Anda di halaman 1dari 20

KB: kurang bulan

Postur: lebih rileks, lebih sering ekstensi, ukuran badan lebih kecil, kepala lebih besar, lanugo/rambut2
halus lebih tebal. Tulang rawan telinganya blm terbentuk sempurna. Garis2 kaki gajelas klo preterm, klo
bayi perempuan bagian clitorisnya menonjool dan mayornya blm menutupi si clitoris. Bayi laki-laki
skrotumnya kayak ga terisi jadi kayak ga jatuh/ menjuntai kebawah dan testisnya cumin 1 jadi ga turun
gitu.

Ballard score( untu menentukan cukup bulan atau kurang bulan)

Arm recoil: lihat fleksi dari tangan nnt dia balik atau engga. Klo lebih ke ekstensi itu gabagus

Poplit: angkat paha trs pegangkan sampai atas trs cek sudut poplitea. Jadi semakin aterm itu semakin
sulit untuk diangkat

Scarf sign: sampai ketahan itu brrti scornya bagus

Heel to ear : kaki diangkat kebagian telinga

KMK: jadi berat badan ga sesuai pada usia janin

Dibawah 10%: KMK

SMK: diantara 10 dan 90%

Bayi premature sesuai masa kehamilan dan bayi berat lahir rendah.

Refleks menghisap negative makanya gabisa nyusu.

Downe Score

Jadi klo ga menggunakan apa2 tp sianosis: 1

Hyalin membrane disease

Paru2 kurang matang jadi kaku

Transient tachypnea

Penyakit bisa sembuh sendiri tp butuh bantuan oksigen

Bayi kan minum cairan amnion nah itu cairannya ada di paru jd parunya keisi cairan, jadi klo tiba2 di sc
tu paru2nya masih ada cairannya.

Neonatal jaundice

Indirect: prehepatic
Kesalahan pre: brrti yg tinggi yg indirect

intraL indirect dan direct

post: direct
SKENARIO 1

Seorang bayi laki-laki lahir spontan di puskesmas dari seorang ibu berumur 40 tahun. Bayi lahir
dari ibu P3A0 dengan usia kehamilan 30 minggu. Bayi lahir langsung menangis dengan berat badan lahir
1550 gram. Air ketuban ibu jernih , tidak berbau, dan tidak ada riwayat ketuban pecah dini . Didapatkan
skor Ballard : 20 .

Pada anamnesis lebih lanjut didapatkan selama kehamilan ibu memeriksakan kehamilan di
bidan dan puskesmas tetapi tidak teratur, selama hamil tidak pernah mengalami demam, namun pada
usia kehamilan 24 minggu ibu seringkali mengalami pusing-pusing, dan terakhir ketika memeriksakan
kehamilannya dikatakan mengalami tensi tinggi yaitu 150/100 mmHg. Ibu tidak pernah mengalami
perdarahan sewaktu hamil ataupun keputihan, tidak pernah mengalami nyeri saat buang air kecil dan
tidak pernah mengalami tensi tinggi sebelum kehamilan.

KU: gerak aktif, menangis kuat

Thermoregulasi : t: 36.7

CNS: kejang tidak ada

CVS: Laju nadi: 136x/menit, tidak didapatkan bising

Respirasi: Laju nafas 42x/menit, tidak ada retraksi dengan Downe Score: 0

GIT: Bab (+) meconium

GUT: Bak (+)

Integumentum: ikterik tidak ada, sianosis tidak ada

- Jaga suhu tubuh

- Injeksi vitamin K 1 mg

- Pemberian salep mata

- ASI ad lib

- Perawatan Tali Pusat

Dokter mendiagnosis sebagai: BBLR, KB, SMK, spontan

Analisis
Preterm: kerutannya halus

Aterm: sangat berkerut

KB: kurang bulan

Postur: lebih rileks, lebih sering ekstensi, ukuran badan lebih kecil, kepala lebih besar, lanugo/rambut2
halus lebih tebal. Tulang rawan telinganya blm terbentuk sempurna. Garis2 kaki gajelas klo preterm, klo
bayi perempuan bagian clitorisnya menonjool dan mayornya blm menutupi si clitoris. Bayi laki-laki
skrotumnya kayak ga terisi jadi kayak ga jatuh/ menjuntai kebawah dan testisnya cumin 1 jadi ga turun
gitu.

Scarf sign: Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Bayi berbaring terlentang,
pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis tengah tubuh dan mendorong tangan bayi
melalui dada bagian atas dengan satu tangan dan ibu jari dari tangan sisi lain pemeriksa
diletakkan pada siku bayi. Amati posisi siku pada dada bayi.
 Skor -1: penuh pada tingkat leher
 Skor 0: garis aksila kontralateral
 Skor 1: kontralateral baris puting
 Skor 2: prosesu xypohid
 Skor 3: garis puting ipsilateral
 Skor 4: garis aksila ipsilateral.

