Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULAUN

BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Anak Profesi Ners
Universitas ‘Aisyiyah Bandung

Dosen pembimbing :

Disusun Oleh :

Yulindawati
402022098

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2022-2023
A. Definisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan yang ditimbang pada
saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir (Pantiawati, 2010). Istilah
bayi dengan berat lahir rendah dulu sama dengan 2500 gram disebut dengan
prematur. Mortalitas dan morbiditas pada bayi dengan berat lahir rendah tidak
hanya bergantung pada berat badannya tetapi juga pada tingkat kematuran bayi
tersebut (Pantiawati, 2010).
Untuk mendapatkan kesamaan pada kongres European Perinatal
Medicine II di London (1970) dalam Pantiawati (2010), telah disusun definisi
sebagai berikut:
1. Preterm infant (prematur) atau bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa
kehamilan kurang dari 37 minggu (259) hari.
2. Term infant atau bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai
37 minggu sampai dengan 42 minggu (259-293) hari.
3. Post term atau bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42
minggu atau lebih (294) hari atau lebih.

B. Klasifikasi

Ada beberapa pengelompokkan pada bayi BBLR menurut Proverawati &


Ismawati (2010) yaitu :
1. Menurut harapan hidupnya :
a. Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500-2500 gram
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahr 1000-1500 gram
c. Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) berat lahir yang kurang
dari 1000 gram
2. Menurut masa gestasinya :
a. Prematuritas murni
Prematuritas murni merupakan masa gestasi kurang dari 37 minggu
dan juga berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi berat
atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.
b. Dismaturitas
Dismaturitas merupakan bayi yang lahir dengan berat badan kurang
dari berat badan seharusnya (normal) untuk masa gestasi itu, pada
Dismaturitas ini bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan
merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya.

C. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis bayi dengan BBLR Proverawati & Ismawati (2010)


adalah sebagai berikut:
1. Berat badan kurang dari bayi 2500 gram
2. Panjang kurang dari 45 cm
3. Lingkar dada kurang dari 30 cm
4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
6. Kepala lebih besar
7. Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
8. Otot hipotonik lemah, pernafasan tidak teratur dan dapat terjadi apneu
9. Ekstremitas : paha abduksi, sendi lutut/ kaki fleksi (lurus)
10. Kepala tidak mampu untuk tegak
11. Pernafasan 40 – 50 kali/menit
12. Nadi 100 – 140 kali/menit

BBLR menunjukkan belum sempurnanya fungsi organ tubuh dengan


keadaannya lemah, yaitu sebagai berikut :
a. Tanda-tanda bayi kurang bulan (KB)
1) Kulit tipis dan mengkilap
2) Tulang rawan telinga sangat lunak, karena belum terbentuk dengan
sempurna
3) Lanugo (rambut halus/lembut), masih sering ditemukan terutama pada
punggung bayi
4) Jaringan payudara belum terlihat, putting masih berupa titik
5) Bayi perempuan, labia mayora belum menutupi lanio minora
6) Bayi laki-laki, skrotum belum terdapat banyak lipatan, testis terkadang
juga belum turun
7) Rajah telapak tangan kurang dari 1/3 bagian atau belum terbentuk
8) Terkadang disertai dengan pernafasan yang tidak teratur
9) Aktifitas dan tangisan lemah
10) Reflex menghisap dan menelan lemah
b. Tanda-tandap bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK)
1) Umur bayi dapat cukup, kurang atau lebih bulan, beratnya kurang dari
2500 gram
2) Gerakan dan tangisan cukup aktif dan kuat
3) Kulit keriput, lemak dalam kulit tipis
4) Apabila kurang bulan jaringan pada payudara kecil, puting kecil dan
apabila cukup bulan payudara dan putting sesui masa kehamilan
5) Bayi perempuan apabila cukup bulan labia mayora menutupi labia minora
6) Bayi laki-laki testis mungkin telah turun
7) Rajah telapak kaki lebih dari 1/3 bagian
8) Reflek menghisap cukup kuat

D. Etiologi

Penyebab terbanyak kejadian BBLR adalah kelahiran dengan prematuritas.


BBLR dapat disebabkan beberapa faktor Pantiawati (2010), antara lain:
1. Faktor Ibu
a. Penyakit

Penyakit yang dapat menyebabkan BBLR antara lain yaitu perdarahan


antepartum, trauma fisik atau psikologis, diabetes mellitus kronis, toksemia
dan nefritis akut.
b. Usia ibu

Usia ibu kurang dari 16 tahun menunjukkan rahim dan panggul ibu belum
berkembang sempurana, usia diatas 35 tahun mengakibatkan timbulya
masalah kesehatan yang kronis seperti penyakit hipertensi dan diabetes
mellitus serta dapat menimbulkan terjadinya resiko plasenta previa.
c. Jarak kehamilan yang terlalu dekat

Jarak kehamilan yang terlalu dekat dengan jarak kehamilan kurang dari 2
tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin yang kurang baik, ibu yang
telah melahirkan anak dengan jarak kehamilan yang terlalu dekat akan dapat
menimbulkan meningkatnya resiko mengalami perdarahan pada trimester III.
d. Keadaan sosial
1) Keadaan sosial ekononi yang rendah

