Anda di halaman 1dari 31

NEFROTIK SINDROM A. Pengertian Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia.

Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal ( Ngastiyah, 1997). Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat (Mansjoer Arif, dkk. 1999). Nephrotic Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik: proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema (Suryadi, 2001). Sindrom Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004). Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001). Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002). Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa: Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.

B. Etiologi Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi : 1. Sindrom nefrotik bawaan Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. 2. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid. Glumerulonefritis akut atau kronik, Trombosis vena renalis. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif

hipokomplementemik. 3. Sindrom nefrotik idiopatik Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi :

a. Kelainan minimal Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus. b. Nefropati membranosa Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik. c. Glomerulonefritis proliferatif Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Dengan penebalan batang lobular. Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular. Dengan bulan sabit ( crescent) Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk. Glomerulonefritis membranoproliferatif Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk. Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas. 4. Glomerulosklerosis fokal segmental Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk. C. Patofisiologi Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.

Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema. Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria) Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217) D. Manifestasi klinis Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa Pucat Hematuri Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang),

umumnya terjadi. (Betz, Cecily L.2002 : 335 ). E. Pemeriksaan Diagnostik 1. Uji urine Protein urin meningkat Urinalisis cast hialin dan granular, hematuria Dipstick urin positif untuk protein dan darah 4

2. Uji darah 3.

Berat jenis urin meningkat Albumin serum menurun Kolesterol serum meningkat Hemoglobin dan hematokrit meningkat (hemokonsetrasi) Laju endap darah (LED) meningkat Elektrolit serum bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.

Uji diagnostik Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin (Betz, Cecily L, 2002 : 335). F. Penatalaksanaan 1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein 2 3 gram/kgBB/hari 2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat. 3. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut : permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari. 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu 4. Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi 5. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital (Arif Mansjoer,2000)

G. Komplikasi Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal. hipoalbuminemia. menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock. terjadi peninggian fibrinogen plasma. (Rauf, .2002 : .27-28).

ASKEP PADA ANAK DENGAN GANGGUAN NEFROTIK SINDROM A. Pengkajian Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien anak dengan sindrom nefrotik (Donna L. Wong,2004 : 550) sebagai berikut : a. b. c. Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajian luasnya edema Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang berhubungan dengan Observasi adanya manifestasi sindrom nefrotik :

penambahan berat badan saat ini, disfungsi ginjal. 1) Penambahan berat badan 2) Edema 3) Wajah sembab : Khususnya di sekitar mata Timbul pada saat bangun pagi Berkurang di siang hari

4) Pembengkakan abdomen (asites) 5) Kesulitan pernafasan (efusi pleura) 6) Pembengkakan labial (scrotal) 7) Edema mukosa usus yang menyebabkan : Diare Anoreksia Absorbsi usus buruk

8) Pucat kulit ekstrim (sering) 9) Peka rangsang 10) Mudah lelah 11) Letargi 12) Tekanan darah normal atau sedikit menurun 13) Kerentanan terhadap infeksi 14) Perubahan urin : Penurunan volume Gelap Berbau buah

Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian, misalnya analisa urine akan adanya protein, silinder dan sel darah merah; analisa darah untuk protein serum (total, perbandingan albumin/globulin, kolesterol), jumlah darah merah, natrium serum.

B.

Diagnosa Keperawatan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. serius C. Intervensi Keperawatan 1. Kelebihan volume cairan (total tubuh) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga. Tujuan Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairan (pasien mendapatkan volume cairan yang tepat) Intervensi Kaji masukan yang relatif terhadap keluaran secara akurat. Rasional : perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan. Timbang berat badan setiap hari (ataui lebih sering jika diindikasikan). Rasional : mengkaji retensi cairan Kelebihan volume cairan (total tubuh) berhubungan dengan akumulasi cairan Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun, Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan Perubahan nutrisi ; kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit dalam jaringan dan ruang ketiga. kehilangan protein dan cairan, edema kelebihan beban cairan cairan, kelebihan cairan. pertahanan tubuh. nafsu makan

Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada umbilicus serta pantau

edema sekitar mata. Rasional : untuk mengkaji ascites dan karena merupakan sisi umum edema. Atur masukan cairan dengan cermat. Pantau infus intra vena Berikan kortikosteroid sesuai ketentuan. Berikan diuretik bila diinstruksikan. Rasional : agar tidak mendapatkan lebih dari jumlah yang dibutuhkan Rasional : untuk mempertahankan masukan yang diresepkan Rasional : untuk menurunkan ekskresi proteinuria Rasional : untuk memberikan penghilangan sementara dari edema. 2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan

dengan kehilangan protein dan cairan, edema Tujuan Klien tidak menunjukkan kehilangan cairan intravaskuler atau shock hipovolemik yang diyunjukkan pasien minimum atau tidak ada Intervensi Pantau tanda vital Kaji kualitas dan frekwensi nadi Ukur tekanan darah Laporkan adanya penyimpangan dari normal Rasional : untuk mendeteksi bukti fisik penipisan cairan Rasional : untuk tanda shock hipovolemik Rasional : untuk mendeteksi shock hipovolemik Rasional : agar pengobatan segera dapat dilakukan 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang

menurun, kelebihan beban cairan cairan, kelebihan cairan. Tujuan Tidak menunjukkan adanya bukti infeksi Intervensi Lindungi anak dari kontak individu terinfeksi 9

Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif Gunakan teknik mencuci tangan yang baik Jaga agar anak tetap hangat dan kering Pantau suhu. Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksi Rasional : untuk memutus mata rantai penyebar5an infeksi Rasiona;l : karena kerentanan terhadap infeksi pernafasan Rasional : indikasi awal adanya tanda infeksi Rasional : memberi pengetahuan dasar tentang tanda dan gejala infeksi 4. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema,

penurunan pertahanan tubuh. Tujuan Kulit anak tidak menunjukkan adanya kerusakan integritas : kemerahan atau iritasi Intervensi Berikan perawatan kulit Hindari pakaian ketat Bersihkan dan bedaki permukaan kulit beberapa kali sehari Rasional : memberikan kenyamanan pada anak dan mencegah kerusakan kulit Rasional : dapat mengakibatkan area yang menonjol tertekan Rasional : untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit karena gesekan dengan alat tenun Topang organ edema, seperti skrotum Ubah posisi dengan sering ; pertahankan kesejajaran tubuh dengan baik Rasional : unjtuk menghilangkan aea tekanan Rasional : karena anak dengan edema massif selalu letargis, mudah lelah dan diam saja Gunakan penghilang tekanan atau matras atau tempat tidur penurun tekanan kebutuhan sesuai Rasional : untuk mencegah terjadinya ulkus 5. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan 10

Tujuan Pasien mendapatkan nutrisi yang optimal Intervensi Beri diet yang bergizi Rasional : membantu pemenuhan nutrisi anak dan meningkatkan daya tahan tubuh anak Batasi natrium selama edema dan trerapi kortikosteroid Rasinal : asupan natrium dapat memperberat edema usus yang menyebabkan hilangnya nafsu makan anak Beri lingkungan yang menyenangkan, bersih, dan rileks pada saat makan Beri makanan dalam porsi sedikit pada awalnya Beri makanan spesial dan disukai anak Beri makanan dengan cara yang menarik Rasional : agar anak lebih mungkin untuk makan Rasional : untuk merangsang nafsu makan anak Rasional : untuk mendorong agar anak mau makan Raional : untuk menrangsang nafsu makan anak 6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan Tujuan Agar dapat mengespresikan perasaan dan masalah dengan mengikutin aktivitas yang sesuai dengan minat dan kemampuan anak. Intervensi Gali masalah dan perasaan mengenai penampilan Tunjukkan aspek positif dari penampilan dan bukti penurunan edema Rasional : untuk memudahkan koping Rasional : meningkatkan harga diri klien dan mendorong penerimaan terhadap kondisinya Dorong sosialisasi dengan individu tanpa infeksi aktif Beri umpan balik posisitf Rasional : agar anak tidak merasa sendirian dan terisolasi Rasional : agar anak merasa diterima