Ballard score: ada di file beda

KMK ( KECIL MASA KEHAMILAN)


KMK adalah berat badan bayi dibawah persentil 10 atau ≤ 2 standar deviasi sesuai usia kehamilan.
Definisi KMK dijelaskan sebagai berat badan bayi lebih rendah dari populasi normal atau lebih rendah
dari berat badan yang telah ditentukan.

KMK tidak dapat didefinisikan secara langsung. Hal ini membutuhkan beberapa persyaratan, seperti: 8

1) Pengetahuan yang akurat tentang usia kehamilan (idealnya berdasarkan pemeriksaan USG pada
trimester pertama usia kehamilan),

2) Pengukuran yang tepat pada saat kelahiran meliputi berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala,
dan

3) Patokan terhadap data referensi dari populasi yang relevan. Patokan ini memiliki berbagai variasi
pada per sentil ke-10, 3, atau kurang dari 2 SD dari nilai rata-rata (persentil ke 2).

Secara luas deskripsi KMK mencakup berat badan lahir rendah tetapi panjang lahir normal, sebaliknya,
bayi yang lahir dengan panjang badan yang pendek dengan berat badan lahir normal, beberapa anak
yang lahir dengan KMK memiliki panjang dan berat badan lahir yang rendah. Karenanya, bayi yang lahir
dengan KMK dapat diklasifikasikan sebagai KMK dengan berat badan rendah, KMK dengan panjang
badan rendah, atau KMK dengan berat dan panjang badan yang rendah.

SMK ( Sesuai masa kehamilan)

Pada tabel ini berat bayi matur normal dan bayi prematur (SMK) terletak diantara 10th persentil dan
90th persentil. Pada bayi KMK beratnya dibawah 10th persentil. Bila berat bayi di atas 90th persentil
disebut heavy for dates atau BMK.

BBLR
a. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Berat yang dilahirkan dengan berat lahir <2500 gram tanpa memandang usia gestasi (Kosim
dkk, 2009, p.12). Menurut Prawirohardjo (2007, p.376), BBLR adalah neonatus dengan berat
badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram (sampai 2499 gram). Dahulu bayi ini
dikatakan prematur kemudian disepakati disebut low birth weight infant atau Berat Bayi Lahir
Rendah (BBLR). Karena bayi tersebut tidak selamanya prematur atau kurang bulan tetapi dapat
cukup bulan maupun lebih bulan. Penelitian oleh gruendwald, menunjukkan bahwa sepertiga
bayi berat lahir rendah adalah bayi aterm. (Kosim dkk, 2008, p.11). Menurut Jitowiyono dan
Weni (2010, p.78– 79) bayi dengan BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu Prematur murni
dan Dismaturitas

Bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam pengelolaannya karena mempunyai
kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi, kesukaran mengatur nafas tubuh
sehingga mudah untuk menderita hipotermia. Selain itu bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah
(BBLR) mudah terserang komplikasi tertentu seperti ikterus, hipoglikomia yang dapat
menyebabkan kematian. Kelompok bayi berat lahir rendah yang dapat di istilahkan dengan
kelompok resiko tinggi, karena pada bayi berat lahir rendah menunjukan angka kematian dan
kesehatan yang lebih tinggi dengan berat bayi lahir cukup.

b. Bayi Berat Lahir Normal


Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan sampai 42 minggu dan berat badan
lahir > 2500- 4000 gram (Jitowiyono &Weni, 2010, p.60).

c. Bayi Berat Lahir


Lebih Bayi berat lahir lebih adalah Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir lebih > 4000 gram
(Kosim dkk, 2009, p.12). Bayi dengan berat lahir lebih bisa disebabkan karena adanya pengaruh
dari kehamilan posterm, bila terjadi perubahan anatomik pada plasenta maka terjadi penurunan
janin, dari penelitian Vorher tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata
pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah 42 minggu. Namun
seringkali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah
terus sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa rata-rata
berat janin > 3600 gram sebesar 44,5% pada kehamilan posterm, sedangkan pada kehamilan
term sebesar 30,6 %. Risiko persalinan bayi dengan berat >4000 gram pada kehamilan posterm
meningkat 2-4 kali lebih besar dari kehamilan term (Prawirohardjo, 2008, p.691). Selain itu
faktor risiko bayi berat lahir lebih adalah ibu hamil dengan penyakit diabetes militus, ibu dengan
DMG 40% akan melahirkan bayi dengan BB berlebihan pada semua usia kehamilan
(Prawirohardjo, 2007, p.291)

Faktor hipertensi dalam kehamilan dengan prematuritas


Hipertensi merupakan faktor risiko utamapeningkatan angka kesakitan dan kematian
karenapenyakit kardiovaskular, serebrovaskular dan gagalginjal tahap akhir. Hipertensi pada
kehamilan sering terjadi danmerupakan penyebab utama kematian ibu melahirkan,serta
memiliki efek serius lainnya saat melahirkan. Kondisi ini memerlukan strategi
manajemenkhusus agar hasilnya lebih bagus. Hipertensi padakehamilan mempengaruhi ibu
dan janin, dan dapatmenyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan janinjika tidak dikelola
dengan baik. Hipertensi yang diinduksi kehamilandianggap sebagai komplikasi obstetrik. Ada
efekmaternal merugikan yang signifikan, beberapamenghasilkan morbiditas atau kematian
maternal yangserius. Demi untuk keselamatan ibu perlu rencanauntuk melahirkan janin lebih
awal. Kelahiran dini iniakan menyelamatkan ibu namun meningkatkan risikopada bayi.