Keadaan keterbatasan sosial ekonomi yang rendah sangat mempengaruhi


terbatasnya mendapatkan pelayanan kesehatan antenatal dan pemenuhan gizi
cukup dan seimbang serta adekuat.
2) Tingakat pendidikan Ibu

Pendidikam yang rendah cenderung melahirkan bayi dengan berat lahir


rendah (Setyowati dkk, 1996 dalam Izzah, 2018).
3) Perkawinan tidak syah
e. Penyebab lain
1. Ibu perokok
2. Ibu peminum alcohol
3. Ibu pecandu narkotik
2. Faktor janin
a. Hidroamnion

Hidramnion adalah keadaan dimana banyaknya air ketuban yang melebihi


2000 cc, jadi hal ini dapat menibulkan uterus mengalami distensi yang
berlebihan sehingga menibulkan kontraksi dan janin lahir sebelum waktunya
dan menimbulkan kelahiran dengan berat badan lahir rendah
b. Kehamilan ganda

Pada kehamilan ganda terjadi distensi uterus berlebihan, sehingga


melewati batas toleransi dan sering terjadi partum prematuritus. Masing-
masing berat lahir janin dengan kehamilan ganda lebih rendah 1000-700 gram
dari kehamilan tunggal.

E. Patofisiologis

Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang
belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas.
Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB)
lahirnya lebih kecil dari masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram.
Masalah ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam
kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta,
infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan
ke bayi jadi berkurang.

Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak
mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat badan
lahir normal. Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak
menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat
hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu dengan
kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada
masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian
yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.

Ibu hamil umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi sehingga


hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi
yang normal. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan
pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat
mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, dan
BBLR. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal
secara bermakna lebih tinggi, sehingga kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan
prematur juga lebih besar (Nelson, 2010).

F. Pathway
G. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada bayi BBLR Mitayani (2009) dalam Dewi (2018):

1. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb (normal: 12- 24gr/dL), Ht (normal:


33 -38% ) mungkin dibutuhkan.
2. Dektrosik: menyatakan hipoglikemi (normal: 40 mg/dL).
3. Analisis Gas Darah (AGD): menentukan derajat keparahan distres pernafasan
bila ada.

Rentang nilai normal:

a. pH : 7,35-7,45
b. TCO2 : 23-27 mmol/L
c. PCO2 : 35-45 mmHg
d. PO2 : 80-100 mmHg
e. Saturasi O2 : 95 % atau lebih

4. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia.


5. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia.

Bilirubin normal:

a. bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl.


b. bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.

6. Urinalisis: mengkaji homeostatis.


7. Jumlah trombosit (normal: 200000 - 475000 mikroliter):

Trombositopenia mungkin menyertai sepsis.

8. EKG, EEG, USG, angiografi: defek kongenital atau komplikasi.


H. Dampak yang terjadi pada BBLR

Dampak atau masalah jangka pendek yang terjadi pada BBLR menurut
Proverawati & Ismawati (2010) adalah sebagai berikut:
1. Gangguan metabolik

Gangguan metabolik dengan hipotermi terjadi karena bayi dengan berat


badan lahir rendah hanya memiliki sedikit lemak tubuh dan sistem pengaturan
suhu tubuh pada bayi ini belum matur, hipoglikemi sebagai asupan glukosa yang
kurang juga berakibat sel pada syaraf di otak mati dan mempengaruhi kecerdasan
bayi nantinya, hiperglikemi sering menjadi masalah bayi yang sangat premature
yang mendapatkan cairan glukosa yang berlebihan serta masalah pemberian ASI
pada BBLR terjadi karena ukuran tubuh bayi dengan BBLR kecil, kurang energi,
lemah, lambung masih kecil dan reflex menghisap lemah. Bayi dengan BBLR
sering mendapatkan ASI dengan bantuan.
2. Gangguan imunitas

Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar IgG,
maupun gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk
antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap infeksi belum baik. Karena
sistem kekebalan tubuh bayi BBLR belum matang. Bayi juga dapat terkena
infeksi saat jalan lahir atau tertular infeksi ibu melalui plasenta.
3. Gangguan pernafasan

Sindroma gangguan pernafasan pada bayi BBLR adalah perkembangan


imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-
paru.
4. Gangguan imunitas
a. Gangguan imunologik
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar IgG
ataupun gamma globulin. Sistem kekebalan tubuh bayi BBLR belum matang
sehingga reaksi terhadap infeksi belum baik.

b. Kejang saat dilahirkan

Biasanya bayi akan dipantau selama 1 x 24 jam untuk dicari penyebabnya,


selain itu bayi akan dijaga jalan nafasnya agar tetap tetap dalam kondisi
bebas.
c. Ikterus (kadar bilirubin yang tinggi)

Ikterus merupakan kuningnya warna kulit, selaput lendir, dan berbagai


jaringan oleh zat warna empedu.
5. Gangguan pernafasan
a. Sindroma gangguan pernafasan

Sindroma gangguan pernafasan ini merupakan perkembangan imatur pada


sistem permafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru- paru.
b. Asfiksia

Pada BBLR kurang, cukup maupun lebih bulan akan berdampak pada
proses adaptasi pernafasan waktu lahir sehingga mengalami asfiksia lahir.
c. Apneu periodik

Apneu periodik ini terjadi pada bayi BBLR karena prematuritas. Organ
paru-paru dan susunan saraf pusat yang belum sempurna mengakibatkan
terkadang bayi henti nafas.
d. Paru belum berkembang

