Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN SINDROM NEFROTIK

Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

dengan dosen pengampu Imam Tri Sutrisno, S.Kep.,Ners., M.Kep

Disusun Oleh :

Andini Anissa Dewi 1908625

Karina Noor Halimah 1909086

Lela Rosmiati 1909601

Vina Tia Nurgustina 1908517

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2020
A. KONSEP DASAR PENYAKIT SINDROM NEFROTIK
a. Definisi
Sindroma nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis
(GN) ditandai dengan edema anarsarka, proteinuria massif ≥ 3,5 g/hari,
hiperkolesterolemia dan lipiduria.
Pada proses awal atau SN ringan, untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala
ditemukan. Proteinuria massif merupakan tanda khas SN akan tetapi pada SN berat
yang disertai kadar albumin rendah, ekskresi protein dalam urin juga berkurang.
Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN.
Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan
nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang serta
hormone tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya, SN dengan fungsi ginjal normal
kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir
(PGTA). Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respone
yang baik terhadap terapi steroid akan tetapi sebagian lain dapat berkembang menjadi
kronik.
b. Patofisiologi
Perubahan patologis yang mendasari pada sindrom nefrotik adalah proteinuria,
yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerolus.
Penyebab peningkatan permeabilitas ini tidak diketahui tetapi dihubungkan dengan
hilangnya glikoprotein bermuatan negatif pada dinding kapiler.
Mekanisme timbulnya edema pada sindrom nefrotik disebabkan oleh hipoalbumin
akibat proteinuria. Hipoalbumin menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma
sehingga terjadi transudasi cairan dari kompartemen intravaskulerke ruangan
interstitial. Penurunan volum intravaskuler menyebabkan penurunan perfusi renal
sehingga mengaktivasi sistem reninangiotensin-aldosteron yang selanjutnya
menyebabkan reabsorpsi natrium di tubulus distal ginjal.
Penurunan volum intravaskuler juga menstimulasi pelepasan hormon antidiuretik
(ADH) yang akan meningkatkan reabsorpsi air di tubulus kolektivus. Mekanisme
terjadinya peningkatan kolesterol dan trigliserida akibat 2 faktor. Pertama,
hipoproteinemia menstimulasi sintesis protein di hati termasuk lipoprotein. Kedua,
katabolisme lemak terganggu sebagai akibat penurunan 2 kadar lipoprotein lipase
plasma (enzim utama yang memecah lemak di plasma darah).
c. Etiologi
Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan GN sekunder akibat
infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), akibat
obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik. Glomerulonefritis Primer di bagi
menjadi 5 jenis, yaitu :
a) Glumerulonefritis lesi minimal (GNLM)
b) Glomerulosklerosis fokal (GSF)
c) Glomerulonefritis membranosa (GNMN)
d) Glumerulonefritis membranoploriferatif (GNMP)
e) Glomerulonefritis proliperatif lainnya.
Glomerulonefritis sekunder akibat infeksi seperti HIV, Hepatitis B dan C,
Tuberculosa. Sedangkan yang disebabkan oleh keganasan seperti adenokarsinoma
paru, payudara, kolon, limfoma, karsinoma ginjal. Yang disebabkan oleh penyakit
jaringan penghubung seperti lupus eritematosus sistemik, dan rematik. Sedangkan
yang dikarenakan efek obat dan toksin seperti obat anti imflamasi non steroid,
pinisilin, captopril, dan heroin. Yang disebabkan oleh penyakit sistemik seperti
diabetes melitus, pre eklamsia.
PATHWAY
d. Manifestasi Klinik
Pada penderita sindrom nefrotik. Edema merupakan gejala klinis menonjol.
Kadang-kadang mencapai 40% dari pada berat badan da didapatkan edema
anasarka. Pasien sangat rentan terhadap infeksi sekuder. Selama beberapa minggu
mungkin terdapat hematuria, azotemia dan hipertensi ringan. Terdapat proteinuria
terutama albumin (85-95%) Sebanyak 10-15 gram perhari. Selama edema masih
banyak biasanya produksi urin berkurang. Berat jenis urine meninggi. Sedimen
dapat normal atau berupa torak hailin. Granula, lipoid: terdapat pula sel darah
putih. Pada fase non nefritis. Uji fungsi ginjal tetap normal atau meninggi dengan
perubahan yang progresif di glomerulis terdapat penurunan fungsi ginjal pada fas
nefrotik.
Kimia darah menunjukan hipoalbuminemia. Kadar normal atau meninggi
sehigga terdapat perbndingan albumin – globulin yang terbalik. Didapatkan pula
hiperkolestrolemia. Kadar fibrinogen meninggi sedangkan kadar ureum normal,
pada keadaan lanjut biasanya terdapat glukosuria tanpa hiperglikemia (Ngastiyah,
1997, hal 306)
Mansjoer (1999. Hal 526) mnyatakan bahwa gejala utama yang ditmukan
pada penderita nefrotik syndrome adalah :
- Proteinuria > 3,5 g/hari
- Hipoalbuminemia >30 g/l
- Edema anasarka
- Hiperlipidemia/hiperkolestrolemia
- Hiperkoagulabilitas, yang akan mengingatkan resiko thrombosis vena dan
arteri
- Hematuria, hipertensi

