Pengertian
Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala degenerasi ginjal tanpa adanya peradangan,
ditandai dengan oedema, albuminuria dan penurunan albumin dalam serum(Ramali,
2003, hal 230).
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan manifestasi klinis (di tandai proteinuria masif
lebih dari 3,5 gram per 1, 73 m2 luas permukaan badan perhari dan hipoalbuminemia
kurang dari 3 gram per milliliter) dan berhubungan dengan kelainan glomerulus akibat
penyakit - penyakit tertentu atau tidak diketahui / idiopatik(Soeparman, 1990, hal
282)
Sindrom nefrotik adalah penyakit yang terjadi secara tiba-tiba, biasanyan berupa
oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proeinuria berat.
Tanda yang terlihat jelas adalah oedema pada kaki dan genetalia (Mansjoer, 1999, hal
525).
Etiologi
Mansjoer (1999, hal 525) menyatakan bahwa penyebab sindrom nefrotik pada orang
dewasa adalah :
Patofisiologi
Pada individu yang sehat, dinding kapiler glomerrolusberfungsi sebagai sawar untuk
menyingkirkan protein agar tidak memasuki ruangan urinarius melalui diskriminasi
ukuran dan muatan listrik(Tisher, 1997, hal 37).
Dengan adanya gangguan pada glomerulus, ukuran dan muatan sawar selektif dapat
rusak sehingga terjadi peningkatan permeabilitas membran glomerolus. Proses
penyaringan pun menjadi terganggu.molekul protein yang seharusnya mampu
tersaring oleh glomerulus, tidak dapat tersaring. Sehingga urine mengandung
protein(Tisher, 1997, hal 37).
Sebagian besar protein dalam urine adalah albumin. Dengan banyaknya albumin yang
keluar bersama urine, mengakibatkan kandungan albumin dalam darah menjadi
rendah yang disebut hipoalbuminemia(Mansjoer, 1999, hal 526)
Rangkaian keadaan yang menunjukkan mulai dari proteinuria sampai sindrom
nefrotik tergantung pada perkembangan dari hipoalbuminemia.hipoalbuminemia
mengurangi tekanan onkotik plasma, dan kemudian mengakibat perpindahan cairan
intravaskular ke ruang interstitial. Perpindahan cairan ini akan menjadikan volume
cairan intravaskular menurun, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke ginjal /
volume darah efektif menurun(Soeparman, 1990, hal 286).
Pada penderita Sindrom Nefrotik, edema merupakan gejala klinik yang menonjol.
Kadang - kadang mencapai 40 % dari pada berat badan dan didapatkan edema
anasarka. Pasien sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa minggu
mungkin terdapat hematuria, azotemia dan hipertensi ringan. Terdapat proteinuria
terutama albumin (85-95%) sebanyak 10 - 15 gram perhari. Selama edema masih
banyak biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin meninggi. Sedimen dapat
normal atau berupa torak hialin, granula, lipoid; terdapat pula sel darah putih. Pada
fase non nefritis, uji fungsi ginjal tetap normal atau meninggi. Dengan perubahan
yang progresif di glomerulus terdapat penurunan fungsi ginjal pada fase nefrotik.
Mansjoer(1999, hal 526) menyatakan bahwa gejala utama yang ditemukan pada
penderita nefrotik sindrom adalah :
proteinuria > 3,5 g / hari
hipoalbuminemia < 30 g / l
edema anasarka
hiperlipidemia / hiperkolesterolemia
hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.
hematuria, hipertensi
Pada kasus berat dapat ditemukan gagal ginjal.
Pemeriksaan Penunjang
Selain itu, untuk menunjang diagnosa, perlu dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal
berupa urin mikroskopik, ureum, kreatinin, elektrolit, dan protein urin(Tisher, 1997,
hal 40).
Untuk pengawasan kemajuan penderita Sindrom Nefrotik, dilakukan pengukuran dan
pencatatan berkala dari tekanan darah, keseimbangan cairan serta berat
badan( Mansjoer, 1999, hal 528).
a. Medis
Pengobatan :
Istirahat sampai edema tinggal sedikit.
