Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS SINDROM


NEFROTIK DI RUANG POLI ANAK RSUD DR. R. SOEDJONO SELONG 2023

Disusun oleh :

FAISAL, S. Kep

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAMZAR
LOMBOK TIMUR - NTB
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA SINDROM NEFROTIK DI


RUANG POLI ANAK RSUD DR. R. SOEDJONO SELONG 2023

Pendidikan Profesi Ners


Stase Keperawatan anak dan maternitas
Laporan Pendahuluan Kasus di Ruang Poli Anak
RSUD Dr. R. Soedjono Selong 2023

oleh

FAISAL ., S. Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAMZAR


LOMBOK TIMUR - NTB
2023
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS SINDROM


NEFROTIK DI RUANG POLI ANAK RSUD DR. R. SOEDJONO SELONG 2023
Lombok Timur-NTB
Tanggal 20 s/d 25 Nobember 2023

Hari :
Tanggal :

Mahasiswa

(ZAEDATUL AZIZAH, S.Kep )

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( Ns. Apriani Susmita Sari, M.Kep ) ( Ns. Satria Handayani, S.Kep )

Kepala Ruangan

( Ns. Satria Handayani, S.Kep )

Kata pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan YME, karena atas segala berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat melaksanakan kegiatan yang berlangsung pada
tanggal, 27-02 Desember 2023 di Ruang Poli Anak Rumah Sakit Dr. R Soedjono
Selong, sehingga penulis dapat menyusun laporan ini yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Dengan Diagnosa Medis EPILEPSI Di Ruang Poli Anak Rsud Dr. R.
Soedjono Selong 2023 ”.
Selama pelaksanaan pembuatan Laporan ini, penulis banyak mendapatkan
dukungan dan bimbingan dari berbagai Pihak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kepala ruangan Rumah Sakit yang telah memberi kesempatan kepada penulis
untuk melaksanakan kegiatan.
2. Clicinal Educator (CE) beserta perawat Rumah Sakit yang sudah bersedia
mendampingi dan memberikan arahan.
3. Pembimbing akademik yang telah memberi bimbingan pada penulis dalam
pelaksanaan kegiatan dan penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa hasil laporan pendahuluan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis berharap kepada semua pihak yang sekiranya
membaca laporan ini dapat memberikan saran dan kritik yang bertujuan demi
kesempurnaan laporan ini, penulis terima dengan senang hati, agar di kemudian hari
penulis dapat menyempurnakan laporan ini.
Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan, semoga hasil laporan ini
bermanfaat bagi pengembangan pendidikan di Indonesia, khususnya dalam
pengembangan dan pemantapan Profesional Keperawatan.

Lombok Timur,…..…..november 2023

Penyusun

LAPORAN PENDAHULUAN
SINDROM NEFROTIK

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Nefrotik sindrom adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminea, dan hiperkolesterolemia. Kadang kadang terdapat hematuria,
hipertensi, penurunan fungsi ginjal (Nurarif dan Kusuma, 2016). Sindrom
Nefrotik adalah rusaknya membran kapiler glomerulus yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus.Sindrom Nefrotik dalah merupakan
kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerulus yang terjadi
pada anak dengan karakteristik: proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Suriadi & Rita Yuliant, 2017).

2. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2016). Penyebab sindrom nefrotik yang pasti
belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit auto imun,
yaitu suatu reaksi antigen anti body. Umumnya etiologi dibagi menjadi:
1) Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autonom atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada masa neonatus.
Pernah dicoba pencangkokan ginjal pada neonates tetapi tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama
kehidupannya.
2) Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
a. Malaria quartana atau parasit lainnya
b. Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid
c. Glomerulo nefritis akut atau glomerulon efritis kronis, thrombosis
vena renalis
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
sengatan lebah, racun otak, air raksa. Amiloidosis, penyakit sel sabit,
hiperprolinemia, nefritis membrane proliferatif hipo komplemen
temik.
3) Sindrom nefrotik idiopatik
Sindrom nefrotik adalah Sindrom yang tidak diketahui penyebabnya
atau juga disebut sindrom nefrotik primer. Berdasarkan
histo patologis yang tampak pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan
mikroskopi biasa dan mikroskopi electron membagi dalam 4 golongan
yaitu kelainan minimal, nefropati membranosa, glomerulo nefritis
proliferatif, glomerulo sklerosis fokal segmental.