Paru belum berkembang ini menyebabkan bayi sesak nafas, sehingga bayi
BBLR membutuhkan kecepatan dan ketrampilan resusitasi.
e. Retrolental fibroplasias

Penyakit ini ditemukan pada bayi premature yang disebabkan oleh


gangguan oksigen yang berlebihan.
1. Gangguan sistem peredarah darah
a. Perdarahan
Perdarahan pada neonatus mungkin dapat disebabkan karena kekurangan
faktor pembekuan darah dan arena fungsi pembekuan darah abnormal. Faktor
yang berperan dalam masalah perdarahan pada bayi BBLR adalah
meningginya fragilitas kapiler, arteri,dan jaringan kapiler vena dalam jaringan
germinal paraventrikuler yang mudah rusak dan meningginya tekanan
vaskuler ini sebagai tindakan pencegahan terhadap perdarahan otak dan
saluran cerna pada bayi BBLR, dapat diberikan injeksi vitamin K untuk
mempertahankan mekanisme pembekuan darah normal.
b. Anemia
Anemia fisiologis pada bayi BBLR disebabkan oleh supresi eritroposis
paska lahir, persediaan zat besi yang sedikit pada bayi serta bertambah
besarnya volume darah sebagai akibat pertumbuhan yang relatif cepat.
c. Gangguan jantung
d. Gangguan pada otak
2. Gangguan cairan dan elektrolit
a. Gangguan eliminasi
Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum
sempurna, kerja ginjal belum matang, produksi urine yang sedikit, tidak
sanggup mengurangi kelebihan air dalam tubuh dan cairan elektrolit dari
badan dengan akibat mudah terjadi edema dan asidosis metabolic.
b. Distensi abdomen
Distensi abdomen adalah kelainan yang berhubungan dengan usus bayi.
Disetensi abdomen akibat dari motilitas usus berkurang, volume lambung
berkurang sehingga waktu pengosongan lambung bertambah, daya untuk
mencerna dan mengabsorbsi lemak, laktosa, vitamin yang larut dalam lemah
dan beberapa mineral berkurang.
c. Gangguan pencernaan
Saluran pencernaan pada bayi BBLR belum berfungsi sempurna sehingga
penyerapan makanan dengan lemah atau kurang baik. Aktifitas otot
pencernaan masih belum sempurna sehingga pengosongan lambung
berkurang.

d. Gangguan elektrolit
Cairan yang diperlukan tergantung dari masa gestasi, keadaan lingkungan
dan penyakit bayi ini dikarenakan kehilangan cairan dan elektrolit melalui
tinja dari bayi yang tidak mendapat makanan melalui mulut, sangat sedikit.
Kebutuhan akan cairan sesuai dengan kehilangan cairan insensible, cairan
yang dikeluarkan ginjal dan pengeluaran cairan yang disebabkan keadaan
lainnya. Kehilangan cairan insensible berhubungan tidak langsung dengan
masa gestasi.

Dampak atau masalah jangka panjang yang terjadi pada BBLR menurut
Proverawati & Ismawati (2010) adalah sebagai berikut :
1. Masalah psikis
Masalah psikis yang jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi
BBLR adalah sebagai berikut :
a. Gangguan perkembangan dan pertumbuhan
Pada bayi BBLR, pertumbuhan dan perkembangan lebih lambat berkaitan
dengan maturitas anak.
b. Gangguan bicara dan komunikasi
Menunjukkan perbedaan kecepatan bicara yang menarik antara BBLR dan
BBN. Pada bayi BBLR kemampuan bicaranya akan terlambat dibandingkan BLN
sampai usia 6 setengah tahun.
c. Gangguan neurologi dan kognisi
Pada BBLSR erat hubungannya dengan usia kehamilan dan kelainan
neurologi berbanding terbalik dengan derjata imaturitas bayi (ditinjau dari berat
badan lahir atau masa gestasinya)
2. Masalah fisik
a. Penyakit paru kronis
Penyakit dengan keadaan ini disebabkan karena infeksi, kebiasaan ibu
merokok selama kehamilan, dan radiasi udara di lingkungan.
b. Gangguan penglihatan dan pendengaran.
Retinopathy of prematurity (ROP) menyerang bayi BBLR dengan BB
<1500 gram dan masa gestasi < 30 minggu.
c. Kelainan bawaan
Kelainan bawaan merupakan suatu kelainan pada struktur, fungsi serta
metabolisme dalam tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dilahirkan.

