D. Patoisiologi BBLR
Tingkat kematangan fungsi sistem organ neonatus merupakan syarat untuk
dapat beradaptasi dengan kehidupan diluar rahim. Secara umum bayi berat badan lahir
rendah ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan atau
prematur dan disebabkan karena dismaturitas. Biasanya hal ini terjadi karena adanya
gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh faktor
ibu, komplikasi hamil, komplikasi janin, plasenta yang menyebabkan suplai makanan
ibu ke bayi berkurang. Faktor lainnya yang menyebabkan bayi berat badan lahir
rendah yaitu faktor genetik atau kromosom, infeksi, kehamilan ganda, perokok,
peminum alkohol,dan sebagainya (Mochtar, 2018).
Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang,bayi prematur
cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola
pada masa neonatal. Berkaitan denganhal itu, maka menghadapi bayi prematur harus
memperhatikan masalah masalah sebagai berikut :
a. Sistem pengaturan suhu tubuh (Hipotermia)
Dalam kandungan, bayi berada dalam suhu lingkungan yang normal dan stabil
yaitu 36° sampai dengan 37° C. Segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu
lingkungan yang umumnya lebih rendah. Perbedaan suhu ini memberi pengaruh
pada kehilangan panas tubuh bayi. Hipotermia terjadi apabila suhu tubuh turun
dibawah 36,5° C. Apabila seluruh tubuh bayi teraba dingin maka bayi sudah
mengalami hipotermia sedang (suhu 32° sampai dengan 36° C). Disebut
hipotermia berat apabila suhu tubuh kurang dari 32° C (Pantiawati, 2020).
Hipotermia dapat terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas
dan kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan
otot-otot yang belum cukup memadai, lemak subkutan yang sedikit, belum
matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, luas permukaan tubuh relatif lebih
besar dibandingkan dengan berat badan sehingga mudah kehilangan panas
(Maryunani, Puspita 2019).
b.Gangguan pernafasan Asfiksia adalah suatu keadaan kegagalan bernafas secara
spontan dan teratur beberapa saat setelah lahir. Kegagalan ini menyebabkan
terjadinya hipoksia yang diikuti dengan asidosis respiratorik. Apabila proses
berlanjut maka metabolisme sel dalam suasana anaerob akan menyebabkan
asidosis metabolik yang selanjutnya terjadi perubahan kardiovaskuler. Menurunnya
atau terhentinyadenyut jantung menyebabkan iskemia. Iskemia setelah mengalami
asfiksia selama 5 menit menyebabkan penyumbatan pembuluh darah kecil dimana
akan mengakibatkan kerusakan-kerusakan menetap (Maryunani, Puspita 2019).
c. Hipoglikemia Glukosa merupakan sumber utama energi selama masa
janin.Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu
karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya
pemberian glukosa. Bayi aterm dapat mempertahankan kadar gula darah 50-60
mg/dL selama 72 jam pertama, sedangkan bayi berat badan lahir rendah dalam
kadar 40 mg/dL. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi.
Hipoglikemia bila kadar gula darah sama dengan atau kurang dari 20 mg/dL
(Pantiawati, 2020).
d. Sistem imunologi Kemungkinan terjadi kerentanan pada bayi dengan berat
lahirrendah terhadap infeksi mengalami peningkatan. Konsentrasi Ig G serum pada
bayi sama dengan bayi matur. Imunoglobulin G ibuditransfer secara aktif melalui
plasenta ke janin pada trimester terakhir. Konsentrasi Ig G yang rendah
mencerminkan fungsi plasenta yang buruk berakibat pertumbuhan janin intra uterin
yang buruk dan meningkatkan risiko infeksi post natal. Oleh karena itu bayi
dengan berat lahir rendah berpotensi mengalami infeksi lebih banyak dibandingkan
bayi matur (Maryunani, Puspita 2019).
e. Perdarahan intracranial Pada bayi dengan berat badan lahir rendah pembuluh darah
masih sangat rapuh hingga mudah pecah. Perdarahan intracranial dapat terjadi
karena trauma lahir, disseminated intravascularcoagulopathy atau trombositopenia
idiopatik. Matriks germinal epidimal yang kaya pembuluh darah merupakan
wilayah yang sangat rentan terhadap perdarahan selama minggu pertama
kehidupan (Pantiawati, 2020).
