OLEH
MOH. TAUFIQ MANTO
4123011
CI LAHAN CI INSTITUSI
D. Patoisiologi BBLR
Tingkat kematangan fungsi sistem organ neonatus merupakan syarat untuk
dapat beradaptasi dengan kehidupan diluar rahim. Secara umum bayi berat badan lahir
rendah ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan atau
prematur dan disebabkan karena dismaturitas. Biasanya hal ini terjadi karena adanya
gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh faktor
ibu, komplikasi hamil, komplikasi janin, plasenta yang menyebabkan suplai makanan
ibu ke bayi berkurang. Faktor lainnya yang menyebabkan bayi berat badan lahir
rendah yaitu faktor genetik atau kromosom, infeksi, kehamilan ganda, perokok,
peminum alkohol,dan sebagainya (Mochtar, 2012).
Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang,bayi prematur
cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola
pada masa neonatal. Berkaitan denganhal itu, maka menghadapi bayi prematur harus
memperhatikan masalah masalah sebagai berikut :
a. Sistem pengaturan suhu tubuh (Hipotermia)
Dalam kandungan, bayi berada dalam suhu lingkungan yang normal dan stabil
yaitu 36° sampai dengan 37° C. Segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu
lingkungan yang umumnya lebih rendah. Perbedaan suhu ini memberi pengaruh
pada kehilangan panas tubuh bayi. Hipotermia terjadi apabila suhu tubuh turun
dibawah 36,5° C. Apabila seluruh tubuh bayi teraba dingin maka bayi sudah
mengalami hipotermia sedang (suhu 32° sampai dengan 36° C). Disebut
hipotermia berat apabila suhu tubuh kurang dari 32° C (Pantiawati, 2010).
Hipotermia dapat terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas
dan kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan
otot-otot yang belum cukup memadai, lemak subkutan yang sedikit, belum
matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, luas permukaan tubuh relatif lebih
besar dibandingkan dengan berat badan sehingga mudah kehilangan panas
(Maryunani, Puspita 2013).
b. Gangguan pernafasan Asfiksia adalah suatu keadaan kegagalan bernafas secara
spontan dan teratur beberapa saat setelah lahir. Kegagalan ini menyebabkan
terjadinya hipoksia yang diikuti dengan asidosis respiratorik. Apabila proses
berlanjut maka metabolisme sel dalam suasana anaerob akan menyebabkan
asidosis metabolik yang selanjutnya terjadi perubahan kardiovaskuler. Menurunnya
atau terhentinyadenyut jantung menyebabkan iskemia. Iskemia setelah mengalami
asfiksia selama 5 menit menyebabkan penyumbatan pembuluh darah kecil dimana
akan mengakibatkan kerusakan-kerusakan menetap (Maryunani, Puspita 2014).
c. Hipoglikemia Glukosa merupakan sumber utama energi selama masa
janin.Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu
karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya
pemberian glukosa. Bayi aterm dapat mempertahankan kadar gula darah 50-60
mg/dL selama 72 jam pertama, sedangkan bayi berat badan lahir rendah dalam
kadar 40 mg/dL. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi.
Hipoglikemia bila kadar gula darah sama dengan atau kurang dari 20 mg/dL
(Pantiawati, 2010).
d. Sistem imunologi Kemungkinan terjadi kerentanan pada bayi dengan berat
lahirrendah terhadap infeksi mengalami peningkatan. Konsentrasi Ig G serum pada
bayi sama dengan bayi matur. Imunoglobulin G ibuditransfer secara aktif melalui
plasenta ke janin pada trimester terakhir. Konsentrasi Ig G yang rendah
mencerminkan fungsi plasenta yang buruk berakibat pertumbuhan janin intra uterin
yang buruk dan meningkatkan risiko infeksi post natal. Oleh karena itu bayi
dengan berat lahir rendah berpotensi mengalami infeksi lebih banyak dibandingkan
bayi matur (Maryunani, Puspita 2014).
e. Perdarahan intracranial Pada bayi dengan berat badan lahir rendah pembuluh darah
masih sangat rapuh hingga mudah pecah. Perdarahan intracranial dapat terjadi
karena trauma lahir, disseminated intravascularcoagulopathy atau trombositopenia
idiopatik. Matriks germinal epidimal yang kaya pembuluh darah merupakan
wilayah yang sangat rentan terhadap perdarahan selama minggu pertama
kehidupan (Pantiawati, 2010).