11

7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan Tujuan Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan dan mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuat Intervensi Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat Seimbangkan istirahat dan aktifitas bila ambulasi Rencanakan dan berikan aktivitas tenang Rasional : tirah baring yang sesuai gaya gravitasi dapat menurunkan edema Rasional : ambulasi menyebabkan kelelahan Rasional : aktivitas yang tenang mengurangi penggunaan energi yang dapat menyebabkan kelelahan Instruksikan istirahat bila anak mulai merasa lelah Berikan periode istirahat tanpa gangguan Rasional : mengadekuatkan fase istirahat anak Rasional : anak dapat menikmati masa istirahatnya 8. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius Tujuan Pasien (keluarga) mendapat dukungan yang adekuat Intervensi Kenali masalah keluarga dan kebutuhan akan informasi, dukungan Kaji pemahaman keluarga tentang diagnosa dan rencana perawatan Rasional : mengidentifikasi kebuutuhan yang dibutuhkan keluarga Rasional : keluarga akan beradaptasi terhadap segala tindakan keperawatan yang dilakukan Tekankan dan jelaskan profesional kesehatan tentang kondisi anak, prosedur dan terapi yang dianjurkan, serta prognosanya Rasional : agar keluarga juga mengetahui masalah kesehatan anaknya Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga Keluarga tentang penyakit dan terapinya Rasional : mengoptimalisasi pendidikan kesehatan terhadap

12

Ulangi informasi sesering mungkin Bantu keluarga mengintrepetasikan perilaku anak serta responnya

Rasional : untuk memfasilitasi pemahaman Rasional : keluarga dapat mengidentifikasi perilaku anak sebagai orang yang terdekat dengan anak Jangan tampak terburu-buru, bila waktunya tidak tepat Rasional : mempermantap rencana yang telah disusun sebelumnya. (Donna L Wong,2004 : 550-552).

13

GLOMERULONEFRITIS AKUT A. Pengertian Glomerulonefritis Akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman Streptococcus hemolitikus grup A yang nefritogenik. B. Etiologi Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3 7 tahun dan lebih sering mengenai anak pria dibandingkan anak wanita. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. Hubungan antara GNA dan infeksi Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa : 1. 2. 3. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A. Meningkatnya titer anti streptolisin pada serum penderita. Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama lebih kurang 10 hari. Dari tipe tersebut di atas, tipe 12 dan 25 lebih bersifat netrifogen dari pada yang lain. Mengapa tipe yang satu lebih bersifat nefritogen dari pada yang lain, tidaklah diketahui. Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcus. GNA juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupus eritematous. C. Patogenesis Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :

14

1. 2. 3.

Terbentuknya kompleks antigen antibodi yang melekat pada membrana Proses autoimun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh Streptococcus nefritogen dan membrana basalis glomerulus mempunyai

basalis glomerulus dan kemudian merusaknya. menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus. komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal. D. Patologi Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik pendarahan pada korteks. Mikroskopik tampak hampir semua glomerulus terkena sehingga dapat disebut glomerulus difus. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop electron akan tampak membrane basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh glonulin gama, komplemen dan antigen streptokokus. E. Prognosis Gejala fisik menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3 dan tekanan darah umumnya menurun dalam waktu 1 minggu. Kimia darah menjadi normalpada minggu ke 2. Hematuria mikroskopis dan makroskopik dapat menetap selama 4-6 minggu, hitung Addis menunjukan kenaikan jumlah eritrosis untuk 4 bulan atau lebih, dan LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan. Protein sedikitdalam urin dan menetap untuk beberapa bulan. Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi umumnya tidak mengubah proses penyakitnya. Pasien yang tetap menunjukan kelainan urin selama 1 tahun dianggap menderita penyakit glomerunefrotik kronis, walaupun dapat terjadi penyembuhan sempurna. F. Manifestasi Klinis Hematuria Olguria Edema ringan disekitar mata/seluruh tubuh

