Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I
Disusun Oleh :
2020
A. KONSEP DASAR PENYAKIT SINDROM NEFROTIK
a. Definisi
Sindroma nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis
(GN) ditandai dengan edema anarsarka, proteinuria massif ≥ 3,5 g/hari,
hiperkolesterolemia dan lipiduria.
Pada proses awal atau SN ringan, untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala
ditemukan. Proteinuria massif merupakan tanda khas SN akan tetapi pada SN berat
yang disertai kadar albumin rendah, ekskresi protein dalam urin juga berkurang.
Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN.
Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan
nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang serta
hormone tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya, SN dengan fungsi ginjal normal
kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir
(PGTA). Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respone
yang baik terhadap terapi steroid akan tetapi sebagian lain dapat berkembang menjadi
kronik.
b. Patofisiologi
Perubahan patologis yang mendasari pada sindrom nefrotik adalah proteinuria,
yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerolus.
Penyebab peningkatan permeabilitas ini tidak diketahui tetapi dihubungkan dengan
hilangnya glikoprotein bermuatan negatif pada dinding kapiler.
Mekanisme timbulnya edema pada sindrom nefrotik disebabkan oleh hipoalbumin
akibat proteinuria. Hipoalbumin menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma
sehingga terjadi transudasi cairan dari kompartemen intravaskulerke ruangan
interstitial. Penurunan volum intravaskuler menyebabkan penurunan perfusi renal
sehingga mengaktivasi sistem reninangiotensin-aldosteron yang selanjutnya
menyebabkan reabsorpsi natrium di tubulus distal ginjal.
Penurunan volum intravaskuler juga menstimulasi pelepasan hormon antidiuretik
(ADH) yang akan meningkatkan reabsorpsi air di tubulus kolektivus. Mekanisme
terjadinya peningkatan kolesterol dan trigliserida akibat 2 faktor. Pertama,
hipoproteinemia menstimulasi sintesis protein di hati termasuk lipoprotein. Kedua,
katabolisme lemak terganggu sebagai akibat penurunan 2 kadar lipoprotein lipase
plasma (enzim utama yang memecah lemak di plasma darah).
c. Etiologi
Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan GN sekunder akibat
infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), akibat
obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik. Glomerulonefritis Primer di bagi
menjadi 5 jenis, yaitu :
a) Glumerulonefritis lesi minimal (GNLM)
b) Glomerulosklerosis fokal (GSF)
c) Glomerulonefritis membranosa (GNMN)
d) Glumerulonefritis membranoploriferatif (GNMP)
e) Glomerulonefritis proliperatif lainnya.
Glomerulonefritis sekunder akibat infeksi seperti HIV, Hepatitis B dan C,
Tuberculosa. Sedangkan yang disebabkan oleh keganasan seperti adenokarsinoma
paru, payudara, kolon, limfoma, karsinoma ginjal. Yang disebabkan oleh penyakit
jaringan penghubung seperti lupus eritematosus sistemik, dan rematik. Sedangkan
yang dikarenakan efek obat dan toksin seperti obat anti imflamasi non steroid,
pinisilin, captopril, dan heroin. Yang disebabkan oleh penyakit sistemik seperti
diabetes melitus, pre eklamsia.
PATHWAY
d. Manifestasi Klinik
Pada penderita sindrom nefrotik. Edema merupakan gejala klinis menonjol.
Kadang-kadang mencapai 40% dari pada berat badan da didapatkan edema
anasarka. Pasien sangat rentan terhadap infeksi sekuder. Selama beberapa minggu
mungkin terdapat hematuria, azotemia dan hipertensi ringan. Terdapat proteinuria
terutama albumin (85-95%) Sebanyak 10-15 gram perhari. Selama edema masih
banyak biasanya produksi urin berkurang. Berat jenis urine meninggi. Sedimen
dapat normal atau berupa torak hailin. Granula, lipoid: terdapat pula sel darah
putih. Pada fase non nefritis. Uji fungsi ginjal tetap normal atau meninggi dengan
perubahan yang progresif di glomerulis terdapat penurunan fungsi ginjal pada fas
nefrotik.
Kimia darah menunjukan hipoalbuminemia. Kadar normal atau meninggi
sehigga terdapat perbndingan albumin – globulin yang terbalik. Didapatkan pula
hiperkolestrolemia. Kadar fibrinogen meninggi sedangkan kadar ureum normal,
pada keadaan lanjut biasanya terdapat glukosuria tanpa hiperglikemia (Ngastiyah,
1997, hal 306)
Mansjoer (1999. Hal 526) mnyatakan bahwa gejala utama yang ditmukan
pada penderita nefrotik syndrome adalah :
- Proteinuria > 3,5 g/hari
- Hipoalbuminemia >30 g/l
- Edema anasarka
- Hiperlipidemia/hiperkolestrolemia
- Hiperkoagulabilitas, yang akan mengingatkan resiko thrombosis vena dan
arteri
- Hematuria, hipertensi
e. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis sindrom nefrotik, antara lain
1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin
Biakan urin dilakukan apabila terdapat gejala klinik yang mengarah pada
infeksi saluran kemih (ISK).
2. Protein urin kuantitatif
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari.