f. Rentan terhadap infeksi Pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin terjadi
pada minggu terakhir masa kehamilan. Bayi dengan berat badan lahir rendah
mudah menderita infeksi karena imunitas humoral dan seluler masih kurang hingga
bayi mudah menderita infeksi. Selain itu, karena kulit dan selaput membran bayi
dengan berat badan lahir rendah tidak memiliki perlindungan seperti bayi cukup
bulan (Pantiawati, 2020).
g. Hiperbilirubinemia Pada bayi dengan berat badan lahir rendah lebih sering
mengalami hiperbilirubinemia dibandingkan dengan bayi cukup bulan.
Hiperbilirubinemia merujuk pada tingginya kadar bilirubin terakumulasi dalam
darah ditandai dengan jaundis dan ikterus. Hiperbilirubinemia dapat terjadi akibat
peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi dan terkonjugasi (Wong, 2019).
E. Manifstasi klinis
a. Sebelum bayi lahir
1) Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus dan
lahir mati.
2) Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.
3) Pergerakan janin yang pertama (quickening) terjadi lebih lambat, gerakan janin
lebih lambat walaupun kehamilannya sudah agak lanjut.
4) Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang seharusnya.
5) Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion, hiperemesis gravidarum,
dan pada hamil lanjut dengan toksemia gravidarum,atau perdarahan antepartum.
b. Setelah bayi lahir
1) Berat badan lahir < 2.500 gram
2) Lingkar dada < 30 cm.
3) Panjang badan < 45 cm
4) Lingkar kepala < 33 cm
5) Kepala lebih besar dari badannya
6) Kulitnya tipis transparan dan banyak lanugo.
7) Lemak subkutan minimal.
Bayi dismatur dapat terjadi dalam masa preterm, term dan post term.
Karakteristik bayi dismatur pre term dan term sama dengan karakteristik bayi
prematur murni. Bayi dismatur dalam masa post term, memiliki karakteristik
sebagai berikut, kulit pucat/bernoda, mekonium kering keriput dan tipis,
vernicks caseosa tipis/tak ada, jaringan lemak di bawah kulit tipis, bayi tampak
gesit, aktif dan kuat, tali pusat berwarna kuning kehijauan. Bayi berat lahir
rendah dapat juga di bagi 3 stadium :
1) Stadium I
Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulit longgar, kering seperti
permen karet, namun belum terdapat noda mekonium.
2) Stadium II
Bila didapatkan tanta-tanda stadium I ditambah warna kehijauann pada kulit,
plasenta dan umbilikus hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur
dalam amnion kemudian mengendap ke dalam kulit, umbilikus dan plasenta
sebagai akibat anoksia intrauterus.
3) Stadium III
Ditemukan tanda stadium II ditambah kulit berwarna kuning, demikian pula
kuku dan tali pusat.
4) Pengkajian kardiovaskuler
a) Tentukan denyut jantung dan iramanya.
b) Jelaskan bunyi jantung, termasuk adanya bising.
c) Tentukan titik intensitas maksimal (point of maximum intensity/PMI), titik
ketika bunyi denyut jantung paling keras terdengar danteraba (perubahan
PMI menunjukkan adanya pergeseran imediastinum).
d) Jelaskan warna bayi (bisa karena gangguan jantung, respirasi
atauhematopoetik), sianosis pucat, plethora, jaundis, dan bercak-bercak.
e) Kaji warna dasar kuku, membran mukosa, dan bibir.
f) Tentukan tekanan darah, dan tunjukkan ekstermitas yang dipakai.
5) Pengkajian gastrointestinal
a) Tentukan adanya distensi abdomen, adanya edema dindingabdomen, tampak
pelistaltik, tampak gulungan usus, dan status umbilicus.
b) Tentukan adanya tanda regurgitasi dan waktu yang berkaitan dengan
pemberian makanan, karakter dan jumlah residu jika makanan keluar, jika
terpasang selang nasogasrtik, jelaskan tipepenghisap, dan haluaran (warna,
konsistensi, pH).
c) Palpasi batas hati (3 cm dibawah batas kosta kanan).
d) Jelaskan jumlah, warna, dan konsistensi feses, periksa adanya darah.
e) Jelaskan bising usus.