3. Klasifikasi
Secara klinis Nefrotik sindrom dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1) Nefrotik Sindrom Primer atau Idiopatik
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini
secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada
penyebab lain. Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan
sindrom nefrotik idiopatik. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer
adalah Nefrotik sindrom kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik
yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. Penyakit
ini diturunkan secara resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal.
Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa
neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi
tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam
bulan-bulan pertama kehidupannya (Yuliandra,2018).
2) Nefrotik Sindrom Sekunder
Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat
dari berbagai sebab lain yang nyata. Penyebab yang sering dijumpai antara
lain :
a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,
sindrom Alport, miksedema
b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis,
streptokokus, AIDS
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun
serangga, bisa ular
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik,
purpura Henoch-Schönlein, sarkoidosis (Yuliandra, 2018).

4. Manifestasi Klinik
Menurut International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC),
pada SNKM ditemukan 22% dengan hematuria mikroskopi, 15- 20% dengan
hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah
yang bersifat sementara. Pasien Nefrotik Sindrom biasanya datang dengan
edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura,
dan edema skrotum (pada laki-laki). Kadang-kadang disertai oligouria dan
gejala infeksi, nafsu makan berkurang dan diare. Bila disertai sakit perut,
hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis. Adapun tanda dan
gejala lainnya adalah:
1) Proteinuria
Proteinuria disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler
terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan
normalmembran basal glomerulus mempunyai mekanisme penghalang
untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama
berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan
muatan listrik (charge barrier). Pada Nefrotik Sindrom mekanisme barrier
tersebut akan terganggu. Selain itu konfigurasi molekul proteinjuga
menentukan lolos tidaknya protein melalui membran basal glomerulus
(Kharisma, 2017).
2) Hipolbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukanoleh asupan protein, sintesis
albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada Nefrotik Sindrom
hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat
penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan
onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin.
Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya
hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin
hati akan tetapi dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui
urin (Kharisma, 2017).
3) Edema
Edema pada Nefrotik Sindrom dapat diterangkan dengan teori
underfill dan overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa
hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada Nefrotik
sindrom. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik
plasma dan bergesernya cairan plasma sehingga terjadi hipovolemiadan
ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi air dan
natrium. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume
inravaskular tetapi juga mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia
sehingga edema semakin berlanjut.
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek
renal utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler
meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasiglomerulus
akibat kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium dan
edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan pada pasien Nefrotik
Sindrom. Faktor seperti asupan natrium, efek diuretik atau terapi steroid,
derajat gangguanfungsi ginjal, jenis lesi glomerulus, dan keterkaitan
dengan penyakit jantung dan hati akan menentukan mekanisme mana yang
lebih berperan.

5. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan
intravaskular berpindah ke dalam interstisial. Perpindahan cairan tersebut
menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemia.
Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi
dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi
hormon ADH dan sekresi aldosteron yang kemudian terjaddi retensi natrium
dan air. Dengan retensi natrium dan air, akan menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin
atau penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari
meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena
kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin atau
lipiduria. Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh karena hypoalbuminemia, hiperlipidemia (Kharisma, 2017).
6. Patway

Penyakit Sekunder Reaksi Autoimun Idiopatik Penyakit Sistemik

Kerusakan Glomerulus

Proteinuria
Sintesis
Hiperlipidemi protein & Hipoalbuminemia
Hipertensi a Lipid
Edema
MK: Kolesterol
Nyeri
Sakit Kepala
Akut SINDROMA NEFROTIK

