Anda di halaman 1dari 16

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS SYNDROM NEFROTIK

KELOMPOK 12:

SITI ROHMAH (0122016B)


DWI ANGGRAINI (0122028B)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES DIAN HUSADA

TAHUN 2022- 2023

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sindrom nefrotik (SN) ialah keadaan klinis yang ditandai oleh


proteinuria, hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan
hiperlipidemia. Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan
menurunnya ecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti belum jelas,
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Sindrom nefrotik paling
banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan perbandingan pasien
wanita dan pria 1:2. (Sundoyo dalam Nurarif dan Kusuma, 2015, p. 17)
Pada proses awal SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak
semua gejala tersebut harus ditemukan proteinuria masih merupakan tanda
khas SN, tetapi pada SN berat yang disertai kadar albumin serum rendah
eskresi protein dalam urine juga berkembang. Proteinuria juga
berkontribusi terhadap berbagai kaomplikasi yang terjadi pada SN.
Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria gangguan keseimbangn
hidrogen, hiperkoagulitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang serta
hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umunya pada SN fungsi ginjal
normal kecuali sebagai khusus yang berkembang menjadi tahap
akhir(PGTA) pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan
menunjukkan respon yang baik terhadap terapi stroid, tetapi sebagian lain
dapat berkembang menjadi kronik. (Sudoyo, 2010, hal. 999)

B. RUMUSAN MASALAH

Masalah yang kami angkat pada makalah ini mengenai asuhan


keperawatan pada pasien dengan Nefrotik Syndrome.

1
C. TUJUAN

a. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatn dengan
sindrom nefrotik serta faktor-faktor yang berhubungan dengan masalh
tersebut.
b. Tujuan Khusus
 Mengetahui pengertian sindrom nefrotik
 Mengetahui etiologi sindrom nefrotik
 Mengetahui patofisologi sindrom nefrotik
 Mengetahui manifestasi klinis sindrom nefrotik
 Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada anak yang
nefrotik syndrome.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

Sindrom nefrotik adalah merupakan manifestasi klinik dari


glomerulusnefritis ditandai dengan gejala edema, proteinurea pasif
>35g/hari, hipoalbuminemia <3,5/dl, lipidolia dan hiper kolesterolimia.
Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal
(Nurarif dan Kusuma, 2015,:17)
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema,
proteinuria, hipoalbuminea dan hiperkolesterolemia. (Ngastiyah,
2014:306).

B. ETIOLOGI

Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh gromelunefritis (GN)


primer dan sekunder akibat infeksi keganansan penyakit jaringan
penghubung obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik (GN) primer
atau idopatik merupakan penyebab sidrom nefrotik yang paling sering
dalam kelompok GN primer GN lesi minimal glomerulosklerosis fokal
segmental, GN membranosa dan GN membraproliveratif merupakan
kelainan sistopalogi yang sering ditemukan (Sudoyo dkk, 2010,: 999)
Penyebab sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya
pada GN pasca infeksi streptokokus atau infeksi virus hepatitis B, akibat
obat misalnya obat antiinflamasi non-steroid atau preparat emas organik,
dan akibat penyakit siskemik misalnya pada lupus erimatosus sistemik dan
diabtes militus. (Sudoyo dkk, 2010,: 999)

C. PENYEBAB DAN TANDA GEJALA

 Edema
 Oliguria

3
 Tekanan darah normal
 Proteinuria sedang sampai barat
 Hipoprotenemia dengan rasio albumin:globulin terbaik
 Hiperkoesterolemia
 Ureum/kreatinin darah normal atau meninggi
 Beta 1C globulin (C3) normal (Nurarif dan Kusuma, 2015: 17-18)

D. PATOFISIOLOGI

Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan


berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi
proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria akan dapat mengakibatkan
hipoalbuminemia. Dengan menurunnya jumlah albumin, terjadilah
penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan intravaskuler akan
berpindah ke interstisial. Perpindahan cairan tersebut mengakibatkan
volume cairan intravaskuler berkurang dan terjadilah kondisi hipovolemik
pada pasien, kondisi hipovolemik ini jika tidak segera diatasi akan
berdampak pada hipotensi. Rendahnya volume cairan pada intravaskuler
ini akan mempengaruhi aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan
kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan
peningkatan sekresi antidiuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron
yang mengakibatkan retensi terhadap natrium dan air yang berdampak
pada edema. Penurunan daya tahan tubuh juga mungkin terjadi akibat
hipoalbuminemia, jika tidak segera diatasi pasien dengan Sindroma
Nefrotik akan rentan terhadap infeksi seperti peritonitis dan selulitis.
Anak dengan sindroma nefrotik dapat mengalami peningkatan
kolesterol dan trigliserida serum akibat peningkatan dari produksi
lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik
plasma. Selain itu, peningkatan produksi lipoprotein didalam hepar akibat
kompensasi hilangnya protein dapat mengakibatkan terjadinya
hiperlipidemia, dan akan ditemukan lemak didalam urine atau lipiduria.
Menurunnya kadar natrium dalam darah anak dengan sindroma
nefrotik atau keadaan dehidrasi akibat retensi cairan akan merangsang