6) Pengkajian genitourinaria
a) Jelaskan setiap abnormalitas genitalia.
b) Jelaskan jumlah (dibandingkan dengan berat badan), warna pH,temuan lab-
stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaring kecukupan hidrasi).
c) Periksa berat badan (pengukuran yang paling akurat dalam mengkaji hidrasi).
7) Pengkajian neurologis-muskuloskeletal
a) Jelaskan gerakan bayi, kejang, kedutan, tingkat aktivitas terhadaprangsang,
dan evaluasi sesuai masa gestasinya.
b) Jelaskan posisi bayi atau perilakunya (fleksi, ekstensi).
c) Jelaskan refleks yang ada (moro, rooting, sucking, plantar, tonickneck,
palmar).
d) Tentukan tingkat respons dan kenyamanan.
8) Suhu tubuh
a) Tentukan suhu kulit dan aksila.
b) Tentukan hubungan dengan suhu sekitar lingkungan.
9) Pengkajian kulit
a) Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda iritasi,
melepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama dimanaperalatan pemantau
infus atau alat lain bersentuhan dengan kulit.
b) Periksa juga dan catat preparat kulit yang dipakai (missal plester, povidone-
jodine).
c) Tentukan tekstur dan turgor kulit kering, lembut, bersisik, terkelupas dan
lain-lain.
d) Terangkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang sering muncul menurut (Wong, 2009) :
a. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan Imaturitas neurologis, penurunan
energi ditandai dengan dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan, pola nafas
abnormal, pernapasan cuping hidung. (D.0005)
b. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan fluktuasi suhu lingkungan
ditandai dengan kulit dingin/hangat, menggigil, pucat, frekuensi nafas meningkat,
kulit kemerahan. (D.0149)
c. Resiko infeksi berhubungan dengan defek pertahanan imunologik (D.0142)
d. Risiko Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
(D.0032)
3. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
.
1. Pola Nafas tidak efektif (L.01004) 1. Pemantauan Respirasi (I.01014)
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi a) Obsevasi
Imaturitas neurologis, keperawatan selama 3 x 24 Jam maka - Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
penurunan energi diharapkan pola nafas membaik, dengan - Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
ditandai dengan dispnea, kriteria hasil : hiperventilasi, Kusmaul, cheyne-Stokes, Biot,
penggunaan otot bantu 1. Ventilasi semenit meningkat ataksik)
pernapasan, pola nafas 2. Dispnea menurun - Monitor kemampuan batuk efektif
abnormal, pernapasan 3. Penggunaan otot bantu - Monitor adanya produksi sputum
cuping hidung. (D.0005) nafas menurun - Monitor adanya sumbatan jalan napas
4. Pemanjangan fase ekspirasi menurun - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
5. Frekuensi nafas membaik - Auskultasi bunyi napas
6. Kedalaman nafas membaik - Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor x-ray toraks
b) Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c) Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2. Manajemen Jalan Napas (I.01001)
a) Observasi
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
weezing, ronchi)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
b) Terapeutik
- Pertahankan kepatnan jalan napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-trush jika cuirga trauma cervical)
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berian minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15 detik
- Lakukanhiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
- Berikan oksigen, jika perlu
c) Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 200 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
d) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektroran,
mukolitik, jika perlu.