Breathing Brain Blood Bladder

Asites
Cardiac Reabsorbsi
Output Na & Air Penurunan Volume Cairan Hipoalbumi
Distensi Menurun Filtrasi Vaskuler Menurun nemia
Abdomen Volume Glomerulu
Perfusi Darah Intravaskuler s Stimulasi Tekanan
Ke Otak Renin- Osmotik Plasma
Menekan Menurun Beban Kerja Protein Angiotensis Menurun
Diafragm Jantung Terfiltras
a MK: Risiko Meningkat i Sekresi ADH
Ketidakefektifa Tekanan
n Perfusi Kontraaktivitas Hidrostatik
Penurunan Jaringan Otak Ventrikel Meningkat
Penurunan Ig Reabsorbsi Na
Ekspansi Menurun G & Ig A & Air
Paru Perpindahan
Meningkat
Decompensasi Imunitas Cairan dari
Cordis Menurun Volume Intravaskuler
Dyspnea, Ke
Sekresi Urine
Takipnea, Aritmia, Intrastisial
MK : menurun
Tarikan Bradicardi, Risiko
Dinding Perubahan EKG, Infeksi MK :
Dada Edema, Gangguan
Eliminasi
Urine
MK :
Ketidakefektifa MK: Penurunan
n Pola Napas Curah Jantung
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Betz & Sowden (2017), pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1) Uji urine
a. Urinalisis: proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2g/m2/hari), bentuk
hialin dan granular, hematuria
b. Uji dipstick urine: hasilpositif untuk protein dan darah
c. Berat jenis urine: meningkat palsu karena proteinuria
d. Osmolalitas urine: meningkat
2) Uji darah
a. Kadar albumin serum: menurun (kurang dari 2 g/dl)
b. Kadar kolesterol serum: meningkat (dapat mencapai 450 sampai 1000
mg/dl)
c. Kadar trigliserid serum: meningkat
d. Kadar hemoglobin dan hematokrit : meningkat
e. Hitung trombosit: meningkat (mencapai 500.000 sampai 1.000.000/ul)
f. Kadar elektrolit serum: bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit
perorangan
3) Uji diagnostik
Biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin)

8. Komplikasi
1) Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein di dalam urin seperti
antithrombin III (AT III), protein S bebas, plasminogen dan α antiplasmin.
2) Hipoalbuminemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2.
3) Meningkatnya sintesis protein prokoagulan dan tertekannya fibrinolisis.
4) Aktivasi sistem hemostatik di dalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan
monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerolus
yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi
trombosit.
5) Infeksi sekunder terutama infeksi kulit oleh streptococcus,
staphylococcus, bronkopneumonia, TBC. Erupsi erisipelas pada kulit
perut atau paha sering ditemukan. Pinggiran kelainan kulit ini batasnya
tegas, tapi kurang menonjol seperti erisipelas dan biasanya tidak
ditemukan organisme apabila kelainan kulit dibiakan.
6) Gangguan klirens renali pada pasien sindrom nefrotik mungkin
disebabkan kurangnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan
berkurangnya hantaran natrium dan air ke ansa henle tebal. Gangguan
pengasaman urin ditandai dengan ketidakmampuan menurunkan pH urin
sesudah pemberian beban asam.
7) Gagal ginjal akut terjadi bukan karena nekrosis tubulus atau fraksi filtrasi
berkurang, tapi karena edema interstisial dengan akibatnya meningkatnya
tekanan tubulus proksimalis yang menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG).
8) Anemia yang disebabkan protein pengangkut Fe yaitu transferin serum
yang menurun akibat proteinuria. Anemia hipokrom mikrositik, karena
defisiensi besi yang tipikal, namun resisten terhadap pengobatan preparat
Fe. Universitas Sumatera Utara
9) Peritonitis karena adanya edema di mukosa usus membentuk media yang
baik untuk perkembangan kuman-kuman komensal usus. Biasanya akibat
infeksi streptokokus pneumonia, E.coli.
10) Gangguan keseimbangan hormon dan mineral karena protein pengikat
hormon hilang melalui urin . Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG)
dalam urin pada beberapa pasien sindrom nefrotik dan laju ekskresi
globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinuria.
11) Hipokalsemia disebabkan albumin serum yang rendah, dan berakibat
menurunkan kalsium terikat, tetapi fraksi yang terionisasi normal dan
menetap. Disamping itu pasien sering mengalami hipokalsiuria, yang
kembali menjadi normal dengan membaiknya proteinuria. Absorbsi
kalsium yang menurun di GIT, dengan eksresi kalsium dalam feses lebih
besar daripada pemasukan. Hal-hal seperti di atas dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan serta mental anak pada fasa
pertumbuhan. Hubungan antara hipokalsemia, hipokalsiuria, dan
menurunnya absorpsi kalsium dalam GIT menunjukan kemungkinan
adanya kelainan metabolisme vitamin D namun penyakit tulang yang
nyata pada penderita sindrom nefrotik jarang ditemukan (Dr.Trihono,
2012).