I. Penatalaksanaan

Menurut Dewi (2018) penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi


BBLR yaitu dengan menerapkan beberapa metode Developemntal Care yaitu:
a. Pemberian posisi
Pemberian posisi pada bayi BBLR sangat mempengaruhi pada kesehatan
dan perkembangan bayi. Bayi yang tidak perlu mengeluarkan energi untuk
mengatasi usaha bernafas, makan atau mengatur suhu tubuh dapat menggunakan
energi ini untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi kebanyakan bayi preterm
dan BBLR yang dapat menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, lebih
menoleransi makanan, dan pola tidur istirahatnya lebih teratur. Bayi
memperlihatkan aktifitas fisik dan penggunaan energi lebih sedikit bila
diposisikan telungkup. Akan tetapi ada yang lebih menyukai postur berbaring
miring fleksi. Posisi telentang lama bagi bayi preterm dan BBLR tidak disukai,
karena tampaknya mereka kehilangan keseimbangan saat telentang dan
menggunakan energi vital sebagai usaha untuk mencapai keseimbangan dengan
mengubah postur.
Posisi telentang jangka lama bayi preterm dan BBLR dapat
mengakibatkan abduksi pelvis lebar (posisi kaki katak), retraksi dan abduksi bahu,
peningkatan ekstensi leher dan peningkatan ekstensi batang tubuh dengan leher
dan punggung melengkung. Sehingga pada bayi yang sehat posisi tidurnya tidak
boleh posisi telungkup (Wong, 2008 dalam Dewi, 2018).
b. Minimal handling
1. Dukungan Respirasi
Banyak bayi BBLR memerlukan oksigen suplemen dan bantuan ventilasi,
hal ini bertujuan agar bayi BBLR dapat mencapai dan mempertahankan respirasi.
Bayi dengan penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan
oksigenasi. Terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi.
2. Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada bayi BBLR adalah pemberian
kehangatan eksternal setelah tercapainya respirasi. Bayi BBLR memiliki masa
otot yang lebih kecil dan deposit lemak cokelat lebih sedikit untuk menghasilkan
panas, kekurangan isolasi jaringan lemak subkutan, dan control reflek yang buruk
pada kapiler kulitnya. Pada saat bayi BBLR lahir mereka harus segera
ditempatkan dilingkungan yang dipanaskan hal ini untuk mencegah atau menunda
terjadinya efek stres dingin.
3. Perlindungan terhadap infeksi
Perlindungan terhadap infeksi merupakan salah satu penatalaksanaan
asuhan keperawatan pada bayi BBLR untuk mencegah terkena penyakit.
Lingkungan perilindungan dalam inkubator yang secara teratur dibersihkan dan
diganti merupakan isolasi yang efektif terhadap agens infeksi yang ditularkan
melalui udara. Sumber infeksi meningkat secara langsung berhubungan dengan
jumlah personel dan peralatan yang berkontak langsung dengan bayi.
4. Hidrasi
Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan
tambahan kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi
preterm, karena kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup
bulan dan sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan permukaan
tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik diuresis terbatas pada ginjal bayi
preterm yang belum berkembang sempurna, sehingga bayi tersebut sangat peka
terhadap kehilangan cairan.
5. Nutrisi

Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR, tetapi
terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena berbagai
mekanisme ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang. Jumlah,
jadwal, dan metode pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi.
Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi
keduanya.
Kebutuhan bayi untuk tumbuh cepat dan pemeliharaan harian harus
dipenuhi dalam keadaan adanya banyak kekurangan anatomi dan fisiologis.
Meskipun beberapa aktivitas menghisap dan menelan sudah ada sejak sebelu lahir,
namun koordinasi mekanisme ini belum terjadi sampai kurang lebih 32 sampai 34
minggu usia gestasi, dan belum sepenuhnya sinkron dalam 36 sampai 37 minggu.
Pemberian makan bayi awal ( dengan syarat bayi stabil secara medis)
dapat menurunkan insidens faktor komplikasi seperti hipoglikemia, dehidrasi,
derajat hiperbilirubinemia bayi BBLR dan preterm yang terganggu memerlukan
metode alternatif, air steril dapat diberikan terlebih dahulu. Jumlah yang diberikan
terutama ditentukan oleh pertambahan berat badan bayi BBLR dan toleransi
terhadap pemberian makan sebelum dan ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai
asupan kalori yang memuaskan dapat tercapai.
Bayi BBLR dan preterm menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran
dalam memberikan makan dibandingkan pada bayi cukup bulan, dan mekanisme
oral-faring dapat terganggu oleh usaha pemberian makan yang terlalu cepat.
Penting untuk tidak membuat bayi kelelahan atau melebihi kapasitas mereka
dalam menerima makanan.

c. Perawatan Metode Kanguru (Kangaroo Mother Care)


1. Definisi dan manfaat perawatan metode kanguru
Perawatan metode kanguru (PMK) merupakan salah satu alternatif cara
perawatan yang murah, mudah, dan aman untuk merawat bayi BBLR. Dengan
PMK, ibu dapat menghangatkan bayinya agar tidak kedinginan yang membuat
bayi BBLR mengalami bahaya dan dapat mengancam hidupnya, hal ini
dikarenakan pada bayi BBLR belum dapat mengatur suhu tubuhnya karena
sedikitnya lapisan lemak dibawah kulitnya.
PMK dapat memberikan kehangatan agar suhu tubuh pada bayi BBLR
tetap normal, hal ini dapat mencegah terjadinya hipotermi karena tubuh ibu dapat
memberikan kehangatan secara langsung kepada bayinya melalui kontak antara
kulit ibu dengan kulit bayi, ini juga dapat berfungsi sebagai pengganti dari
inkubator.
PMK dapat melindungi bayi dari infeksi, pemberian makanan yang sesuai
untuk bayi (ASI), berat badan cepat naik, memiliki pengaruh positif terhadap
peningkatan perkembangan kognitif bayi, dan mempererat ikatan antara ibu dan
bayi, serta ibu lebih percaya diri dalam merawat bayi (Perinansia, 2008 dalam
dalam Dewi, 2018)
2. Teknik menerapkan PMK pada bayi BBLR

