Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

NEFROTIK SINDROM (SN)

DISUSUN OLEH

ANGGI YOHANA

2022207209006

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

TAHUN 2023
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Sindroma Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan
kehilangan urinarius yang massif. Sindroma nefrotik adalah kumpulan gejala
klinis yang timbul dari kehilangan protein karena kerusakan glomerulus yang
difus. Sindrom Nefrotik ditandai dengan proteinuria masif ( ≥ 40 mg/m2 LPB/jam
atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu >2mg/mg), hipoproteinemia,
hipoalbuminemia (≤2,5 gr/dL), edema, dan hiperlipidemia (Behrman, 2016).
Nefrotik sindrom merupakan gangguan klinis ditandai oleh :
a. Peningkatan protein dalam urin secara bermakna (proteinuria)
b. Penurunan albumin dalam darah
c. Edema
d. Serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).
Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap kondisi yang sangat merusak
membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas
glomerulus (Brunner & Suddarth, 2015)

Whaley and Wong (2016) membagi tipe-tipe Sindrom Nefrotik :


a. Sindroma Nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change Nefrotik
Sindroma) : Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan sindroma
nefrotik pada anak usia sekolah.
b. Sindroma Nefrotik Sekunder : Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler
kolagen, seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura anafilaktoid,
glomerulonefritis, infeksi sistem endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
c. Sindroma Nefirotik Kongenital : Faktor herediter sindroma nefrotik
disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindroma nefrotik,
usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria.
Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi
pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialisis.
2. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut Muttaqin, 2012 adalah:
a. Primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti
glomerulonefritis, dan nefrotik sindrom perubahan minimal.
b. Sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit
sistemik lain, seperti diabetes mellitus, sistema lupus eritematosus, dan
amyloidosis.

3. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan
ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus
yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan negative
gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein
terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein
didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya
diekskresikan dalam urin. (Latas, 2002 : 383).
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria. Kelanjutan
dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunya albumin,
tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan intravascular berpindah ke
dalam intertisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan
intravascular berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal
karena hipovolemi. Menurunya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan
kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan
sekresi antideuretik hormone (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian
menjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, akan
menyebabkan edema (Wati, 2012).
Terjadi peningkatan cholesterol dan Triglicerida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau
penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya
produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya
protein dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria). Menurunya respon imun
karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia,
hyperlipidemia, atau defisiensi seng. (Suriadi dan yuliani, 2001 : 217).

4. Pathway
5. Manifestasi klinis
Adapun manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2 (2001),
manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya lunak dan
cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan di sekitar mata
(periorbital), pada area ekstremitas (sekrum, tumit, dan tangan), dan pada
abdomen (asites). Gejala lain seperti malese, sakit kepala, iritabilitas dan keletihan
umumnya terjadi.

(Sumber: Irapanussa, 2015) (Sumber: nursingbegin.com, 2010)


(Sumber: ujeuji.blogspot.co.id) (Sumber: pakarobatherbal.com)

6. Pemeriksaan penunjang
Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya penampilan
klinis. Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa
pemeriksaan penunjang berikut yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin,
pengukuran protein urin, albumin serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi dan
kelainan immunologis, USG renal, biopsi ginjal, dan darah, dimana :
a. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi dalam
24-48 jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang
dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Protein urin meningkat (nilai normal
negatif). Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria
berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif
dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan protein urin sebesar
300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk dalam
nephrotic range.
b. Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel
yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit,
leukosit, torak hialin dan torak eritrosit.
c. Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot
collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam,
mulai dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada
individu sehat, total protein urin ≤ 150 mg. Adanya proteinuria masif
merupakan kriteria diagnosis. Single spot collection lebih mudah dilakukan.
Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan pada kadar
protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
d. Albumin serum
kualitatif : ++ sampai ++++
kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)
e. Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
f. USG renal: Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
g. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia > 8
tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat
manifestasi nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya,
biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis. Penegakan diagnosis patologi
penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan
prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-change disease
pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change
disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid. Prosedur ini
digunakan untuk mengambil sampel jaringan pada ginjal yang kemudian
akan diperiksa di laboratorium. Adapan prosedur biopsi ginjal sebagai
berikut:
1) Peralatan USG digunakan sebagai penuntun. USG dilakukan oleh
petugas radiologi untuk mengetahui letak ginjal.
2) Anestesi (lokal).
3) Jarum (piston biopsi). Apabila tidak ada piston biopsi dapat
menggunakan jarum model TRUCUT maupun VIM SILVERMAN.
4) Tempat (pool bawah ginjal, lebih disukai disukai ginjal kiri).
5) Jaringan yang didapatkan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu
untuk pemeriksaan mikroskop cahaya & imunofluoresen.
6) Setelah biopsi.
1) Berikan pasien tengkurap + - sejam, tetapi apabila pada posisi
tengurap pasien mengalami sejas nafas maka biopsi dilakukan pada
posisi duduk
2) Anjurkan untuk minum banyak
3) Monitor tanda-tanda vital terutama tekanan darah, & lakukan
pemeriksaan lab urin lengkap.
7) Apabila tidak terdapat kencing darah (hematuria) maka pasien
dipulangkan. Biasanya untuk pada pasien yang beresiko rendah, pagi
biopsi sore pulang (one day care ).
h. Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium
meningkat tapi biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan dengan
retensi dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan
(hemolisis sel darah nerah). Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan
kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan asam amino essensial.
Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau sama
dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai Protein total
menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml), α1
globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2 globulin meninggi (N: 0,4-1
gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml), γ globulin normal
(N: 0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3
normal/rendah (N: 80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin
normal (Sumber: Siburian, 2013).

7. Penatalaksaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal. Menjaga
pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan
untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Masukan protein
ditingkatkan untuk menggantikan protein yang hilang dalam urin dan untuk
membentuk cadangan protein di tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet
rendah natrium. Diuretik diresepkan untuk pasien dengan edema berat, dan
adrenokortikosteroid (prednison) digunakan untuk mengurangi proteinuria
(Brunner & Suddarth, 2001).
Medikasi lain yang digunakan dalam penanganan sindrom nefrotik mencakup
agens antineoplastik (Cytoxan) atau agens imunosupresif (Imuran, Leukeran, atau
siklosporin), jika terjadi kambuh, penanganan kortikosteroid ulang diperlukan
(Brunner & Suddarth, 2001).
Diet bagi klien sindrom nefrotik
1. Tujuan Diet
a. Mengganti kehilangan protein terutama albumin.
b. Mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh.
c. Memonitor hiperkolesterolemia dan penumpukan trigliserida.
d. Mengontrol hipertensi.
e. Mengatasi anoreksia.
(Almatsier, 2017)
2. Syarat Diet
a. Energi cukup, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif yaitu
35 kkal/kg BB per hari.
b. Protein sedang, yaitu 1 g/kg BB, atau0,8 g/kg BB ditambah jumlah protein
yang dikeluarkan melalui urin. Utamakan penggunaan protein bernilai
biologik tinggi.
c. Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energy total.
d. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energy total
e. Natrium dibatasi, yaitu 1-4 gr sehari, tergantung berat ringannya edema.
f. Kolesterol dibatasi < 300mg, begitu pula gula murni, bila ada peningkatan
trigliserida darah.
g. Cairan disesuaikan dengan banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui
urin ditambah  500 ml pengganti cairan yang dikeluarkan melalui kulit dan
pernafasan (Almatsier, 2017).
3. Diet yang Dianjurkan dan Dihindari
Jenis Bahan
Dianjurkan Dibatasi
Makanan
Sumber Nasi, bubur, bihun, roti, gandum, Roti, biskuit dan kue-kue yang
karbohidrat makaroni, pasta, jagung, kentang, dibuat menggunakan garam
ubi, talas, singkong, havermout dapur dan soda.
Sumber protein Telur, susu skim/susu rendah lemak, Hati, ginjal, jantung, limpa, otak,
hewani daging tanpa lemak, ayam tanpa ham, sosis, babat, usus, paru,
kulit, ikan sarden, kaldu daging, bebek,
burung, angsa, remis, seafood
dan aneka. Protein hewani yang
diawetkan menggunakan garam
seperti sarden, kornet, ikan asin
dan sebagainya

Sumber protein Kacang-kacangan dan aneka Kacang-kacangan yang


nabati olahannya diasinkan aatu diawetkan

Sayuran Semua jenis sayuran segar Sayuran yang diasinkan atau


diawetkan
Buah-buahan Semua macam buah-buahan segar Buah-buahan yang diasinkan
atau diawetkan
Minum Semua macam minuman yang tidak Teh kental atau kopi. Minuman
beralkohol yang mengandung soda dan
alkohol: soft drink, arak, ciu, bir
Lainnya Semua macam bumbu secukupnya Makanan yang
berlemak, penggunaan santan
kental, bumbu: garam, baking
powder, soda kue, MSG, kecap,
terasi, ketchup, sambal botol,
petis, tauco, bumbu instan, dan
sebagainya

B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian data dasar
a. Identitas Klien
1) Umur: Lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6
th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan
kelainan genetik sejak lahir.
2) Jenis kelamin: Anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak
perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6
tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada fase
oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari
beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi
kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa ini
juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini nantinya
juga dapat memicu terjadinya infeksi.
3) Agama
4) Suku/bangsa
5) Status
6) Pendidikan
7) Pekerjaan
b. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan
hubungannya dengan klien.
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: Kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut
membesar (adanya acites)
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu
menanyakan hal berikut:
a) Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
b) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
c) Kaji adanya anoreksia pada klien
d) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat perlu mengkaji:
1) Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
2) Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya?
3) Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu
timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik
f. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
1) Pola nutrisi dan metabolisme: Anoreksia, mual, muntah.
2) Pola eliminasi: Diare, oliguria.
3) Pola aktivitas dan latihan: Mudah lelah, malaise
4) Pola istirahat tidur: Susah tidur
5) Pola mekanisme koping :  Cemas, maladaptif
6) Pola persepsi diri dan konsep diri : Putus asa, rendah diri
g. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
2) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
3) Kesadaran: biasanya compos mentis
4) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
5) Pemeriksaan sistem tubuh
a) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas
walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase
akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola nafas
dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan
efusi pleura.
b) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari
peningkatan beban volume.
c) B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya
azotemia pada sistem saraf pusat.
d) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada
abdomen.
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari
edema tungkai dari keletihan fisik secara umum
h. Pemeriksaan Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama
albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas
membran glomerulus.