9. Penatalaksanaan Medis
Menurut Wong (2016), Penatalaksanaan medis untuk Sindrom nefrotik
mencakup :
1. Pemberian kortikosteroid (prednison atau prednisolon) untuk
menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu
terapi. Kekambuhan diatasi dengan kortikosteroid dosis tinggi untuk
beberapa hari.
2. Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena)
3. Pengurangan edema
a. Terapi diuretic (diuretic hendaknya digunakaan secara cermat untuk
mencegah terjadinya penurunan volume intra vaskular, pembentukan
trombus, dan atau ketidakseimbangan elektrolit)
b. Pembatasan natrium (mengurangi edema)
4. Mempertahankan keseimbangan elektrolit
5. Pengobatan nyeri (untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan
dengan edema dan terapi invasif)
6. Pemberian antibiotik (penisilin oral profilaktik atau agenslain)
7. Terapi imunosupresif (siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin) Untuk
anak yang gagal berespons terhadap steroid

10. Penatalaksanaan Keperawatan


1. Pencegahan Infeksi
Perawat serta seluruh keluarga yang menemani klien harus memperhatikan
standard precaution seperti cuci tangan, hindari interaksi dengan klien lain
yang mempunyai atau sedang terinfeksi penyakit menular, pantau kadar
leukosit/ sel darah putih, dan pantau TTV juga perhatikan bila terjadi
tanda-tanda infeksi pada kulit yang mengalami edema
2. Mencegah Kerusakan Kulit
Kaji keadaan kulit klien secara rutin, putar posis anak secara berkala
supaya tidak mengalami penekanan pada area edema, atau juga untuk
mencegah dekubitus akibat penekanan yang lama pada area kulit yang
menonjol karena tulang seperti area tumit atau scapula. pastikan area kulit
selalu bersih serta kering untuk menghindari tempat untuk tumbuhnya
kuman/ mikroorganisme terutama di area edema yang biasanya lembab
akibat penguapan air dan keringat dari dalam kulit. anjurkan klien untuk
meenggunakan pakaian yang menyerap keringat misalnya yang berbahan
katun dan tipis.
3. Nutrisi dan kebutuhan cairan
Anak dengan nefrotik syndrome bisa jadi mengalami anorexia yang
disebabkan oleh penekanan edema area abdomen (ascites) ke area
lambung sehungga menimbulkan perasaan kenyang, oleh karena itu
perawat harus mampu melakukan modifikasi bagi klien anak yang
mengalami kesulitan makan salah satunya dengan cara membuat tampilan
makanan semenarik mungkin untuk meningkatkan nafsu makan anak.
Selain itum anak juga dianjurkan makan sedikit tapi sering.
Untuk masalah cairan berikan retriksi cairan sesuai dengan derajat
edema yang dialami oleh klien karena bila klien mendapatkan asupan
cairan berlebih dikhawatirkan akan membuat cairan semakin menumpuk
didalam tubuh. Selain itu pertahankan diet rendah natrium/ sodium, tidak
hanya mengurangi makanan yang asin namun juga orang tua mampu
memilah makanan yang mengandung MSG atau pengawet yang
mengandung banyak sodium. Diet tinggi protein juga mampu diberikan
pada klien dengan kondisi ketika klien sudah mengalami perbaikan fungsi
ginjal dilihat dari keseimbangan intake dan output. Untuk pasien
sindrom nefrotik dilakukan pembatasan konsumsi garam (mengrangi
bengkak), protein secukupnya sebanyak 0,8 – 1 gram/kg/BB/hari. Nutrisi
protein didapat dengan mengkonsumsiputih telur (meningkatkan albumin
dan kolesterol rendah), selain itu konsumsi daging ayam dan ikan.
4. Anjurkan klien untuk istirahat
Klien dengan nefrotik syndrome biasanya adalah anak-anak usia 3 hingga
7 tahun yang sedang dalam fase senang bermain, namun klien dengan
nefrotik syndrome harus mengurangi aktifitasnya guna mengefektifkan
treatmen yang telah dilaksanakan. Klien dianjurkan bedrest untuk
mengurangi edema dengan lebih cepat serta mencegah adanya
peningkatan tekanan darah. Perawat harus mampu mengkaji adanya tanda
fatigue, kelemahan, atau iritable pada klien.
5. Tingkatkan support emosional
Kecemasan mungkin timbul pada orang tua dengan anak yang mengalami
nefrotik syndrome apalagi melihat kondisi anak yang anasarka/ edema di
sekujur tubuh, oleh karena itu perawat harus mampu memberikan
pengetahuan kepada orang tua mengenai penyakit serta mengkaji