• Hipertensi adalah komplikasi yang sering terjadi pada ibu hamil. Pada ibu hamil dengan
hipertensi, pembuluh darah mengalami penyempitan, begitu pula pembuluh darah di plasenta
sehingga menyebabkan pasokan oksigen dan nutrisi untuk janin kurang.
• Jika hal tersebut dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan lahirnya bayi berat badan lahir
rendah (BBLR), kelahiran prematur, dan kematian janin.
• BBLR memiliki resiko kematian lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat
normal karena BBLR sangat rentan terpapar penyakit, terkena asfiksia, hipotermi dan infeksi.
Pernapasan bayi prematur
Pada bayi prematur jumlah pernapasan rata-rata antara 40-60 kali/menit dan diselingi dengan
periode apnea, pernapasan tidak teratur, flaring nasal melebar (nasal melebar), terdengar
dengkuran, retraksi (interkostal, suprasternal, substernal), terdengar suara gemerisik saat
bernapas.

Score Down
Pemeriksaan score Down adalah pemeriksaan yang dilakukan pada bayi yang baru lahir,
bertujuan untuk mengevaluasi status gawat nafas.

Interpetasi hasil :
Skor < 4  Tidak ada gawat napas
Skor 4 -5  Gawat napas
Skor >= 6  Ancaman gagal napas (pemeriksaan gas darah harus dilakukan)

Vitamin K
Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu naftokuinon yang berperan
dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang berperan dalam pembekuan darah, seperti
faktor II,VII,IX,X dan antikoagulan protein C dan S.

Secara fisiologis kadar faktor koagulasi yang tergantung vitamin K dalam tali pusat sekitar 50%
dan akan menurun dengan cepat mencapai titik terendah dalam 48-72 jam setelah kelahiran.
Kemudian kadar faktor ini akan bertambah secara perlahan selama beberapa minggu tetap
berada dibawah kadar orang dewasa. Peningkatan ini disebabkan oleh absorpsi vitamin K dari
makanan. Sedangkan bayi baru lahir relatif kekurangan vitamin K karena berbagai alasan, antara
lain karena simpanan vitamin K yang rendah pada waktu lahir, sedikitnya transfer vitamin K
melalui plasenta, rendahnya kadar vitamin K pada ASI dan sterilitas saluran cerna.
TRIGER 2
Setelah 2 jam lahir, bayi mulai disusui namu isapan bayi tampak lemah. Bayi belum
mendapatkan imunisasi hepatitis B. Status HbsAg ibu negative.
Pemeriksaan Fisik

Refleks Primitive bayi


Refleks Moro: (+)
Refleks menggenggam palmar : (+)
Refleks asymmetrical tonic neck : (+)
Refleks menghisap (-)
Refleks menelan (+)
Refleks anus (+)

Refleks neonates
Macam refleks pada neonatus
• Refleks hisap/ sucking
• Rooting reflex : jari di sentuhkan ke pipi bayi
• Palmar grasp: mengenggam
• Moro refleks : kedua lengan bayi di angkat tampa mengangkat leher
• Tonic neck refleks : tangan dan kakai akan ekstensi ke arah kepaal menengok

Refleks Primitif Bayi

Reflek primitif adalah aksi reflek yang berasal dari dalam pusat sistem saraf yang ditunjukkan
oleh bayi baru lahir normal namun secara neurologis tidak lengkap seperti pada orang dewasa
dalam menanggapi rangsang tertentu. Reflek ini tidak menetap hingga dewasa, namun lama-
kelamaan akan menghilang karena dihambat oleh lobus frontal sesuai dengan tahap
perkembangan anak normal. Reflek primitif ini sering juga disebut infantile atau reflek bayi baru
lahir.

Reflek primitif juga diperiksa pada seseorang yang diduga mengalami luka di otaknya untuk
menguji fungsi dari lobus frontal. Jika tidak ada penekanan secara tepat maka terjadi tanda-
tanda penurunan fungsi tulang depan kepala (frontal). Selain itu gangguan reflek primitif juga
diperiksa sebagai tanda peringatan awal terjadinya gangguan autis.

