Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANAK DENGAN NEFROTIK SYNDROME

di RUANG 7B DEPARTEMEN KEPERAWATAN ANAK


RSSA dr SAIFUL ANWAR MALANG

M HARI RUDI
NIM. 19.30.031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Swt atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas berjudul “SINDROM NEFROTIK “ dengan baik dan
tepat pada waktunya. Adapun tujuan penyusunan tugas ini adalah untuk memenuhi tugas
profesi departemen keperawatan anak
Dengan segala kerendahan hati Penulis selaku penyusun tugas ini menyadari
bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi
kesempurnaan tugas yang serupa dimasa yang akan datang.
Demikian, Semoga segala yang tertulis di dalam tugas ini bermanfaat, selebihnya
mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Malang, 6 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................................


KATA PENGANTAR .............................................................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................................................
B. Tujuan .................................................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Medis
1. Definisi sindrom neroitik ..............................................................................................
2. Aspek Epidemiologi ......................................................................................................
3. Penyebab ......................................................................................................................
4. Patofisiologi ..................................................................................................................
5. Manifestasi klinis ..........................................................................................................
6. Klasifikasi .....................................................................................................................
7. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................................
8. Penatalaksanaan ............................................................................................................
9. Komplikasi ....................................................................................................................
10. Pengobatan …………………………………………...….............................................
B. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian ....................................................................................................................
2. Diagnosa Keperawatan ................................................................................................
3. Intervensi & Rasional ...................................................................................................
C. Discharge Planning..............................................................................................................
D. Evidence Based – Practice Terkait......................................................................................
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN ...................................................................................................................
B. SARAN ...............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia sebagai organ
pengatur keseimbangan tubuh dan organ pembuangan zat-zat yang tidak berguna serta
bersifat toksis. Fungsi ginjal yang terpenting adalah untuk mempertahankan homeostasis
bio kimiawi yang normal di dalam tubuh, hal ini dilakukan dengan cara mengekskresikan
zat-zat yang tidak diperlukan lagi melalui proses filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan
sekresi tubulus. Sindrom Nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering
dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari
proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Sekitar 90 %
kasus anak merupakan Sindrom Nefrotik primer. Sindrom Nefrotik yang paling banyak
ditemukan adalah jenis kelainan minimal yaitu sekitar 76 %. Pasien yang menderita
Sindrom Nefrotik untuk pertama kalinya sebagian besar datang ke rumah sakit dengan
gejala edema. Pada pasien anak dengan Sindrom Nefrotik biasanya akan didapatkan
kenaikan berat badan yang dapat mencapai hingga 50 % dari berat badan sebelum
menderita Sindrom Nefrotik. Hal tersebut terjadi karena timbulnya proses edema yang
merupakan salah satu gambaran klinis dari Sindrom Nefrotik.

B. Tujuan

1. Untuk menjelaskan konsep sindrom nefrotik


2. Untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada sindrom nefrotik
3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa/i keperawatan mengenai
sindrom nefrotik pada anak.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Medis

1. Definisi sindrom nefrotik

Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering dijumpai pada
anak. Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri
dari proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstik ≥2+), hipoalbuminemia
<2,5 g/dl, edema, dan dapat disertai hiperlipidemia > 200 mg/dL terkait kelainan
glomerulus akibat penyakit tertentu atau tidak diketahui (Trihono et al., 2008).

2. Aspek epidemiologi

Angka kejadian di Indonesia pada Sindrom Nefrotik mencapai 6 kasus


pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002). Mortalitas
dan prognosis anak dengan sindroma nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat,
luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari dan responnya terhadap
pengobatan (Betz & Sowden, 2002).
Insidens sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat
dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi
berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensnya lebih
tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang
dari 14 tahun (Trihono et al., 2008). Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada laki-
laki dibandingkan perempuan (2:1) dan kebanyakan terjadi antara umur 2 dan 6
tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda pada anak umur 6 bulan dan paling tua
pada masa dewasa.
Data Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta melaporkan
bahwa sindrom nefrotik merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di
Poliklinik Nefrologi, dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang
dirawat antara tahun 1995-2000 (Wila, 2002).