4
sekresi hormon renin yang berperan penting dalam mengatur tekanan
darah. Selanjutnya renin mengubah angiotensin yang disekresi hati
menjadi angiotensin I. Sel kapiler paru selanjutnya mengubah angiotensin
I menjadi angiotensin II yang mengonsentrasi otot polos sekeliling
arteriola. Hal inilah yang menyebabkan anak mengalami tekanan darah
tinggi. Dalam kondisi lain, ketidakseimbangan natrium akibat konsumsi
natrium yang terlalu sedikit akan mengakibatkan anak mengalami
hipotensi (Suriadi & Yuliani, 2010).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan sampel urin menunjukan adanya proteinuria (adanya
protein di dalam urin).
2. Darah
 Hipoalbuminemia, dimana kadar albumin kurang dari 30
gram/liter
 Hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat),
khususnya peningkatan low density lipoprotein (LDL), yang
secara umum bersamaan dengan peningkatan VLDL.
 Pemeriksaan elektrolit, ureum dan kreatinin, yang berguna
untuk mengetahui fungsi ginjal. (Suharyanto, 2013:141)

F. PENATALAKSANAAN

Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap


penyakit dasar dari pengobata non-spesifikuntuk mengurangi proteinuria,
mengontrol edema dan mengobati komplikasi.
1. Diuretik: diuretik kuat misalnya furosemide (dosis awal 20-40
mg/hari) atau golongan tiazid dengan atau tanpa kombinasi dengan
potassium sparing diuretic digunakan untuk mengobati edema dan
hipertensi. Penurunan berat badan tidak boleh melebihi 0,5 kg/hari.
2. Diet : diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb/hari, sebagian besar
terdiri ari karbohidrat. Diet rendah garam (2-3 gr/hr), rendah lemak

5
harus diberikan. Pembatasan asupan proten 0,8-1,0 gr/kgbb/hr dapat
mengurangi proteinuria. Tambahan vitamin D dapat diberikan jika
pasien mengalami kekurangan vitamin ini.
3. Terapi antikoagulan: bila didiagnosis adanya peristiwa
thromboembolism, terapi anti koagulan dengan heparin harus dimulai.
Jumlah heparin yang diperlukan untuk mencapai waktu tromboplastin
parsial. Teraupeutik mungkin meningkat karena adanya penurunan
jumlah anti thrombin III. Setelah terapi heparin intra vena, anti
koagulasi oral dengan warfarin dilanjutkan sampai SN dapat diatasi.
4. Terapi obat : terapi khusus untuk sindrom nefrotik adalah pemberian
kortigosteroit yaitu prednison 1-1,5 mg/kgbb/hr dosis tunggal pagi hari
selama 4-6 minggu. Kemudian dikurangi 5 mg/minggu sampai tercapai
dosis maintenance (5-10 mg) kemudian diberikan 5mg selang sehari
dan dihentikkan dalam 1-2 minggu bila pada saat tapering off keadaan
penderita memburuk kembali(timbul edema, protenuri), diberikan
kembali full dose selama 4 minggu kemudian tapering off kembali.
(Nurarif, 2015:18)

6
BAB III

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas: Sindrom nefrotik lebih banyak terjadi pada anak umur 3-4
tahun dengan perbandingan pasien wanita dan pria 1:2 (Nurarif dan
Kusuma, 2015, 17)
2. Status kesehatan saat ini
 Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh gejala edema (Nurarif dan Kusuma,
2015,:17)
 Alasan masuk rumah sakit
 Biasanya klien dengan sindrom nefrotik dibawa ke rumah sakit
karena terjadi edema anrsaka yang kadang-kadang mencapai 40%
daripada berat badan. (Ngastiyah, 2014:307)
 Riwayat penyakit sekarang
 Klien mengalami kenaikan berat badan, wajah tampak sembab,
pembengkakan abdomen, efusi pleura, pembengkakan labia dan
skrotum, perubahan urin,dan rentan terhadap infeksi. (Ekmawati,
2012).
3. Riwayat kesehatan terdahulu
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar
bahan kimia.
4. Riwayat penyakit sebelumnya
Klien menderita glomerulonephritis primer atau idiopatik merupakan
penyebab Sindrom Nefrotik yang paling sering. (Sudoyo dkk,
2010,:999)
5. Riwayat penyakit keluarga
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi matemofetal.
Resisten terhadap semua pengobatan. (Ngastiyah,, 2014:306)