3. Pemeriksaan darah
- Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,
hematokrit, LED)
- Albumin dan kolesterol serum
- Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin
Pengukuran dapat dilakukan dengan cara klasik ataupun dengan rumus
Schwartz. Rumus Schwartz digunakan untuk memperkirakan laju filtrasi
glomerulus (LFG).
eLFG = k x L/Scr
eLFG : estimated LFG (ml/menit/1,73 m2 )
L : tinggi badan (cm) Scr : serum kreatinin (mg/dL)
k : konstanta (bayi aterm:0,45; anak dan remaja putri:0,55; remaja
putra:0,7) 18
- Kadar komplemen C3 Apabila terdapat kecurigaan lupus erimatosus
sistemik, pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti
nuclear antibody), dan anti ds-DNA.
f. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit
dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi protenuria, mengontrol
edema dan mengobati komplikasi. Etiologi sekunder dari sindrom nefrotik harus
dicari dan diberi terapi, dan obat-obatan yang menjadi penyebabnya disingkirkan.
b. Diuretik Diuretik misalnya furosemid (dosis awal 20-40 mg/hari) atau golongan
tiazid dengan atau tanpa kombinasi dengan potassium sparing diuretic
(spironolakton) digunakan untuk mengobati edema dan hipertensi. Penurunan
berat badan tidak boleh melebihi 0,5 kg/hari.
c. Diet. Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri dari
karbohidrat. Diet rendah garam (2-3 gr/hari), rendah lemak harus diberikan.
Penelitian telah menunjukkan bahwa pada pasien dengan penyakit ginjal tertentu,
asupan yang rendah protein adalah aman, dapat mengurangi proteinuria dan
memperlambat hilangnya fungsi ginjal, mungkin dengan menurunkan tekanan
intraglomerulus. Derajat pembatasan protein yang akan dianjurkan pada pasien
yang kekurangan protein akibat sindrom nefrotik belum ditetapkan. Pembatasan
asupan protein 0,8-1,0 gr/ kgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. Tambahan
vitamin D dapat diberikan kalau pasien mengalami kekurangan vitamin ini.
d. Terapiantikoagulan Bila didiagnosis adanya peristiwa tromboembolisme , terapi
antikoagulan dengan heparin harus dimulai. Jumlah heparin yang diperlukan
untuk mencapai waktu tromboplastin parsial (PTT) terapeutik mungkin meningkat
karena adanya penurunan jumlah antitrombin III. Setelah terapi heparin
intravena , antikoagulasi oral dengan warfarin dilanjutkan sampai sindrom
nefrotik dapat diatasi.
e. TerapiObat Terapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pemberian
kortikosteroid yaitu prednisone 1 – 1,5 mg/kgBB/hari dosis tunggal pagi hari
selama 4 – 6 minggu. Kemudian dikurangi 5 mg/minggu sampai tercapai dosis
maintenance (5 – 10 mg) kemudian diberikan 5 mg selang sehari dan dihentikan
dalam 1-2 minggu. Bila pada saat tapering off, keadaan penderita memburuk
kembali (timbul edema, protenuri), diberikan kembali full dose selama 4 minggu
kemudian tapering off kembali. Obat kortikosteroid menjadi pilihan utama untuk
menangani sindroma nefrotik (prednisone, metil prednisone) terutama pada
minimal glomerular lesion (MGL), focal segmental glomerulosclerosis (FSG) dan
sistemik lupus glomerulonephritis. Obat antiradang nonsteroid (NSAID) telah
digunakan pada pasien dengan nefropati membranosa dan glomerulosklerosis
fokal untuk mengurangi sintesis prostaglandin yang menyebabkan dilatasi. Ini
menyebabkan vasokonstriksi ginjal, pengurangan tekanan intraglomerulus, dan
dalam banyak kasus penurunan proteinuria sampai 75 %. Sitostatika diberikan
bila dengan pemberian prednisone tidak ada respon, kambuh yang berulang kali
atau timbul efek samping kortikosteroid. Dapat diberikan siklofosfamid 1,5
mg/kgBB/hari. Obat penurun lemak golongan statin seperti simvastatin,
pravastatin dan lovastatin dapat menurunkan kolesterol LDL, trigliserida dan
meningkatkan kolesterol HDL.
f. Obat anti proteinurik misalnya ACE inhibitor (Captopril 3 x 12,5 mg), kalsium
antagonis (Herbeser 180 mg) atau beta bloker. Obat penghambat enzim konversi
angiotensin (angiotensin converting enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor
angiotensin II dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya
mempunyai efek aditif dalam menurunkan proteinuria
6. Intervensi Keperawatan
C. DAFTAR PUSTAKA
G Gilda. 2014. Sindrom Nefrotik. Diakses pada 15 Desember 2020.
http://eprints.undip.ac.id/44647/3/Bab_2_-_Bab_II_Tinjauan_Pustaka.pdf
Permana, Eko Nor Apriyatna. 2013. Laporan Pendahuluan Sindrom Nefrotik. Diakses
pada 15 Desember 2020. https://id.scribd.com/doc/129619924/Laporan-Pendahuluan-
Sindrom-Nefrotik#logout
Zendan, Patimah. 2016. Pathway Sindrom Nefrotik. Diakses pada 15 Desember 2020.
https://id.scribd.com/document/332673687/Pathway-Sindrom-Nefrotik
NUR EKMA WATI. (2012) ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN GANGGUAN SISTEM
NEFROLOGI : SINDROMA NEFROTIK. Diakses pada 15 desember 2020
http://eprints.ums.ac.id/22235/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdf
Fiky jayanti. (2015) askep nefrotik syndrome. Diakses pada 15 desember 2020
https://www.scribd.com/doc/270382877/Askep-Sindrom-Nefrotik-doc