mekanisme koping keluarga adaptif atau tidak dengan adanya anak dengan
nefrotik syndrome iini.
6. Discharge Planning
Sebelum pulang klien harus diberi tahu beberapa hal mengenai penyakit ini
seperti tanda tanda relaps atau kekambuhan, tanda tanda eksaserbasi atau
penyakit bertambah parah, cara melakukan perawatan kulit klien terutana
area yang edema, mengenai medikasi obat-obatan serta efek samping dan
cara penanggulangannya, serta tanda kegawatan yang mengaharuskan
keluarga untuk segera mencari pertolongan tim medis.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus Sindroma Nefrotik meliputi:
1) Identitas, seperti :nama, tempat tanggal lahir/umur, berat badan lahir,
panjang badan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, jenis
kelamin, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.
2) Keluhan Utama
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan sembab pada beberapa bagian
tubuh anak seperti pada wajah, mata, tungkai serta bagian genitalia.
Orang tua anak biasanya juga mengeluhkan anaknya mudah demam
dan daya tahan tubuh anaknya terbilang rendah.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada orangtua berat badan anak dahulu untuk menilai
adanya peningkatan berat badan. Perlu dikaji riwayat keluarga dengan
sindroma nefrotik seperti adakah saudara- saudaranya yang memiliki
riwayat penyakit ginjal dan riwayat tumbuh kembang anak yang
terganggu, apakah anak pernah mengalami diare atau sesak napas
sebelumnya, serta adanya penurunan volume haluaran urine.
c) Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Perlu dikaji adanya penyakit pada ibu saat masa kehamilan adakah
menderita penyakit lupus eritematosus sistemik atau kencing manis,
konsumsi obat-obatan maupun jamu tradisional yang diminum serta
kebiasaan merokok dan minum alkohol selama hamil.
d) Riwayat Pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan
karena keletihan akibat lambung yang mengalami tekanan oleh cairan
intrastisial dan memberikan persepsi kenyang pada anak.
e) Riwayat Psikososial dan Perkembangan
Penurunan nilai cardiac output dapat mengakibatkan penurunan
perfusi darah ke otak. Hal ini dapat berdampak pada
ketidakseimbangan perfusi jaringan cerebral pada anak. Sehingga anak
perlu mendapatkan stimulasi tumbuh kembang dengan baik.
3) Pemeriksaan Fisik
a. TTV
a.) Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan darah sistole
normal 80 sampai 100 mmHg dan nilai diastole normal 60 mmHg.
Anak dengan hipovolemik akan mengalami hipotensi, maka akan
ditemukan tekanan darah kurang dari nilai normal atau dapat
ditemukan anak dengan hipertensi apabila kolesterol anak
meningkat.
b.) Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun 105x/
menit, frekuensi nadi anak usia 6-10 tahun 95x/menit, frekuensi
nadi anak usia 10-14 tahun 85x/menit dan frekuensi nadi anak usia
14-18 tahun 82x/menit.
c.) Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun 21- 30x/menit,
anak 6 sampai 10 tahun 20-26x/menit dan anak usia 10-14 tahun
18-22x/menit.
b. Postur
BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur dalam
tahun) + 8. Perlu ditanyakan kepada orangtua, BB anak sebelum sakit
untuk menentukan adanya peningkatan BB pada anak dengan
sindroma nefrotik. Edema pada anak juga dapat ditandai dengan
peningkatan Berat Badan >30%.
c. Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya
Jugularis Vein Distention (JVD) terletak 2 cm diatas angulus
sternalis pada posisi 450, pada anak dengan hipovolemik akan
ditemukan JVD datar pada posisi supinasi, namun pada anak dengan
hipervolemik akan ditemukan JVD melebar sampai ke angulus
mandibularis pada posisi anak 450.
d. Mata
Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami edema
pada periorbital yang akan muncul pada pagi hari setelah bangun tidur
atau konjunctiva terlihat kering pada anak dengan hipovolemik.
e. Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan, namun
anak dengan Sindroma Nefrotik biasanya akan memiliki pola napas
yang tidak teratur sehingga akan ditemukan pernapasan cuping