2. Termoregulasi tidak (L.14134) 1. Edukasi Termoregulasi (I.12457)
efektif berhubungan Setelah dilakukan intervensi a. Observasi
dengan fluktuasi suhu keperawatan selama 3 x 24 Jam maka - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
lingkungan ditandai diharapkan termoregulasi membaik, b. Terapeutik
dengan kulit dengan kriteria hasil : - Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
dingin/hangat, 1. Mengigil menurun - Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
menggigil, pucat, 2. Kulit merah menurun - Berikan kesempatan untuk bertanya
frekuensi nafas 3. Kejang menurun c. Edukasi
meningkat, kulit 4. Akrosianosis menurun - Anjurkan kompres hangat jika demam
kemerahan. (D.0149) 5. Pucat menurun - Anjurkan penggunaan pakaian yang mudah
6. Takikardia menurun menyerap keringat
7. Takipnea menurun - Anjurkan tetap memandikan pasien
8. Bradikardia menurun - Anjurkan pemberian antipiretik
9. Dasar kuku sianosik menurun - Anjurkan memperbanyak minum
10. Hipoksia menurun - Anjurkan penggunaan pakaian longgar
11. Suhu tubuh membaik - Anjurkan minum analgesik jika merasa pusing,
12. Suhu kulit membaik sesuai indikasi
13. Kadar glukosa darah membaik - Anjurkan melakukan pemeriksaan darah jika demam > 3
14. Pengisian kapiler membaik hari
15. Ventilasi membaik
16. Tekanan darah membaik
3. Resiko infeksi (L.14137 ) 1. PENCEGAHAN INFEKSI (I. 14539)
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi a. Observasi
defek pertahanan keperawatan selama 3 x 24 jam maka Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
imunologik (D.0142) tingkat infeksi menurun, dengan kriteria b. Terapeutik
hasil : - Batasi jumlah pengunjung
1. Kebersihan tangan meningkat - Berikan perawatan kulit pada area edema
2. Kebersihan badan meningkat - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
3. Kemerahan menurun dan lingkungan
4. Cairan berbau busuk menurun - Pertahankan teknik aseptic pada apsien beesiko tinggi
5. Sputum berwarna hijau menurun c. Edukasi
6. Periode menggil menurun - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Letargi menurun - Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
8. Kadar sel darah putih membaik - Ajarkan etika batuk
9. Kultur darah, urinem sputum, - Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
feses Membaik - Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
10.Ventilasi membaik - Anjurkan meningkatkan asupan cairan
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
4. Risiko defisit nutrisi (L.03030) 1. Manajemen gangguan makan (I.0311)
berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan keperawatan a. Observasi
ketidakmampuan selama 3 x 24 jam diharapkan status - Monitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan serta
mengabsorbsi nutrien nutrisi membaik, dengan kriteria hasil: kebutuhan kalori
`(D.0032) 1. Porsi makan yang dihabiskan b. Terapeutik
meningkat - Timbang berat badan secara rutin
2. Kekuatan otot pengunyah dan - Diskusikan perilaku makan dan jumlah aktivitas fisik
menelan meningkat (termasuk olahraga) yang sesuai
3. Nyeri abdomen menurun - Lakukan kontrak perilaku
4. Daire menurun - Dampingi ke kamar mandi untuk pengamatan perilaku
5. IMT membaik memuntahkan kembali maknan
6. Frekuensi makan membaik - Berikan peguatan positif terhadap keberhasilan target dan
7. Nafsu makan membaik perubahan perilaku
8. Bising usus membaik - Berikan konsekuensi jika tidak mencapai target sesuai
9. Membrane mukosa membaik kontrak
- Rencanakan program pengobatan untuk perawatan di
rumah.
c. Edukasi
- Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan dan
situasi pemicu pengeluaran makanan
- Ajarkan pengaturan diet yang tepat
- Ajarkan keterampilan koping untuk penyelesaian masalah
perilaku makan
d. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan,
kebutuhan kalori dan pilihan makanan.
Arief dan Weni Kristiyanasari. 2016. Neonatus Dan Asuhan Keperawatan Anak.
Yogyakarta:Nuha Offset.
Karwati, dkk. 2021. Asuhan Kebidanan V (Kebidanan Komunitas). Jakarta: CV.Trans
Medika.
Maryunani, A. 2018 Asuhan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).Jakarta:Trans
Info Media.
Maryunani, Anik I dan Eka Puspita Sari. 2019. Asuhan Kaperawatan Daruratan Maternitas
& Neonatal. Jakarta: Trans Info Media.
Mitayani. 2019. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika:Jakarta.
Mochtar, Rustam. 2019. Sinopsis Obstetri.Jakarta:EGC,
Pantiawati, ika. 2019. Bayi Dengan BBLR. Yogyakarta: Muha Medika.
Potter & Perry. 2016. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, & Praktik,
Jakarta: EGC.
Proverawati, Atikah dan Ismawati Cahyo. 2020. BBLR: Berat Badan Lahir Rendah.
Nuha Medika:Yogyakarta
Putra, S R. 2021. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita untuk Keperawatan dan Kebidanan.
Yogyakarta: D-Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
Wong , 2019. Berat Badan Lahir Rendah. Jakarta: EGC.
Wulandari, diah, dkk. 2019. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Mitra Cendikia.