7
6. Riwayat pengobatan
Biasanya klien Sindrom Nefrotik disebabkan karena mengonsumsi
obat antiinflamasi non-steroid atau preparat emas organic. (Sudoyo,
2010,:999)
7. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
8. Kesadaran
Tingkat kesadaran biasanya Composmentis terlihat adanya edema.
(Nurarif dan Kusuma 2015:17)
9. Tanda-tanda vital
Tekanan darah normal 120/80 mmHg ,(Nurarif dan Kusuma 2015:17)
Body system
10. Sistem pernafasan
Terdapat penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan
efusi pleura. (Suharyanto dan Majid, 2013: 140)
11. Sistem perkemihan
Penurunan jumlah urine, urin tampak berbusa, akibat penumpukan
tekanan permukaan akibat proteinuria, hematuria. (Suharyanto dan
Majid, 2013: 141).
12. Sistem pencernaan
Biasanya terjadi diare akibat edema intestinal (Marcdante etall,
2014:659)
13. Sistem endokrin
Sistem endokrin dalam batas normal (Marcdante etall, 2014, hal. 659)
14. Sistem kardiovaskuler
Jarang terjadi hipertensi (Suharyanto dan Majid, 2013: 141)
15. Sistem integument
Ditemukan pitting edema serta esites. (Marcdante etall, 2014,659)
16. Sistem muskuloskletal
Kehilangan massa otot sebesar 10-20% dari massa tubuh (lean body
mass) tidak jarang dijumpai pada SN. (Sudoyo dkk, 2010,:1000)
17. Sistem reproduksi

8
Biasanya terjadi pembengkakan labia dan skrotum (Wati, 2012)
18. Sistem persyarafan
Sistem saraf dalam batasan normal. (Suharyanto dan Majid, 2013:141)
19. Sistem imunitas
Kekebalan tubuh (C3) normal (Nurarif, 2015:18)
20. Sistem pengindraan
Komplikasi pada kulit sering terjadi karena infeksi Streptococcus dan
terjadi sianosis sekitar hidung dan mulut. (Ngastiyah, 2014:310)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut SDKI (2017) diagnosa keperawatan sindrom nefrotik yang


muncul antara lain :
1. Hipervolemia
2. Defisit Nutrisi
3. Resiko Infeksi

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1. Hipervolemia

 SLKI (KRITERIA HASIL): Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3x24 jam di harapkan Keseimbangan Cairan
Meningkat dengan kriteria hasil:

 Haluaran Urin meningkat


 Asupan Makanan meningkat
 Edema menurun
 Asites menurun
 Konfusi menurun
 Denyut nadi radial membaik
 Tekanan darah membaik
 Tekanan arteri rata-rata membaik
 Turgor kulit dan berat badan membaik

9
 SIKI (INTERVENSI KEPERAWATAN): Manajemen
Hipervolemia

 Periksa tanda dan gejala hypervolemia


 Identifikasi penyebab hypervolemia
 Monitor status hemodinamik, tekanan darah, MAP, CVP,
PAP, PCWP, CO jika tersedia
 Monitor intaje dan output cairan
 Monitor tanda hemokonsentrasi ( kadar Natrium, BUN,
hematocrit, berat jenis urine)
 Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma
 Monitor kecepatan infus secara ketat
 Monitor efek samping diuretik
 Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
 Batasi asupan cairan dan garam
 Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat
 Anjurkan melapor jika haluaran urine <0.5 ml/kg/jam dalam
6 jam
 Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari
 Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran
cairan
 Ajarkan cara membatasi cairan
 Kolaborasi pemberian diuritik
 Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretic
 Kolaborasi pemberian continuous renal replacement therapy

 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN:

 Memeriksa tanda dan gejala hypervolemia


 Mengidentifikasi penyebab hypervolemia
 Memonitor status hemodinamik, tekanan darah, MAP, CVP,
PAP, PCWP, CO jika tersedia
 Memonitor intaje dan output cairan
 Memonitor tanda hemokonsentrasi ( kadar Natrium, BUN,
hematocrit, berat jenis urine)
 Memonitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma
 Memonitor kecepatan infus secara ketat
 Memonitor efek samping diuretik
 Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
 Membatasi asupan cairan dan garam
 Meninggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat

10
 Menganjurkan melapor jika haluaran urine <0.5 ml/kg/jam
dalam 6 jam
 Menganjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam
sehari
 Mengajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
 Mengajarkan cara membatasi cairan
 Berkolaborasi pemberian diuritik
 Berkolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretic
 Berkolaborasi pemberian continuous renal replacement
therapy.