hidung.
f. Mulut
Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir anak akibat
penurunan saturasi oksigen. Selain itu dapat ditemukan pula bibir
kering serta pecah-pecah pada anak dengan hipovolemik .
g. Kardiovaskuler
a) Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat pola napas
yang tidak teratur
b) Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut
jantung
c) Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
d) Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronki serta
penurunan bunyi napas pada lobus bagian bawah. Bila dilakukan
EKG, maka akan ditemukan aritmia, pendataran gelombang T,
penurunan segmen ST, pelebaran QRS, serta peningkatan interval
PR.
h. Paru-Paru
a) Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan
b) Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak
simetris bila anak mengalami dispnea
c) Perkusi, biasanya ditemukan sonor
d) Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan.
Namun, frekuensi napas lebih dari normal akibat tekanan abdomen
kerongga dada.
i. Abdomen
a) Inspeksi, biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat
bila anak asites
b) Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila diukur
lingkar
c) perut anak akan terjadi abnormalitas ukuran
d) Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
e) Auskultasi, pada anak dengan asites akan dijumpai shifting
dullness
j. Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik yang mengalami diare akan
tampak pucat serta keringat berlebihan, ditemukan kulit anak tegang
akibat edema dan berdampak pada risiko kerusakan integritas kulit.
k. Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila edema
anasarka atau hanya edema lokal pada ektremitas saja. Selain itu dapat
ditemukan CRT > 2 detik akibat dehidrasi.
l. Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada skrotum
dan pada anak perempuan akan mengalami edema
pada labia mayora.
4) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Urine
a) Urinalisis
1. Proteinuria, dapat ditemukan sejumlah protein dalam urine
lebih dari 2 gr/m2/hari.
2. Ditemukan bentuk hialin dan granular.
3. Terkadang pasien mengalami hematuri.
b) Uji Dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan darah.
c) Berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya
proteinuria ( normalnya 50-1.400 mOsm).
d) Osmolaritas urine akan meningkat.
b. Uji Darah
a) Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang dari 2
gr/dl (normalnya 3,5-5,5 gr/dl).
b) Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai 450-
1000 mg/dl (normalnya <200 mg/dl).
c) Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau mengalami
hemokonsentrasi ( normalnya Ht pada laki-laki 44-52% dan pada
Perempuan 39-47% ).
d) Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000- 1.000.000/ µl
(normalnya 150.000-400.000/µl).
e) Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit
perorangan (normalnya K+ 3,5-5,0 mEq/L, Na+ 135-145 mEq/L,
Kalsium 4-5,5 mEq/L, Klorida 98-106 mEq/L )
c. Uji Diagnostik
Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan status
glomerular, jenis sindrom nefrotik, respon terhadap penatalaksanaan
medis dan melihat proses perjalanan penyakit. (Betz & Sowden, 2009)
2. Diagnosa Keperawatan (SDKI, SLKI, SIKI)
1. SDKI : Bersihan jalan napas tidak efektif
Batasan karakteristik :
a. Batuk tidak efektif
b. Sputum berlebih
c. Mengi, wheezing dan ronkhi kering
SLKI : Bersihan jalan napas
Defenisi : Kemampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas
untuk memepertahankan jalan nafas.
Kriteria hasil :
1. Batuk efektif menurun (1)
2. Produksi sputum sedang (3)
3. Mengi sedang (3)
4. Wheezing sedang (3)
5. Dispnea cukup membaik (4)
6. Ortopnea cukup membaik (4)
7. Frekuensi napas cukup membaik (4)
8. Pola napas sedang (3)
SIKI : Latihan Batuk Efektif
Defenisi : melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara
efektif untuk membersihkan laring, trakea dan bronkiolus dari sekret dan
benda asing di jalan nafas.
Tindakan :
1. Identifikasi kemampuan batuk
2. Monitor adanya sputum
