan sebelum persalinan.
- Jika setelah resusitasi bayi membaik> bayi dipindahkan ke perawatan intensif
- Jika memburuk maka bayi akan dirujuk
- Adanya tata laksana STABLE
a. Sugar and safe care
Kadar gula darah yang rendah pada bayi yang mengalami kondisi hipoksik-iskemik akan
meningkatkan risiko cedera otak dan luaran neurodevelopmental yang buruk. Penelitian
membuktikan bahwa hewan yang mengalami hipoglikemia pada kondisi anoksia atau
hipoksia-iskemik memperlihatkan area infark otak yang lebih luas dan /atau angka
kesintasan yang lebih rendah dibandingkankan kontrol. Bayi asfiksia memiliki risiko lebih
tinggi untuk mengalami hipoglikemia sehingga pemberian glukosa perlu dipertimbangkan
sesegera mungkin setelah resusitasi guna mencegah hipoglikemia.
b. Temperature
Penelitian menunjukkan bahwa terapi hipotermia ringan (mild hypothermia) dapat
menurunkan risiko kematian dan disabilitas bayi akibat asfiksia secara signifikan (lihat
subbab mengenai terapi hipotermia). Terapi hipotermia secara pasif dapat dimulai sejak di
kamar bersalin atau ruang operasi pada bayi yang diperkirakan mengalami asfiksia, dengan
cara mematikan penghangat bayi dan melepas topi bayi sesegera mungkin setelah target
ventilasi efektif dan LJ tercapai. Pada kecurigaan asfiksia perinatal, hipertermia harus
dihindari selama resusitasi dan perawatan karena akan meningkatkan metabolisme otak dan
dapat memicu terjadinya kejang. Suhu rectal 33.5-34.5
c. Airway
Perawatan pascaresusitasi ini meliputi penilaian ulang mengenai gangguan jalan napas,
mengenali tanda gawat maupun gagal napas, deteksi dan tata laksana bila terjadi
pneumotoraks, interpretasi analisis gas darah, pengaturan bantuan napas, menjaga fiksasi
ETT, serta evaluasi foto toraks dasar.
d. Blood pressure
Pencatatan dan evaluasi laju pernapasan, LJ, tekanan darah, CRT, suhu, dan saturasi oksigen
perlu dilakukan sesegera mungkin pascaresusitasi. Selain itu, pemantauan urin juga
merupakan salah satu parameter penting untuk menilai kecukupan sirkulasi neonatus.
e. Laboratorium working
Penelitian menunjukkan bahwa keadaan hiperoksia, hipokarbia, dan hiperglikemia dapat
menimbulkan efek kerusakan pada otak sehingga harus dipertahankan pada keadaan
normal setidaknya pada 48-72 jam pertama kehidupan. Pemeriksaan gula darah secara
periodik sebaiknya dilakukan pada usia bayi 2, 6, 12, 24, 48, dan 72 jam kehidupan, kadar
hematokrit dalam 24 jam pada hari-hari pertama kehidupan, kadar elektrolit (natrium,
kalium, dan kalsium) dalam 24 jam, serta pemeriksaan fungsi ginjal, hati, enzim jantung, dll
bila diperlukan.
f. Emotional support
Klinisi perlu menjelaskan kondisi terakhir bayi dan rencana perawatan selanjutnya serta
memberikan dukungan emosional pada orangtua.

(Nadila)
Untuk bayi premature Tindakan resusitasi dapat dibilang Tindakan yang gawat darurat, hal
ini dikarenakan bayi premature memerlukan persiapan yang khusus. Bayi premature
memiliki paru-paru yang imatur dan lebih sulit di ventilasi dan mudah rusak. Bayi premature
memiliki volume darah yang sedikit meningkatkan syok hipovolemik, kulit tipis dan area
tubuh yang luas dapat memercepat kehilangan panas dan rentan terhadap infeksi.

( Tegar)
Protocol resusitasi
a. Mencegah kehilangan panas dnegan meletakan bayi terlentang dalam tempat tidur dan
mengeirngkan cairan amnion
b. Membuka jalan napas dengan menghisap mulut dan hidung jika tidak ada mekonium
dan memebrsihakan meconium.
c. Evaluasi bayi dengan mengamati pernapasan,, detak jantung, dan warna
Harus dilakukan selama 20 detik atau kurang dari itu.
Jika tidak ada nafas, maka lakukan tekanan positif. Namun jika ada maka dilakukan
evaluasi kecepatan denyut jantung.
Kecepatan jantung jika <60 denyut/mnt maka diberikan VTP hingga kecepatannya >100
denyut/mnt. Jika kecepatan awal >60 maka dilanjutkan evaluasi warna bayi
Warna: jika bayi terlihat warna merah muda atau sianosis perifer maka dilanjutka
evaluasi biasa, tapi klo sianosis snetral dikasih oksigen dnegan konsentrasi 80-100%.
Poin 6 masih dilanjutkan klo ada sianotik
Apabila udah VTP tapi <60 maka dilanjut dengan kompresi dada dnegan kecepatan
2x/dtk dengan perandingan 3x kompresi dan 1 kali.
Resusitasi kimiawi dengan epinefrin dan ekspansi volum. Epinefrin dosisnya 0.01-0.03
mg/kg. ekspansi volume dilakukan jika ada indikasi kalau ada kehilangan darah atau
denyut jantung bayi ga merespon ketika diresusitasi. kristaloid 10 ml/kg