- Reflek Palmar Grasping : Reflek ini muncul pada saat kelahiran dan akan menetap hingga
usia 5 sampai 6 bulan. Saat sebuah benda diletakkan di tangan bayi dan menyentuh telapak
tangannya, maka jari-jari tangan akan menutup dan menggenggam benda tersebut.
Genggaman yang ditimbulkan sangat kuat namun tidak dapat diperkirakan, walaupun juga
dimungkinkan akan mendorong berat badan bayi, bayi mungkin juga akan menggenggam
tiba-tiba dan tanpa rangsangan. Genggaman bayi dapat dikurangi kekuatannya dengan
menggosok punggung atau bagian samping tangan bay
- Reflek Moro : Reflek ini ditemukan oleh seorang pediatri bernama Ernst Moro. Reflek ini
muncul sejak lahir, paling kuat pada usia satu bulan dan akan mulai mengjilang pada usia
dua bulan. Reflek ini terjadi jika kepala bayi tiba-tiba terangkat, suhu tubuh bayi berubah
secara drastis atau pada saat bayi dikagetkan oleh suara yang keras. Kaki dan tangan akan
melakukan gerakan ekstensi dan lengan akan tersentak ke atas dengan telapak tangan ke
atas dan ibu jarinya bergerak fleksi. Siingkatnya, kedua lengan akan terangkat dan tangan
seperti ingin mencengkeram atau memeluk tubuh dan bayi menangis sangat keras. Reflek ini
normalnya akan menghilang pada usia tiga sampai empat bulan, meskipun terkadang akan
menetap hingga usia enam bulan. Tidak adanya reflek ini pada kedua sisi tubuh atau
bilateral (kanan dan kiri) menandakan adanya kerusakan pada sistem saraf pusat bayi,
sementara tidak adanya reflek moro unilateral (pada satu sisi saja) dapat menandakan
adanya trauma persalinan seperti fraktur klavikula atau perlukaan pada pleksus brakhialis.
- Reflek tonick neck dan asymmetric tonick neck ini disebut juga posisi menengadah, muncul
pada usia satu bulan dan akan menghilang pada sekitar usia lima bulan. Saat kepala bayi
digerakkan ke samping, lengan pada sisi tersebut akan lurus dan lengan yang berlawanan
akan menekuk (kadangkadang pergerakan akan sangat halus atau lemah). Jika bayi baru
lahir tidak mampu untuk melakukan posisi ini atau jika reflek ini terus menetap hingga lewat
usia 6 bulan, bayi dimungkinkan mengalami gangguan pada neuron motorik atas.
Berdasarkan penelitian, reflek tonick neck merupakan suatu tanda awal koordinasi mata dan
kepala bayi yang akan menyiapkan bayi untuk mencapai gerak sadar.
- Reflek Sucking : Reflek ini secara umum ada pada semua jenis mamalia dan dimulai sejak
lahir. Reflek ini berhubungan dengan rreflek rooting dan menyusui, dan menyebabkan bayi
untuk secara langsung mengisap apapun yang disentuhkan di mulutnya. Ada dua tahapan
dari reflek ini, yaitu :
Tahap expression : dilakukan pada saat puting susu diletakkan diantara bibir bayi dan
disentuhkan di permukaan langit-langitnya. Bayi akan secara langsung menekan
(mengenyot) puting dengan menggunakan lidah dan langit-langitnya untuk mengeluarkan
air susunya.

Tahap milking : saat lidah bergerak dari areola menuju puting, mendorong air susu dari
payudara ibu untuk ditelan oleh bayi.

Pemberian ASI BBLR


• Bayi UK > 34mg atau berat diatas 1800gr: refleks hisap dan menelan bagus  dapat disusukan
langsung
• Bayi UK 32-34 mg (1500-1800): refleks hisap kurang baik, refleks menelan cukup baik 
pemberian asi menggunakan sendok, cangkir, pippet
• Bayi UK <32 mg (1250-1500) : belum memiliki refleks hisap dan menelan dengan baik  melalui
sonde (NGT/OGT)

TRIGER 3

Dua hari kemudian kulit wajah dan dada bayi tampak kuning. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
ikterik Kramer 4. Dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil sebagai berikut
Darah rutin : Kimia Darah :
• Hb : 13 g/dL Bilirubin total : 14,23 g/dL
• AL : 16.000 /mm3 Bilirubin direk : 0,23 g/dL
• AT : 384.000 /mm3 Bilirubin indirek : 14 g/dL
• Neutrofi; : 45% Gula darah sewaktu : 80 g/dL
• Limfosit : 44%

KADAR BILIRUBIN
Kadar bilirubin serum total (BST) > 5 mg/dL (86 μmol/L) disebut dengan
hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia umumnya normal, hanya 10% yang berpotensi menjadi
patologis (ensefalopati bilirubin). Hiperbilirubinemia yang mengarah ke kondisi patologis
antara lain : (1) timbul pada saat lahir atau pada hari pertama kehidupan, (2) kenaikan kadar
bilirubin berlangsung cepat (> 5 mg/dL per hari), (3) bayi prematur, (4) kuning menetap pada
usia 2 minggu atau lebih, dan (5) peningkatan bilirubin direk > 2 mg/d atau > 20 % dari BST.
Bayi yang memiliki Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) tanpa memandang masa
gestasinya baik itu bayi prematur atau cukup bulan dapat menyebabkan tidak adanya atau
berkurangnya jumlah enzim yang diambil atau menyebabkan pengurangan reduksi bilirubin
oleh sel hepar, selain itu pada BBLR kenaikan bilirubin serum cendrung sama atau sedikit lebih
lambat dari pada kenaikan bilirubin pada bayi cukup bulan tetapi jangka waktunya lebih lama
yang biasanya mengakibatkan kadar bilirubin yang lebih tinggi.