2. Diagnosa keperawatan
a. Hipervolemia (D.0022)
b. Defisit Nutrisi (D.0019)
c. Intoleransi Aktifitas (D.0056)
3. Rencana tindakan keperawatan

No Diagnosa Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (SLKI) Indonesia (SIKI)
1 Hipervolemia Setelah dilakukan intervensi Menejemen hipervolemia
(D.0022) keperawatan selama 2 x 24 (I.03114)
Jam maka diharapkan pola Observasi :
nafas membaik, dengan  Periksa tanda dan
kriteria hasil : gejala hipervolemia
Keseimbangan cairan (mis, ortopnea,
(L.03020) dyspnea, edema)
1. Asupan cairan cukup  Identifikasi penyebab
meningkat hipervolemia
2. Haluaran urin cukup  Monitor intake dan
meningkat output cairan
3. Kelembapan membran  Mpnitor kecepatan
mukosa cukup meningkat infuse secara ketat
4. Asupan makanan
meningkat Terapeutik :
5. Edema menurun  Timbang berat badan
6. Dehidrasi menurun setiap hari pada waktu
7. Turgor kulit membaik yang sama
8. Berat badan membaik
 Batasi asupan cairan
dan garam
 Tinggikan kepala
tempat tidur 30-40°

Edukasi :
 Anjurkan melapor jika
haluaran urine
<0,5mL/kg/jam dalam
8 jam
 Anjurkan melapor jika
BB bertambah >1kg
dalam sehari
 Ajarkan cara
membatasi cairan

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
diuretic

2 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan intervensi Manajemen nutrisi (I.03119)


(D.0019) keperawatan selama 2 x 24 Observasi
Jam maka diharapkan pola  Identifikasi status
nafas membaik, dengan nutrisi
kriteria hasil :  Identifikasi alergi dan
Defisit nutrisi (L.03030) intoleransi makanan
1. Porsi makanan yang  Monitor asupan
dihabiskan makanan
2. Perasaan cepat kenyang  Monitor berat badan
menurun Terapeutik
3. Berat badan membaik  Lakukan oral hygiene
4. Frekuensi makan membaik sebelum makan, jika
perlu
 Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
 Hentikan pemberian
makanan melalui
selang nasogastrik jika
asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
 Ajarkan diet yang di
programkan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan

3 Intoleransi Aktifitas Setelah dilakukan intervensi Menejemen energi (I.05178)


(D.0056) keperawatan selama 2 x 24 Observasi :
Jam maka diharapkan pola
 Identifikasi gangguan
nafas membaik, dengan
kriteria hasil : fungsi tubuh yang
Toleransi aktivitas (L.05047) mengakibatkan
1. Keluhan lelah menurun kelelahan
2. Perasaan lemah menurun  Monitor kelelahan fisik
3. Sianosis menurun dan fungsional
 Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan
selama melakukan
aktivitas

Terapeutik :
 Sediakan lingkungan
yang nyaman dan
rendah stimulus (mis.
Cahaya, suara,
kunjungan)
 Faslitasi duduk disisi
tempat tidur

Edukasi :
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap

Kolaborasi :
 Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif, S.Kep., Ns., dan Hardhi Kusuma S.Kep., Ns. 2015. Aplikasi
Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC
Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: MediAction
Bulechek, Gloria, dkk. 2013. Nursing Intervensions Classification (NIC) Edisi
Bahasa Indonesia, Edisi Keenam. Mosby: Elsevier Inc.
2010. Askep Sindrom Nefrotik. http:// (diakses pada tanggal 15 September 2017)
Munandar, Riza. Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindrom Nefrotik. 2014.
http:// (diakses pada tanggal 15 September 2017)
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI.

Siburian, Apriliani. 2013. analisis praktik klinik keperawatan anak kesehatan


masyarakat pada pasien sindrom nefrotik di lantai 3 selatan rsup fatmawati.
http://www.google.com/lib.ui.ac.id (Diunduh pada tanggal 15 September
2017)
Wati, Nur Ekma. 2012. asuhan keperawatan pada an.a dengan gangguan sistem
nefrologi : sindroma nefrotik di ruang mina rs pku muhammadiyah
surakarta. http://
(Diunduh pada tanggal 15 September 2017)

Anda mungkin juga menyukai