3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
4. Monitor output dan input cairan
5. Atur posisi semi fowler atau fowler
6. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
7. Anjurkan tarik napas dalam hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
detik keluarkan dari mulut dengan bibir mecucu selama 8 detik
8. Anjurkan mengualngi tarik napas dalam hingga 3 kali
9. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran
2. SDKI : Hipervolemia
Batasan karakterisitik :
a. Oliguria
b. Intake lebih banyak dari output
c. Terdengar suara napas tambahan
SLKI : Keseimbangan cairan
Defenisi : Ekuilibrrium antara volume cairan di ruang intraseluler dan
ekstraseluler tubuh.
Kriteria hasil :
1. Asupan cairan cukup menurun (2)
2. Keluaran urin cukup menurun (2)
3. Edema sedang (3)
4. Asupan makanan sedang (3)
5. Tekanan darah sedang (3)
6. Tekanan darah sedang (3)
SIKI : Manajemen Hipervolemia
Defenisi : mengidentifikasi dan mengelola volume cairan intravaskuler
dan ekstraseluler serta mencegah terjadinya komplikasi.
Tindakan :
1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. Ortopnea, dispnea,
edema, JVP/CVP meningkat,suara napas tambahan)
2. Identifikikasi penyebab hipervolemia
3. Monitor status hemodinamik (mis. Frekuensi jantung, tekanna darah)
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor tanda peningkatana tekanan onkotik plasma (mis. Kadar
protein dan albumin meningkat)
6. Batasi asupan cairan dan garam
7. Anjurkan cara mengukur dan mencata asupan dan haluaran cairan
8. Kolaborasi pemberian diuretik
3. SDKI : Gangguan citra tubuh
Batasan karakteristik :
a. Mengungkapkan perubahan gaya hidup
b. Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh
c. Respon nonverbal pada perubahan dan persepsi tubuh
SLKI : Kesadaran Diri
Defenisi : Kemampuan menilai kekuatan, kelemahan, pkiran, sikap,
kepercayaan, emosi, motivasi seseorang berkaitan dengan diri, lingkungan
dan orang lain.
Kriteria hasil :
1. Mengakui kemampuan fisik cukup meningkat (4)
2. Mengakui kemampuan mental cukup meningkat (4)
3. Mengenali keterbatasan fisik meningkat (5)
4. Menerima perasaaan sendiri cukup meningkat (4)
5. Mengenali respon sibjektif terhadap situasi meningkat (5)
SIKI : Edukasi Teknik Adaptasi
Defenisi : mengajarkan melakukan proses adaptasi terhadap perubahan.
Tindakan :
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3. Jelaskan tindakan terapeutik untuk mengatasi masalah atau gangguan
fisik yang dialami
4. Jelaskan efek samping kemungkinan akibat terapi/pengobatan saaat ini
5. Ajarkan cara mengidentifikasi kemampuan beradaptasi terhadap
tuntutan kondisi saat ini
6. Ajarkan cara meengidentifikasi adanya depresi, gangguan proses
pikir, dan ekspresi ide bunuh diri
7. Ajarkan melakukan teknik proses reminisens (mis. Mendengarkan
lagu lama, mengingat peristiwa masa lalu, dan melihat foto / benda
kenangan)
8. Informasikan ketersediaan sumber sumber (mis. Konseling psikatrik
atau eksual , ahli protesa, terapis okupasi)
4. SDKI : Defisit nutrisi
Batasan karakteristik :
a. Cepat kenyang setalah makan
b. Kram / nyeri abdomen
c. Berat badan menurun
SLKI : Status Nutrisi
Defenisi : Keadekuatan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
Kriteria hasil :
1. Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat (5)
2. Pengetahuan tentang makanan yang sehat meningkat (5)
3. Berat badan sedang (3)
4. Nafsu makan sedang (3)
SIKI : Manajemen Nutrisi
Defenisi : mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang.
Tindakan :
1. Identifikasi alergi dan status makanan
2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
3. Monitor berat badan
4. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan.
5. SDKI : Intoleransi aktivitas
Batasan karakteristik :
a. Dispnea saat/setelah aktivitas
b. Merasa tidak nyaman setelah aktivitas
c. Merasa lemah
SLKI : Toleransi Aktivitas
Defenisi : respon biologis terhadap aktivitas yang membutuhkan tenaga.
Kriteria Hasil :
1. Frekuensi nadi cukup menurun (2)
2. Keluhan lelah cukup meningkat (4)
3. Dispnea saat beraktivitas sedang (3)
