Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Anak Profesi Ners
Universitas ‘Aisyiyah Bandung
Dosen pembimbing :
Disusun Oleh :
Yulindawati
402022098
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan yang ditimbang pada
saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir (Pantiawati, 2010). Istilah
bayi dengan berat lahir rendah dulu sama dengan 2500 gram disebut dengan
prematur. Mortalitas dan morbiditas pada bayi dengan berat lahir rendah tidak
hanya bergantung pada berat badannya tetapi juga pada tingkat kematuran bayi
tersebut (Pantiawati, 2010).
Untuk mendapatkan kesamaan pada kongres European Perinatal
Medicine II di London (1970) dalam Pantiawati (2010), telah disusun definisi
sebagai berikut:
1. Preterm infant (prematur) atau bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa
kehamilan kurang dari 37 minggu (259) hari.
2. Term infant atau bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai
37 minggu sampai dengan 42 minggu (259-293) hari.
3. Post term atau bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42
minggu atau lebih (294) hari atau lebih.
B. Klasifikasi
C. Manifestasi Klinis
D. Etiologi
Usia ibu kurang dari 16 tahun menunjukkan rahim dan panggul ibu belum
berkembang sempurana, usia diatas 35 tahun mengakibatkan timbulya
masalah kesehatan yang kronis seperti penyakit hipertensi dan diabetes
mellitus serta dapat menimbulkan terjadinya resiko plasenta previa.
c. Jarak kehamilan yang terlalu dekat
Jarak kehamilan yang terlalu dekat dengan jarak kehamilan kurang dari 2
tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin yang kurang baik, ibu yang
telah melahirkan anak dengan jarak kehamilan yang terlalu dekat akan dapat
menimbulkan meningkatnya resiko mengalami perdarahan pada trimester III.
d. Keadaan sosial
1) Keadaan sosial ekononi yang rendah
E. Patofisiologis
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang
belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas.
Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB)
lahirnya lebih kecil dari masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram.
Masalah ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam
kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta,
infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan
ke bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak
mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat badan
lahir normal. Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak
menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat
hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu dengan
kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada
masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian
yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
F. Pathway
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada bayi BBLR Mitayani (2009) dalam Dewi (2018):
a. pH : 7,35-7,45
b. TCO2 : 23-27 mmol/L
c. PCO2 : 35-45 mmHg
d. PO2 : 80-100 mmHg
e. Saturasi O2 : 95 % atau lebih
Bilirubin normal:
Dampak atau masalah jangka pendek yang terjadi pada BBLR menurut
Proverawati & Ismawati (2010) adalah sebagai berikut:
1. Gangguan metabolik
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar IgG,
maupun gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk
antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap infeksi belum baik. Karena
sistem kekebalan tubuh bayi BBLR belum matang. Bayi juga dapat terkena
infeksi saat jalan lahir atau tertular infeksi ibu melalui plasenta.
3. Gangguan pernafasan
Pada BBLR kurang, cukup maupun lebih bulan akan berdampak pada
proses adaptasi pernafasan waktu lahir sehingga mengalami asfiksia lahir.
c. Apneu periodik
Apneu periodik ini terjadi pada bayi BBLR karena prematuritas. Organ
paru-paru dan susunan saraf pusat yang belum sempurna mengakibatkan
terkadang bayi henti nafas.
d. Paru belum berkembang
Paru belum berkembang ini menyebabkan bayi sesak nafas, sehingga bayi
BBLR membutuhkan kecepatan dan ketrampilan resusitasi.
e. Retrolental fibroplasias
d. Gangguan elektrolit
Cairan yang diperlukan tergantung dari masa gestasi, keadaan lingkungan
dan penyakit bayi ini dikarenakan kehilangan cairan dan elektrolit melalui
tinja dari bayi yang tidak mendapat makanan melalui mulut, sangat sedikit.
Kebutuhan akan cairan sesuai dengan kehilangan cairan insensible, cairan
yang dikeluarkan ginjal dan pengeluaran cairan yang disebabkan keadaan
lainnya. Kehilangan cairan insensible berhubungan tidak langsung dengan
masa gestasi.
Dampak atau masalah jangka panjang yang terjadi pada BBLR menurut
Proverawati & Ismawati (2010) adalah sebagai berikut :
1. Masalah psikis
Masalah psikis yang jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi
BBLR adalah sebagai berikut :
a. Gangguan perkembangan dan pertumbuhan
Pada bayi BBLR, pertumbuhan dan perkembangan lebih lambat berkaitan
dengan maturitas anak.
b. Gangguan bicara dan komunikasi
Menunjukkan perbedaan kecepatan bicara yang menarik antara BBLR dan
BBN. Pada bayi BBLR kemampuan bicaranya akan terlambat dibandingkan BLN
sampai usia 6 setengah tahun.
c. Gangguan neurologi dan kognisi
Pada BBLSR erat hubungannya dengan usia kehamilan dan kelainan
neurologi berbanding terbalik dengan derjata imaturitas bayi (ditinjau dari berat
badan lahir atau masa gestasinya)
2. Masalah fisik
a. Penyakit paru kronis
Penyakit dengan keadaan ini disebabkan karena infeksi, kebiasaan ibu
merokok selama kehamilan, dan radiasi udara di lingkungan.
b. Gangguan penglihatan dan pendengaran.
Retinopathy of prematurity (ROP) menyerang bayi BBLR dengan BB
<1500 gram dan masa gestasi < 30 minggu.
c. Kelainan bawaan
Kelainan bawaan merupakan suatu kelainan pada struktur, fungsi serta
metabolisme dalam tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dilahirkan.
I. Penatalaksanaan
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR, tetapi
terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena berbagai
mekanisme ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang. Jumlah,
jadwal, dan metode pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi.
Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi
keduanya.
Kebutuhan bayi untuk tumbuh cepat dan pemeliharaan harian harus
dipenuhi dalam keadaan adanya banyak kekurangan anatomi dan fisiologis.
Meskipun beberapa aktivitas menghisap dan menelan sudah ada sejak sebelu lahir,
namun koordinasi mekanisme ini belum terjadi sampai kurang lebih 32 sampai 34
minggu usia gestasi, dan belum sepenuhnya sinkron dalam 36 sampai 37 minggu.
Pemberian makan bayi awal ( dengan syarat bayi stabil secara medis)
dapat menurunkan insidens faktor komplikasi seperti hipoglikemia, dehidrasi,
derajat hiperbilirubinemia bayi BBLR dan preterm yang terganggu memerlukan
metode alternatif, air steril dapat diberikan terlebih dahulu. Jumlah yang diberikan
terutama ditentukan oleh pertambahan berat badan bayi BBLR dan toleransi
terhadap pemberian makan sebelum dan ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai
asupan kalori yang memuaskan dapat tercapai.
Bayi BBLR dan preterm menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran
dalam memberikan makan dibandingkan pada bayi cukup bulan, dan mekanisme
oral-faring dapat terganggu oleh usaha pemberian makan yang terlalu cepat.
Penting untuk tidak membuat bayi kelelahan atau melebihi kapasitas mereka
dalam menerima makanan.
PMK tidak diberikan sepanjang waktu tetapi hanya dilakukan jika ibu
mengunjungi bayinya yang masih berada dalam perawatan di inkubator dengan
durasi minimal satu jam secara terus-menerus dalam satu hari atau disebut PMK
intermiten. Sedangkan PMK yang diberikan sepanjang waktu yang dapat
dilakukan di unit rawat gabung atau ruangan yang dipergunakan untuk perawatan
metode kanguru disebut PMK kontinu.
Pada saat kelahiran bayi baru harus menjalani pengkajian cepat namun
seksama untuk menentukan setiap masalah yang muncul dan mengidentifikasi
masalah yang menuntut perhatian yang cepat. Pemeriksaan ini terutama ditujukan
untuk mengevaluasi kardiopulmonal dan neurologis. Pengkajian meliputi
penyusunan nilai APGAR dan evaluasi setiap anomaly congenital yang jelas atau
adanya tanda gawat neonatus (Wong, 2008 dalam Dewi, 2018).
1. Pengkajian umum
a. Timbang bayi tiap hari, atau lebih bila ada permintaan dengan
menggunakan timbangan elektronik.
b. Ukur panjang badan, dan lingkar kepala secara berkala.
c. Jelaskan bentuk dan ukuran tubuh secara umum, postur saat istirahat,
kemudian bernafas, dan adanya lokasi edema.
d. Observasi adanya deformitas yang tampak.
e. Observasi setiap tanda kegawatan, warna yang buruk, hipotonia, tidak
responsive, dan apnea.
2. Pengkajian respirasi
a. Observasi bentuk dada (barrel, konkaf), simetri, adanya insisi, slang dada,
atau devisiasi lainnya.
b. Observasi adanya penggunaan otot penapasan tambahan cuping hidung
atau retraksi substernal, interkostal atau subklavikular.
c. Tentukan frekuensi pernapasan dan keteraturannya.
d. Lakukan auskultasi dan jelaskan suara napas (stridor, krepitasi, mengi,
suara basah berkurang, daerah tanpa suara, grunting), berkurangnya
masukan udara, dan kesamaan suara napas.
e. Tentukan apakah diperlukan pengisapan.
3. Pengkajian kardiovaskuler
a. Tentukan denyut jantung dan iramanya.
b. Jelaskan bunyi jantung, termasuk adanya bising.
c. Tentukan titik intensitas maksimal (point of maximum intensity/ PMI),
titik ketika bunyi denyut jantung paling keras terdengar dan teraba
(perubahan PMI menunjukkan adanya pergeseran imediastinum).
d. Jelaskan warna bayi ( bisa karena gangguan jantung, respirasi atau
hematopoetik), sianosis pucat, plethora, jaundis, dan bercak- bercak.
e. Kaji warna dasar kuku, membran mukosa, dan bibir.
f. Tentukan tekanan darah, dan tunjukkan ekstermitas yang dipakai.
4. Pengkajian gastrointestinal
a. Tentukan adanya distensi abdomen, adanya edema dinding abdomen,
tampak pelistaltik, tampak gulungan usus, dan status umbilicus.
b. Tentukan adanya tanda regurgitasi dan waktu yang berkaitan dengan
pemberian makanan, karakter dan jumlah residu jika makanan keluar, jika
terpasang selang nasogasrtik, jelaskan tipe penghisap, dan haluaran
(warna, konsistensi, pH).
c. Palpasi batas hati (3 cm dibawah batas kosta kanan).
d. Jelaskan jumlah, warna, dan konsistensi feses, periksa adanya darah.
e. Jelaskan bising usus.
5. Pengkajian genitourinaria
a. Jelaskan setiap abnormalitas genitalia.
b. Jelaskan jumlah (dibandingkan dengan berat badan), warna pH, temuan
lab-stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaring kecukupan hidrasi).
c. Periksa berat badan (pengukuran yang paling akurat dalam mengkaji
hidrasi).
6. Pengkajian neurologis-muskuloskeletal
a. Jelaskan gerakan bayi, kejang, kedutan, tingkat aktivitas terhadap
rangsang, dan evaluasi sesuai masa gestasinya.
b. Jelaskan posisi bayi atau perilakunya (fleksi, ekstensi)
c. Jelaskan refleks yang ada ( moro, rooting, sucking, plantar, tonick neck,
palmar).
d. Tentukan tingkat respons dan kenyamanan.
7. Suhu tubuh
a. Tentukan suhu kulit dan aksilar.
b. Tentukan hubungan dengan suhu sekitar lingkungan.
8. Pengkajian kulit
a. Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda iritasi,
melepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama dimana peralatan
pemantau infus atau alat lain bersentuhan dengan kulit. Periksa juga dan
catat preparat kulit yang dipakai (missal plester, povidone-jodine).
b. Tentukan tekstur dan turgor kulit kering, lembut, bersisik, terkelupas dan
lain-lain.
c. Terangkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir.
9. Diagnosa keperawatan
Diagnosa
No. Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Hipotermi bd Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi Utama: Manajemen Hipotermia
kekurangan selama 2 x 24 jam, diharapkan hipotermia Observasi
lemak membaik dengan kriteria hasil : 1. Monitor suhu tubuh 1. Mengetahui perubahan
subkutan - Bayi tidak mengigil suhu
akibat - Dasar kuku sianotik membaik 2. Identifikasi penyebab hipothermi (kekurangan 2. Mencegah bayi kehilangan
prematuritas;B - Suhu tubuh 36,5-37,5oc lemak subkutan) kehangatan
BLR - Suhu kulit hangat 3. Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia 3. Mengetahui resiko
- Nadi bayi : 100-165 x/menit Terapeutik kegagalan thermoregulasi
- Pengisian kapiler membaik 4. Sediakan lingkungan yang hangat (incubator) 4. Mencegah hipothermi yang
- Cutis marmorata membaik dapat memperparah kondisi
dan organ pernafsan bayi
5. Ganti pakaian/linen yang basah 5. Mencegah hipothermi
6. Lakukan penghangatan pasif (selimut, 6. Menjaga kestabilan suhu
menutup kepala, pakaian tebal) bayi agar tetap hangat
7. Lakukan penghangatan aktif eksternal 7. Melalui perawatan skin to
(perawatan metode kangguru) skin alternative metode
perawatan bayi terutama
untuk bayi premature atau
BBLR
2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi Utama: Manajemen nutrisi
berhubungan selama 3 x 24 jam, diharapkan status nutrisi Observasi
dengan bayi terpenuhi dengan kriteria : 1. Identifikasi status nutrisi 1. Untuk mengetahui
ketidakmampu - BB meningkat = 2700gr-4000gr keadaan dan kebutuhan
an menelan - PB meningkat = 50-53cm status nutrisi
makanan; - Kulit kuning menurun 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan 2. Identifikasi kebutuhan
ketidakmampu - Sclera kuning menurun keamanan
an mencerna - Membrane mukosa kuning menurun 3. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis 3. Mengetahui jenis
makanan - Prematuritas menurun nutrient makanan yang disukai
- Kesulitan makan menurun 4. Menilai asupan makanan
- Lapisan lemak mmbaik 4. Identifikasi perlunya penggunaan selang OTG yang adekuat
5. Memantau perubahan BB
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5. Monitor asupan makanan 6. Pembersihan memperbaiki
selama 2X 24 jam, status menelan bayi 6. Monitor BB fungsi mulut untuk
membaik dengan kriteria : meningkatkan nafsu
- Reflek menelan meningkat makan
- Usaha menelan meningkat 7. Meningkatkan nafsu
- Frekuensi tersedak menurun 7. Monitor hasil laboratorium makan
- Batuk menurun Terapeutik 8. Mempercepat proses
- Tidak ada muntah 8. Hentikan pemberian makan melalui selang penyembuhan
OGT, jika asupan oral dapat ditoleransi
21. Hindari pemberian makanan jika residu lebih 22. Memberikan trust dan rasa
dari 150 cc atau lebih dari 110-120% dari tenang kepada keluarga
jumlah makanan tiap jam 23. Memberikan nutrisi sesuai
Edukasi usia tumbuh kembang
22. Jelaskan tujuan dan langkah prosedur bayi
Kolaborasi
23. Pemilihan jenis dan jumlah makan enteral
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi Utama: Pencegahan Infeksi
berhubungan selama 3X 24 jam, tingkat infeksi bayi Observasi
dengan teratasi dengan kriteria : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan 1. Mengetahui agar
ketidakadekua - Tidak ada demam sistemik mengetahui adanya tanda
tan pertahanan - Kemerahan menurun Terapeutik infeksi
tubuh primer - Tidak ada nyeri 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
- Tidak ada bengkak
2. Menghindari adanya
- Letargi tidak ada
tekanan masase titik yang
- Leukosit 9400-34000
tertekan, dan jaringan edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak lebih cenderung rusak/sobek
dengan pasien dan lingkungan pasien 3. Mencegah terjadinya infeksi
4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien silang
beresiko tinggi 4. Menjaga keselamatan pasien
Edukasi
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
5. Memberikan pemahaman
Kolaborasi kepada keluarga tentang
6. Pemberian imunisasi tanda dan gejla infeksi
6. Membuat imunitas agar
kebal terhadap penyakit
4. Resiko ikterus Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi Utama: Perawatan neonatus
neonatorum selama 2 X 24 jam, adaptasi neonatus teratasi Observasi
bd dengan kriteria : 1. Identifikasi kondisi awal bayi setelah 1. Mengetahui keadaan dan
prematuritas - BB membaik: lahir(mis kecukupan bulan, air ketuban status kesehatan bayi baru
(>37 minggu) - Membrane mukosa kuning berkurang jernih,atau bercampur emkonium, menangis lahir
- Kulit kuning berkurang spontan, toonus otot)
- Sclera kuning berkurang 2. Monitor tanda vital bayi (terutama suhu)
2. Mengetahui keadaan umum
- Prematuritas menurun
Terapeutik bayi
- Aktivitas ekstremitas membaik
3. Lakukan IMD segera setelah bayi lahir 3. IMD dapat mengurangi
- Respon terhadap stimulus sensorik angka kematian bayi baru
lahir, meningkatkan
kesehatan, tumbuh
kembang, membantu
membangun daya tahan
4. Berikan vitamin K 1 mg IM untuk mencegah tubuh bayi
peradarahan 4. Mencegah perdarahan
5. Mandikan dengan air hangat
5. Resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi Utama: Perawatan Integritas Kulit
gangguan selama 3x 24 jam Integritas kulit dan Observasi
integritas jaringan teratasi dengan kriteria : 1. Identifkasi penyebab gangguan integritas 1. Memberikan pengetahuan
kulit/jaringan - Elastisitas meningkat kulit (mis: perubahan sirkulasi, perubahan tentang penyebab terjadinya
bd - Hidrasi meningkat status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu gangguan integritas pada
kelembaban - Perfusi jaringan meningkat lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas) kulit/jaringan
- Kerusakan jaringan menurun
- Kerusakan lapisan kulit menurun Terapeutik
- Suhu kulit membaik (36,5-37,5oc) 2. Ubah posisi tiap 2 jam 2. Untuk meningkatkan
- Tekstur membaik kenyamanan
3. Lakukan masase tulang belakang 3. Mencegah lecet dan
melancrkan predaran darah
4. Bersihkan perineal dengan air hangat, 4. Menjaga kebersihan perineal
terutama selama periode diare
5. Gunakan produk berbahan petrolium pada
kulit kering 5. Petrolium merupakan bahan
yang lembab bagi kulit
6. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit sensitif 6. Mencegah iritasi pada kulit
7. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada sensitive
kulit kering 7. Alkohol dapat membuat
Edukasi kulit kering
8. Anjurkan menggunakan pelembab 8. Agar kulit lembab
(mis.lotion,serum) 9. Agar memperbaiki jaringan
kulit yang rusak
9. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
DAFTAR PUSTAKA
Andesty, D. (2015). Hubungan Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah Dengan
Hiperbilirubinemia. Jurnal Media Kesehatan, 8(1), 25–29.
DEWI, L. A. (2018). Penerapan Pemberian Air Susu Ibu (Asi) Pada Bayi Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) Dengan Reflek Hisap Lemah Di Ruang
Perinatologi Rsud Sleman Yogyakarta. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Evasari, D., Susmiati, S., & Sari, Y. P. (2020). Peningkatan Berat Badan Bayi
Berat Badan Lahir Rendah melalui Pijat Bayi dan Terapi Murrotal. Jurnal
Keperawatan, 12(1), 135–140.
Irwinda, R., Surya, R., & Nembo, L. F. (2016). Impact Of Pregnancy-Induced
Hypertension On Fetal Growth. Medical Journal of Indonesia, 25(2), 104–
111.
Izzah, K. A. (2018). Hubungan Riwayat Bblr (Berat Badan Lahir Rendah)
Dengan Perkembangan Motorik Halus Dan Kasar Bayi Usia 6-12 Bulan
(Studi Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kecamatan Babat). STIKes Insan
Cendekia Medika Jombang.
Kaimmudin, L., Pangemanan, D., & Bidjuni, H. (2018). Hubungan Usia Ibu Saat
Hamil Dengan Kejadian Hipertensi di RSU Gmim Pancaran Kasih Manado.
Jurnal Keperawatan, 6(1).
Kanti, V., Günther, M., Stroux, A., Sawatzky, S., Henrich, W., Abou‐Dakn, M.,
Blume‐Peytavi, U., & Garcia Bartels, N. (2017). Influence of sunflower seed
oil or baby lotion on the skin barrier function of newborns: A pilot study.
Journal of Cosmetic Dermatology, 16(4), 500–507.
Karentina, Y. U. N., & Risanti, E. D. (2019). Hubungan Antara Hipertensi
Gestasional dan Usia Ibu Terhadap Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Khoiriah, A. (2017). Hubungan Antara Usia dan Paritas Ibu Bersalin dengan
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah
Palembang. Jurnal Kesehatan, 8(2), 310–314.
Nurlaila, N. (2017). Hubungan Pelaksanaan Perawatan Metode Kanguru (PMK)
Dengan Kejadian Hipotermi Pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Husada
Mahakam: Jurnal Kesehatan, 3(9), 466–473.
Pantiawati, I. (2010). Bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).
Yogyakarta: Nuha Medika.
Pinontoan, V. M., & Tombokan, S. G. J. (2015). Hubungan Umur Dan Paritas
Ibu Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah. JIDAN (Jurnal Ilmiah
Bidan), 3(1), 20–25.
Proverawati, A., & Ismawati. (2010). BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), Nuha
Medika. Yogyakarta.
Yana, Y., Musafaah, M., & Yulidasari, F. (2017). Hubungan Antara Usia Ibu
Pada Saat Hamil Dan Status Anemia Dengan Kejadian Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) Studi Observasional Di Wilayah Kerja Puskesmas
Martapura. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, 3(1).
Yulisa, R., & Imelda, I. (2018). Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (Bblr) Di
Rumah Sakit Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Keperawatan, 3(3).