Temperatur: bayi diinkubator sampai suhu rektal 33.5-34.5


Laboratorium: dapat dilakukan pemeriksaan gula darah pada usia jam ke
2,6,12,24,48,72 jam setelah lahir.

(Fenny)
Kompresi ada 2 metode yaitu 2 jempol dan 2 jari. Perbedaanya hanya dijari, yaitu
ditaruh di 1/3 sternum bawah dan jangan diremas namun ditekan biasa. Setelah
kompresi dilakukan penilaian ulang, jika LJ >100 maka dihentikan namun jika menurun
maka dievaluasi lalu diberikan adrenalin.

7. Komplikasi
(nadila)
Berhubungan dengan susunan saraf pusat dan hampir disertai dnegan gangguan organ lain.
Kelainan saraf pusat yang tidak dengan irgan lain itu pasti bukan asfiksia. Pengobatan segera
asfiksia dapat membantu mengurangi komplikasi. Lamanya waktu yang diperlukan sebelum
pernapasan normal dan tingkat keparahan dapat memengaruhi komplikasi yang diderita.
Asfiksia ringan-sedang: perubahan kognitif dan perilaku entah anak atau remaja
Jika bayi tidak bisa bernafas 5 menit atau lebih itu kerusakan otak bisa terjadi
Contoh :
- Jangka pendek
asidosis, distress respiratory, hipertensi, kelainan pembekuan darah, dan gagal ginjal.
Asidosis>> pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas dapat menimbulkan asidosis
metabolic dan jika berlanjut maka bisa terjadi proses anaerobic yaitu glikolisis sehingga sumber
glikogen di jantung dan hati akan berkurang. Asam organic yang terjadi akibat anaerobic ini akan
menimbulkan asidosis metabolic. Asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel
jaringan dan sel otot jantung sehingga dapat terjadi kelemahan jantung. Gangguan pada ginjal
adalah gangguan perfusi, dan delusi ginjal. Hal in menyebabkan nekrosis tubulus dan
perdarahan nebula.
- Jangka Panjang
Hiperaktivitas, autisme, skizofrenia pada anak

(Resdenia)
 ensefalopati hipoksik iskemik (EHI)
Pada keadaan hipoksia aliran darah ke otak dan jantung lebih dipertahankan dari pada ke organ
tubuh lainnya, namun terjadi perubahan hemodinamik di otak dan penurunan oksigenisasi sel
otak tertentu yang selanjutnya mengakibatkan kerusakan sel otak. Pada bayi cukup bulan
keadaan ini timbul saat terjadinya hipoksia akut, sedangkan pada bayi kurang bulan kelainan
lebih sering timbul sekunder pasca hipoksia dan iskemia akut. Manifestasi gambaran klinik
bervariasi tergantung pada lokasi bagian otak yang terkena proses hipoksia dan iskemianya.
 System audiovisual
Gangguan pada fungsi penglihatan dan pendengaran dapat terjadi secara langsung karena
proses hipoksia dan iskemia, ataupun tidak langsung akibat hipoksia iskernia susunan saraf
pusat atau jaras-jaras yang terkait yang menimbulkan kerusakan pada pusat pendengaran dan
penglihatan. Johns ,dkk. pada penelitian terhadap 6 bayi prematur yang menderita kelainan
jantung bawaan sianotik, 3 bayi di antaranya menderita retinopati. Retinopati yang ditemukan
ternyata tidak hanya karena peninggian tekanan oksigen arterial tetapi pada beberapa penderita
disebabkan oleh hipoksemia yang menetap.
 System gastrointestinal
Kelainan saluran cerna ini terjadi karena radikal bebas oksigen yang terbentuk pada penderita
hipoksia beserta faktor lain seperti gangguan koagulasi dan hipotensi, menimbulkan kerusakan
epitel dinding usus. Gangguan fungsi yang terjadi dapat berupa kelainan ringan yang bersifat
sementara seperti muntah berulang, gangguan intoleransi makanan atau adanya darah dalam
residu lambung sampai kelainan perforasi saluran cerna, enterokolitis nekrotikans kolestasis dan
nekrosis hepar.