Dalam sehari neonatus dapat memproduksi bilirubin 8 – 10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang


dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada neonatus disebabkan
masa hidup eritrosit yang lebih pendek ( 7090 hari ) dibandingkan dengan orang dewasa (120
hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorbsi
bilirubin di usus yang meningkat ( sirkulasi enterohepatik).

Metabolisme Bilirubin
Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan
enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan
organlain. Pada reaksi tersebut juga terbentuk besi yang digunakan kembali untuk membentuk
hemoglobin dan karbon monoksida (CO) yang diekskresi kedalam paru. Biliverdin kemudian
akan direduksi menjadi bilirubin atau enzim biliverdin reduktase. Biliverdin besifat larut dalam
air dan secara cepat akan diubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda
dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal
bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengekskresikan , diperlukan mekanisme transpot dan
eliminasi bilirubin. Pada masa transisi setelah lahir , hepar belum berfungsi secara optimal,
sehingga proses glukuronidasi tidak terjadi secara optimal. Keadaan ini menyebabkan
dominasi bilirubin tak terkonjugasi dalam darah.
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sitem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke
sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Neonatus mempunyai kapasitas ikatan plasma
yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan
molar yang kurang. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan syaraf
pusat dan bersifat toksik.
Ikatan bilirubin-albumin menuju membran plasma hepatosit, albumin terikat dengan reseptor
permukaan sel. Kemudian bilirubin di transfer melalui sel membran yang berikatan dengan
ligandin. Bilirubin tak terkonjugasi dikonversi menjadi bilirubin yang terkonjugasi yang larut
dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucuronosyl
transferase (UDPG-T) menjadi bilirubin monoglukoronidase yang selanjutnya akan dikonjugasi
menjadi bilirubin diglukoronida. Bilirubin ini selanjutnya akan diekskresikan kedalam
kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke
retukulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya. Bilirubin didalam kanalikulus empedu
akan diekskresikan kedalam kantung empedu yang kemudian memasuki saluran cerna dan
diekskresikan melalui feses. Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkojugasi tidak
langsung dapat diresorbsi, kecuali jika dikonversi kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi
oleh enzim β-gukoronidase yang berada dalam usus. Pada neonatus mukosa usus halus dan
feses neonatus mengandung enzim β-glukoronidase yang dapat menghidrolisa
monoglukoronida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi yang
selanjutnya dapat diabsorbsi kembali dan lumen usus halus neonatus yang steril
menyebabkan bilirubin konjugasi tidak dapat diubah menjadi sterkobilin ( suatu produk yang
tidak dapat di absorbsi). Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna akan kembali ke hati untuk
dikonjugasi kembali (sirkulasi enterohepatik ).

HIPERBILIRUBINEMIA BAYI
Pada janin, tugas mengeluarkan bilirubin dari darah dilakukan oleh plasenta, dan
bukan oleh hati. Setelah bayi lahir, tugas ini langsung diambil alih oleh hati, yang memerlukan
sampai beberapa minggu untuk penyesuaian. Selama selang waktu tersebut, hati bekerja keras
untuk mengeluarkan bilirubin dari darah. Walaupun demikian, jumlah bilirubin yang tersisa
masih menumpuk di dalam tubuh. Oleh karena bilirubin berwarna kuning, maka jumlah bilirubin
yang berlebihan dapat memberi warna pada kulit, sklera, dan jaringan-jaringan tubuh lainnya.
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah
>5mg/dL, yang secara klinis ditandai oleh adanya ikterus, dengan faktor penyebab fisiologik
dan non-fisiologik
1. Icterus fisiologik
Bentuk ikterus ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar bilirubin tak
terkonjugasi pada minggu pertama >2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang diberi
susu formula, kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dl pada hari
ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan
penurunan lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 sampai 2 minggu. Pada bayi cukup
bulan yang mendapat ASI, kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih
tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat, bisa terjadi selama 2-4
minggu, bahkan dapat mencapai 6 minggu. Pada bayi kurang bulan yang mendapat
susu formula juga akan terjadi peningkatan kadar bilirubun dengan kadar puncak
yang lebih tinggi dan bertahan lebih lama, demikian pula dengan penurunannya bila
tidak diberikan fototerapi pencegahan. Peningkatan kadar billirubin sampai 10-12
mg/dl masih dalam kisaran fisiologik, bahkan hingga 15 mg/dL tanpa disertai
kelainan metabolism bilirubin.
2. Icterus non fisiologis
Jenis ikterus ini dahulu dikenal sebagai ikterus patologik, yang tidak mudah
dibedakan dengan ikterus fisiologik. Terdapatnya hal-hal di bawah ini merupakan
petunjuk untuk tindak lanjut, yaitu: Ikterus non-fisiologik ikterus yang terjadi
sebelum usia 24 jam; setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan
fototerapi; peningkatan kadar bilirubin total serum >0,5 mg/dL/jam; adanya
tanda-tanda penyakit yang mendasar pada setiap bayi (muntah, letargis, malas
menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang
tidak stabil); ikterus yang bertahan setelah delapan hari pada bayi cukup bulan
atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.