3. Penyebab

Penyebab umum penyakit tidak diketahui; akhir-akhir ini sering dianggap


sebagi suatu bentuk penyakit autoimun. Jadi merupakan reaksi antigen-antibodi.
Umumnya dibagimenjadi 4 kelompok :
1. Sindroma nefrotik bawaan.
Adanya reaksi fetomaternal terhadap janin ataupun karena gen resesif
autosom menyebabkan sindrom nefrotik
2. Sindroma nefrotik sekunder
Sindroma nefrotik disebabkan oleh adanya penyakit lain seperti parasit
malaria, penyakit kolagen, trombosis vena renalis, pemajanan bahan kimia
(trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa, amiloidosis dan lain-
lain
3. Sindroma nefrotik idiopati
Berdasarkan histopatologis Sindro nefrotik idiopati dibagi dalm
beberapa golongan (Churg dkk, 2013)
a. Kelainan minimal
b. Nefropati membranosa
c. Glomerulonefritis poliferatif

4. Glumerulosklerosis fokal segmental


Pada kelainan ini yang mencolok sclerosis glomerulus. Sering di sertai
atrof trubulus dan prognosis yang buruk.

4. Patofisiologi

Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada


hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan
osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskular berpindah ke dalam
interstisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler
berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemia.
Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi hormon ADH dan
sekresi aldosteron yang kemudian terjaddi retensi natrium dan air. Dengan retensi
natrium dan air, akan menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan
stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan
onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi
lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan
lemak akan banyak dalam urin atau lipiduria. Menurunnya respon imun karena sel
imun tertekan, kemungkinan disebnabkan oleh karena hipoalbuminemia,
hiperlipidemia
Pathway
5. Manifestasi klinis

a. Edema
b. Proteinuria
c. Hipoalbuminemia
d. Hiperkolesterolemia.
e. Oliguria
f. Beta 1C globin (C3) normal

6. Klasifikasi

Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :


a. Sindrom Nefrotik Primer atau Idiopatik
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara
primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab
lain. Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik
idiopatik. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik
kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu
lahir atau usia di bawah 1 tahun. Penyakit ini diturunkan secara resesif autosom
atau karena reaksi fetomaternal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya
adalah edema pada masa neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa neonatus
telah dicoba, tapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal
dalam bulan-bulan pertama kehidupannya (Kliegman et al., 2007).
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer
dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney
Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui
pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan
pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi (Bagga dan Mantan,
2005). Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom
nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi
ISKDC.
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa
sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik
tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak (Kliegman
et al., 2007).
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak
berbeda dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2%
tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang
dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal
dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi (Wila, 2002).
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari
berbagai sebab lain yang nyata. Penyebab yang sering dijumpai antara lain :
(Eddy dan Symons, 2003)
- Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom
Alport, miksedema
- Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,
AIDS
- Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun
serangga, bisa ular
- Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik,
purpura Henoch-Schönlein, sarkoidosis
- Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

7. Pemeriksaan penunjang

Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya


penampilan klinis. Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa
pemeriksaan penunjang berikut yaitu :
a. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi
dalam 24-48 jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang dari
1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Contoh glomerulonefritis, pielonefritis
dengan kehilangan kemampuan untuk meningkatkan, menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi
saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan gagal ginjal kronis (GGK). Protein
urin meningkat (nilai normal negatif). Urinalisis adalah tes awal diagnosis
sindromk nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau
melalui tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan
protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang
masuk dalam nephrotic range.
b. Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel
sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit,
leukosit, torak hialin dan torak eritrosit.
c. Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atausingle
spot collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam,
mulai dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu
sehat, total protein urin ≤ 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria
diagnosis. Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin
dan kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak ≥
3g.
d. Albumin serum
Kualitatif : ++ sampai ++++
Kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)
e. Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
f. USG Renal
Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
g. Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia> 8
tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat
manifestasi nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya,
biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis.Penegakan diagnosis patologi penting
dilakukan karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang
berbeda. Penting untuk membedakan minimal-change disease pada dewasa
dengan glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease memiliki respon
yang lebih baik terhadap steroid.
h. Pemeriksaan Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium
meningkat tapi biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan dengan retensi
dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel
darah nerah). Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein
dan albumin melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan
penurunan sintesis karena kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum
meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pada
pemeriksaan kimia darah dijumpai Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml),
Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3
gm/100ml), α2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N:
0,5-0,9 gm/100ml), γ globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml), rasio
albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120
mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.

8. Penatalaksanaan

Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah


sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit,
penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua (Trihono
et al., 2008).
Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
berikut: (Trihono et al., 2008)
a. Pengukuran berat badan dan tinggi badan
b. Pengukuran tekanan darah
c. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti
lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein
d. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun cacingan. Setiap infeksi
perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.
e. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6
bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat
antituberkulosis (OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat
edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal
ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan
dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah (Trihono et
al., 2008).

9. Komplikasi

Komplikasi sindrom nefrotik mencakup infeksi akibat defisiensi respon


imun, tromboembolisme (terutama vena renal), embnoli pulmoner, dan peningkatan
terjadinya aterosklerosis.(Smeltzer, SC, Bare BG, 2002: 1442). Adapun komplikasi
secara umum dari sindrom nefrotik adalah :
a. Penurunan volume intravaskuler (syok hipovolemik)
b. Kemampuan koagulasi yang berlebihan (trombosit vena)
c. Perburukan nafas (berhubungan dengan retensi cairan)
d. Kerusakan kulit
e. Infeksi sekunder karena imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia
f. Peritonitis

10. Pengobatan
a. Diuretik yang berfungsi untuk membuang cairan yang berlebihan dari dalam
tubuh melalui urine.
b. Obat antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah tinggi.
c. Obat antikoagulan yang digunakan untuk menurunkan risiko penggumpalan
darah.
d. Steroid untuk menangani peradangan atau glomerulonefritis perubahan minimal.
e. Imunosupresan yang digunakan untuk mengurangi inflamasi dan menekan
respons abnormal dari sistem kekebalan tubuh.
f. Penisilin untuk menekan risiko infeksi dalam tubuh.

Untuk penderita glomerulonefritis perubahan minimal, 90 persen


penderitanya dapat diobati secara efektif dengan steroid dalam waktu 6-8 minggu.

Bagi anak yang mengidap sindrom nefrotik bawaan atau kongenital, dokter
akan memberikan albumin melalui infus. Dokter juga mungkin akan menyarankan
dialisis atau cuci darah, operasi pengangkatan atau transplantasi ginjal sebagai
pengobatan.

Tingkat kesembuhan dari kondisi ini sangat bergantung pada penyebab,


tingkat keparahan, dan respon tubuh terhadap pengobatan. Umumnya anak-anak
dapat sembuh dari kondisi ini walau sekitar 70 persen kembali mengalaminya lagi di
masa depan.

B. Pengkajian keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari tahap proses keperawatan.
Dalam mengkaji, harus memperhatikan data dasar pasien. Keberhasilan proses
keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap
pengkajian. Pengkajian yang perlu dilakukan pada pasien anak dengan sindrom
nefrotik (Donna L. Wong, 2004 : 550) sebagai berikut :
a. Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajianluasnya edema.
b. Dapatkan riwayatkesehatan dengan cermat, terutama yang berhubungan
dengan penambahan berat badan saat ini, disfungsi ginjal.
c. Observasi adanya manifestasi sindrom nefrotik :
1) Penambahan berat badan
2) Edema
3) Wajah sembab khususnya di sekitar mata timbul pada saat bangun pagi
dan berkurang pada siang hari
4) Pembengkakan abdomen (asites)
5) Kesulitan pernapasan (efusi pleura)
6) Pembengkakan labial (scrotal)
7) Edema mukosa usus yang menyebabkan :
a) Diare
b) Anoreksia
c) Absorbsi usus buruk
8) Peka rangsangan
9) Mudah lelah
10) Letargi
11) Tekanan darah normal atau sedikit menurun
12) Kerentanan terhadap infeksi
13) Perubahan urin :
a) Penurunan volume
b) Gelap
c) Berbau buah
d. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian, misalnya analisa
urin akan adanya protein, silinder dan sel darah merah; analisa darah untuk
protein serum (total, perbandingan albumin/globulin, kolestrol), jumlah
darah merah, natrium serum.
2. Diagnosis keperawatan

Diagnose yang mungkin muncul pada penderita sindrom nefrotik yaitu :


a. Kelebihan folume cairan
b. Ketidak efektifan pola hafas
c. Resiko infeksi
d. Kerusakan integritas kulit
e. Penurunan curah jantung berhubungan dengan afterload, kontraktilitas dan
frekuensi jantung
f. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
g. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
h. Hambatan mobilitas fisik
i. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

3. Intervensi keperawatan

No DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
1 KELEBIHAN 1. Terbebas dari 1. Timbang
FOLUME edema, efusi dan pokok /pembalut
CAIRAN anaskara jika di perlikan
Defenisi: peningkatan 2. Bunyi nafas bersih 2. Pertahankan
retensi cairan tidak catatan intake
isotonic adadyispneu/ortopneu dan output yang
3. Terbebas dari akurat
dsitensi vena 3. Pasang urin
jugularis, reflek kateter jika di
hepatojugular(+) perlukan
4. Memelihara 4. Monitor hasil
tekanan vena, sentral, HB yang sesuai
tekanan kapiler paru, dengan retensi
output jantung dan cairan
vital sign dalam batas 5. Monitor vital
normal, sign
5. Menjelaskan 6. Kaji lokasi dan
indicator kelebihan luas edema
cairan 7. Monitor
masukan
makanan/ cairan
dan hitung intake
kalori
8. Monitor status
nutrisi
9. Kolaborasi
dengan dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
memburuk
10. Monitor adanya
distensi leher,
edema perifer
dan penambahan
berat badan
11. Monitor tanda
dan gejala dari
edema
2 KETIDAK 1. Mendemonstrasikan 1. Posisikan
EFEKTIFAN batuk efektif, dari pasien untuk
POLA NAFAS nafas yang bersih, memaksimalkan
Defenisi: inspirasi dan tidak ada sianosis ventilasi
atau ekspirasi yang (mampu 2. Identifikasi
tidak memberi mengeluarkan sputum pasien perlunya
ventilasi dan mampu bernapas pemasangan alat
dengan mudah jalan nafas
2. Menunjukan jalan 3. Buka jalan
nafas yang paten nafas
(klien tidak merasa 4. Monitor TD,
tercekik, irama nafas, nadi, suhu dan
frekuensi pernapasan pernapasan
dalam rentang normal 5. Monitor
dan tidak ada suara adanya tanda
yang abnormal) hipoventilasi
3. TTV normal (TD, 6. Pehatikan
suhu dan posisi pasien
pernapasan). 7. Monitor pola
pernapasan
abnormal
8. Monitor suara
paru
9. Monitor
kualitas dari nadi
10. Bersihkan
mulut, hidung
dan secret trakea
11. Monitor
respirasi dan
status O2
12. Atur peralatan
oksigenasi
13. Bantu
mengeluarkan
secret dengan
batuk
14. Dengarkan suara
nafas dan catat
suara abnormal.
3 RESIKO INFEKSI 1. Klien bebas dari 1. Gunakan sabun
Defenisi: mengalami tanda dan gejala anti mikroba
peningkatan resiko infeksi untuk cuci
terserang organism 2. Mendeskripsikan tangan
patogenik proses penularan 2. Cuci tangan
penyakit, factor yang setiap sebelum
mempengaruhi dan sesudah
penularan serta tindakan
penatalaksanaannya keperawatan
3. Menunjukan 3. Tinkatkan
kemampuan untuk intake nutrisi
mencegah timbulnya 4. Berikan terapi
infeksi antibiotic bila
4. Jumlah leukosit perlu infection
dalam batas normal protection
5. Menunjukan 5. Monitor tanda
perilaku hidup sehat dan gejala infeksi
sistemik dan
local
6. Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
7. Dorong
masukan cairan
8. Dorong istrahat
9. Ajarkan cara
menghindari
infeksi
10. Pertahankan
lingkungan
aseptic selama
pemasangan alat
11. Berikan
perawatan kulit
pada area
epidema
12. Monitor hitung
granulosit, WBC
4 KERUSAKAN 1. Integrits kulit yang 1. Anjurkan
INTEGRITAS bai bisa pasien untuk
KULIT dipertahankan menggunakan
Devenisi:Perubahan 2. Tidak ada luka atau pakayan yang
atau gangguan lesi pada kulit longgar
epidermis dan atau 3. Perfusi jaringan 2. Jaga
dermis baik kebersihan kulit
4. Menujukan agar tetap bersih
pemahaman dalam dan kering
proses perbaikan kulit 3. Mobilisasi
dan mencegah pasien setiap dua
terjadinya cederah jam sekali
berulang 4. Monitor kulit
5. Mampu melindungi akan adanya
kulit dan kemerahan
mempertahankan 5. Oleskan lotion
kelembaban kulit dan atau minyak pada
perawatan alami daerah yan
tertekan
6. Monitor status
nutrisi pasien
7. Memandikan
pasien dengan
sabun dan air
hangat
8. Membersihkan,
memantau dan
meningkatkan
proses
penyambuhan
pada luka yang
ditutup dengan
jahitan, klip atau
straples
9. Monitor tanda
dan gejala infeksi
10. Bersihkan
daerah sekitar
jahitan atau
straples
denganmengguna
kan lidi kapas
steril
5. PENURUNAN 1. Tanda vital dalam 1. Evaluasi
CURAH rentan normal (TD, adanya nyeri
JANTUNG nadi dan respirasi) pada bagian dada
Defenisi :ketidak 2. Dapat mentoleransi 2. Catat adanya
adekuatan darah aktifitas, tidak ada distimia jantung
yang di pompa oleh kelelahan 3. Monitor status
jantung untuk 3. Tidak ada edema kardiofaskuler
memenuhi paru, perifer dan 4. Monitor status
kebutuhan tidak ada asites pernafasan yang
metabolic tubuh 4. Tidak ada menandakan
penurunan kesadaran gagal jantung
5. Monitor
abdomen sebagai
indicator
penurunan
perfusi
6. Monitor tanda-
tanda vital
7. Monitor TTV
setelah , selama
dan sebelum
melakukan
aktifitas
8. Monitor bunyi
jantung
9. Monitor suara
paru
10. Monitor
frekuensi dan
irama pernafasan
11. Monitor kualitas
dari nadi
12. Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign
6 KETIDAK 1. Dengar suara
EFEKTIFAN 1. Mendemostrasikan nafas sebelum
BERSIHAN batuk efektif dan dan sesudah
JALAN NAFAS. suara nafas yang suctioning
Defenisi:ketidak bersih tidak ada 2. Minta klien
mampuan untuk sianosis dan untuk nafas
membersihkan dyspneu(mampu dalam sebelum
sekresi atau mengeluarkan suction dilakukan
obstruksi dari sputum, mampu 3. Berikan O2
saluran pernafasan bernafas dengan dengan
untuk mudah, tidak ada menggunakan
mempertahankan pursed lips) nasal untuk
kebersihan jalan 2. Menunjukan jalan memfasilitas
nafas nafas yang suksion
paten(klien tidak nasotrackheal
merasa tercekik, 4. Gunakan alat
irama nafas frekuensi yang steril setiap
pernafasan dala menggunakan
rentang normal, tidak tindakan
ada suara nafas 5. Buka jalan
abnormal) nafas
3. Mampu 6. Posisikan
mengidentifikasikan pasien untuk
dan mencegah factor memaksimalkan
yang dapat ventilasi
menghambat jalan 7. Catat adanya
nafas suara tambahan
pada pernapasn
8. Berikan
bronkodilator
bila perlu
9. Anjurkan
pasien untuk
istrahat dan
napas dalm
setelah kateter di
keluarkan dari
nasotrakeal
10. Lakukan
fisioterapi dada
jika perlu
11. Monitor
respirasi dan
status O2
12. Atur intake
untuk cairan
13. Mengoptimalkan
keseimbangan

7 KETIDAK 1. Tekanan systole


EFEKTIFAN dan diastole dalam 1. Monitor
PERFUSI rentang yang di adanya daerah
JARINGAN harapkan tertentu yang
PERIFER 2. Tidak ada ortostatik hanya peka
Defenisi:penurunan hiprtensi terhadap
sirkulasi darah ke 3. Tidak ada tanda- panas/dingin/
perifer yang dapat tanda peningkatan tajam/tumpul
mengganggu tekanan intra cranial 2. Monitor
kesehatan (tiidak ebih dari 15 adanya paretese
mmHg) 3. Instruksikan
4. Berkomunikasi keluaarga untuk
dengan jelas dan mengobserfasi
sesuai dengan kulit jikaada isi
kemampuan atau laserasi
5. Menunjukan 4. Guunakan
perhatian, kosentrasi sarun tangan
dan orientasi untuk proteksi
6. Memproses 5. Baasi gerakan
informasi Membuat pada kepala,
keutusan dengan leher dan
benar punggung
6. Monitor
kemampun BAB
7. Kolaborasi
pemberian
analgetik
8. Monitor
adanya
tromboplebitis
Diskusikan
mengenai
penyebab
perubahaan
sensasi

8 HAMBATAN 1. Aktifitas fisik klien


MOBILITAS meningkat 1. Monitor vital
FISIK 2. Mengerti tujuan sign sebelum
Defenisi:keterbatasan dari peningkatan /sesudah latihan
pada pergerakan mobilitas dan lihat respon
fisik tubuh satu 3. Memferbalisasikan pasien saat
atau lebih perasaan dalam latihan
ekstermitas secara meningkatkan 2. Konsultasikan
mandiri dan terarah. kekuatan dan dengan terapi
kemampuan fisik tentang
berpindah rencana ambulasi
4. Memperagakan sesuai dengan
pengunaan alat bantu kebutuhan
untuk mobilisasi 3. Bantu klien
untu
menggunakan
tongkat saat
berjalan dan
cegah terhadap
cedera
4. Ajarkan pasien
tentang tehnik
ambulasi
5. Kaji
kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
6. Latih pasien
dalam
pemenuhan
kebutuhan ADL
secara mandiri
sesuai
kemampuan
7. Berikan alat
bantu jika klin
memerlukan
8. Ajarkan pasien
agaimana
merunbah posisi
dan berikan
bantuan jika
diperlukan

9 KETERLAMBATAN 1. Anak berfungsi


PERTUMBUHAN optimal sesuai 1. Kaji factor
DAN dengan tingkatnnya penyebab
PERKEMBANGA 2. Keluarga dan anak gangguan
N mampu menggunakan perkembangan
Defenisi:penyimpangan koping terhadap anak
atau kelainan dari tantangan karena 2. Identifikasikan
aturan kelompok adanya ketidak dan gunakan
usia mampuan sumber
3. Keluarga mampu pendidikan untuk
mendapatkan sumber- memfasilitasi
sumber sarana perkembangan
komunitas anak yang
4. Kematangan fisik: optimal
pria perubahan fisik 3. Berikan
normal pada wanita perawatan yang
yang terjadi dengan konsisten
transisi dari masa 4. Tingkatkan
kanak-anak ke komunikasi
dewasa verbal
5. Status nutrisi 5. Berikan
seimbang instruksi
berulang dan
sederhana
6. Berikan
reinforcement
positif atas hasil
yang di capai
anak
7. Manajemen
peilaku anak
yang sulit
8. Kaji
keadekuatan
asupan nutrisi
(misalnya kalori
dan zat gizi)
9. Pantau
kecenderungan
kenaikan dan
penurunan berat
badan
10. Memantau
kesesuaian
perintah diet
untuk memenuhi
kebutuhan gizi
sehari-hari, dan
sesuai
11. Kolaborasi
dengan ahli gizi,
jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi
persyaratan gizi
yang sesuai

12. Mendorong
asupan makanan
tinggi makanan
tinggi kalsium
13. Memberikan
pasien dengan
tinggi protein ,
tinggi kalori,
makanan dan
minuman yang
bergizi.

