Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN PADA ANAK M DENGAN SINDROM

NEFROTIK DI RUANG PADMANABA TIMUR


RSUP. Dr. SARDJITO

DISUSUN OLEH:
NAMA : Diana Mariana Bili
NIM : PN231006

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


WIRA HUSADA YOGYAKARTA
TAHUN 2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA ANAK M DENGAN SINDROM


NEFROTIK DI RUANG PADMANABA TIMUR
RSUP Dr. SARDJITO

Laporan pendahuluan ini telah dibaca, diperiksa pada

Hari/tanggal :..........................

Pembimbing Klinik Mahasiswa praktikan

( ) ( Diana Mariana Bili )

Mengetahui Pembimbing akademik

(Nur Anisah, S. Kep., Ns., M. Kep., Sp. KJ)


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK M DENGAN SINDROM
NEFROTIK DI RUANG PADMANABA TIMUR
RSUP. Dr. SARDJITO

DISUSUN OLEH:
NAMA : Diana Mariana Bili
NIM : PN231006

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


WIRA HUSADA YOGYAKARTA
TAHUN 2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK M DENGAN SINDROM


NEFROTIK DI RUANG PADMANABA TIMUR
RSUP Dr. SARDJITO

Asuhan keperawatan ini telah dibaca, diperiksa pada

Hari/tanggal :.............................................

Pembimbing Klinik Mahasiswa praktikan

( ) ( Diana Mariana Bili )

Mengetahui Pembimbing akademik

(Nur Anisah, S. Kep., Ns., M. Kep., Sp. KJ)