Pada kasus berat dapat ditemukan gagal ginjal

e. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis sindrom nefrotik, antara lain
1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin
Biakan urin dilakukan apabila terdapat gejala klinik yang mengarah pada
infeksi saluran kemih (ISK).
2. Protein urin kuantitatif
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari.
3. Pemeriksaan darah
- Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,
hematokrit, LED)
- Albumin dan kolesterol serum
- Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin
Pengukuran dapat dilakukan dengan cara klasik ataupun dengan rumus
Schwartz. Rumus Schwartz digunakan untuk memperkirakan laju filtrasi
glomerulus (LFG).
eLFG = k x L/Scr
eLFG : estimated LFG (ml/menit/1,73 m2 )
L : tinggi badan (cm) Scr : serum kreatinin (mg/dL)
k : konstanta (bayi aterm:0,45; anak dan remaja putri:0,55; remaja
putra:0,7) 18
- Kadar komplemen C3 Apabila terdapat kecurigaan lupus erimatosus
sistemik, pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti
nuclear antibody), dan anti ds-DNA.
f. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit
dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi protenuria, mengontrol
edema dan mengobati komplikasi. Etiologi sekunder dari sindrom nefrotik harus
dicari dan diberi terapi, dan obat-obatan yang menjadi penyebabnya disingkirkan.
b. Diuretik Diuretik misalnya furosemid (dosis awal 20-40 mg/hari) atau golongan
tiazid dengan atau tanpa kombinasi dengan potassium sparing diuretic
(spironolakton) digunakan untuk mengobati edema dan hipertensi. Penurunan
berat badan tidak boleh melebihi 0,5 kg/hari.
c. Diet. Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri dari
karbohidrat. Diet rendah garam (2-3 gr/hari), rendah lemak harus diberikan.
Penelitian telah menunjukkan bahwa pada pasien dengan penyakit ginjal tertentu,
asupan yang rendah protein adalah aman, dapat mengurangi proteinuria dan
memperlambat hilangnya fungsi ginjal, mungkin dengan menurunkan tekanan
intraglomerulus. Derajat pembatasan protein yang akan dianjurkan pada pasien
yang kekurangan protein akibat sindrom nefrotik belum ditetapkan. Pembatasan
asupan protein 0,8-1,0 gr/ kgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. Tambahan
vitamin D dapat diberikan kalau pasien mengalami kekurangan vitamin ini.
d. Terapiantikoagulan Bila didiagnosis adanya peristiwa tromboembolisme , terapi
antikoagulan dengan heparin harus dimulai. Jumlah heparin yang diperlukan
untuk mencapai waktu tromboplastin parsial (PTT) terapeutik mungkin meningkat
karena adanya penurunan jumlah antitrombin III. Setelah terapi heparin
intravena , antikoagulasi oral dengan warfarin dilanjutkan sampai sindrom
nefrotik dapat diatasi.
e. TerapiObat Terapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pemberian
kortikosteroid yaitu prednisone 1 – 1,5 mg/kgBB/hari dosis tunggal pagi hari
selama 4 – 6 minggu. Kemudian dikurangi 5 mg/minggu sampai tercapai dosis
maintenance (5 – 10 mg) kemudian diberikan 5 mg selang sehari dan dihentikan
dalam 1-2 minggu. Bila pada saat tapering off, keadaan penderita memburuk
kembali (timbul edema, protenuri), diberikan kembali full dose selama 4 minggu
kemudian tapering off kembali. Obat kortikosteroid menjadi pilihan utama untuk
menangani sindroma nefrotik (prednisone, metil prednisone) terutama pada
minimal glomerular lesion (MGL), focal segmental glomerulosclerosis (FSG) dan
sistemik lupus glomerulonephritis. Obat antiradang nonsteroid (NSAID) telah
digunakan pada pasien dengan nefropati membranosa dan glomerulosklerosis
fokal untuk mengurangi sintesis prostaglandin yang menyebabkan dilatasi. Ini
menyebabkan vasokonstriksi ginjal, pengurangan tekanan intraglomerulus, dan
dalam banyak kasus penurunan proteinuria sampai 75 %. Sitostatika diberikan
bila dengan pemberian prednisone tidak ada respon, kambuh yang berulang kali
atau timbul efek samping kortikosteroid. Dapat diberikan siklofosfamid 1,5
mg/kgBB/hari. Obat penurun lemak golongan statin seperti simvastatin,
pravastatin dan lovastatin dapat menurunkan kolesterol LDL, trigliserida dan
meningkatkan kolesterol HDL.
f. Obat anti proteinurik misalnya ACE inhibitor (Captopril 3 x 12,5 mg), kalsium
antagonis (Herbeser 180 mg) atau beta bloker. Obat penghambat enzim konversi
angiotensin (angiotensin converting enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor
angiotensin II dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya
mempunyai efek aditif dalam menurunkan proteinuria

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1. Keadaan Umum :
2. Riwayat :
Identitas anak : nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll.
Riwayat kesehatan yang lalu : pernahkah sebelumnya klien sakit seperti ini ?
Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang sering dialami,
imunisasi, hospitalisasi sebelumnya, alergi dan pengobatan.
Pola kebiasaan sehari-hari : pola makan dan minum, pola kebersihan, pola
istirahat tidur, aktivitas atau bermain, dan pola eleminasi.
3. Riwayat penyakit saat ini :
 Keluhan utama
 Alasan masuk rumah sakit
 Faktor pencetus
 Lamanya sakit
4. Pengkajian sistem
Pengkajian umum : TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar dada ( terkait dengan
edema ).
- Sistem kardiovaskuler : irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada
tidaknya sianosis, diaphoresis.
- Sistem pernafasan : kaji pola bernafas, adakah wheezing atau ronkhi,
retraksi dada, cuping hidung.
- Sistem persarafan : tingkat kesadaran, tingkah laku (mood, kemampuan
intelektual, proses pikir), kaji pula fungsi sensori, fungsi pergerakan dan
fungsi pupil.
- Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya
hepatomegali / splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan buang
air besar.
- Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan jumlahnya
5. Diagnosa Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein
sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
2) Gangguan perfusi jaringan renal berhubungan dengan penurunan
konsentrasi Hb di dalam darah, hipoksia jaringan
3) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan suplai nutrisi dan
O2 yang kurang
4) Resiko infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun
5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.

6. Intervensi Keperawatan

No DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL


1 D.0022 I.03114 1. Agar mengetahui
Hipervolemia Managemen hipervolemia gelaja yang
 Observasi dialami oleh
1. Periksa tanda dan gejala pasien
hypervolemia (missal, ortopne, 2. Mengidentifikasi
dipsne, edema, jvp atau cvp penyebab yang
meningkat, refleks terjadi agar kita
hepatojugular positif, suara mengetahui
nafas tambahan penyebab dari
2. Identifikasi penyebab penyakit itu sendiri
hypervolemia 3. Monitor ini agar
3. Monitor status hermodinamik status
(misal:frekuensi hermodinamik
jantung,tekanan terkontrol
darah,map,cvp,pap,pcwp,cp,ci, 4. Agar mengetahui
jika tersedia) kebutuhan cairan
4. Monitor intake dan output nya
cairan 5. Agar mengetahui
 Terapeutik berat badan pasien
5. Timbang berat badan pada 6. Agar asupan cairan
waktu yang sama dan garam dalam
6. Batasi asupan cairan dan garam tubuhnya
7. Tingggikan kepala tempat tidur seimbang
30-40 derajat 7. Agar pasien
 Edukasi nyaman dengan
8. Anjurkan melapor jika posisi nya
haluaran urin kurang dari 8. Agar tidak terjadi
0,5ML /kg/jam dalam 6 jam kekurangan cairan
9. Anjurkan melapor jika berat 9. Menghindari dari
badan bertambah lebih dari 1 hal2 yang tidak di
kg dalam sehari. inginkan
10. Ajarkan cara mengukur dan 10. Agar asupan cairan
mencatat asupan dan haluaran dan pengeluaran
cairan nya seimbang
11. Ajarkan cara membatasi cairan 11. Agar tidak terjadi

 Kolaborasi kelebihan cairan

12. Kolaborasi pemberian diuretik 12. Untuk membuang


kelebihan garam
dan air dari dalam
tubuh melalui
urine
2 D.0139 I.12370 1. Untuk mengetahui
Risiko Edukasi edema kemampuan pasien
gangguan  Observasi dan kelurgadalam
integritas 1. Identifikasi kemampuan pasien menerima
kulit/jaringan dan keluarga menerima informasi
informasi 2. Untuk mengetahui
2. Monitor kemampuan dan kemampuan dan
pemahaman pasien dan pemahaman pasien
keluarga setelah edukasi dan keluarga
 Terapeutik setelah edukasi
3. Persiapkan materi dan media 3. Agar penyampaian
edukasi edukasi lebih
4. Jadwalkan waktu yang tepat menarik
untuk memberikan pendidikan 4. Agar tidak
kesehatan sesuai kesepakatan mengganggu
dengan pasien dan keluarga waktu istirahat
5. Berikan kesempatan pasien dan pasien
keluarga bertanya 5. Agar pasien dan

 Edukasi keluarga bisa

6. Jelaskan tentang definisi, menanyakan

penyebab, gejala, dan tanda kembali jika ada

edema yang belum

7. Jelaskan cara penanganan dan dipahami

pencegahan edema 6. Agar pasien dan

8. Instruksikan pasien dan keluarga

keluarga untuk menjelaskan mengetahui

kembali definisi, penyebab, definisi, penyebab,

gejala, tanda, penanganan, gejala, dan tanda

dan pencegahan edema edema


7. Agar pasien dan
keluarga
mengetahui cara
penanganan dan
pencegahan edema
8. Untuk mengetahui
apakah edukasi
yang disampaikan
dapat dipahami
atau tidak
3 D.0083 I.09305 1. Untuk mengetahui
Ganggua citra Promosi citra tubuh harapan citra tubuh
tubuh  Observasi 2. Untuk mengetahui
1. Identifikasi harapan citra tubuh budaya, agama,
berdasarkan tahap jenis kelamin, dan
perkembangan umur terkait citra
2. Identifikasi budaya, agama, tubuh
jenis kelamin, dan umur terkait 3. Untuk mengetahui
citra tubuh perubahan citra
3. Identifikasi perubahan citra tubuh
tubuh yang mengakibatkan 4. Untuk megetahui
isolasi sosial apakah pasien bisa
4. Monitor apakah pasien bisa melihat bagian
melihat bagian tubuh yang tubuh yang
berubah berubah atau tidak
 Terapeutik 5. Untuk mengetahui
5. Diskusikan perubahan tubuh perubahan tubuh
dan fungsinya dan fungsinya
6. Diskusikan perbedaan 6. Untuk mengetahui
penampilan fisik terhadap perbedaan
harga diri penampilan fisik
7. Diskusikan kondisi stress yang terhadap harga diri
mempengaruhi citra tubuh 7. Untuk mengetahui
8. Diskusikan persepsi pasien dan penyebab stres
keluarga tentang perubahan 8. Untuk mengetahui
citra tubuh persepsi pasien
 Edukasi dan keluarga
9. Jelaskan kepada keluarga tentang perubahan
tentang perawatan perubahan citra tubuh
citra tubuh 9. Agar keluarga
10. Latih fungsi tubuh yang mengetahui
dimiliki tentang perawatan
peruahan citra
tubuh pasien
10. Agar pasien
terbiasa dengan
dungsi tubuh yang
dimiliki
4 D.0142 I.14539 1. Untuk mengetahui
Risiko infeksi Pencegahan infeksi tanda dan gejala
 Observasi infeksi lokal dan
1. Monitor tanda dan gejala sistemik
infeksi lokal dan sistemik 2. Untuk mencegah
 Terapeutik terjadinya infeksi
2. Berikan perawatan kulit pada 3. Untuk mecegah
area edema bakteri sehingga
3. Cuci tangan sebelum dan menurunkan resiko
sesudah kontak dengan pasien infeksi
dan lingkungan pasien 4. Untuk mengetahui

 Edukasi tanda dan gejala

1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi

infeksi 5. Agar pasien bisa

2. Ajarkan cara mencuci tangan melakukan cuci

dengan benar tangan dengan


3. Ajarkan cara memeriksa baik dan benar
kondisi luka atau luka operasi 6. Agar pasien bisa
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi secara
mandiri
5. D.0019 I.03119
Defisit nutrisi Manajemen Nutrisi 1. Untuk mengetahui
 Observasi kekurangan nutrisi
1. Identifikasi status nutrisi pasien
2. Identifikasi makanan yang 2. Agar dapat
disukai menghidangkan
 Teurapeutik makanan yang
3. Sajikan makanan secara disukai klien agar
menarik dan suhu yang sesuai mau makan

 Edukasi 3. Untuk menambah

4. Anjurkan posisi duduk, jika nafsu makan

mampu 4. Agar klien dapat

 Kolaborasi makan dengan

5. Kolaborasi pemberian medikasi benar

(mis. pereda nyeri, antimetik), 5. Untuk mengurangi

jika perlu rasa mual saat

6. Kolaborasi dengan ahli gizi makan dan rasa

untuk menentukan jumlah nyeri pada

kalori dan jenis nutrient yang epigastrium

dibutuhkan, jika perlu 6. Agar kebutuhan


nutrisi klien
terpenuhi
6. D.0016 I.02068 1. Agar mengetahui
Gangguan Pencegahan syok frekuensi nadi dan
perfusi Observasi nafas pasien
jaringan 1. Monitor status kardiopulmonal 2. Agar oksigen pada
(frekuensi dan kekuatan nadi, pasien teratur
frekuensi napas,TF,MAP) 3. Untuk membantu
2. monitor status oksigenasi mempertahankan
(oksimetri nadi,AGD) saturasi oksigen pada
Terapeutik pasien
3. Berikan oksigen untuk 4. Agar sirkulasi atau
mempertahankan saturasi oksigen ventilasi untuk pasien
>94% terjaga
4. Persiapkan intubasi dan 5.agar pasien tau
ventilasi mekanis,jika perlu penyebab atau risiko
Edukasi dari syok itu sendiri
5. Jelaskan penyebab/faktor risiko 6. Agar mengetahui
syok tanda dan gejala
6. Jelaskan tanda dan gejala syok 7. Jika pemberian IV
Kolaborasi diperlukan tubuh
7. Kolaborasi pemberian IV,jika
perlu

C. DAFTAR PUSTAKA
G Gilda. 2014. Sindrom Nefrotik. Diakses pada 15 Desember 2020.
http://eprints.undip.ac.id/44647/3/Bab_2_-_Bab_II_Tinjauan_Pustaka.pdf
Permana, Eko Nor Apriyatna. 2013. Laporan Pendahuluan Sindrom Nefrotik. Diakses
pada 15 Desember 2020. https://id.scribd.com/doc/129619924/Laporan-Pendahuluan-
Sindrom-Nefrotik#logout

Zendan, Patimah. 2016. Pathway Sindrom Nefrotik. Diakses pada 15 Desember 2020.
https://id.scribd.com/document/332673687/Pathway-Sindrom-Nefrotik

NUR EKMA WATI. (2012) ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN GANGGUAN SISTEM
NEFROLOGI : SINDROMA NEFROTIK. Diakses pada 15 desember 2020
http://eprints.ums.ac.id/22235/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdf

Fiky jayanti. (2015) askep nefrotik syndrome. Diakses pada 15 desember 2020
https://www.scribd.com/doc/270382877/Askep-Sindrom-Nefrotik-doc

Anda mungkin juga menyukai