15

Hipertensi (60-70 %) ringan sampai berat Edema berat pada oliguria gagal jantung Muntah, Terjadinya menurunan nafsu makan Konstipasi dan diare faringitis/tonsilitis dan demam Sakit kepala Malese dan nyeri panggul Edema wajah

G. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan Laboratorium Laju endap darah meninggi Kadar Hb karena hipervolemia (retensi garam dan lendir) Jumlah urin mengurang Berat jenis meninggi Hematoria mikroskopik sel darah merah dan sedimen protein Albumin (+) proteinuria Eritrosit (++) Leukosit (+) Silinder leukosit Eritrosit dan healin Ureumdan kreatinin darah Albumin serum dan komplemen serum (globulin beta 1C) sedikit Titer anti-streptolisin umumnya miningkat kecuali kalau infeksi streptococcus Uji fungsi ginjal normal pada 50 % penderita Kadar BUN dan kreatinin serum

2. Pemeriksaan urin didapatkan :

yang mendahuluinya hanya mengenai kulit saja

H. Komplikasi

16

1. Oliguira dan anuria dapat berlangsung 2 3 hari akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Meskipun oligouria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang kadang diperlukan. 2. Hipertensi ensefalopati merupakan gejala serebrum karena hipertensi, disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak. 3. Gangguan sirkulasi berupa dispnoe, ortopnoe, terdapatnya ronkhi basah, pembesaran jantung, dan meningginya tekanan darah yang bukan saja karena hipertensi, juga karena volume plasma yang bertambah. 4. Anemia karena hipervolemia selain sintesis eritropoetik yang menurun. I. Pengobatan Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus. 1. Istirahat mutlak selama 3 4 minggu Dulu dianjurkan istirahat selama 6 8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Namun penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita setelah 3 4 minggu dari timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya. 2. Pemberian penisilin pada fase akut Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, namun kemungkinan ini sangat kecil sekali. 3. Makanan Pada fase akut, diberi makanan rendah protein ( 1g / kgbb / hari) dan rendah garam (1 g /hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10 %. Pada penderita tanpa komplikasi, pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi. 4. Pengobatan terhadap hipertensi

17

Hipertensi dapat diatasi secara efektif dengan vasodilator perifer (hidralazin, nifedipin). Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedatif untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beistirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral, diberikan reserpin dan hidralasin. Mula mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara I.M. Bila terjadi diuresis 5 10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan per oral dengan dosis rumat 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis. 5. Bila anuria berlangsung lama (5 7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara, misalnya dialisis peritoneum, hemodialisis, bilas lambung dan usus. Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah venapun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga. 6. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, namun akhir akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara I.V. (1 mg/kgbb/hari) dalam 5 10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus diperlukan untuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi. 7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.

18

ASKEP PADA ANAK DENGAN GLOMERULONEFRITIS AKUT (GNA) A. Pengkajian Aktivitas atau istirahat Gejala keletihan, kelemahan, malaise Tanda kelemahan otot, kehilangan tonus otot 2. Sirkulasi Tanda hipertensi, distrimia jantung, nadi lemah atau halus, hipertensi ortostatik (hipovolemia), 0edema jaringan umum, pucat, kecenderungan perdarahan 3. Eliminasi Gejala perubahan pola berkemih Disuria, ragu-ragu, dororngan dan retensi (inflamasi/obastruksi, infeksi) Obdomen kembung, diare/konstipasi Tanda perubahan warna urine ex : kuning pekat, merah, coklat, berawan Oliguria (12 - 21 hari) , poliuria (25 L/ hari) 4. Makanan/cairan Gejala peningkatan BB ( oedema), Muaql, muntah, anoreksia Penggunaan diuretic Tanda perubahan turgo kulit/kelembaban, oedeam (umum, bagian bawah)./ 5. Neurosensori Gejala sakit kepala, penglihatan kabur Tanda penurunan tingkat kesadaran., kejang, faskikulasi otot aktivitas kejang 6. Nyeri / kenyamanan Gejala nyeri tubuh, sakit kepela Tanda perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah 7. Pernapasan Gejala nafas pendek Tanda takipnea, dfispnea, batu produktif dengan sputum kental merah mudah (Oedema paru) 19

8. Keamanan Gejala adanya reaksi tranfusi Tanda demam (sepsi, dehidrasi) Petekie, area kulit ekimosis Pruritis, kulit kering B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul, diantaranya: 1. 2. 3. 4. 5. Kelebihan voleme cairan b/d penurunan haluaran urin, diet kelebihan Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d dan retensi cairan natrium mual,muntah,anoreksia, pembatasan diet dan perubahan mambran mukosa mulut Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan Intoleransi aktivitas b/d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan Gangguan harga diri b/d ketergantungan, perubahan peran, perubahan

prosedur dialisis citra tubuh dan fungsi seksual. C. Rencana Tindakan Keperawatan 1. Tujuan: Memperatahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan Kriteria Hasil :
o o o o o o o o o

Kelebihan voleme cairan b/d penurunan haluaran urin, diet

kelebihan dan retensi cairan natrium

Menunjukan perubahan - perubahan berat badan yang lambat Mempertahankan pembatasan diet dan cairan Menunjutkan turgo kulit normal tanpa oedema Menunjukan tanda tanda vital normal Menunjukan tidak adanya distensi vena leher Meloporkan adanya kemudahan dalam bernafas/tidak terjadi nafas pendek Melakukan hyegiene oral dengan sering Melakukan penurun rasa haus Meloporkan berkurangnya kekeringan pada mambra mukosa mulut

20

Intervensi 1. Kaji status cairan :


Rasional 1. pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi 2. pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin dan respon terhadap terapi 3. sumber kelebihan cairan yang tidak di ketahui dapat didentifikasi 4. pemahaman meningkatkan kerja sama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan 5. kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet 6. hygiene oral mengurangi kekeringan mambran mukosa mulut Medikasi dan cairan

Timbang berat badan tiap hari Keseimbangan massukan dan haluara Turgorr kulit dan adanya oedema Distensi vena leher Tekanan darah denyut dan irama nadi

Batasi masukan cairan Identifikasi sumber potensial cairan :

yang digunakan untuk pengobatan : oral dan intravena

Makanan

4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan 5. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan 6. Tingkatkan dan dorong hygiene oral dan sering

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual,muntah,anoreksia, pembatasan diet dan perubahan mambran mukosa mulut. Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat Kriteria Hasil:

21

o o o o

Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis yang tinggi Memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan dalam batasan diet Mengkonsumsi makanan tinggi kalori dalam batasan diet Mematuhi medikasi sesuai dengan jadwal untuk mengatasi anoreksia dan tidak Menjelaskan dengan kata kata sendiri rasinal pembatasan diet dan hubungan Mengkosulkan daftar makanan yang dapat direrima Melaporkan peningkatan nafsu makan Menunjukan tidak adanya perlambatan / penurunan berat badan yang tempat Menunjykan turgor kulit yang normal/tanpa oedema, kadar albumin, plasma

menimbulkan rasa kenyang


o

dengan kadar kreatinin dan urea


o o o o

dapat diterima Intervensi 1. Kaji status nutrisi :


o o o

Rasional 1. Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi 2. Pola diet dahulu dan sekarang dapat di pertimbangkan dalam menyusun menu 3. Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat di ubah/dihilangkan untuk meningkatkan masukkan diet 4. Mendorong peningkatan masukkan diet 5. Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan 6. Untuk memantau status cairan dan nutrisi.