A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh
kerusakan glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap
protein plasma yang dapat menyebabkan terjadinya proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Betz & Sowden, 2009).
Sindroma Nefrotik merupakan penyakit dengan gejala edema,
proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang
terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah,
2014).
2. Etiologi
Ngastyah, (2014) mengatakan bahwa belum pasti diketahui
penyebab sindrom nefrotik, namun akhir-akhir ini dianggap sebagai
penyakit autoimun. Umumnya, etiologi sindrom nefrotik dibagi
menjadi:
a. Sindrom nefrotik bawaan
Sindrom nefrotik bawaan diturunkan sebagai resesif autosomal,
klien ini biasanya tidak merespon terhadap pengobatan yang
diberikan.
Adapun gejala yang biasa terjadi biasanya terjadi yaitu edema
pada masa neonatus. Umumnya, perkembangan pada klien terbilang
buruk dan klien akan meninggal pada bulan-bulan pertama
kehidupannya.
b. Sindrom nefrotik sekunder
Sindrom nefrotik sekunder bukan disebabkan oleh turunan
kromosom, namun disebabkan oleh beberapa masalah seperti:
1. Malaria kuartana atau parasit lainnya
2. Penyakit lupus, eritematosus diseminata, purpura dab
anafilaktoid
3. Glomerulonefritis akut atau kronis, trombosis vena renalis
4. Penyakit sel sabi
c. Sindrom nefrotik ideopatik
Belum diketahui penyebab sibdrom nefrotik ideopatik atau juga
disebut sindrom nefrotik primer. Berdasarkan hispotalogis yang
tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikrosko[ biasa dan
mikroskop elektron, churg, dkk membagi sindrom nefrotik ideopatik
kedalam 4 golongan yaitu:
1. Kelainan mninimalyaitu dengan mikroskop biasa glomerulus
terlihat normal, namun dengan mikroskop elektron terlihat foot
prosessus sel epitel berpadu.
2. Nefropati membranosa yaitu terjadi penebalan dinding kapiler
glomerulus
3. Glomerulonefritis proliferatif
4. Glomerulonefritis fokal segmental yang paling mencolok yaitu
sklerosis glomerulus yang disertai atrofi tubulus.
3. Pathofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan
berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi
proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria akan dapat mengakibatkan
hipoalbuminemia. Dengan menurunnya jumlah albumin, terjadilah
penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan intravaskuler akan
berpindah ke interstisial. Perpindahan cairan tersebut mengakibatkan
volume cairan intravaskuler berkurang dan terjadilah kondisi
hipovolemik pada pasien, kondisi hipovolemik ini jika tidak segera
diatasi akan berdampak pada hipotensi.
Rendahnya volume cairan pada intravaskuler ini akan
mempengaruhi aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi
dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi
antidiuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang mengakibatkan
retensi terhadap natrium dan air yang berdampak pada edema.
Penurunan daya tahan tubuh juga mungkin terjadi akibat
hipoalbuminemia, jika tidak segera diatasi pasien dengan Sindroma
Nefrotik akan rentan terhadap infeksi seperti peritonitis dan selulitis.
Anak dengan sindroma nefrotik dapat mengalami peningkatan
kolesterol dan trigliserida serum akibat peningkatan dari produksi
lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik
plasma. Selain itu, peningkatan produksi lipoprotein didalam hepar
akibat kompensasi hilangnya protein dapat mengakibatkan terjadinya
hiperlipidemia, dan akan ditemukan lemak didalam urine atau lipiduria.
Menurunnya kadar natrium dalam darah anak dengan sindrom
nefrotik atau keadaan dehidrasi akibat retensi cairan akan merangsang
sekresi hormon renin yang berperan penting dalam mengatur tekanan
darah. Selanjutnya renin mengubah angiotensin yang disekresi hati
menjadi angiotensin I. Sel kapiler paru selanjutnya mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II yang mengonsentrasi otot polos
sekeliling arteriola. Hal inilah yang menyebabkan anak mengalami
tekanan darah tinggi. Dalam kondisi lain, ketidakseimbangan natrium
akibat konsumsi natrium yang terlalu sedikit akan mengakibatkan anak
mengalami hipotensi (Suriadi & Yuliani, 2010).
4. Manifestasi Klinis
Menurut Betz & Sowden, (2019) manifestasi klinis walaupun gejala
pada anak akan bervariasi seiring dengan perbedaan proses penyakit,
gejala yang paling sering berkaitan dengan sindroma nefrotik adalah
a. Penurunan haluaran urine dengan warna gelap dan berbusa
b. Retensi cairan dengan edema berat (edema fasial, abdomen, mata,
area genitalia dan ekstremitas).