f. Rentan terhadap infeksi Pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin terjadi
pada minggu terakhir masa kehamilan. Bayi dengan berat badan lahir rendah
mudah menderita infeksi karena imunitas humoral dan seluler masih kurang hingga
bayi mudah menderita infeksi. Selain itu, karena kulit dan selaput membran bayi
dengan berat badan lahir rendah tidak memiliki perlindungan seperti bayi cukup
bulan (Pantiawati, 2010).
g. Hiperbilirubinemia Pada bayi dengan berat badan lahir rendah lebih sering
mengalami hiperbilirubinemia dibandingkan dengan bayi cukup bulan.
Hiperbilirubinemia merujuk pada tingginya kadar bilirubin terakumulasi dalam
darah ditandai dengan jaundis dan ikterus. Hiperbilirubinemia dapat terjadi akibat
peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi dan terkonjugasi (Wong, 2009).
Risiko
infeksi
Pola nafas
tidak efektif
I. Komplikasi
a) Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan barnapas pada bayi)
b) Hipoglikemi simptomatik, terutama pada laki-laki.
c) Penyakit membrane hialin: disebabkan karena surfaktan paru belum
sempurna/cukup, sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan inspirasi,
tidak tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga selalu dibutuhkan tenaga
negative yang tinggi untuk untuk pernapasan berikutnya.
d) Asfiksia neonatorum
e) Hiperbilirubinemia Bayi dismatur sering mendapatkan hiperbilirubinemia, hal ini
mungkin disebabkan karena gangguan pertumbuhan hati.
2) Pengkajian umum
a) Timbang bayi tiap hari, atau lebih bila ada permintaan denganmenggunakan
timbangan elektronik.
b) Ukur panjang badan, dan lingkar kepala secara berkala.
c) Jelaskan bentuk dan ukuran tubuh secara umum, postur saatistirahat,
kemudian bernafas, dan adanya lokasi edema.
d) Observasi adanya deformitas yang tampak.
e) Observasi setiap tanda kegawatan, warna yang buruk, hipotonia,tidak
responsive, dan apnea.
3) Pengkajian respirasi
a) Observasi bentuk dada (barrel, konkaf), simetri, adanya insisi,slang dada,
atau devisiasi lainnya.
b) Observasi adanya penggunaan otot penapasan tambahan cuping hidung atau
retraksi substernal, interkostal atau subklavikular.
c) Tentukan frekuensi pernapasan dan keteraturannya.
d) Lakukan auskultasi dan jelaskan suara napas (stridor, krepitasi, mengi, suara
basah berkurang, daerah tanpa suara, grunting), berkurangnya masukan
udara, dan kesamaan suara napas.
e) Tentukan apakah diperlukan pengisapan.
4) Pengkajian kardiovaskuler
a) Tentukan denyut jantung dan iramanya.
b) Jelaskan bunyi jantung, termasuk adanya bising.
c) Tentukan titik intensitas maksimal (point of maximum intensity/PMI), titik
ketika bunyi denyut jantung paling keras terdengar danteraba (perubahan
PMI menunjukkan adanya pergeseran imediastinum).
d) Jelaskan warna bayi (bisa karena gangguan jantung, respirasi
atauhematopoetik), sianosis pucat, plethora, jaundis, dan bercak-bercak.
e) Kaji warna dasar kuku, membran mukosa, dan bibir.
f) Tentukan tekanan darah, dan tunjukkan ekstermitas yang dipakai.
5) Pengkajian gastrointestinal
a) Tentukan adanya distensi abdomen, adanya edema dindingabdomen, tampak
pelistaltik, tampak gulungan usus, dan status umbilicus.
b) Tentukan adanya tanda regurgitasi dan waktu yang berkaitan dengan
pemberian makanan, karakter dan jumlah residu jika makanan keluar, jika
terpasang selang nasogasrtik, jelaskan tipepenghisap, dan haluaran (warna,
konsistensi, pH).
c) Palpasi batas hati (3 cm dibawah batas kosta kanan).
d) Jelaskan jumlah, warna, dan konsistensi feses, periksa adanya darah.
e) Jelaskan bising usus.