Perubahan berat badan Pengukuran antrometrik Nilai laboratorium

(elektron serum, BUN., kreatinin, protein, transferin, dan kadar besi) Kaji p[ola diet nutrisi pasien :

Riwayat diet Makanan kesukaan Hitung kalori

3. Kaji foktor yang berperan dalam merubah mesukan nitrisi :


Anoreksia, mual/muntah, Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien Depresi Kurang memahami pembatasan diet Stomatitis 22

4. 5.

Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas batas diet Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi seperti : telur, pruduk susu, daging,

Timbang berat badan tiap hari.

3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan Tujuan: Meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan yang bersangkutan Kriteria Hasil:
o

Menytakan

hubungan

antara

penyebab

glomerulonephritis

akut

dan

konsekuensinya
o

Menjelaskan pembatasan cairan dan diet sehubungan dengan kegagalan regulasi Mempertahankan hubungan GNA dengan kebutuhan penanganan menggunakan Menanyakan tentang pilihan terapi yang merupakan petunjuk persiapan belajar Menyatakan rencana untuk melanjutkan kehidupan normalnya sedapat mungkin Menggukan informasi dan instruksi terrtulis untuk mengklasifikasikan

ginjal.
o

kata kata sendiri


o o o

pertanyaan dan mencari informasi tambahan Intervensi Rasional 1. Kaji pemahaman mengenal penyebab 1. Merupakan instruksi dasar untuk GNA, konsekuensinya dan penanganannya 2. Jelskan fungsi renal dan konsekuensi GNA sesuai dengan tingkat pemehaman dan kesiapan pasien untuk belajar 3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara cara untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi 3. 2. penjelasan dan penyuluhan lebih lanjut Pasien dapat belajar tentang GNA dan penanganan setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya. Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah

23

hidupnya. 4. Sediakan informasi tertulis maup[un secara oral dengan tepat tentang : Fungsi dan kegagalan renal Pembatasan cairan dan diet Medikasi
o

akibat penyakit 4. Pasien memiliki informasi yang dapat di gunakan untuk klasifikasi selanjutnya dirumah

Melaporkan masalah tanda dan gejala Jadwal tindak lanjut Sumber di komunitas Pilihan terapi

o o o

4, Intoleransi aktivitas b/d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis Tujuan: Berparsitipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi Kriteria Hasil:
o o o o

Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan Melaporkan rasa sejahtera Melakukan istirahat dan aktivitas secara bergantian Berpertisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih .

Intervensi 1.Kaji faktor yang menimbulkan keletihan :


o o

Rasional 1. Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan 2. Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri 3. Mendorong latihan dan akrtivitas dalam batas batas yang dapat ditoleransi dan istirahatkan yang adekuat 4. Istirahat yang adekuat di anjurkan

Anemia Ketidakseimbangan cairan Retensi produk sampah Depresi

dan elektrolit
o o

2.tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat 24

di toleransi, bantu jika keletihan terjadi 3.anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat 4.anjurkan untuk istirahat setelah dialysis

setelah dialisis, yang bagi banyak pasien sangat melelahkan

5. Gangguan harga diri b/d ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual. Tujuan: Memperbaiki konsep diri Kriteria Hasil:
o

Mengidentifikasi pola koping terdahulu yang ejektif dan pdasaat ini tidak

mungki lagi digunakan akibat penyakit dan penanganan (pemakaian alkohol dan obat obatan, penggunaan tenaga yang berlebihan)
o

Pasien dan keluarga mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan dan reaksi Mencari konseling profesional, jika perlu, untuk menghadapi perubahan akibat Melaporkan kepuasan dengan metode ekspresi seksual

terhadap penyakit dan perubahan hidup yuang diperlukan


o

GNA
o

Intervensi Rasional 1. Kaji respon dan reaksi pasien dan 1. Menyediakan data tentang masalah keluarga terhadap penyakit dan penanganan. 2. Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat 3. Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga 4. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dan penanganan :
o o

pada pasien dan keluarga dalam menghadapiperubahan dalam hidup 2. Penguatan dan dukungan terhadap pasien didetifikasi 3. Pola koping yang telah efektif dimasa lalu mungkin potensial destruksi ketika memandang pembatasan yang ditetapkan akibat penyakit dan penanganan 4. Pasien dapat mengidentifikasi masalah dang langkah

Perubahan peran Perubahan gaya hidup

25

Perubahan dalam Perubahan seksual Ketrgantungan pada tim

langkahyang diperlukan untuk menghadapinya, 5. Benuk alternatif ekspresi seksual dapat diterima, 6. Seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu, tergantung pada tahap maturitasnya.s

pekerjaan
o o

tenaga kesehatan 5. Gali cara alternatif untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual 6. Diskusi peran memberi dan menerima cinta, kehangatan, dan kemesraan

Keterampilan Pemasangan Kateter 1. Pengertian Memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra dan kedalam kandung kemih 2. Tujuan a. Menghilangkan distensi kandung kemih b. Mendapatkan spesimen urine c. Mengkaji jumlah residu urine, jika kandung kemih tidak mampu sepenuhnya dikosongkan 3. Persiapan a. Persiapan pasien 1) Mengucapkan salam terapeutik 2) Memperkenalkan diri 3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan. 4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya 5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam. 6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi 7) Privacy klien selama komunikasi dihargai. 8)Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan

26

9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan) b. Persiapan alat 1) Bak instrumen berisi : a) Poly kateter sesuai ukuran 1 buah b) Urine bag steril 1 buah c) Pinset anatomi 2 buah d) Duk steril e) Kassa steril yang diberi jelly 2) Sarung tangan steril 3) Kapas sublimat dalam kom tertutup 4) Perlak dan pengalasnya 1 buah 5) Sampiran 6) Cairan aquades atau Nacl 7) Plester Gunting verband 9) Bengkok 1 buah 10) Korentang pada tempatnya 4. Prosedur a. Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan, kemudian alat-alat didekatkan ke pasien b. Pasang sampiran c. Cuci tangan d. Pasang pengalas/perlak dibawah bokong klien e. Pakaian bagian bawah klien dikeataskan/dilepas, dengan posisi klien terlentang. Kaki sedikit dibuka. Bengkok diletakkan didekat bokong klien f. Buka bak instrumen, pakai sarung tangan steril, pasang duk steril, lalu bersihkan alat genitalia dengan kapas sublimat dengan menggunakan pinset. g. Bersihkan genitalia dengan cara : Penis dipegang dengan tangan non dominan penis dibersihkan dengan menggunakan kapas sublimat oleh tangan dominan dengan gerakan memutar dari meatus keluar. Tindakan bisa dilakukan beberapa kali hingga bersih. Letakkan pinset dalam bengkok h. Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly. Masukkan kateter kedalam uretra kirakira 10 cm secara perlahan-lahan dengan menggunakan pinset sampai urine keluar. Masukkan Cairan Nacl/aquades 20-30 cc atau sesuai ukuran yang tertulis. Tarik sedikit 27

