KELOMPOK 12:
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
1
C. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatn dengan
sindrom nefrotik serta faktor-faktor yang berhubungan dengan masalh
tersebut.
b. Tujuan Khusus
Mengetahui pengertian sindrom nefrotik
Mengetahui etiologi sindrom nefrotik
Mengetahui patofisologi sindrom nefrotik
Mengetahui manifestasi klinis sindrom nefrotik
Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada anak yang
nefrotik syndrome.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
Edema
Oliguria
3
Tekanan darah normal
Proteinuria sedang sampai barat
Hipoprotenemia dengan rasio albumin:globulin terbaik
Hiperkoesterolemia
Ureum/kreatinin darah normal atau meninggi
Beta 1C globulin (C3) normal (Nurarif dan Kusuma, 2015: 17-18)
D. PATOFISIOLOGI
4
sekresi hormon renin yang berperan penting dalam mengatur tekanan
darah. Selanjutnya renin mengubah angiotensin yang disekresi hati
menjadi angiotensin I. Sel kapiler paru selanjutnya mengubah angiotensin
I menjadi angiotensin II yang mengonsentrasi otot polos sekeliling
arteriola. Hal inilah yang menyebabkan anak mengalami tekanan darah
tinggi. Dalam kondisi lain, ketidakseimbangan natrium akibat konsumsi
natrium yang terlalu sedikit akan mengakibatkan anak mengalami
hipotensi (Suriadi & Yuliani, 2010).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan sampel urin menunjukan adanya proteinuria (adanya
protein di dalam urin).
2. Darah
Hipoalbuminemia, dimana kadar albumin kurang dari 30
gram/liter
Hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat),
khususnya peningkatan low density lipoprotein (LDL), yang
secara umum bersamaan dengan peningkatan VLDL.
Pemeriksaan elektrolit, ureum dan kreatinin, yang berguna
untuk mengetahui fungsi ginjal. (Suharyanto, 2013:141)
F. PENATALAKSANAAN
5
harus diberikan. Pembatasan asupan proten 0,8-1,0 gr/kgbb/hr dapat
mengurangi proteinuria. Tambahan vitamin D dapat diberikan jika
pasien mengalami kekurangan vitamin ini.
3. Terapi antikoagulan: bila didiagnosis adanya peristiwa
thromboembolism, terapi anti koagulan dengan heparin harus dimulai.
Jumlah heparin yang diperlukan untuk mencapai waktu tromboplastin
parsial. Teraupeutik mungkin meningkat karena adanya penurunan
jumlah anti thrombin III. Setelah terapi heparin intra vena, anti
koagulasi oral dengan warfarin dilanjutkan sampai SN dapat diatasi.
4. Terapi obat : terapi khusus untuk sindrom nefrotik adalah pemberian
kortigosteroit yaitu prednison 1-1,5 mg/kgbb/hr dosis tunggal pagi hari
selama 4-6 minggu. Kemudian dikurangi 5 mg/minggu sampai tercapai
dosis maintenance (5-10 mg) kemudian diberikan 5mg selang sehari
dan dihentikkan dalam 1-2 minggu bila pada saat tapering off keadaan
penderita memburuk kembali(timbul edema, protenuri), diberikan
kembali full dose selama 4 minggu kemudian tapering off kembali.
(Nurarif, 2015:18)
6
BAB III
A. PENGKAJIAN
1. Identitas: Sindrom nefrotik lebih banyak terjadi pada anak umur 3-4
tahun dengan perbandingan pasien wanita dan pria 1:2 (Nurarif dan
Kusuma, 2015, 17)
2. Status kesehatan saat ini
Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh gejala edema (Nurarif dan Kusuma,
2015,:17)
Alasan masuk rumah sakit
Biasanya klien dengan sindrom nefrotik dibawa ke rumah sakit
karena terjadi edema anrsaka yang kadang-kadang mencapai 40%
daripada berat badan. (Ngastiyah, 2014:307)
Riwayat penyakit sekarang
Klien mengalami kenaikan berat badan, wajah tampak sembab,
pembengkakan abdomen, efusi pleura, pembengkakan labia dan
skrotum, perubahan urin,dan rentan terhadap infeksi. (Ekmawati,
2012).