C. DISCARGE PLANNING

Berikan pada pasien dan keluarga instruksi lisan dan tulisan yang sesuai
dengan perkembangan mengenai penatalaksanaan di rumah tentang hal-hal berikut ini
:
1. Proses penyakit (termasuk perkiraan perkembangan dan gejala kekambuhan)
2. Pengobatan (dosis, rute, jadwal, efek samping dan komplikasi)
3. Perawatan kulit dan pemberian nutrisi
4. Pencegahan infeksi dan penatalaksanaan nyeri
5. Pembatasan aktivitas
6. Pemeriksaan lebih lanjut
7. Diet rendah garam dan tirah baring dapat membantu dan mengontrol edema
8. Pembatasan asupan protein 0,8-1,0 g/kgBB/hari dapat mengurangi proteinuria

9. Kontrol hipertensi untuk mencegah kerusakan ginjal terutama pada penderita


diabetes

D. Evidence Based-Practice Terkait Perawatan SN

Jurnal terkait yang kami ambil adalah tentang “Analisis Praktik Klinik
Keperawatan Anak Kesehatan Masyarakat pada Pasien
Sindrom Nefrotik di Lantai 3 Selatan RSUP Fatmawati ”
Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai
pada anak dimana merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari
proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Jumlah anak
penderita Sindrom Nefrotik setiap tahunnya bertambah di beberapa negara. Angka
kejadian Sindrom Nefrotik di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per 100.000
anak berusia di bawah 18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 anak
per 100.000 dan diketahui terjadi paling banyak pada anak antara umur 3 – 4 tahun
dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2 : 1. Sindrom Nefrotik
menyebabkan anak harus menjalani hospitalisasi di rumah sakit. Lamanya masa
hospitalisasi di rumah sakit dapat meningkatkan kecemasan pada anak dan keluarga.
Ketidaktahuan tentang penyakit serta riwayat keluarga yang sebelumnya belum
pernah menderita penyakit yang sama turut mempengaruhi kecepatan kesembuhan
anak khususnya pada anak pra sekolah. Pendekatan FCC (Family Center Care)
menjadi salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi efek hospitalisasi
dengan mengedepankan komunikasi teraupetik dalam setiap tindakan keperawatan
maupun medis kepada anak.
Keterlibatan keluarga dalam proses perawatan anak selama sakit akan
membantu meningkatkan kepuasan keluarga terhadap pelayanan asuhan keperawatan
sekaligus memandirikan keluarga dalam perawatan anak selanjutnya. Salah satu
upaya meningkatkan kepuasan klien anak dan keluarga adalah dengan
penerapanmkomunikasi terapeutik perawat selama masa hospitalisasi klien anak di
rumah sakit. Hal ini sesuai dengan pendekatan perawatan anak yang berfokus pada
keluarga (FCC).Keterlibatan keluarga dalam masa perawatan akan mempercepat
proses penyembuhan Sindrom Nefrotik pada anak.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan
protein, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum
kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner &
Suddarth, 2001).
Etiologi nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu primer (Glomerulonefritis
dan nefrotik sindrom perubahan minimal), sekunder (Diabetes Mellitus, Sistema Lupus
Erimatosis, dan Amyloidosis), dan idiopatik (tidak diketahui penyebabnya). Tanda
paling umum adalah peningkatan cairan di dalam tubuh. Sehingga masalah
keperawatan yang mungkin muncul adalah kelebihan volume cairan berhubungan,
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, resiko kehilangan volume cairan
intravaskuler,dan kecemasan.

B. Saran
Demikian makalah dan asuhan keperawatan yang kami sampaikan. Kami
berharap agar makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi para teman-teman
masiswa/i dan pembaca sekalian.

DAFTAR PUSTAKA

LeMone, Priscilla., Burke, M Karen.,& Bauldoff, Gerene. 2016. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah, Vol.4 Edisi 5. Jakarta : EGC
Nanda nic-noc (2013) panduan penyusunan asuhan keperawatan. Jilid 2
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendekumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC.

Amin. Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA & NIC – NOC. Edisi Revisi.
Jilid 3. Jogjakarta : MediAction
http://repository.ump.ac.id/3917/3/LINDA%20DWI%20MAHARANI%20BAB%20I I
.pdf
http://repository.unisba.ac.id/bitstream/handle/123456789/8313/kharisma_mak_tinjau
an_penyakit_sindroma_nefrotik_2017_sv.pdf?sequence=1&isAllowed=y
http://eprints.undip.ac.id/44647/3/Bab_2_-_Bab_II_Tinjauan_Pustaka.pdf
https://id.scribd.com/document/189519842/Standar-Asuhan-Keperawatan-Sindrom-
Nefrotik
https://id.scribd.com/document/269872029/WOC-sindrom-nefrotik

Anda mungkin juga menyukai