c. Distensi abdomen karena edema yang mengakibatkan sulit
bernapas, nyeri abdomen, anoreksia dan diare.
d. Pucat.
e. Keletihan dan intoleransi aktivitas.
5. Prognosa
Prognosis sindrom nefrotik sangat baik pada pasien dengan
perubahan patologi minimal. Sebagian besar pasien mengalami remisi
setelah pengobatan kortikosteroid. Meski demikian, 85-90% pasien
responsif terhadap steroid berisiko relaps. Hal ini meningkatkan risiko
toksisitas steroid, infeksi sistemik, dan komplikasi lainnya.
Pada kasus ini prognosisnya dubia ad bonam dikarenakan pasien
didiagnosis Sindrom Nefrotik yang dalam perjalanan penyakitnya masih
sensitif terhadap pengobatan steroid ditandai dengan kondisi pasien
sampai pulang mengalami perbaikan, (Rosdiana. E, 2021).
6. Komplikasi
Sindrom nefrotik yang tidak ditangani dengan baik dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi, seperti:
a. Hipertensi akibat gangguan pada ginjal
b. Kadar albumin rendah (hipoalbuminemia) dan edema anasarka
akibat banyaknya protein albumin di dalam darah yang terbuang
bersama urine
c. Peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah
7. Terbentuknya gumpalan darah akibat protein pengencer darah alami
ikut terbuang bersama urine sehingga berisiko menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah vena
8. Pencegahan
Sindrom nefrotik yang penyebabnya belum diketahui (sindrom
nefrotik primer) sulit untuk dicegah. Namun, sindrom nefrotik yang
muncul akibat penyakit lain dapat dicegah dengan mengobati penyakit
penyebabnya. Langkah selanjutnya adalah mencegah komplikasi
sindom nefrotik, salah satunya adalah gagal ginjal akibat kerusakan
permanen pada ginjal. Hal ini dapat dilakukan dengan menjalani
pengobatan sesuai anjuran dokter ginjal, serta disiplin dalam
menerapkan pola makan yang dianjurkan.
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk sindrom nefrotik
sebagai berikut:
a. Analisis urin: adanya protein dan darah serta peningkatan berat jenis
1). Urinalisis: proteurinaria (mencapai >2g/m2/hari)
2). Berat jenis urine: meningkat palsu akibat dari proteinuria
3). Uji dipstik urine: protein darah positif
4). Osmolitas urine: meningkat
b. Serum: peningkatan kolesterol, penurunan albumin, dan
peningkatan jumlah trombosit
1) Kadar albumin serum :<2 g/dl
2) Kadar kolesterol serum: meningkat 4500-100/ul
3) Kadar triglerid serum meningkat
4) Kadar hemoglobin serta hematokrit meningkat
5) Trombosit: meningkat mulai dari 500.000 hingga 1.000.000 /ul
6) Kadar elektrolit serum: bermacam-macam sesuai keadaan
penyakit
c. Biopsi ginjal: mengidentifikasi jenis sindrom nefrotik (Rachmadi,
2017).
10. Penatalaksanaan
Menurut (Mainnah, 2020), penatalaksanaan medis pada anak dengan
sindrom nefrotik yaitu:
1) Istirahat hingga edema berkurang
2) Diet tinggi protein sebanyak 2-3 g/kg/BB dengan garam minimal
jika edema masih berat. Garam bisa diberi sedikit jika edema
berkurang.
3) Mencegah infeksi
4) Diuretik
5) Kortikosteroid
6) Antibiotik diberi jika ada infeksi
7) Lain-lain seperti fungsi asites, fungsi hidrotoraks bila ada indikasi
vital. Diberikan digitalis jika ada gagal jantung.
Penatalaksanaan anak dengan sindrom nefrotik adalah
memperhatikan masalah pasien seperti edema yang berat (anasarka),
diet, risiko terjadi komplikasi, pengawasan mengenai
pengobatan/gangguan rasa aman dan nyaman, dan berkurang
pengetahuan orang tua mengenai penyakit pasien/umum (Ngastyah,
2020).
8) Penatalaksanaan pada kasus ini adalah rawat inap; prednison 2-2-½,
furosemid 10 mg/12 jam; diet rendah garam 1-2 g/hari; intake cairan
dibatasi; memantau tanda vital dan diuresis.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus Sindroma Nefrotik meliputi:
a. Identitas, seperti :nama, tempat tanggal lahir/umur, berat badan
lahir, panjang badan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau
tidak, jenis kelamin, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.
b. Keluhan Utama
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan sembab pada beberapa
bagian tubuh anak seperti pada wajah, mata, tungkai serta bagian
genitalia. Orang tua anak biasanya juga mengeluhkan anaknya
mudah demam dan daya tahan tubuh anaknya terbilang rendah.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada orangtua berat badan anak dahulu untuk
menilai adanya peningkatan berat badan. Perlu dikaji riwayat
keluarga dengan sindroma nefrotik seperti adakah saudara-
saudaranya yang memiliki riwayat penyakit ginjal dan riwayat
tumbuh kembang anak yang terganggu, apakah anak pernah
mengalami diare atau sesak napas sebelumnya, serta adanya
penurunan volume haluaran urine.
3) Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Perlu dikaji adanya penyakit pada ibu saat masa kehamilan
adakah menderita penyakit lupus eritematosus sistemik atau
kencing manis, konsumsi obat-obatan maupun jamu tradisional
yang diminum serta kebiasaan merokok dan minum alkohol
selama hamil.
4) Riwayat Pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan
pertumbuhan karena keletihan akibat lambung yang mengalami
tekanan oleh cairan intrastisial dan memberikan persepsi
kenyang pada anak.
5) Riwayat Psikososial dan Perkembangan
Penurunan nilai cardiac output dapat mengakibatkan penurunan
perfusi darah ke otak. Hal ini dapat berdampak pada
ketidakseimbangan perfusi jaringan cerebral pada anak.
Sehingga anak perlu mendapatkan stimulasi tumbuh kembang
dengan baik
c. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
2) Keadaan umum pasien: misalnya klien lemah dan sakit berat
3) Kesadaran: biasanya compos mentis
4) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan
5) Pemeriksaan sistem tubuh
a) B1 (Breathing)
Biasanya tidakn didapatkan adanya gangguan pola nafas dan
jalan nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan
terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan
adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang
merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi
pleura.
b) B2 (Blood)
Sering dietemukan penurunan curah jantung respons
sekunder dari peningakata beban volume.
c) B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periobital, sklera tidak ikterik.
Status neurolgis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat
parahnya azotemia pada sistem saraf palsu
d) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine kola
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan
. didapatkan asites pada abdomen
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek
sekunder dari edema tungkai dari keletihan fisik secara
umum
6) Head to toe
a) Kepala: bentuk kepala (normal, makrosefali, mikrosefali),
wajah (adanya pembengkakan pada wajah lokal disebabkan
edema)
b) Mata: pengkajian mata eksternal mengamati kelopak mata
mengalami pembengkakan konjungtiva (anemis, ananemis).
c) Telinga: adakah tonjolan pada telinga
d) Hidung: pernapasan kuping hidung, sianosis
e) Mulut:pembengkakan, lesi, warna bibir, periksa lidah
terhdap gerakan dan bentuk, karies gigi, mukosa mulut
f) Leher: palpasi leher mengetahui ada tidaknya pembesaran
vena jugularis
g) Integumen: keadaan turgor kulit, edema periorbital, edema
pada ekstremitas bawa dan bokong serta sensasi rasa.
h) Dada:
1) Paru-paru: ispeksi: amati irama pernapasan, kedalaman,
frekuensi pernapasan palpasi: taktil fremitus dengan
menggunakan jari telunjuk atau permukaan telapak
tangan.
Perkusi: perkusi pada dada anterior dan posterior.
Auskultasi: dengar adanya bunyi tambahan
2) Kardiovaskuler: inspelsi dan palpasi: ada atau tidaknya
pembesaran jantung
Perkusi: normal berbunyi redup
Auskultasi: bunyi jantung lup-dup
i) Gastointestinal:
Inspeksi: abdomen menonjol atau ada tidak edema
Auskultasi: bunyi bising usus normal 10-30 detik
Palpasi: nyeri tekan, pembersaran hati dan limfa
Perkusi: bunyi timpani diseluruh permukaan abdomen,
terdapat asites pada penyakit sindrom nefrotik
j) Ektremitas: menilai keadaan tulang, otot, serta sendi-sendi
terdapat edema pada ekstremitas atau tidak.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
b. Risiko infeksi
c. Defisit nutrisi berhungan dengan faktor psikologis
3. Perencanaan
No. Diagnosa Tujuan keperawatan (SLKI) Intervensi keperawatan (SIKI)
Dx keperawatan
(SDKI)
1 Hipervolemia Keseimbangan cairan L.030020 Manajemen Hipervolemia
berhubungan Indikator A T I.03114
dengan 1. Asupan 3 4 Observasi:
gangguan cairan 1. Periksa tanda dan gejala
mekanisme hypervolemia (mis;
2. Haluaran 3 4
ortopneu, dispneu, edema,
regulasi urin JVP/CVP meningkatrefleks
3. Kelembapan 3 4 hepatojugular positif, suara
membran napas tambahan).
2. Identifikasi penyebab
mukosa hipervolemia
4. Edema 3 4 3. Monitor dan intake output
5. Berat badan 3 4 cairan
Terapeutik:
1. Timbang berat badan setiap
hari pada waktu yang sama
2. Batasi asupan cairan dan
garam
3. Tinggikan kepala tempat
tidur 30-400
Edukasi:
1. Anjurkan jika haluaran urin
<0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
2. Anjurkan jika BB
bertambah> 1kg dalam
sehari
3. Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
diuretic
2. Kolaborasi pergantian
kehilangan kalium akibat
diuretic
3. Kolaborasi pemberian
continuous renal
replacement therapy
(CRRT), jika perlu

