Anda di halaman 1dari 17

LAPORANPENDAHULUAN

SYNDROM NEFROTIK
DI INSTALASI GAWAT DARURAT ( PICU ) RSUD JOMBANG

Disusun Oleh :
Moh.Dafid Ardiwiyanto (203210049)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN


INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2024
A. Definisi

Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan olehkerusakan

glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadapprotein plasma yang dapat

menyebabkan terjadinya proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Betz

& Sowden, 2009)

Sindroma Nefrotik merupakan penyakit dengan gejala edema, proteinuria,

hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria,

hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2014). Whaley and Wong (1998)

membagi tipe tipe Sindroma Nefrotik :

1. Sindroma Nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change NefrotikSindroma)

Merupakan yang tersering menyebabkana sindroma nefrotikpadaanak usia

sekolah.

2. Sindroma Nefrotik Sekunder Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler kolager,

seperti lupuseritematosus sistemik dan purpura anafilaktoid, glomerulonefritis,

infeksi sistem endokarditis, bakterialis dan neoplasma .

3. Sindroma Nefrotik Kongenital Faktor herediter sindroma nefrotik disebabkan oleh gen

resesif abnormal. Bayi yang terkena sindroma nefrotik, usia gestasinyapendek dan

gejala awalnya adalah edema dan protenuria. Penyakit ini resisten terhadap

semua pengobatan dan kematian dan dapat terjadi pada tahun-tahun pertama

kehidupan bayi jika tidak dilakukandialisis.

B. Etiologi

Ngastiyah, (2022) mengatakan bahwa belum pasti diketahui penyebabSindroma

Nefrotik, namun akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit autoimun. Umumnya,

etiologi Sindroma Nefrotik dibagi menjadi:

1. Sindroma Nefrotik Bawaan Sindroma Nefrotik Bawaan diturunkan sebagai resesif

autosomal, klien ini biasanya tidak merespon terhadap pengobatan

yangdiberikan. 7Adapun gejala yang biasanya terjadi yaitu edema pada

masaneonatus. Umumnya, perkembangan pada klien terbilang burukdanklien

akan meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.


2. Sindroma Nefrotik Sekunder Sindroma Nefrotik Sekunder bukan disebabkan oleh

turunankromosom, namun disebabkan oleh beberapa masalah seperti:

1. Malaria kuartana atau parasit lainnya

2. Penyakit Lupus Eritematosus Diseminata, purpura dananafilaktoid

3. Glomerulonefritis akut atau kronis, trombosis vena renalis

4. Penyakit sel sabit, dll

3. Sindrom Nefrotik Ideopatik Belum diketahui penyebab Sindrom Nefrotik Ideopatik

ataujugadisebut Sindroma Nefrotik Primer. Berdasarkan histopatologis

yangtampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa

danmikroskop elektron, Churg, dkk membagi SindromNefrotikIdeopatik kedalam

4 golongan yaitu :

1. Kelainan minimal yaitu dengan mikroskop biasa glomerulusterlihat normal,

namun dengan mikroskop elektron terlihat foot prosessus sel epitel berpadu.

2. Nefropati Membranosa yaitu terjadi penebalan dinding kapiler glomerulus

4. Glomerulonefritis Proliferatif

5. Glomerulonefritis fokal segmental Pada Glomerulonefritis fokal segmental

yang paling mencolok yaitusklerosis glomerulus yang disertai atrofi tubulus

C. Patofisiologi

Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada


hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari
proteinuria akan dapat mengakibatkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya jumlah
albumin, terjadilah penurunan tekanan osmotikplasma sehingga cairan intravaskuler
akan berpindah ke interstisial. Perpindahan cairan tersebut mengakibatkan volume
cairan intravaskuler berkurang dan terjadilah kondisi hipovolemik pada pasien, kondisi
hipovolemik ini jika tidak segera diatasi akan berdampak pada hipotensi.
Rendahnya volume cairan pada intravaskuler ini akan mempengaruhi aliran darah
ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsangproduksi renin
angiotensin dan peningkatan sekresi antidiuretik hormon(ADH) dan sekresi aldosteron
yang mengakibatkan retensi terhadap natriumdan air yang berdampak pada edema.
Penurunan daya tahan tubuhjugamungkin terjadi akibat hipoalbuminemia, jika tidak
segera diatasi pasiendengan Sindroma Nefrotik akan rentan terhadap infeksi seperti
peritonitis danselulitis.
Anak dengan sindroma nefrotik dapat mengalami peningkatan kolesterol dan
trigliserida serum akibat peningkatan dari produksi lipoprotein karenapenurunan
plasma albumin dan penurunan onkotik plasma. Selainitu, peningkatan produksi
lipoprotein didalam hepar akibat kompensasi hilangnyaprotein dapat mengakibatkan
terjadinya hiperlipidemia, dan akan ditemukanlemak didalam urine atau lipiduria
Menurunnya kadar natrium dalam darah anak dengan sindroma nefrotikatau
keadaan dehidrasi akibat retensi cairan akan merangsang sekresi hormonrenin yang
berperan penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya reninmengubah
angiotensin yang disekresi hati menjadi angiotensin I. Sel kapiler paru selanjutnya
mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II yangmengonsentrasi otot polos
sekeliling arteriola. Hal inilah yang menyebabkananak mengalami tekanan darah tinggi.
Dalam kondisi lain, ketidakseimbangan natrium akibat konsumsi natriumyang terlalu
sedikit akan mengakibatkan anak mengalami hipotensi (Suriadi & Yuliani, 2022)
D. Pathway
E. Klasifikasi

Ada beberapa macam pembagian klasifikasi pada sindrom nefrotik. Menurut berbagai

penelitian, respon terhadap pengobatan steroid lebih sering dipakai untuk menentukan prognosis

dibandingkan gambaran patologi anatomi.5 Berdasarkan hal tersebut, saat ini klasifikasi SN lebih

sering didasarkan pada respon klinik, yaitu :

1) Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)

2) Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)

F. Manifestasi Klinis

Mifestasi Klinis Walaupun gejala pada anak akan bervariasi seiring dengan
perbedaan proses penyakit, gejala yang paling sering berkaitan dengan
sindroma nefrotik adalah:
1. Penurunan haluaran urine dengan warna gelap dan berbusa.
2. Retensi cairan dengan edema berat (edema fasial, abdomen, area
genitalia dan ekstremitas).
3. Distensi abdomen karena edema yang mengakibatkan sulit bernapas,
nyeri abdomen, anoreksia dan diare.
4. Pucat.
5. Keletihan dan intoleransi aktivitas.
6. Nilai uji laboratorium abnormal seperti proteinuria > 2gr/m2 /hari,
albumin serum < 2gr/dl, kolesterol serum mencapai 450-1000mg/dl.
(Betz & Sowden, 2022
G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara lain:


1. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang
mengarah kepada infeksi saluran kemih.
2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
3. Pemeriksaan darah
i. Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,
trombosit, hematokrit, LED)
ii. Albumin dan kolesterol serum
iii. Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau
dengan rumus Schwartz
iv. Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear
antibody), dan anti ds-DN
H. Penatalaksanaan

Menurut Betz & Sowden, (2022) penatalaksanaan medis untuk sindrom nefrotik meliputi:

1. Pemberian kortikosteroid seperti prednison atau prednisolon untuk menginduksi remisi.


Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu terapi. Jika pasien mengalami
kekambuhan, maka perlu diberikan kortikosteroid dengan dosis tinggi untuk beberapa
hari.
2. Penggantian protein, hal ini dapat dilakukan dengan pemberian albumin melalui
makanan atau melalui intravena.
3. Pengurangan edema.

a. Terapi diuretik, hendaknya terapi ini diberikan lebih cermat guna mencegah
terjadinya penurunan volume intravaskuler, pembentukan trombus maupun
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Membatasi pemberian natrium.
4. Mempertahankan keseimbangan elektrolit.
5. Pengobatan nyeri untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan edema
maupun tindakan medis yang dilakukan kepada pasien.
6. Pemberian antibiotik seperti penisilin oral atau jenis lain, mengingat pasien dengan
sindroma nefrotik rentan terkena infeksi akibat daya tahan tubuhnya yang rendah.
7. Terapi Imunosupresif untuk anak yang gagal berespon dengan terapi steroid.

Menurut Ngastiyah, (2014) Penatalaksanaan medis pada anak dengan Sindroma nefrotik
Meliputi :
1. Diit tinggi protein sebanyak 2-3 gr/Kg BB dengan garam minimal bila edema masih berat.
Bila edema sudah berkurang, maka dapat diberikan sedikit garam ( Buku Kuliah IKA Jilid
II).
2. Mencegah infeksi juga perlu dilakukan, karena anak kemungkinan akan menderita
tuberkulosis. Bila terjadi infeksi beri terapi antibiotik.
3. Kondisi alkalosis akibat hipokalemia dapat dibantu dengan pemberian terapi KCl.
4. Kondisi hipertensi pada klien dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan
antihipertensif seperti resephin atau pemblok beta dengan efek samping penurunan
laju filtrasi glomerulus dan harus digunakan dengan sangat hati-hati.
5. Berikan diuretik untuk mengatasi edema 6. Berikan terapi kortikosteroid. International
Kooperative Study Of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan
sebagai berikut:
a. Selama 28 hari prednison diberikan peroral dengan dosis 60 mg/hari/luas
permukaan badan dengan maksimum 80 mg/hari/luas permukaan badan.
Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam seminggu diberikan dosis 60 mg/hari/
Konsep Asuhan Keperawatan Syndrom Nefrotik

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil

pengkajian yang dilakukan perawat berguna untuk menentukan masalah keperawatan yang

muncul pada pasien. Konsep keperawatan anak pada klien Syndrom Nefrotik menurut

Ngastiyah (2005) yaitu :

a. Pengkajian

1) Identitas pasien Keluhan utama

2) Riwayat penyakit sekarang

3) Riwayat penyakit dahulu

4) Riwayat tumbuh kembang, penyakit yang pernah diderita, apakah pernah dirawat

sebelumnya.

5. Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam, apakah

ada riwayat penyakit keturunan, kardiovaskuler, metabolik, dan sebagainya.

6. Riwayat psikososial

Bagaimana riwayat imunisasi, bagaimana pengetahuan keluarga mengenai demam

serta penanganannya.

Pemeriksaan Fisik

1.TTV
a. Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan darah sistole normal 80 sampai
100 mmHg dan nilai diastole normal 60 mmHg. Anak dengan hipovolemik
akan mengalami hipotensi, maka akan ditemukan tekanan darah kurang dari
nilai normal atau dapat ditemukan anak dengan hipertensi apabila kolesterol
anak meningkat.
b. Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun 105x/ menit,
frekuensi nadi anak usia 6-10 tahun 95x/menit, frekuensi nadi anak usia 10 14
tahun 85x/menit dan frekuensi nadi anak usia 14-18 tahun 82x/menit.
c. Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun 21- 30x/menit, anak 6
sampai 10 tahun 20-26x/menit dan anak usia 10-14 tahun 18-22x/menit.
2. Postur
BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur dalam tahun) + 8.
Perlu ditanyakan kepada orangtua, BB anak sebelum sakit untuk menentukan
adanya peningkatan BB pada anak dengan sindroma nefrotik. Edema pada
anak juga dapat ditandai dengan peningkatan Berat Badan >30%
3. Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya
Jugularis Vein Distention (JVD) terletak 2 cm diatas angulus
sternalis pada posisi 450 , pada anak dengan hipovolemik akan
ditemukan JVD datar pada posisi supinasi, namun pada anak
dengan hipervolemik akan ditemukan JVD melebar sampai ke
angulus mandibularis pada posisi anak 450 .
4. Mata
Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami edema pada
periorbital yang akan muncul pada pagi hari setelah bangun tidur atau
konjunctiva terlihat kering pada anak dengan hipovolemik.
5. Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan, namun anak
dengan Sindroma Nefrotik biasanya akan memiliki pola napas yang tidak
teratur sehingga akan ditemukan pernapasan cuping hidung.
6. Mulut
Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir anak akibat penurunan saturasi
oksigen. Selain itu dapat ditemukan pula bibir kering serta pecah-pecah pada
anak dengan hipovolemik .
7. Kardiovaskuler
a.Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat pola napas
yang tidak teratur
b. Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut jantung
c. Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronk
d. serta penurunan bunyi napas pada lobus bagian bawah.
Bila dilakukan EKG, maka akan ditemukan aritmia, pendataran gelombang T,
penurunan segmen ST, pelebaran QRS, serta peningkatan interval PR.
1. Paru-Paru
a. Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan.
b. Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak simetris bila
anak mengalami dispnea
c. Perkusi, biasanya ditemukan sonor
d. Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan. Namun,
frekuensi napas lebih dari normal akibat tekanan abdomen kerongga dada.
2. Abdomen
a. Inspeksi, biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat
bila anak asites
b. Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila diukur
lingkar perut anak akan terjadi abnormalitas ukuran
c. Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
d. Auskultasi, pada anak dengan asites akan dijumpai shifting
dullness
3. Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik yang mengalami diare akan tampak
pucat serta keringat berlebihan, ditemukan kulit anak tegang akibat edema dan
berdampak pada risiko kerusakan integritas kulit.
4. Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila edema anasarka
atau hanya edema lokal pada ektremitas saja. Selain itu dapat ditemukan CRT >
2 detik akibat dehidrasi.
5. Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada skrotum dan pada
anak perempuan akan mengalami edema pada labia mayora.

2. Diagnosa Keperawatan

Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien syndrom nefrotik:

1. Hipervelomia
2. Risiko infeksi
3. Defisit nutrisi
4. Defisiit pengetahuan
3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan KriteriaHasil Intervensi (SIKI)


Keperawatan (SDKI) ( SLKI)

1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Observasi

keperawatan selama 3 x 24 1. Periksa tanda dan gejala


jam, maka keseimbangan hypervolemia (mis: ortopnea,
cairan meningkat, dengan dispnea, edema, JVP/CVP
kriteria hasil : meningkat, refleks
1. Asupan cairan meningkat hepatojugular positif, suara
2. Keluaran urin meningkat napas tambahan).
3. Edema menurun 2. Identifikasi penyebab
4. Dehidrasi menurun hypervolemia.
5. Tekanan darah membaik 3. Monitor status hemodinamik
6. Mata cekung membaik (mis: frekuensi jantung,
7. Tugor kulit membaik tekanan darah, MAP, CVP,
PAP, PCWP, CO, CI) jika
tersedia.
4. Monitor intake dan output
cairan
5. Monitor tanda
hemokonsentrasi (mis: kadar
natrium, BUN, hematokrit,
berat jenis urine).
6. Monitor tanda peningkatan
tekanan onkotik plasma (mis:
kadar protein dan albumin
meningkat).
7. Monitor kecepatan infus secara
ketat.
8. Monitor efek samping diuretic
(mis: hipotensi ortostatik,
hypovolemia, hipokalemia,
hiponatremia)

Terapeutik

1. Timbang berat badan setiap


hari pada waktu yang sama.
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur
30 – 40 derajat.

Edukasi

1. Anjurkan melapor jika haluaran


urin < 0,5 mL/kg/jam dalam 6
jam.
2. Anjurkan melapor jika BB
bertambah > 1 kg dalam sehari
3. Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian diuretic


2. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretic
3. Kolaborasi pemberian
continuous renal replacement
therapy (CRRT) jika perlu

2. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi


keperawatan selama 3 x 24 Pengamatan :
jam, makaderajat infeksi 1. Pantau tanda dan gejala infeksi
lokak dan sistemik
menurun, dengan kriteria
hasil : Terapeutik
1. Demam menurun 1. Batasi jumlah pengunjung
2. Kemerahan menurun 2. Berikan perawatan kulit pada
3. Nyeri menurun daerah edema
4. Bengkak membaik 3. Cuci tangan sebelum dan
5. Kadar sel darah putih sesudah kontak dengan
membaik pasiendan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptik
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara memeriksa luka
3. Anjurkan tingkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian air, jika
perlu
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
3. Defisit nutrisi
keperawatan selama 3 x 24 Observasi
jam,diharapkan status nitrisi 1. Identifikasi status nutrisi
membaik degan kriteria 2. Identitifikasi alergi dan
hasil : intoleransi makanan
1. Porsi makanan yang 3. Identifikasi makanan yang
dihabiskan meningkat disukai
2. Kekuatan otot pengunyah 4. Identifikasi kebutuhan kalori
meningkat dan jenis nutrient
3. Kekuatan otot menelan 5. Identifikasi perlunya
meningkat penggunaan selang nasogastric
4. Serum albumin meningkat 6. Monitor asupan makan
5. Verbalisasi keinginan untuk 7. Monitor berat badan
meningkatkan nutrisi 8. Monitor hasil pemeriksaan
meningkat laboratorium
6. Pengetahuan tentang pilihan Terapeutik
makanan yang sehat meningkat 1. Lakukan oral hygiene sebelum
7. Pengetahuan tentang makan, jika perlu
standard asupan nutrisi. 2. Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis. Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan yang tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
7. Hentikan pemnerian makanan
melalui selang nasogastric jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda
nyeri,antiemetic), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
1. Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalamrencana

– rencana perawatan.

2. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan sebagai pengukuran dari

keberhasilan rencana tindakan keperawatan.Hasil evaluasi dapat berupa:

a. Tujuan tercapai

Jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

b. Tujuan tercapai sebagian

Jika pasien menunjukkan perubahan sebagian dari standart yang telah ditetapkan.

c. Tujuan tidak tercapai

Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali bahkan timbul

masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA

Ramapriya Sinnakirouchenan MD. 2021. Nephrotic Syndrome. Med Scape


Emedicine. https://emedicine.medscape.com/article/244631-overview

Tapia C, Bashir K. 2021. Nephrotic Syndrome. Treasure Island (FL): StatPearls


Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470444/

Wang, C., & Greenbaum, L. A. 2019. Nephrotic Syndrome. Pediatric Clinics of


North America, 66(1), 73–85. doi:10.1016/j.pcl.2018.08.006

Marianne Belleza RN. Nephrotic Syndrome Nursing Care Management. Nurses


Labs. https://nurseslabs.com/nephrotic-syndrome/

Anda mungkin juga menyukai