 Metabolisme bilirubin
Sebagian besar produksi bilirubin merupakan akibat degradasi
hemoglobin pada sistem retikuloendotelial. Tingkat penghancuran
hemoglobin pada neonatus lebih tinggi daripada bayi yang lebih tua. Sekitar
1 g hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek, yaitu bilirubin
yang larut dalam lemak tetapi tidak larut dalam air.
Transportasi bilirubin indirek melalui ikatan dengan albumin. Bilirubin
ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit, sedangkan albumin
tidak. Di dalam sel, bilirubin akan terikat pada ligandin, serta sebagian kecil
pada glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses
dua arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin plasma dan
ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit
dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu. Di dalam sitosol hepatosit,
ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak.
Di dalam hepatosit terjadi konjugasi lanjut dari bilirubin menjadi
bilirubin diglukoronid. Sebagian kecil bilirubin terdapat dalam bentuk
monoglukoronid, yang akan diubah oleh glukoronil-transferase menjadi
diglukorinid. Enzim yang terlibat dalam sintesis bilirubin diglukorinid, yaitu
uridin difosfat-glukoronid transferase (UDPG-T), yang mengatalisis
pembentukan bilirubin monoglukoronid. Sintesis dan ekskresi diglukoronid
terjadi di kanalikuli empedu. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan
hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi langsung ke dalam
empedu tanpa konjugasi, misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar.
Setelah konjugasi bilirubin menjadi bilirubin direk yang larut dalam air,
terjadi ekskresi segera ke sistem empedu kemudian ke usus. Di dalam usus,
bilirubin direk ini tidak di absorbsi; sebagian bilirubin direk dihidrolisis
menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi, siklus ini disebut siklus
enterohepatic.
 ETIOLOGI
Etiologi ikterus yang sering ditemukan ialah: hiperbilirubinemia fisiologik,
inkompabilitas golongan darah ABO dan Rhesus, breast milk jaundice,
infeksi, bayi dari ibu penyandang diabetes melitus, dan
polisitemia/hiperviskositas. ikterus Etiologi yang jarang ditemukan yaitu:
defisiensi G6PD, defisiensi piruvat kinase, sferositosis kongenital, sindrom
LuceyDriscoll, penyakit Crigler-Najjar, hipotiroid, dan hemoglobinopati.
Menurut Nelson (2011) secara garis besar etiologi ikterus atau
hiperbilirubinemia pada neonatus dapat dibagi menjadi :
a. Produksi bilirubin yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan
neonatus untuk mengeluarkan zat tersebut. Misalnya pada hemolisis
yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah
lain, defisiensi enzim G6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan
sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini
dapat disebabkan oleh asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom crigglerNajjar).
Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang
berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi bilirubin. Bilirubin dalam darah terikat pada
albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin
ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi
dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya
disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya
akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

 PATOFISIOLOGI
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak.
Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara
berikatan dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian
diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang
belum sempurna, karna belum terdapat bakteri pemecah, sehingga
pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang
kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus
bersirkulasi (Atika dan Jaya, 2016).
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya
dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Neonatus
mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena
konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang.
Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan syaraf
pusat dan bersifat toksik (Kosim, 2012).
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut
lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada bayi dengan
hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak
aktifnya glukoronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik
kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan
darah hepatik (Suriadi dan Yuliani 2010).
 FAKTOR RISIKO
ASI yang kurang
Bayi yang tidak mendapat ASI cukup saat menyusui dapat bermasalah
karena tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke usus untuk memroses
pembuangan bilirubin dari dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi pada bayi
prematur yang ibunya tidak memroduksi cukup ASI.

Peningkatan jumlah sel darah merah


Peningkatan jumlah sel darah merah dengan penyebab apapun berisiko
untuk terjadinya hiperbilirubinemia. Sebagai contoh, bayi yang memiliki
jenis golongan darah yang berbeda dengan ibunya, lahir dengan anemia
akibat abnormalitas eritrosit (antara lain eliptositosis), atau mendapat
transfusi darah; kesemuanya berisiko tinggi akan mengalami
hyperbilirubinemia.