Beberapa teknik yang dapat dilakukan pada bayi BBLR menurut


Perinansia, 2008 dalam Dewi, 2018):
a. Bayi diletakkan tegak lurus di dada ibu sehingga kulit bayi menempel pada
kulit ibu.
b. Sebelumnya cuci tangan dahulu sebelum memegang bayi.
c. Pegang bayi dengan satu tangan diletakkan dibelakang leher sampai punggung
bayi.
d. Sebaiknya tidak memakai kutang atau beha (perempuan) atau kaos dalam
(laki-laki) selama PMK.
e. Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-jari lainnya, agar
kepala bayi tidak tertekuk dan tidak menutupi saluran napas ketika bayi berada
pada posisi tegak.
f. Tempatkan bayi dibawah bokong, kemudian lekatkan antara kulit dada ibu
dan bayi seluas- luasnya.
g. Pertahankan posisi bayi dengan kain gendongan, sebaiknya ibu memakai baju
yang longgar dan berkancing depan.
h. Kepala bayi sedikit tengadah supaya bayi dapat bernapas dengan baik.
i. Sebaiknya bayi tidak memakai baju, bayi memakai topi hangat, memakai
popok dan memakai kaus kaki.
j. Selama perpisahan antara ibu dan bayi, anggota keluarga (ayah nenek, dll),
dapat juga menolong melakukan kontak kulit langsung ibu dengan bayi dalam
posisi kanguru.

PMK tidak diberikan sepanjang waktu tetapi hanya dilakukan jika ibu
mengunjungi bayinya yang masih berada dalam perawatan di inkubator dengan
durasi minimal satu jam secara terus-menerus dalam satu hari atau disebut PMK
intermiten. Sedangkan PMK yang diberikan sepanjang waktu yang dapat
dilakukan di unit rawat gabung atau ruangan yang dipergunakan untuk perawatan
metode kanguru disebut PMK kontinu.

d. Perawatan pada inkubator

Inkubator adalah suatu alat untuk membantu terciptanya suatu lingkungan


yang optimal, sehingga dapat memberikan suhu yang normal dan dapat
mempertahankan suhu tubuh. Pada umumnya terdapat dua macam inkubator yaitu
inkubator tertutup dan inkubator terbuka (Hidayat, 2005 dalam Dewi, 2018).
1. Perawatan bayi dalam inkubator tertutup
a. Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila dalam keadaan
tertentu seperti apnea, dan apabila membuka inkubator usahakan suhu bayi
tetap hangat dan oksigen harus selalu disediakan.
b. Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung.
c. Bayi harus dalam keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk
memudahkan observasi.
d. Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh.
e. Pengaturan oksigen selalu diobservasi.
f. Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan
suhu 27 derajat celcius.

2.  Perawatan bayi dalam inkubator terbuka


a. Pemberian inkubator dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian
perawatan pada bayi.
b. Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu
normal dan kehangatan.
c. Membungkus dengan selimut hangat.
d. Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah
aliran udara.
e. Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui
kepala.
f. Pengaturuan suhu inkubator disesuaikan dengan berat badan sesuai dengan
ketentuan.

J. Konsep Asuhan Keperawatan

Pada saat kelahiran bayi baru harus menjalani pengkajian cepat namun
seksama untuk menentukan setiap masalah yang muncul dan mengidentifikasi
masalah yang menuntut perhatian yang cepat. Pemeriksaan ini terutama ditujukan
untuk mengevaluasi kardiopulmonal dan neurologis. Pengkajian meliputi
penyusunan nilai APGAR dan evaluasi setiap anomaly congenital yang jelas atau
adanya tanda gawat neonatus (Wong, 2008 dalam Dewi, 2018).
1. Pengkajian umum
a. Timbang bayi tiap hari, atau lebih bila ada permintaan dengan
menggunakan timbangan elektronik.
b. Ukur panjang badan, dan lingkar kepala secara berkala.
c. Jelaskan bentuk dan ukuran tubuh secara umum, postur saat istirahat,
kemudian bernafas, dan adanya lokasi edema.
d. Observasi adanya deformitas yang tampak.
e. Observasi setiap tanda kegawatan, warna yang buruk, hipotonia, tidak
responsive, dan apnea.
2. Pengkajian respirasi
a. Observasi bentuk dada (barrel, konkaf), simetri, adanya insisi, slang dada,
atau devisiasi lainnya.
b. Observasi adanya penggunaan otot penapasan tambahan cuping hidung
atau retraksi substernal, interkostal atau subklavikular.
c. Tentukan frekuensi pernapasan dan keteraturannya.
d. Lakukan auskultasi dan jelaskan suara napas (stridor, krepitasi, mengi,
suara basah berkurang, daerah tanpa suara, grunting), berkurangnya
masukan udara, dan kesamaan suara napas.
e. Tentukan apakah diperlukan pengisapan.
3. Pengkajian kardiovaskuler
a. Tentukan denyut jantung dan iramanya.
b. Jelaskan bunyi jantung, termasuk adanya bising.
c. Tentukan titik intensitas maksimal (point of maximum intensity/ PMI),
titik ketika bunyi denyut jantung paling keras terdengar dan teraba
(perubahan PMI menunjukkan adanya pergeseran imediastinum).
d. Jelaskan warna bayi ( bisa karena gangguan jantung, respirasi atau
hematopoetik), sianosis pucat, plethora, jaundis, dan bercak- bercak.
e. Kaji warna dasar kuku, membran mukosa, dan bibir.
f. Tentukan tekanan darah, dan tunjukkan ekstermitas yang dipakai.
4. Pengkajian gastrointestinal
a. Tentukan adanya distensi abdomen, adanya edema dinding abdomen,
tampak pelistaltik, tampak gulungan usus, dan status umbilicus.
b. Tentukan adanya tanda regurgitasi dan waktu yang berkaitan dengan
pemberian makanan, karakter dan jumlah residu jika makanan keluar, jika
terpasang selang nasogasrtik, jelaskan tipe penghisap, dan haluaran
(warna, konsistensi, pH).
c. Palpasi batas hati (3 cm dibawah batas kosta kanan).
d. Jelaskan jumlah, warna, dan konsistensi feses, periksa adanya darah.
e. Jelaskan bising usus.
5. Pengkajian genitourinaria
a. Jelaskan setiap abnormalitas genitalia.
b. Jelaskan jumlah (dibandingkan dengan berat badan), warna pH, temuan
lab-stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaring kecukupan hidrasi).
c. Periksa berat badan (pengukuran yang paling akurat dalam mengkaji
hidrasi).
6. Pengkajian neurologis-muskuloskeletal
a. Jelaskan gerakan bayi, kejang, kedutan, tingkat aktivitas terhadap
rangsang, dan evaluasi sesuai masa gestasinya.
b. Jelaskan posisi bayi atau perilakunya (fleksi, ekstensi)
c. Jelaskan refleks yang ada ( moro, rooting, sucking, plantar, tonick neck,
palmar).
d. Tentukan tingkat respons dan kenyamanan.
7. Suhu tubuh
a. Tentukan suhu kulit dan aksilar.
b. Tentukan hubungan dengan suhu sekitar lingkungan.
8. Pengkajian kulit
a. Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda iritasi,
melepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama dimana peralatan
pemantau infus atau alat lain bersentuhan dengan kulit. Periksa juga dan
catat preparat kulit yang dipakai (missal plester, povidone-jodine).
b. Tentukan tekstur dan turgor kulit kering, lembut, bersisik, terkelupas dan
lain-lain.
c. Terangkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir.
9. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada


bayi dengan BBLR (SDKI, 2018):
a. Hipotermi berhubungan dengan kekurangan lemak subkutan akibat
prematuritas; BBLR
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan;
ketidakmampuan mencerna makanan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer(kerusakan integritas kulit)
d. Resiko ikterus neonatorum berhubungan dengan prematuritas (>37 minggu)
e. Resiko gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan kelembaban
10. Perencanaan

Diagnosa
No. Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Hipotermi bd Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi Utama: Manajemen Hipotermia
kekurangan selama 2 x 24 jam, diharapkan hipotermia Observasi
lemak membaik dengan kriteria hasil : 1. Monitor suhu tubuh 1. Mengetahui perubahan
subkutan - Bayi tidak mengigil suhu
akibat - Dasar kuku sianotik membaik 2. Identifikasi penyebab hipothermi (kekurangan 2. Mencegah bayi kehilangan
prematuritas;B - Suhu tubuh 36,5-37,5oc lemak subkutan) kehangatan
BLR - Suhu kulit hangat 3. Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia 3. Mengetahui resiko
- Nadi bayi : 100-165 x/menit Terapeutik kegagalan thermoregulasi
- Pengisian kapiler membaik 4. Sediakan lingkungan yang hangat (incubator) 4. Mencegah hipothermi yang
- Cutis marmorata membaik dapat memperparah kondisi
dan organ pernafsan bayi
5. Ganti pakaian/linen yang basah 5. Mencegah hipothermi
6. Lakukan penghangatan pasif (selimut, 6. Menjaga kestabilan suhu
menutup kepala, pakaian tebal) bayi agar tetap hangat
7. Lakukan penghangatan aktif eksternal 7. Melalui perawatan skin to
(perawatan metode kangguru) skin alternative metode
perawatan bayi terutama
untuk bayi premature atau
BBLR

2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi Utama: Manajemen nutrisi
berhubungan selama 3 x 24 jam, diharapkan status nutrisi Observasi
dengan bayi terpenuhi dengan kriteria : 1. Identifikasi status nutrisi 1. Untuk mengetahui
ketidakmampu - BB meningkat = 2700gr-4000gr keadaan dan kebutuhan
an menelan - PB meningkat = 50-53cm status nutrisi
makanan; - Kulit kuning menurun 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan 2. Identifikasi kebutuhan
ketidakmampu - Sclera kuning menurun keamanan
an mencerna - Membrane mukosa kuning menurun 3. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis 3. Mengetahui jenis
makanan - Prematuritas menurun nutrient makanan yang disukai
- Kesulitan makan menurun 4. Menilai asupan makanan
- Lapisan lemak mmbaik 4. Identifikasi perlunya penggunaan selang OTG yang adekuat
5. Memantau perubahan BB
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5. Monitor asupan makanan 6. Pembersihan memperbaiki
selama 2X 24 jam, status menelan bayi 6. Monitor BB fungsi mulut untuk
membaik dengan kriteria : meningkatkan nafsu
- Reflek menelan meningkat makan
- Usaha menelan meningkat 7. Meningkatkan nafsu
- Frekuensi tersedak menurun 7. Monitor hasil laboratorium makan
- Batuk menurun Terapeutik 8. Mempercepat proses
- Tidak ada muntah 8. Hentikan pemberian makan melalui selang penyembuhan
OGT, jika asupan oral dapat ditoleransi

Kolaborasi 9. Mengurangi insiden


9. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk muntah
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan

Intervensi Utama: Pemberian Makanan


Enteral
Observasi 10. Menentukan jumlah kalori
10. Periksa posisi OGT dengan memeriksa residu dan nutrisi
lambung atau mengauskultasi hembusan 11. Memastikan slang sampai
udara ke lambungng
11. Monitor tetesan makanan pada pompa setiap 12. Monitor rasa nyaman pada
jam epigastrium
12. Monitor rasa penuh, mual, muntah 13. Menilai fungsi usus
13. Monitor residu lambung tiap 4-6 jam selama
24 jam pertama, kemudian tiap 8 jam selama 14. Mencegah resiko infeksi
pemberian makanan enteral
14. Monitor pola BAB setiap 4-8 jam
Terapeutik 15. Menjaga kepatenan selang
15. Gunakan teknik bersih dalam pemberian OGT
makan via selang 16. Mencegah gumoh

16. Berikan tanda pada selang untuk


mempertahankan lokasi yang tepat 17. Memberikan rasa kedekatan
17. Ukur residu sebelum pemberian makanan pada bayi
18. Membersihkan dari sisa-sisa
makan yang menempel di
18. Peluk dan bicara dengan bayi selama selang
diberikan makan untuk menstimulasi aktifitas 19. Mengevaluasi isi lambung
makan
19. Irigasi selang dengan 30 ml air setiap 4-6 jam 20. Untuk memberikan nutrisi
selama pemberian makan dan setelah yang adekuat kepada
pemberian makanan intermitten pasien
20. Hindari pemberian makanan lewat selang 1 21. Mencegah aspirasi ke
jam sebelum prosedur atau pemindahan paru-paru dan muntah
pasien

21. Hindari pemberian makanan jika residu lebih 22. Memberikan trust dan rasa
dari 150 cc atau lebih dari 110-120% dari tenang kepada keluarga
jumlah makanan tiap jam 23. Memberikan nutrisi sesuai
Edukasi usia tumbuh kembang
22. Jelaskan tujuan dan langkah prosedur bayi
Kolaborasi
23. Pemilihan jenis dan jumlah makan enteral
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi Utama: Pencegahan Infeksi
berhubungan selama 3X 24 jam, tingkat infeksi bayi Observasi
dengan teratasi dengan kriteria : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan 1. Mengetahui agar
ketidakadekua - Tidak ada demam sistemik mengetahui adanya tanda
tan pertahanan - Kemerahan menurun Terapeutik infeksi
tubuh primer - Tidak ada nyeri 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
- Tidak ada bengkak
2. Menghindari adanya
- Letargi tidak ada
tekanan masase titik yang
- Leukosit 9400-34000
tertekan, dan jaringan edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak lebih cenderung rusak/sobek
dengan pasien dan lingkungan pasien 3. Mencegah terjadinya infeksi
4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien silang
beresiko tinggi 4. Menjaga keselamatan pasien
Edukasi
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
5. Memberikan pemahaman
Kolaborasi kepada keluarga tentang
6. Pemberian imunisasi tanda dan gejla infeksi
6. Membuat imunitas agar
kebal terhadap penyakit
4. Resiko ikterus Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi Utama: Perawatan neonatus
neonatorum selama 2 X 24 jam, adaptasi neonatus teratasi Observasi
bd dengan kriteria : 1. Identifikasi kondisi awal bayi setelah 1. Mengetahui keadaan dan
prematuritas - BB membaik: lahir(mis kecukupan bulan, air ketuban status kesehatan bayi baru
(>37 minggu) - Membrane mukosa kuning berkurang jernih,atau bercampur emkonium, menangis lahir
- Kulit kuning berkurang spontan, toonus otot)
- Sclera kuning berkurang 2. Monitor tanda vital bayi (terutama suhu)
2. Mengetahui keadaan umum
- Prematuritas menurun
Terapeutik bayi
- Aktivitas ekstremitas membaik
3. Lakukan IMD segera setelah bayi lahir 3. IMD dapat mengurangi
- Respon terhadap stimulus sensorik angka kematian bayi baru
lahir, meningkatkan
kesehatan, tumbuh
kembang, membantu
membangun daya tahan
4. Berikan vitamin K 1 mg IM untuk mencegah tubuh bayi
peradarahan 4. Mencegah perdarahan
5. Mandikan dengan air hangat

5. Menjaga agar bayi tetap


6. Oleskan baby oil untuk mempertahankan hangat
kelembaban kulit 6. Membantu melembabkan
7. Rawat tali pusat secara terbuka (tidak kulit bayi
dibungkus) 7. Adanya luka yang terbuka
dan lembab dapat menjadi
tempat berkembangbiakya
8. Selimuti untuk mempertahankan kehangatan mikroorganisme
dan mencegah hipotermia 8. Menjaga suhu badan bayi
Edukasi agar tetap hangat
9. Anjurkan ibu menyusui setiap 2 jam
9. Agar bayi terpenuhi
Intervensi Utama: Fototerapi Neonatus kebutuhan nutrisinya serta
Observasi mencegah bengkak
10. Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi payudara ibu
10. Untuk deteksi dini adanya
peningkatan atau penurunan
11. Identifikasi kebutuhan cairan sesuai dengan ikterik
usia gestasi dan BB 11. Mempertahankan kebutuhan
12. Monitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam cairan sehingga terpenuhi
sekali 12. Proses fototerapi
memungkinkan adanya
kejadian hipertermi,
sehingga pemantauan TTV
sangat perlu dilakukan
untuk menjaga dari efek
samping fototerapi

5. Resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi Utama: Perawatan Integritas Kulit
gangguan selama 3x 24 jam Integritas kulit dan Observasi
integritas jaringan teratasi dengan kriteria : 1. Identifkasi penyebab gangguan integritas 1. Memberikan pengetahuan
kulit/jaringan - Elastisitas meningkat kulit (mis: perubahan sirkulasi, perubahan tentang penyebab terjadinya
bd - Hidrasi meningkat status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu gangguan integritas pada
kelembaban - Perfusi jaringan meningkat lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas) kulit/jaringan
- Kerusakan jaringan menurun
- Kerusakan lapisan kulit menurun Terapeutik
- Suhu kulit membaik (36,5-37,5oc) 2. Ubah posisi tiap 2 jam 2. Untuk meningkatkan
- Tekstur membaik kenyamanan
3. Lakukan masase tulang belakang 3. Mencegah lecet dan
melancrkan predaran darah
4. Bersihkan perineal dengan air hangat, 4. Menjaga kebersihan perineal
terutama selama periode diare
5. Gunakan produk berbahan petrolium pada
kulit kering 5. Petrolium merupakan bahan
yang lembab bagi kulit
6. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit sensitif 6. Mencegah iritasi pada kulit
7. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada sensitive
kulit kering 7. Alkohol dapat membuat
Edukasi kulit kering
8. Anjurkan menggunakan pelembab 8. Agar kulit lembab
(mis.lotion,serum) 9. Agar memperbaiki jaringan
kulit yang rusak
9. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
DAFTAR PUSTAKA

Andesty, D. (2015). Hubungan Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah Dengan
Hiperbilirubinemia. Jurnal Media Kesehatan, 8(1), 25–29.
DEWI, L. A. (2018). Penerapan Pemberian Air Susu Ibu (Asi) Pada Bayi Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) Dengan Reflek Hisap Lemah Di Ruang
Perinatologi Rsud Sleman Yogyakarta. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Evasari, D., Susmiati, S., & Sari, Y. P. (2020). Peningkatan Berat Badan Bayi
Berat Badan Lahir Rendah melalui Pijat Bayi dan Terapi Murrotal. Jurnal
Keperawatan, 12(1), 135–140.
Irwinda, R., Surya, R., & Nembo, L. F. (2016). Impact Of Pregnancy-Induced
Hypertension On Fetal Growth. Medical Journal of Indonesia, 25(2), 104–
111.
Izzah, K. A. (2018). Hubungan Riwayat Bblr (Berat Badan Lahir Rendah)
Dengan Perkembangan Motorik Halus Dan Kasar Bayi Usia 6-12 Bulan
(Studi Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kecamatan Babat). STIKes Insan
Cendekia Medika Jombang.
Kaimmudin, L., Pangemanan, D., & Bidjuni, H. (2018). Hubungan Usia Ibu Saat
Hamil Dengan Kejadian Hipertensi di RSU Gmim Pancaran Kasih Manado.
Jurnal Keperawatan, 6(1).
Kanti, V., Günther, M., Stroux, A., Sawatzky, S., Henrich, W., Abou‐Dakn, M.,
Blume‐Peytavi, U., & Garcia Bartels, N. (2017). Influence of sunflower seed
oil or baby lotion on the skin barrier function of newborns: A pilot study.
Journal of Cosmetic Dermatology, 16(4), 500–507.
Karentina, Y. U. N., & Risanti, E. D. (2019). Hubungan Antara Hipertensi
Gestasional dan Usia Ibu Terhadap Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Khoiriah, A. (2017). Hubungan Antara Usia dan Paritas Ibu Bersalin dengan
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah
Palembang. Jurnal Kesehatan, 8(2), 310–314.
Nurlaila, N. (2017). Hubungan Pelaksanaan Perawatan Metode Kanguru (PMK)
Dengan Kejadian Hipotermi Pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Husada
Mahakam: Jurnal Kesehatan, 3(9), 466–473.
Pantiawati, I. (2010). Bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).
Yogyakarta: Nuha Medika.
Pinontoan, V. M., & Tombokan, S. G. J. (2015). Hubungan Umur Dan Paritas
Ibu Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah. JIDAN (Jurnal Ilmiah
Bidan), 3(1), 20–25.
Proverawati, A., & Ismawati. (2010). BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), Nuha
Medika. Yogyakarta.
Yana, Y., Musafaah, M., & Yulidasari, F. (2017). Hubungan Antara Usia Ibu
Pada Saat Hamil Dan Status Anemia Dengan Kejadian Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) Studi Observasional Di Wilayah Kerja Puskesmas
Martapura. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, 3(1).
Yulisa, R., & Imelda, I. (2018). Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (Bblr) Di
Rumah Sakit Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Keperawatan, 3(3).

Anda mungkin juga menyukai