2 Risiko infeksi Tingkat Infeksi L.14137 Pencegahan infeksi I.14538


Indikator Observasi:
1. Kerbersihan badan • Monitor tanda gejala infeksi
2. Cuci tangan lokal dan sistemik
3. Nyeri Terapeutik:
4. Bengkak • Berikan perawatan kulit
pada area edema
• Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan
pasien
Edukasi:
• Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
• Ajarkan cara mencuci
taangan dengan benar
Kolaborasi:
Kolaborasi pemeberian
imunisasi, jika perlu
3 Defisit nutrisi Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)
berhubungan 1. Porsi makan yang dihabiskan Observasi:
dengan 2. Verbalisasi keninginan untuk • Identifikasi status nutrisi
faktor meningkatkan nutrisi • Identifikasi alergi atau
psikologis 3. Diare intoleransi makanan
4. Berat badan • Monitor asupan makanan
5. Indeks massa tubuh (IMT) • monitor berat badan
6. Frekuensi makan Terapeutik:
7. Nafsu makan • lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
Edukasi:
• Anjurkan posisi duduk, jika
perlu
Kolaborasi:
• Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis makan
nutrien yang dibutuhkan

4. Discharge Planning
Discharge planning (perencanaan pulang) adalah serangkaian
keputusan dan aktivitas-aktivitasnya yang terlibat dalam pemberian
asuhan keperawatan yang kontinu dan terkoordinasi ketika pasien
dipulangkan dari lembaga pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2005).
Berikan pada pasien dan keluarga instruksi lisan dan tulisan yang
sesuaidengan perkembangan mengenai penatalaksanaan di rumah
tentang hal-hal berikut ini:
1. Proses penyakit (termasuk perkiraan perkembangan dan gejala
kekambuhan)
2. Pengobatan (dosis, rute, jadwal, efek samping dan komplikasi)
3. Perawatan kulit dan pemberian nutrisi
4. Pencegahan infeksi dan penatalaksanaan nyeri
5. Pembatasan aktivitas
6. Pemeriksaan lebih lanjut
7. Diet rendah garam dan tirah baring dapat membantu dan mengontrol
edema
8. Pembatasan asupan protein 0,8-1,0 g/kgBB/hari dapat mengurangi
proteinuria
5. Evidence Based
Pendekatan FCC (Family Center Care)menjadi salah satu cara yang
dapat digunakan untuk mengurangi efek hospitalisasidengan
mengedepankan komunikasi teraupetik dalam setiap tindakan
keperawatanmaupun medis kepada anak
Keterlibatan keluarga dalam proses perawatan anak selama sakit
akan membantu meningkatkan kepuasan keluarga terhadap pelayanan
asuhan keperawatan sekaligus memandirikan keluarga dalam perawatan
anak selanjutnya. Salah satu upaya meningkatkan kepuasan klien anak
dan keluarga adalah dengan penerapanm
komunikasi terapeutik perawat selama masa hospitalisasi klien anak di
rumah sakit. Hal ini sesuai dengan pendekatan perawatan anak yang
berfokus padakeluarga (FCC). Keterlibatan keluarga dalam masa
perawatan akan mempercepat proses penyembuhan Sindrom Nefrotik
pada anak, (Fathmawati, 2017).
Anak dengan manifestasi klinis sindrom nefrotik pertama kali,
sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat
pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan edema,
memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua, (Rosdiana. E,
2021).
DAFTAR PUSTAKA
Fatmawati. (2017). Kesehatan Masyarakat Pada Pasien Sindrom Masyarakat Pada
Pasien Sindrom Nefrotik Di Lantai 3. Jurnal Keperawatan
Elizabeth, R. (2021). Sindrom Nefrotik Kasus Baru Pada Anak Usia 2 Tahun
Nephrotic Syndrome : New Case on 2 Years Old Child. J Agromed Unila,
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi
dan Indikator Diagnostik. jakarta: DPP PPNI
PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Indonesia (SLKI): Definisi dan Diagnostik.
jakarta: DPP PPNI
Pratiwi, Ni Komang Dian (2019) Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan
Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak Dengan Penyakit Sindrom
Nefrotik Di Ruang Alamanda Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

Anda mungkin juga menyukai