kateter. Apabila pada saat ditarik kateter terasa tertahan berarti kateter sudah masuk pada kandung kemih i. Lepaskan duk, sambungkan kateter dengan urine bag. Lalu ikat disisi tempat tidur j. Fiksasi kateter k. Lepaskan sarung l. Pasien dirapihkan kembali m. Alat dirapihkan kembali n. Mencuci tangan o. Melaksanakan dokumentasi : 1) Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan klien 2) Catat tgl dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien Perawatan Posterosagittal anorectoplasty Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. Prosedur ini memberikan beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistula rektourinaria maupun rektovaginal dengan cara membelah otot dasar pelvis, sling dan sfingter. Macam PSARP adalah minimal, limited dan full PSARP. Posisi penderita adalah prone dengan elevasi pada pelvis, pengalaman di Jogjakarta lutut diarahkan ke lateral (tiger position) sehingga ekspose daerah operasi akan lebih mudah. Dengan bantuan stimulator dilakukan identifikasi anal dimple. Insisi dimulai dari tengah sacrum ke bawah melewati pusat sfingter eksterna sampai ke depan kurang lebih 2 cm. insisi diperdalam dengan membuka subkutis, lemak, parasagital fibre dan muscle complex. Tulang coccygeus dibelah sehingga tampak otot levator, otot levator dibelah sehingga tampak dinding belakang rektum. Rektum dibebaskan dari dinding belakang dan jika ada fistula dibebaskan juga, rektum dipisahkan dengan vagina yang dibatasi oleh. Dengan jahitan rektum ditarik melewati otot levator, muscle complex dan parasagittal fibre kemudian dilakukan anoplasty dan dijaga agar tidak tegang. Untuk minimal PSARP tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun vertical fibre, yang penting adalah memisahkan common wall untuk memisahkan rektum dengan vagina dan yang dibelah hanya otot sfingter eksternus. Untuk limited PSARP yang dibelah adalah otot sfingter eksternus, muscle fibre, muscle complex serta tidak membelah tulang cocccygeus. Yang penting adalah deseksi rektum agar tidak merusak vagina.

28

Masing masing jenis prosedur mempunyai indikasi yang berbeda. Minimal PSARP dilakukan pada fistula perineal, anal stenosis, anal membrane, bucket handle dan atresia ani tanpa fistula yang akhiran rektum kurang dari 1 cm dari kulit. Limited PSARP dilakukan pada atresia ani dengan fistula rektovestibuler. Full PSARP dilakukan pada atresia ani letak tinggi, dengan gambaran invertogram gambaran akhiran rektum lebih 1 cm dari kulit, pada fistula rektovaginalis, fistula rektouretralis, atresia rektum dan stenosis rektum. Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano RectoPlasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien.Teknik ini merupakan pengganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through(APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut.banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi Teknik Operasi
-

Dilakukan dengan general anestesi , dengan endotrakeal intubasi , dengan posisi pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi analdimple Incisi bagian tengah sacrum kearah bawah melewati pusat spingter dan berhenti 2cm didepanya Dibelah jaringan subkutis , lemak, parasagital fiber dan muscle complek.Os Coxigeus dibelah sampai tampak muskulus levator , dan muskulus levator dibelahtampak dinding belakang rectum

Rectum dibebas dari jaringan sekitarnya Rectum ditarik melewati levator, muscle complek dan parasagitalfiber Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.

Perawatan Pasca Operasi PSARP (Postero Sagital Anorecto Plasti) 1.Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan selama 8-10 hari 29

2. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x seharitiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan ukuransesuai dengan umurnya Penatalaksanaan Atresia ani Penatalaksanaan Atresia ani tergantung klasifikasinya : 1. Melakukan pemeriksaan colok dubur 2. Melakukan pemeriksaan radiologik pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung rectum yang buntu setelah berumur 24 jam, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik selama tiga menit, sendi panggul dalam keadaan sedikit ekstensi lalu dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan anus. 3. Melakukan tindakan kolostomi neonatus tindakan ini harus segera diambil jika tidak ada evakuasi mekonium. 4. Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setIap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yang dilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal. 5. Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua. 6. Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada masa neonatus 7. Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain: operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun) operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-!2 bulan) pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan) 8. Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi "abdominal pull-through" manfaat kolostomi adalah antara lain: a. Mengatasi obstruksi usus b. Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih c. Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain. Fena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorectoplasty, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus

30

levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel. Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Sebagai Goalnya adalah defekasi secara teratur dan konsistensinya baik. Untuk menanganinya secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rectum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat keterbatasan pengetahuan anatomi, ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rectum dan ada tidaknya fistula. Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan pengganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut, banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi.

31

Anda mungkin juga menyukai