Diet tinggi protein 2-3 gram/kgBB/hari dengan garam minimal bila edema
masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit.
Diuretik
Kortikosteroid. Berikan prednison peroral dengan dosis awitan 60 mg/hari/luas
permukaan badan(lbp) selama 28 hari. Kemudian dilanjutkan dengan prednison
per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lbp, setiap 3 hari dalam satu
minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari.
Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi
Berikan obat digitalis bila ada indikasi gagal jantung.
b. Keperawatan
1. pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sindrom nefrotik, penulis menggunakan format
pengkajian konseptual Gordon yang terdiri dari 11 pola. Hal ini dikarenakan format
ini menunjang dan mempermudah dalm memperoleh data focus.
Pada klien dengan nefrotik sindrom, hal yang perlu di kaji menurut 11 pola konseptual
Gordon yang dikemukakan oleh Doengoes (2000, hal 20) dan Carpenito(2001).
a. Persepsi kesehatan
Tanyakan tentang alasan klien masuk rumah sakit, riwayat kejadian , keluhan utama,
riwayat penyakit masa lalu yang berkaitan dengan nefrotik sindrom, riwayat
kesehatan keluarga dan riwayat gaya hidup klien.
Tanyakan tentang pola makan klien sebelum dan selama sakit, kaji status nutrisi klien
dengan, kaji input cairan klien selama 24 jam, dan kaji turgor kulit serta observasi
adanya oedema anasarka.
c. Pola eliminasi
Kaji pola bab dan bak klien sebelum sakit dan selama sakit.apakah terjadi perubahan
pola berkemih seperti peningkatan frekuensi, proteinuria.
d. Pola aktivitas
Kaji tanda – tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda - tanda kelelahan,
Kaji kemampuan pancaindra klien, kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang di
deritanya.
Kaji persepsi diri klien meliputi body image, harga diri, peran diri, ideal diri, konsep
diri.
h. Pola hubungan sosial
Kaji pola komunikasi klien terhadap keluarga, klien satu ruang, dan perawat.
i. Pola seksualitas
k. Pola spiritual
Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien memahami bahwa
penyakitnya adalah ujian dari Allah SWT.
Selain itu, lakukan pemeriksaan fisik pada klien meliputi penkajian edema yang
tampak, bengkak di mata, kaki, tangan, wajah dan genital, serta catat derajat pitting.
Diagnosa keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulator ginjal
dengan retensi air dan natrium(Tucker,1998, hal 578).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, prosedur invasif
dan kateterisasi(Doengoes, 2000, hal 622)
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia(Engram, 1999, hal 131)
4. aktivitas berhubungan dengan kelelahan(Doengoes, 2000, hal 58).
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan efek
diuretik(Swearingen, 2001, hal 77).
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema
anasarka(Carpenito, 2001, hal 304)
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas(Doengoes,
2000, hal 642)
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
penyakit(Doengoes, 2000, hal 624)
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan 1.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulator ginjal dengan
retensi air dan natrium(Tucker,1998, hal 578).
Kriteria hasil :
Menunjukkan keluaran urine tepat dengan hasil laboratorium mendekati
normal.
BB stabil, TTV dalam batas normal, tak ada edema.
Keseimbangan masukan dan pengeluaran.
Intervensi :
Pantau keluaran urine, catat jumlah dan warna. Rasional : keluaran urin
mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi.
Pantau / hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan selama 24
jam. Rasional : terapi diuretik dapat diakibatkan oleh kehilangan cairan tiba -
tiba berlebihan meskipun edema masih ada.
Pertahankan tirah baring selama fase akut. Rasional : posisi telentang
meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.
Ubah posisi dengan sering, tinggikan kaki bila duduk. Rasional : pembentukan
edema, nutrisi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan imobilisasi lama
merupakan stressor yang mempengaruhi intregitas kulit.