Infeksi/ inkompabilitas ABO-Rh


Bermacam infeksi yang dapat terjadi pada bayi atau ditularkan dari ibu ke
janin di dalam rahim dapat meningkatkan risiko hiperbilirubinemia. Kondisi
ini dapat meliputi infeksi kongenital virus herpes, sifilis kongenital, rubela,
dan sepsis.
Gejala klinis pada hiperbillirubinemia
Sebagian besar kasus hiperbilirubinemia tidak berbahaya, tetapi
kadangkadang kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan
kerusakan otak (Kern icterus). Gejala klinis yang tampak ialah rasa kantuk,
tidak kuat menghisap ASI/susu formula, muntah, opistotonus, mata
terputar-putar keatas, kejang, dan yang paling parah bisa menyebabkan
kematian. Efek jangka panjang Kern icterus ialah retardasi mental,
kelumpuhan serebral, tuli, dan mata tidak dapat digerakkan ke atas.

 DIAGNOSIS
Bilirubin serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis
ikterus neonatorum serta untuk menentu-kan perlunya intervensi lebih
lanjut. Pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin total perlu
dipertimbangkan karena hal ini merupakan tindakan invasif yang dianggap
dapat meningkatkan morbiditas neonates

Bilirubinometer transkutan
Bilirubinometer merupakan instrumen spektrofotometrik dengan prinsip
kerja memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya (panjang gelombang
450 nm). Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit
neonatus yang sedang diperiksa

Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang cukup tinggi, namun masih
dapat digunakan bila tidak tersedia alat yang memadai. Pemeriksaan ini sulit
diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian.
Secara evident base, pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan,
namun bila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan
skrining. Bayi dengan skrining positif harus segera dirujuk untuk diagnosis
dan tata laksana lebih lanjut. Panduan WHO mengemukakan cara
menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut: 1. Pemeriksaan dilakukan
pada pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari)
karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan
buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang. 2. Kulit bayi
ditekan dengan jari secara lembut untuk mengetahui warna di bawah kulit
dan jaringan subkutan. 3. Keparahan ikterus ditentukan berdasarkan usia
bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.

 PENGOBATAN
Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi baru
lahir disebabkan oleh infeksi.

Fototerapi
Fototerapi dapat digunakan tunggal atau dikombinasi dengan transfusi
pengganti untuk menurunkan bilirubin. Bila neonatus dipapar dengan
cahaya berintensitas tinggi, tindakan ini dapat menurunkan bilirubin dalam
kulit. Secara umum, fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek
4-5 mg/dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram
harus difototerapi bila konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa pakar
mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksis 24 jam pertama
pada bayi berisiko tinggi dan berat badan lahir rendah.

Intravena immunoglobulin (IVIG)


Pemberian IVIG digunakan pada kasus yang berhubungan dengan faktor
imunologik. Pada hiperbilirubinemia yang disebabkan oleh inkompatibilitas
golongan darah ibu dan bayi, pemberian IVIG dapat menurunkan
kemungkinan dilakukannya transfusi tukar

Transfusi pengganti
Transfusi pengganti digunakan untuk mengatasi anemia akibat eritrosit yang
rentan terhadap antibodi erirtosit maternal; menghilangkan eritrosit yang
tersensitisasi; mengeluarkan bilirubin serum; serta meningkatkan albumin
yang masih bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatannya dangan
bilirubin

Penghentian ASI
Pada hiperbilirubinemia akibat pemberian ASI, penghentian ASI selama 24-
48 jam akan menurunkan bilirubin serum. Mengenai pengentian pemberian
ASI (walaupun hanya sementara) masih terdapat perbedaan pendapat

Terapi medikamentosa
Phenobarbital dapat merangsang hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini
efektif diberikan pada ibu hamil selama beberapa hari sampai beberapa
minggu sebelum melahirkan. Penggunaan phenobarbital post natal masih
menjadi pertentangan oleh karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin
dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya melalui urin sehingga
dapat menurunkan kerja siklus enterohepatika

Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengekskresikan bilirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang dapat
meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen dalam
empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk
mengikat bilirubin. Akan tetapi fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan
untuk mengatsi hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.

 KOMPLIKASI
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir apabila tidak segera diatasi dapat
mengakibatkan bilirubin encephalopathy (komplikasi serius). Pada
keadaan lebih fatal, hiperbilirubinemia pada neonates dapat
menyebabkan kern ikterus, yaitu kerusakan neurologis, cerebral palsy,
dan dapat menyebabkan retardasi mental, hiperaktivitas, bicara lambat,
tidak dapat mengoordinasikan otot dengan baik, serta tangisan yang
melengking (Suriadi dan Yuliani, 2010).
Menurut American Academy of Pediatrics (2004) manifestasi klinis kern
ikterus pada tahap kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang selamat biasanya
menderita gejala sisa berupa bentuk atheoid cerebral palsy yang berat,
gangguan pendengaran, paralisis upward gaze, dan dysplasia dental enamel.
Kern ikterus merupakan perubahan neuropatologi yang ditandai oleh
deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah otak terutama di ganglia
basalis, pons, dan cerebellum.

Bilirubin ensefalopati akut menurut American Academy of Pediatrics (2004)


terdiri dari tiga fase, yaitu :
a. Fase inisial, ditandai dengan letargis, hipotonik, berkurangnya gerakan
bayi, dan reflek hisap yang buruk.
b. Fase intermediate, ditandai dengan moderate stupor, iritabilitas, dan
peningkatan tonus (retrocollis dan opisthotonus) yang disertai demam.
c. Fase lanjut, ditandai dengan stupor yang dalam atau koma, peningkatan
tonus, tidak mampu makan, high-pitch cry, dan kadang kejang.