3. Riwayat kesehatan terdahulu
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar
bahan kimia.
4. Riwayat penyakit sebelumnya
Klien menderita glomerulonephritis primer atau idiopatik merupakan
penyebab Sindrom Nefrotik yang paling sering. (Sudoyo dkk,
2010,:999)
5. Riwayat penyakit keluarga
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi matemofetal.
Resisten terhadap semua pengobatan. (Ngastiyah,, 2014:306)
7
6. Riwayat pengobatan
Biasanya klien Sindrom Nefrotik disebabkan karena mengonsumsi
obat antiinflamasi non-steroid atau preparat emas organic. (Sudoyo,
2010,:999)
7. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
8. Kesadaran
Tingkat kesadaran biasanya Composmentis terlihat adanya edema.
(Nurarif dan Kusuma 2015:17)
9. Tanda-tanda vital
Tekanan darah normal 120/80 mmHg ,(Nurarif dan Kusuma 2015:17)
Body system
10. Sistem pernafasan
Terdapat penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan
efusi pleura. (Suharyanto dan Majid, 2013: 140)
11. Sistem perkemihan
Penurunan jumlah urine, urin tampak berbusa, akibat penumpukan
tekanan permukaan akibat proteinuria, hematuria. (Suharyanto dan
Majid, 2013: 141).
12. Sistem pencernaan
Biasanya terjadi diare akibat edema intestinal (Marcdante etall,
2014:659)
13. Sistem endokrin
Sistem endokrin dalam batas normal (Marcdante etall, 2014, hal. 659)
14. Sistem kardiovaskuler
Jarang terjadi hipertensi (Suharyanto dan Majid, 2013: 141)
15. Sistem integument
Ditemukan pitting edema serta esites. (Marcdante etall, 2014,659)
16. Sistem muskuloskletal
Kehilangan massa otot sebesar 10-20% dari massa tubuh (lean body
mass) tidak jarang dijumpai pada SN. (Sudoyo dkk, 2010,:1000)
17. Sistem reproduksi
8
Biasanya terjadi pembengkakan labia dan skrotum (Wati, 2012)
18. Sistem persyarafan
Sistem saraf dalam batasan normal. (Suharyanto dan Majid, 2013:141)
19. Sistem imunitas
Kekebalan tubuh (C3) normal (Nurarif, 2015:18)
20. Sistem pengindraan
Komplikasi pada kulit sering terjadi karena infeksi Streptococcus dan
terjadi sianosis sekitar hidung dan mulut. (Ngastiyah, 2014:310)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipervolemia
9
SIKI (INTERVENSI KEPERAWATAN): Manajemen
Hipervolemia
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN:
10
Menganjurkan melapor jika haluaran urine <0.5 ml/kg/jam
dalam 6 jam
Menganjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam
sehari
Mengajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
Mengajarkan cara membatasi cairan
Berkolaborasi pemberian diuritik
Berkolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretic
Berkolaborasi pemberian continuous renal replacement
therapy.
2. Defisit Nutrisi
11
Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Berikan suplemen makanan, jika perlu
Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN:
12
3. Risiko Infeksi
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN:
13
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Kesehatan adalah harta yang penting dalam kehidupan kita, maka itu
selayaknya kita menjaga kesehatan dari kerusakan dan penyakit.
14
DAFTAR PUSTAKA
Marcdante, & dkk. (2014). ilmu kesehatan anak esensial. singapura: saunders.
PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II.
DPP PPNI. Jakarta
PPNI, 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II.
DPP PPNI. Jakarta
15