6) Pengkajian genitourinaria
a) Jelaskan setiap abnormalitas genitalia.
b) Jelaskan jumlah (dibandingkan dengan berat badan), warna pH,temuan lab-
stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaring kecukupan hidrasi).
c) Periksa berat badan (pengukuran yang paling akurat dalam mengkaji hidrasi).
7) Pengkajian neurologis-muskuloskeletal
a) Jelaskan gerakan bayi, kejang, kedutan, tingkat aktivitas terhadaprangsang,
dan evaluasi sesuai masa gestasinya.
b) Jelaskan posisi bayi atau perilakunya (fleksi, ekstensi).
c) Jelaskan refleks yang ada (moro, rooting, sucking, plantar, tonickneck,
palmar).
d) Tentukan tingkat respons dan kenyamanan.
8) Suhu tubuh
a) Tentukan suhu kulit dan aksila.
b) Tentukan hubungan dengan suhu sekitar lingkungan.
9) Pengkajian kulit
a) Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda iritasi,
melepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama dimanaperalatan pemantau
infus atau alat lain bersentuhan dengan kulit.
b) Periksa juga dan catat preparat kulit yang dipakai (missal plester, povidone-
jodine).
c) Tentukan tekstur dan turgor kulit kering, lembut, bersisik, terkelupas dan
lain-lain.
d) Terangkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang sering muncul menurut (Wong, 2009) :
a. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan Imaturitas neurologis, penurunan
energi ditandai dengan dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan, pola nafas
abnormal, pernapasan cuping hidung. (D.0005)
b. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan fluktuasi suhu lingkungan
ditandai dengan kulit dingin/hangat, menggigil, pucat, frekuensi nafas meningkat,
kulit kemerahan. (D.0149)
c. Resiko infeksi berhubungan dengan defek pertahanan imunologik (D.0142)
d. Risiko Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
(D.0032)
3. Intervensi keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Pola Nafas tidak efektif (L.01004) 1. Pemantauan Respirasi (I.01014)
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi keperawatan a) Obsevasi
Imaturitas neurologis, selama 3 x 24 Jam maka diharapkan pola - Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
penurunan energi ditandai nafas membaik, dengan kriteria hasil : - Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
dengan dispnea, 1. Ventilasi semenit meningkat Kusmaul, cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
penggunaan otot bantu 2. Dispnea menurun - Monitor kemampuan batuk efektif
pernapasan, pola nafas 3. Penggunaan otot bantu nafas menurun - Monitor adanya produksi sputum
abnormal, pernapasan 4. Pemanjangan fase ekspirasi menurun - Monitor adanya sumbatan jalan napas
cuping hidung. (D.0005) 5. Frekuensi nafas membaik - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
6. Kedalaman nafas membaik - Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor x-ray toraks
b) Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c) Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2. Manajemen Jalan Napas (I.01001)
a) Observasi
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing,
ronchi)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
b) Terapeutik
- Pertahankan kepatnan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw-trush jika cuirga trauma cervical)
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berian minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15 detik
- Lakukanhiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
- Berikan oksigen, jika perlu
c) Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 200 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
d) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektroran, mukolitik,
jika perlu.
2. Termoregulasi tidak efektif (L.14134) 1. Edukasi Termoregulasi (I.12457)
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi keperawatan a. Observasi
fluktuasi suhu lingkungan selama 3 x 24 Jam maka diharapkan - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
ditandai dengan kulit termoregulasi membaik, dengan kriteria b. Terapeutik
dingin/hangat, menggigil, hasil : - Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
pucat, frekuensi nafas 1. Mengigil menurun - Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
meningkat, kulit 2. Kulit merah menurun - Berikan kesempatan untuk bertanya
kemerahan. (D.0149) 3. Kejang menurun c. Edukasi
4. Akrosianosis menurun - Anjurkan kompres hangat jika demam
5. Pucat menurun - Anjurkan penggunaan pakaian yang mudah menyerap keringat
6. Takikardia menurun - Anjurkan tetap memandikan pasien
7. Takipnea menurun - Anjurkan pemberian antipiretik
8. Bradikardia menurun - Anjurkan memperbanyak minum
9. Dasar kuku sianosik menurun - Anjurkan penggunaan pakaian longgar
10. Hipoksia menurun - Anjurkan minum analgesik jika merasa pusing, sesuai indikasi
11. Suhu tubuh membaik - Anjurkan melakukan pemeriksaan darah jika demam > 3 hari
12. Suhu kulit membaik
13. Kadar glukosa darah membaik
14. Pengisian kapiler membaik
15. Ventilasi membaik
16. Tekanan darah membaik
3. Resiko infeksi (L.14137 ) 1. PENCEGAHAN INFEKSI (I. 14539)
berhubungan dengan defek Setelah dilakukan intervensi keperawatan a. Observasi
pertahanan imunologik selama 3 x 24 jam maka tingkat infeksi Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
(D.0142) menurun, dengan kriteria hasil : b. Terapeutik
1. Kebersihan tangan meningkat - Batasi jumlah pengunjung
2. Kebersihan badan meningkat - Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Kemerahan menurun - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
4. Cairan berbau busuk menurun lingkungan
5. Sputum berwarna hijau menurun - Pertahankan teknik aseptic pada apsien beesiko tinggi
6. Periode menggil menurun c. Edukasi
7. Letargi menurun - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
8. Kadar sel darah putih membaik - Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
9. Kultur darah, urinem sputum, feses - Ajarkan etika batuk
Membaik - Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
10. Ventilasi membaik - Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
4. Risiko defisit nutrisi (L.03030) 1. Manajemen gangguan makan (I.0311)
berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan keperawatan a. Observasi
ketidakmampuan selama 3 x 24 jam diharapkan status nutrisi - Monitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan serta
mengabsorbsi nutrien membaik, dengan kriteria hasil: kebutuhan kalori
`(D.0032) 1. Porsi makan yang dihabiskan meningkat b. Terapeutik
2. Kekuatan otot pengunyah dan menelan - Timbang berat badan secara rutin
meningkat - Diskusikan perilaku makan dan jumlah aktivitas fisik
3. Nyeri abdomen menurun (termasuk olahraga) yang sesuai
4. Daire menurun - Lakukan kontrak perilaku
5. IMT membaik - Dampingi ke kamar mandi untuk pengamatan perilaku
6. Frekuensi makan membaik memuntahkan kembali maknan
7. Nafsu makan membaik - Berikan peguatan positif terhadap keberhasilan target dan
8. Bising usus membaik perubahan perilaku
9. Membrane mukosa membaik - Berikan konsekuensi jika tidak mencapai target sesuai kontrak
- Rencanakan program pengobatan untuk perawatan di rumah.
c. Edukasi
- Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan dan situasi
pemicu pengeluaran makanan
- Ajarkan pengaturan diet yang tepat
- Ajarkan keterampilan koping untuk penyelesaian masalah
perilaku makan
d. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan,
kebutuhan kalori dan pilihan makanan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam
merespon rangsangan nyeri, di antaranya hilangnya perasaan nyeri, menurunnya
intensitas nyeri, adanya respon fisiologis yang baik dan pasien mampu melakukan
aktifitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri.
Daftar pustaka
Arief dan Weni Kristiyanasari. 2016. Neonatus Dan Asuhan Keperawatan Anak.
Yogyakarta:Nuha Offset.
Karwati, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan V (Kebidanan Komunitas). Jakarta: CV.Trans
Medika.
Maryunani, A. 2013a. Asuhan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).Jakarta:Trans
Info Media.
Maryunani, Anik I dan Eka Puspita Sari. 2013b. Asuhan Kaperawatan Daruratan Maternitas
& Neonatal. Jakarta: Trans Info Media.
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika:Jakarta.
Mochtar, Rustam. 2012. Sinopsis Obstetri.Jakarta:EGC,
Nelson. 2010. Patofisiologi Berat Badan Lahir Rendah.Jakarta: EGC
Pantiawati, ika.2010. Bayi Dengan BBLR. Yogyakarta: Muha Medika.
Potter & Perry. 2016. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, & Praktik,
Jakarta: EGC.
Proverawati, Atikah dan Ismawati Cahyo. 2010. BBLR: Berat Badan Lahir Rendah. Nuha
Medika:Yogyakarta
Putra, S R. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita untuk Keperawatan dan Kebidanan.
Yogyakarta: D-Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
Wong , 2009. Berat Badan Lahir Rendah. Jakarta: EGC.
Wulandari, diah, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Mitra Cendikia.