HUBUNGAN PREMATUR DENGAN IKTERUS NEONATORUM


Prematuritas berhubungan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
pada bayi baru lahir. Hal ini dikarenakan aktivitas uridine diphosphat
glukoronil transferase (UDPGT) hepatik yang menurun pada bayi
prematur, sehingga bilirubin konjugasi juga menurun. Selain itu juga
terjadi peningkatan hemolisis karena umur sel darah merah yang pendek
pada bayi prematur yang menyebabkan bilirubin tak terkonjugasi yang
banyak dalam darah.
Neonataus yang lahir prematur memiliki risiko yang lebih besar untuk
terjadi ikterus neonatorum. Hal ini disebabkan hampir seluruh organ tubuh
pada neonatus yang prematur masih belum sempurna sehingga enzim pada
hepar belum matang dan bilirubin tak terkonjugasi tidak dikonjugasikan
secara efektif. Selain itu, bilirubin yang berbahaya adalah bilirubin yang
tidak diikat oleh albumin. Neonatus yang lahir prematur memiliki kadar
serum bilirubin yang rendah, sehingga kadar bilirubin tak terkonjugasi yang
bebas meningkat yang dapat menyebabkan hiperbilirubin dan menimbulkan
ikterus neonatorum
HUBUNGAN BBLR DENGAN IKTERUS NEONATORUM
Bayi berat lahir normal maupun bayi berat lahir rendah dapat berisiko
terjadinya ikterus neonatorum. Kematangan pada organ bayi BBLR belum
maksimal dibandingkan dengan bayi yang memiliki berat badan lahir
normal. Proses pengeluaran bilirubin melalui organ hepar yang belum
matang menyebabkan terjadinya ikterus pada bayi. Sehingga terjadi
penumpukan bilirubin dan menyebabkan warna kuning pada permukaan
kulit.
Pada kondisi BBLR, ikterus neonatorum disebabkan karena
kematangan organ hepar yang belum maksimal sehingga konjugasi
bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi tidak maksimal
(6). Proses konjugasi yang tidak maksimal ini dapat menyebabkan proses
pengeluaran bilirubin melalui hepar terganggudan dapat menyebabkan
penumpukkan bilirubin dan warna kuning pada permukaan kuliT.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (22), didapatkan risiko BBLR
8,820 kali lebih besar dibandingkan pada neonatus dengan bayi berat lahir
normal. Hal ini dikarenakan pada bayi berat lahir rendah dapat
meningkatkan risiko untuk terjadinya infeksi yang disebabkan oleh
menurunnya cadangan imunoglobulin maternal, rusaknya kemampuan
untuk membentuk antibodi dan sistem integumen, serta kematangan hepar
yang belum maksimal menyebabkan konjugasi bilirubin tak terkonjugasi
menjadi bilirubin konjugasi belum sempurna

HUBUNGAN ASI KURANG DENGAN IKTERIK

KOMPLIKASI IKTERIK NEONATUS


Komplikasi ikterus neonatorum adalah Ensefalopatibilirubin atau kernikterus,
yaitu ikterus neonatorum yang berat dan tidak ditatalaksana dengan benar dan dapat
menimbulkan komplikasi ensefalopati bilirubin. Hal ini terjadi akibat terikatnya asam
bilirubin bebas dengan lipid dinding sel neuron di ganglia basal, batang otak dan
serebelum yang menyebabkan kematian sel.
- Ensefalopatibilirubin
Ensefalopati metabolik adalah pengertian umum keadaan klinis yang ditandai dengan:
1) Penurunan kesadaran sedang sampai berat.
2) Gangguan neuropsikoatrik kejang, lateralisasi.
3) Kelainan fungsi neurotransmitter otak.
4) Tanpa di sertai tanda tanda infeksi bakteri yang jelas

- Kern Ikterus
Kern ikterus adalah sindrom neurologik akibat dari akumulasi bilirubin indirek di ganglia bas
alis dan nuklei di batang otak. Faktor yang terkait dengan terjadinya sindrom ini adalah
kompleks yaitu termasuk adanya interaksi antara besaran kadar bilirubin indirek, pengikatan
albumin, kadar bilirubin bebas, pasase melewati sawar darah susep tibilitas neuron
terhadap injur

PROGNOSIS
Sekitar 80% bayi baru lahir yang mengalami ikterus akan mengalami kematian dan
sebagian besar disebabkan oleh sepsis. Sebagian besar bayi baru lahir yang
mengalami ikterus akan sembuh apabila ditangani dengan cepat dan tepat, sedangkan
ikterus neonatorum yang terlambat mendapat penanganan, sebagian besar akan
sembuh dengan gejala sis, berupa ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara, dan
retardasi mental.

Anda mungkin juga menyukai