Kaji TTV terutama tekanan darah. Rasional : hipertensi menunjukkan
kelebihan natrium, serta dapat menunjukkan terjadinya kongesti paru, gagal
jantung.
Pertahankan asupan cairan, pembatasan asupan natrium sesuai
indikasi. Rasional : asupan narium yang terlalu tinggi memperberat kondisi
edema.
Diagnosa Keperawatan 2.
Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, prosedur invasif dan
kateterisasi(Doengoes, 2000, hal 622)
Kriteria hasil:
Tak mengalami tanda / gejala infeksi.
Intervensi :
Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan perawat. Rasional :
menurunkan resiko kontaminasi silang.
Pertahankan prinsip aseptik dalam setiap tindakan keperawatan yang
berhubungan dengan area invasive dan kateterisasi. Rasional : membatasi
introduksi bakteri kedalam tubuh.
Lakukan perawatan kateter rutin dan perawatan infuse. Rasional :
Meningkatkan rasa nyaman klien serta mencegah kontaminasi bakteri ke
tubuh.
Kaji intregitas kulit. Rasional : ekskorisi akibat gesekan dapat menjadi infeksi
sekunder.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. Rasional : membantu
pemilihan pengobatan infeksi paling efektif.
Diagnosa Keperawatan 3
Kriteria hasil :
Mempertahankan / meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh
klien, bebas edema.
Intervensi :
Kaji / catat pemasukan diet. Rasional : membantu dan mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan diet.
Berikan makanan sedikit tapi sering. Rasional : meminimalkan anoreksia dan
mual sehubungan dengan status uremik.
Tawarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan. Rasional :
meningkatkan nafsu makan
Timbang BB tiap hari. Rasional : perubahan kelebihan 0,5 kg dapat
menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan.
Berikan diet tinggi protein dan rendh garam. Rasional : memenuhi kebutuhan
protein, yang hilang bersama urine, Mengurangi asupan garam untuk
mencegah edema bertambah.
Diagnosa Keperawatan 4.
Kriteria hasil :
Terjadi peningkatan mobilitas.
Melaporkan perbaikan rasa berenergi.
Intervensi :
Kaji kemampuan klien melakukan aktivitas. Rasional : sebagai pengkajian
awal aktivitas klien.
Tingkatkan tirah baring / duduk. Rasional : meningkatkan istirahat dan
keteenangan klien, posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan
menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
Ubah posisi dengan sering. Rasional : pembentukan edema, nutrisi melambat,
gangguan pemasukan nutrisi dan imobilisasi lama merupakan stressor yang
mempengaruhi intregitas kulit.
Berikan dorongan untuk beraktivitas secara bertahap. Rasional : melatih
kekuatan otot sedikit demi sedikit.
Ajarkan teknik penghematan energi contoh duduk, tidak berdiri. Rasional :
menurunkan kelelahan.
Berikan perawatan diri sesuai kebutuhan klien. Rasional : memenuhi kebutuhan
perawatan diri klien selama intoleransi aktivitas.
Diagnosa Keperawatan 5.
Kriteria hasil :
Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang, turgor kulit
baik, membran mukosa lembab.
Intervensi :
Kaji input dan output cairan. Rasional : membantu memperkirakan kebutuhan
cairan
Pantau Tanda vital. Rasional : perubahan tekanan darah dan nadi dapat
digunakan untuk perkiraan kadar kehilangan cairan, hipotensi postural
menunjukkan penurunan volume sirkulasi
Anjurkan tirah baring atau istirahat. Rasional : aktivitas berlebih dapat
meningkat kebutuhan akan cairan.
Berikan cairan sesuai indikasi. Rasional : penggantian cairan tergantung dari
berapa banyaknya cairan yang hilang atau dikeluarkan.
Diagnosa Keperawatan 6.
Kriteria hasil :
Mempertahankan kulit utuh.
Menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
Inspeksi kulit terhadap penebalan, warna, turgor, vaskularisasi. Rasional :
menandakan area sirkulasi buruk yang dapat menimbulkan pembentukan
dekubits
Inspeksi area tergantung terhadap edema. Rasional : jaringan edema cenderung
rusak
Berikan perawatan kulit. Rasional : memberikan rasa nyaman dan mencegah
terjadi komplikasi kulit.
Ubah posisi dengan sering. Rasional : Menurunkan tekanan pada edema
Pertahankan linen kering. Rasional : Menurunklan iritasi dermal.
Diagnosa Keperawatan 7.
Kriteria hasil :
Berpartisipasi pada aktivitas sehari - hari dalam tingkat kemampuan diri.
Intervensi :
Tentukan kemampuan klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan
diri. Rasional : kondisi dasar akan menentukan tingkat kekurangan /
kebutuhan.
Berikan bantuan dengan aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Rasional :
memenuhi kebutuhan dengan mendukung partisipasi kemandirian klien
Ajarkan teknik penghematan energi, contoh duduk, melakukan tugas secara
bertahap. Rasional : Menghemat energi, menurunkan kelelahan, meningkatkan
kemampuan klien untuk melaksanakan tugas.
Libatkan keluarga dalam perawatan klien. Rasional : memandirikan keluarga
agar lebih peduli pada pemenuhan kebutuhan klien, menciptakan rasa nyaman
klien.
Diagnosa Keperawatan 8.
Kriteria hasil :
Menunjukkan respon pemahaman terhadap penyakitnya dan mengetahui
bagaimana perawatannya.
Intervensi :
Kaji status pendidikan klien. Rasional : menentukan status awal pengetahuan
klien.
Kaji pengetahuan klien akan penyakitnya, prognosanya, dietnya dan hal - hal
yang perlu dilakukan klien agar memperingan gejala yang muncul. Rasional :
Menentukan sejauh mana pengetahuan klien tentang penyakit yang
dideritanya.
Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit klien. Rasional : menentukan
pengetahuan keluarga akan penyakit klien.
Berikan penyuluhan kesehatan tentang penyakitnya termasuk diet dan
perawatannya. Rasional : memberikan informasi yang actual yang mampu
merubah persepsi klien tentang penyakitnya.
Daftar Pustaka
Carpenito, L. J. (2001). Handbook of Nursing Diagnosis, 8/E (Buku Saku
Diagnosa Keperawatan, E/8, editor: Monica Ester). Jakarta: EGC.
Doengoes, M. E, Moorhouse, M. F & Geissler, A. C. (2000). Nursing Care
Plan: Guidelines for Planning and Documenting Patient Care, 3/E (Rencana
Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien E/3, editor: Monica Ester). Jakarta: EGC.
Engram,B. (1999). Medical-Surgical Nursing Care Plans, 1/V (Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, V/1, alih bahasa oleh Suharyati samba).
Jakarta: EGC.
Gunawan, A. C. (2000). Nefrotik Sindrom: Patogenesis dan Penatalaksanaan.
(on-line): http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/ (15 Juni 2006).
Mansjoer, A, Triyanti, K, Savitri, R, Wardani, W. I, Setiowulan, W. (1999).
Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III. Jakarta: Media Ausculapius FKUI.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Ramali, A. & Pamoentjak, K. (2003). Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Swearingen. (2001). Pocket Guide to Medical-Surgical Nursing, 2/E (Seri
Pedoman Praktis Keperawatan Medikal Bedah, E/2, alih bahasa oleh Monica
Ester). Jakarta: EGC.
Tisher, C. C, Wilcox, C. S. (1997). House Officer Series Nephrology, 3/E
(Buku Saku Nefrologi, E/3). Jakarta: EGC.
Tucker, S. M, Canobbio, M. M, Paquette, E. V, Wells, M. F. (1998). Patient
Care Standards; Nursing Process, Diagnosis, and Outcome, 3/V, 5/E (Standar
Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi, V/3, E/5).
Jakarta: EGC