2. Defisit Nutrisi

 SLKI (KRITERIA HASIL): Setelah dilakukan tindakan


keperawatan 3x24 jam diharapkan Status Nutrisi membaik,
dengan kriteria hasil:

 Porsi makan yang dihabiskan meningkat


 Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi
 Pengetahuan tentang pilihan makanan dan minuman yang
sehat meningkat
 Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat
meningkat
 Perasaan cepat kenyang menurun
 Nyeri abdomen menurun
 Berat badan dan Indeks massa tubuh (IMT) membaik
 Frekuensi dan nafsu makan membaik
 Tebal lipatan kulit trisep dan membran mukosa membaik

 SIKI (INTERVENSI KEPERAWATAN): Manajemen Nutrisi

 Identifikasi status nutrisi


 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

11
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu.

 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN:

 Mengidentifikasi status nutrisi


 Mengidentifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Mengidentifikasi makanan yang disukai
 Mengidentifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
 Mengidentifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
 Memonitor asupan makanan
 Memonitor berat badan
 Memonitor hasil pemeriksaan laboratorium
 Melakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Menfasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
 Mensajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Memberikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Memberikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Memberikan suplemen makanan, jika perlu
 Menghentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik
jika asupan oral dapat ditoleransi
 Menganjurkan posisi duduk, jika mampu
 Mengajarkan diet yang diprogramkan
 Berkolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
 Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu.

12
3. Risiko Infeksi

 SLKI(KRITERIA HASIL): Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Tingkat Infeksi
Menurun, dengan kriteria hasil:

 Kebersihan tangan dan badan meningkat


 Demam, kemerahan, nyeri, dan bengkak menurun
 Periode malaise menurun
 Periode menggigil, letargi, dan ganggauan kognitif menurun
 Kadar sel darah putih membaik.

 SIKI (INTERVENSI KEPERAWATAN): Pencegahan Infeksi

 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik


 Batasi jumlah pengunjung
 Berikan perawatan kulit pada daerah edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi.

 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN:

 Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik


 Membatasi jumlah pengunjung
 Memberikan perawatan kulit pada daerah edema
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
 Mempertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
 Menjelaskan tanda dan gejala infeksi.

13
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema,


proteinuria, hipoalbuminea dan hiperkolesterolemia. (Ngastiyah,
2014:306).
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh gromelunefritis (GN)
primer dan sekunder akibat infeksi keganansan penyakit jaringan
penghubung obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik (GN) primer
atau idopatik merupakan penyebab sidrom nefrotik yang paling sering
dalam kelompok GN primer GN lesi minimal glomerulosklerosis fokal
segmental, GN membranosa dan GN membraproliveratif merupakan
kelainan sistopalogi yang sering ditemukan

B. SARAN

Kesehatan adalah harta yang penting dalam kehidupan kita, maka itu
selayaknya kita menjaga kesehatan dari kerusakan dan penyakit.

14
DAFTAR PUSTAKA

Kharisma, Y. (2017). Tinjauan Umum Penyakit Sindrom Nefrotik . Tinjauan


Umum Penyakit Sindrom Nefrotik .

Marcdante, & dkk. (2014). ilmu kesehatan anak esensial. singapura: saunders.

Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit. jakarta: EGC.

Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis


Medis & Nanda NIC NOC. Jogjakarta: Mediaction.

PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan


II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II.
DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2019.  Standart  Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II.
DPP PPNI. Jakarta

Sudoyo, A. w. (2010). buku ajar ilmu penyakit dalam. jakarta: internapublishing.

Suharyanto, T. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan sistem


Perkemihan. Jakarta: CV. Trans info medika.

Wati, N. E. (2012). Asuhan Keperawatan Pada An.A dengan Gangguan Sistem


Nefrologi : Sindrom Nefrotik di Ruang Mina RS PKU Muhammadiyah
Surakarta. Asuhan Keperawatan Pada An.A dengan Gangguan Sistem
Nefrologi : Sindrom Nefrotik di Ruang Mina RS PKU Muhammadiyah
Surakarta.

Wilkinson, J. (2013:317-322). Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.

15

Anda mungkin juga menyukai