(Tegar)
- Gangguan kognitif dan sereblal palsy dan menimpulkan epilepsy
- System kardio: disfungi jantung
- Urogenital: gagal ginjal akut
- System pernapasan: ARDS, edema pulmonal, hipertensi pulmonal
- Pencernaan: NEC , intoleransi makanan

(Fenny)
Bisa terjadi neumothoraks karena saat diresusitasi itu berlebihan dan pemberian O2 berlebihan
serta meconium yang berlebihan dan mengakibatkan pecahnya alveolus dan rupture
mediastinum.

8. Edukasi dan pencegahan


(Aulia)
Pencegahan terhadap asfiksia neonatorumadalah dengan menghilangkan atau meminimalkan
faktor risiko penyebab asfiksianeonatorum. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil
harus baik. Komplikasisaat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Bila ibu
memiliki faktorrisiko yang memungkinkan bayi lahir dengan asfiksia neonatorum, maka langkah-
langkah antisipasi sangat perlu dilakukan yaitu dengan langkah promotif danpreventif.
Melakukan pemeriksaan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan untuk mengidentifikasi dan
mengeliminasi faktor risiko.Bila bayi berisiko lahir premature yang < 34 minggu, pemberian
kortikosteroid 24 jam sebelum lahir menjadi prosedur rutin yang dapat membantu maturase
paru – paru bayi dan mengurangi komplikasi sindrom distress pernapasan. Pada saat persalinan,
penggunaan partogram yang benar dapat membantu deteksi dini kemungkinan diperlukannya
resusitasi neonates.
Edukasi Memberi edukasi kepada ibu tentang asfiksia, penyebab, gejala dan
komplikasi.Mengedukasi kepada ibu mengenai asfiksia neonatorum adalah gagal napas spontan
dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Mengedukasi kepada ibu
mengenai penyebab asfiksia adalah gangguan sirkulasi darah uteroplaster sehingga oksigen ke
bayi menjadi berkurang.Mengedukasi kepada ibu mengenai gejala klinis asfiksia neonatorum
adalah; bayi lemah, tidak bernapas atau menangis, tonus otot lemah/ jelek, sianosis.Komplikasi
yang dapat terjadi pada janin harus dijelaskan kepada ibu misalnya pada SSP, kardiovaskuler,
ginjal, sistem pernapasan, saluran pernapasan. Edukasi tentang pemberian ASI pada bayi asfiksia
yang berhubungan dengan bayi premature. Kemampuan bayi untuk menyusu bergantung pada
kematangan fungsi refleks hisap dan menelan. Bayi usia di atas 34 minggu (berat di atas 1800)
dapat disusukan langsung lepada ibu karena refleks hisap dan menelannya sudah cukup baik.

(hasna)
Mengedukasi ibu mengenai asfiksia neonatorum, gejala klinis dari asfiksia, komplikasi dari
asfiksia, pemberian ASI, manfaat ASI bagi anak.

(Dewanti)
Pencegahan:
- Selama hamil, rajin melakukan pemeriksaan
- Status nutrisi ibu ditingkatkan
- Manajemen sleanjutnya dilakukan dnegan benar
- Jika memang terjadi asfiksia, lakukan resusitasi dengan benar
- Memberi penjelasan asfiksia, faktor risiko, tingkat keberhasilan
- Keterlambatan akan memengaruhi prognosis.

(Tegar)

Menurut Children’s Health, antisipasi merupakan kunci pencegahan asfiksia neonatorum.


Penting untuk mengidentifikasi janin yang mungkin berisiko asfiksia dengan memantau secara
ketat kehamilan berisiko tinggi tersebut. Ibu berisiko tinggi harus melahirkan di rumah sakit
dengan unit perawatan intensif neonatal dengan fasilitas yang sesuai untuk mengobati asfiksia
neonatorum. Selama persalinan, tim medis harus siap melakukan intervensi dengan tepat dan
cukup siap untuk resusitasi.
9. PSKI
(Hasna)
Al Lukman 14
Dan kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada ibu bapaknya, ibu telah
mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah tambah dan menyapihnya dalam 2 tahun.
Bersyukurlah kepadaku dan kepada 2 orang ibu bapakmu. Hanya kepadakulah kembalinya.

Hadist tentang mengumandakan adzan pada bayi baru lahir:


Aku melihat Rasulullah SAW mengumandakan adzan sholat pada telinga hasan bin ali saat
dilahirkan oleh tempat ini.

Anda mungkin juga menyukai