4. Dispnea setelah beraktivitas cukup meningkat (4)
5. Perasaan lema sedang (3)
SIKI : Terapi aktivitas
Defenisi : mengguankan aktivitas fisik kognitif, sosial dan spiritual
tertentu untuk memulihkan keterlibatan frekuensi atau durasi aktivitas
individu atau kelompok.
Tindakan :
1. Identifikasi defisi tingkat aktivitas
2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
3. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
4. Fasilitasi aktivitas rutin (mis. Ambulasi, mobilisasi, dan perawatan
diri) sesuai kebutuhan
5. Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
6. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
7. Kolaborasikan dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan
memonitor program aktivitas
6. SDKI : Penurunan curah jantung
Batasan karakteristik :
a. Perubahan preload
b. Perubahan anterload
c. Perubahan kontraktilitas
SLKI : Curah Jantung
Defenisi :keadekuaatan jantung memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh.
Kriteria Hasil :
1. Palpitasi sedang (3)
2. Edema sedang (3)
3. Dispnea sedang (3)
4. Hepatomegali sedang (3)
5. Pulmonary vascular resistance sedang (3)
SIKI : Perawatan jantung
Defenisi : mengidentifikasi, merawat dan membatasi komplikasi akibat
ketidakseimbangan antara suplai dan konsumsi oksigen miokard.
Tindakan :
1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi
dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, peningkatan CVP)
2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi
peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena jugularis,
palpitasi, ronkhi basah, batuk)
3. Monitor intake dan output cairan
4. Monitor keluhan nyeri dada
5. Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman
6. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres
7. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
8. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
7. SDKI : Risiko perfusi perifer tidak efektif
Batasan karakteristik :
1. Gaya hidup yang kurang gerak
2. Trauma
3. Kurang terpapar informasi
SLKI : Perfusi Perifer
Defenisi : keadekuatan aliran darah pembuluh darahdistal untuk
mempertahankan jaringan.
Kriteria Hasil :
1. Denyut nadi perifer sedang (3)
2. Edema perifer cukup meningkat (4)
3. Nyeri ekstremitas sedang (3)
4. Kelemahan otot sedang (3)
5. Kram otot sedang (3)
6. Nekrosis sedang (3)
SIKI : Perawatan sirkulasi
Defenisi : mengidentifikasi dan merawat area lokal dengan keterbatasan
sirkulasi perifer.
Tindakan :
1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian
kapiler,suhu)
2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
3. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
4. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cedera
5. Hindari pengukuran tekanan darah pada ektremitas dengan
keterbatasan perfusi
6. Anjurkan berolahraga secara rutin
7. Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan, omega 3
8. Informasihkan tanda dan gejala darurat yang harus dialporkan

3. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, kegiatannya meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan
(Purnomo, 2016).

4. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom
nefrotik diharapkan sebagai berikut :
a) Kelebihan volume cairan teratasi
b) Meningkatnya asupan nutrisi
c) Meningkatnya citra tubuh
d) Bersihan jalan nafas efektif
e) Perfusi jaringan perifer efektif
f) Pola nafas efektif
g) Aktivitas dapat ditoleransi
h) Curah jantung mengalami peningkatan
DAFTAR PUSTAKA

Bets & Sowden 2017.Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta :


Nuha Medika.

Kharisma, Y. 2017. Tinjauan Umum Penyakit Sindrom Nefrotik. Bandung:


Universitas Islam Bandung

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan.


Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus.
Yogyakarta: MediAction

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. 2017. Jakarta: Tim Pokja


SDKI DPP PPNI

Suriadi & Rita Yuliant, 2017.Dasar- dasar Sistem Perkemihan.Yogyakarta :


Nuha Medika.

Wong, 2016.Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai