Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
 
 
1.1 Latar Belakang
Sindrom nefrotik adalah merupakan manifestasi klinik dari glomerulonestritis (GN) ditandai
dengan gejala edema, proteinuria pasif > 3,5g/hari, hipoalbuminemia <3,5g/dl,lipiduria dan
hiperkolestromia. Kadang-kadang terdapat hematuria,hipertensi dan penurunan fungsi ginjal,
sindrom nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan perbandingan pasien
wanita dan pria 1:2 (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)

Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi kllinis glomerulonefritis (GN)
ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif > 3,5g/hari, hipoalbuminemia <3,5 g/dl,
hiperkolestrolemia, dan lipiduria.Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali sebagian kasus
yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir(PGTA). Pada beberapa episode SN yang
baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik.
(Prodjosudjadi, 2010, hal. 999) 

1. Rumusan Masalah
Masalah yang kami angkat pada makalah ini mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan
Nefrotik Syndrom

Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatan dengan nefrotik syndrom serta
faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah tersebut.

2. Tujuan Khusus
Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiwa mampu :

1. Mengetahui konsep dasar penyakit pada pasien nefrotik sindrom


2. Mengetahui asuhan keperawatan yang dibutuhkan pada pasien nefrotik sindrom
 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindrom nefrotik adalah merupakan manifestasi klinik dari glomerulonestritis (GN) ditandai
dengan gejala edema, proteinuria pasif > 3,5g/hari, hipoalbuminemia <3,5g/dl, lipiduria dan
hiperkolestromia. Kadang-kadang terdapat hematuria,hipertensi dan penurunan fungsi ginjal,
sindrom nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan perbandingan pasien
wanita dan pria 1:2 (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130).Sindrom nefrotik merupakan kumpulan
gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan
karakteristik; proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan
edema (Suriadi, 2010, hal. 199)

2.2 Etiologi
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan,
penyakit jaringan penghubung, obat atau toksin, dan akibat peyakit sistematik (Prodjosudjadi,
2010, hal. 999)

Menurut patrick davey penyakit nefrotik syndrome seperti diabetes ( yang telah berlangsung
lama ), glomerulunefritis ( lesi minimal, membranosa, fokal sekmental ) amilioit ginjal ( primer,
mieloma ) penyakit auto imun, misalnya SLE, obat-obatan misalnya preparat emas, penisilamin
(Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130) 

2.3 Tanda dan gejala


1. Edema
2. Oliguria
3. Tekanan darah normal
4. Proteinuria sedang sampai berat
5. Hipoproteinnemia dengan rasio albumin : globulin terbalik
6. Hipercolesterolemia
7. Oreum/kreatinin darah normal / meninggi
8. Beta 1 C globulin ( C3 ) normal 
2.4 Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomelular akan berakibat pada hilangnya
protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan
hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga
cairan intravaskuler bepindah ke dalam intertisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan
volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah  ke renal
karena hipovolemi.Menurunnya aliran darah ke rena, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin angeotensin dan peningkatan sekresi anti deuretik hormon ( ADH )
dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan
air akan menyebabkan edema.

Terjadi peningkatan kolesterol dan triklycerida serum akibat dari peningkatan stimulasi
produksi lipoprotein karna penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik plasma.Adanya
hiperlipidermia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh
karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan  banyak dalam urin (lipiduria).
Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, Kemungkinan di sebabkan oleh karena
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau divisiensi seng (Suryadi, 2010, hal. 199) 
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas `
Sindrome nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 th dengan perbandingan pasien
wanita dan pria 1:2 (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)

3.1.2 Status kesehatan saat ini


 Keluhan Utama
Di tandai dengan gejala edema / odeme anasarka (Amin Huda Nurarif, Asuhan Keperawatan
Praktis, 2016, hal. 130)

 Alasan Masuk Rumah Sakit


Edema, kadang-kadang mencapai 40% dari berat badan,dan didapatkan edema anasarka
(Suharyanto & Madjid, 2013, hal. 143)

 Riwayat penyakit sekarang


Klien mengalami tanda edema, proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperlipidermia (Suharyanto
& Madjid, 2013, hal. 139)

3.1.3 Riwayat kesehatan terdahulu


 Riwayat Penyakit Sebelumnya
Biasanya memiliki diabetes (yang telah berlangsung lama), glomerulonefritis (lesiminimal,
membranosa, fokalsegmental) ,amiloid ginjal (primer, mieloma), penyakit autoimun, misalnya
SLE (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)

 Riwayat penyakit keluarga


Biasanya tidak ada sangkut pautnya dengan keluarga sebab sindrome nefrotik bukan penyakit
menular
 Riwayat pengobatan
Penyebab sekunder akibat obat misalnya obat antiinflamasi non-steroid atau preparat emas
organik. (Prodjosudjadi, 2010, hal. 999)

3.1.4 Pemeriksaan Fisik


a) Keadaan umum
 Kesadaran
Adanya edema (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)

 Tanda-tanda vital
Tekanan darah normal (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)

b) Body System
1. Sistem pernafasan
Penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura (Suharyanto & Madjid,
2013, hal. 140). Ketidakefektifan pola nafas berdasarkan ekspansi paru tidak maksimal ditandai
dengan asites,dyspnea (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 132)

2. Sistem kardiovaskuler
Penurunan curah jantung berdasarkan perubahan afterload, kontraktilitas dan frekuensi jantung
(Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 132)

3. Sistem persarafan
Ditemukannya hipertensi ringan (Suharyanto & Madjid, 2013, hal. 143)

4. Sistem perkemihan
Beberapa pasien mungkin mengalami dimana urine berbusa, akibat penurunan tekanan
permukaan akibat proteinuria (Suharyanto & Madjid, 2013, hal. 141)

5. Sistem pencernaan
Biasanya pada pasien, dengan nefrotik sindrom pada sistem pencernaan ditemukan adanya nyeri
pada abdomen (Suriadi, 2010, hal. 201)
6. Sistem integument
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan
tubuh (Suharyanto & Madjid, 2013, hal. 143)

7. Sistem musculoskeletal
Gangguan metabolisme kalsium dan tulang sering dijumpai pada sindrom nefrotik
(Prodjosudjadi, 2010, hal. 999)

8. Sistem endokrin
Biasanya tidak ditemukan komplikasi pada sistem endokrin

9. Sistem reproduksi
Sistem reproduksi normal

10. Sistem penginderaan


Terjadi edema pada tangan dan kaki yang berfungsi sebagai indera peraba (Nugroho, 2011, hal.
100)

11. Sistem imun


Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan,kemungkinan disebabkan oleh karena
hypoalbuminemia,hyperlipidermia atau defisiensi seng (Suriadi, 2010, hal. 199)

3.1.5 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan elektrolit,kreatinin,bersihan kreatinin,tes dipstik urine.
2. USG saluran ginjal
3. Immunoglobulin (elektroforesis protein), glukosa, ANF,ANCA.
4. Biopsy ginjal (untuk mengetahui penyebab proteinuria)

3.1.6 Penatalaksanaan
Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan tehadap penyakit dasar dan dan
pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema dan mengobati
komplikasi. Etiologi sekunder dari sindrom nefrotik harus dicari dan diberi terapi, dan obat-
obatan yang menjadi penyebab disingkirkan.

 diuretik : diuretik kuat (loop diuretic) misalnya furosemid(dosis awal 20-40 mg/hari) atau
golongan tiazid dengan atau tanpa kombinasu dengan pottasium sparing diuretic
(spironolakton) digunakan untuk mengobati edema dan hipertensi. Penurunan berat badan
tidak boleh melebihi 0,5 kg/hari
 Diet : diet untuk pasien SN adala 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri dari karbohidrat.
Diet rendah garam (2-3 gr/hari), rendah lemak harus diberikan. Pembatasan asupan protein
0,8-1,0 gr/kgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. Tambahan vitamin D dapat diberikan
kalau pasien mengalami kekurangan vitamin ini.
 Terapi antikoagulan: bila didiagnosis adanya peristiwa tromboembolism, terapi antikoagulan
dengan heparin harus dimulai. Jumlah heparin yang diperlukan untuk mencapai waktu
tromboplastin parsial (PTT) terapiutik mungkin meningkat karena adanya penurunan jumlah
antitrombin III. Setelah terapi heparin intravena, antikoagulasi oral dengan warfarin
dilanjutkan sampai sindrom nnefrotik dapat diatasi.
 Terapi obat : terapi khusus untuk sindrom nefrotik adalah pemberian kortikosteroid yaitu
prednisone 1-5,5 mg/kgBB/hari dosis tunggal pagi hari selama 4-6 minggu. Kemudian
dikurangi 5mg/minggu sampai tercapai dosis maintenance (5-10 mg). Kemudian diberikan 5
mg selang sehari dan dihentikan dalam 1-2 minggu. Bila pada saat tapering off, keadaan
penderita memburuk kembali ( timbul edema,protenuri), diberikan kembali full dose selama
4 minggu kemudian tapering off kembali.
Obat antiradang nonsteroid (NSAID) telah digunakan pada pasien dengan nefropati membranosa
dan glomerulosklerosis fokal untuk mengurangi sintesis prostaglandin yang menyebabkan
dilatasi. Ini menyebabkan vasokontriksi ginjal, pengurangan tekanan intraglomerulus, dan dalam
banyak kasus penurunan proteinuria sampai 75.

Sitostatika diberikan bila dengan pemberian prednisone tidak ada respon, kambuh yang berulang
kali atau timbul efek samping kortikosteroid. Dapat diberikan siklofosfamid 1,5/kgBB/hari.

Obat penurun lemak golongan statin seperti simvastatin,pravastatin dan lovastatin dapat
menurunkan kolesterol LDL, trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL.
Obat anti proteinurik misalnya ACE inhibitor (captopril 12,5 mg). Kalsium antagonis (herbeser
180 mg) atau beta bloker. Obat penghambat enzim konversi angiotensin (angiotensin converting
enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor angiotensin II dapat menurunkan tekanan darah dan
kombinasi keduanya mempunyai efek adaptif dalam menurunkan proteinuria.(Amin Huda
Nurarif, Asuhan Keperawatan Praktis, 2016, hal. 131)

3.2 Diagnosa keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Hipersekresi jalan nafas
2. Gangguan citra tubuh b.d Perubahan fungsi tubuh ( mis. Proses penyakit, kehamilan,
kelumpuhan) 
3. Resiko infeksi b.d Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
4. Pefusi perifer tidak efektif b.d Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit ( mis.
Diabetes militus, hiperlipidermia )
5. Intoleransi aktivitas b.d Imobilitas
6. Pola nafas tidak efektif b.d Deformitas dinding dada
7. Penurunan curah jantung b.d Perubahan preload
8. Hipervolemia b.d Kelebihan asupan cairan
 
3.3. Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (Wilkinson, 2016, hal. 25)
 Tujuan : menunjukkan bersihan jalan nafas yang efektif, yang dibuktikan oleh pencegahan
aspirasi status pernafasan dan kepatenan jalan nafas dan status pernafasan ventilasi tidak
terganggu
 Kriteria hasil :
1. Batuk efektif
2. Mengeluarkan secret secara efektif
3. Mempunyai jalan nafas yang paten
4. Peda pemeriksaan auskultasi, mempunyai suara nafas yang jernih
5. Mempunyai irama dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal
6. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
7. Mampu mendeskribsikan rencana untuk perawatan dirumah
 Aktivitas keperawatan
Kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut :

1. Keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain


2. Keefektifan obat yang diprogramkan
3. Hasil oksimetri nadi
4. Kecenderungan pada gas darah arteri, jika tersedia frekuensi, kedalaman,dan upaya
pernafasan
5. Faktor yang berhubungan, seperti nyeri,batuk tidak efektif,mukus kental, dan keletihan
 Penyuluhan untuk pasien / keluarga
1. Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung ( mis. Oksigen,mesin
pengisapan,spirometer,inhaler,dan intermittent possitive pressure breathing [IPPB] )
2. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan merorok didalam ruang
perawatan; beri penyukuhan tentang pentingnya berhenti merorok
3. Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk memudahkan
pengeluaran sekret
4. Ajarkan pasien untuk membebat/mengganjal luka insisi pada saat batuk
5. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum, sperti warna, karakter,
jumlah, dan bau
 Aktivitas kolaboratif
1. Rundingkan dengan ahli terapi pernafasan, jika perlu
2. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau peralatan pendukung
3. Berikan udara/oksigen tang telah dihumidifikasi (dilembabkan) sesuai dengan kebijakan
institusi
4. Lakukan atau bantu dalam terapi aerosol, nebulizer ultrasonik, dan perawatan paru lainnya
sesuai dengan kebijakan dan protokol institusi
5. Beritahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal
 Aktivitas lain
1. Anjurkan aktivitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran sekret
2. Anjurkan penggunaan spirommeter insentif
3. Jika pasien tidak mampu ambulasi, pindahkan pasien dari satu sisi tempat tidur tidur kesisi
tempat tidur yang lain sekurangnya tiap dua jam sekali
4. Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur, untuk menurunkan kecemasan dan
meningkatkan kontrol diri
5. Berikan pasien dukungan emosi (.is. menyakinkan pasien bahwa batuk tidak akan
menyebabkan robekan atau kerusakan jahitan)
6. Atur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan maksimal rongga dada (mis.
Bagian kepala tempat tidur ditinggikan 45 derajat kecuali ada konktraindikasi
2. Gangguan citra tubuh (Wilkinson, 2016, hal. 43)
 Tujuan : menunjukan citra tubuh, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut ( sebutkan
1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu ditampilkan ) kesesuaian antara
realitas tubuh, ideal tubuh, dan perwujudan tubuh
 Kriteria hasil :
1. Mengidentifikasi kekuatan personal
2. Mengenali dampak situasi pada hubungan personal dan gaya hidup
3. Mengenali perubahan aktual pada penampilan tubuh
4. Menunjukan penerimaan penampilan
5. Menggambarkan perubahan aktual pada fungsi tubuh
6. Bersikap realistik mengenai hubungan antara tubuh dan lingkungan
7. Mengungkapkan keinginan untuk menggunakan sumber yang disarankan setelah dipulangkan
dari rumah sakit
8. Mengambil tanggung jawab untuk perawatan diri
9. Memelihara interaksi sosial yang dekat dan hubungan personal
 Aktivitas keperawatan
Pada umumnya, tindakan keperawatan untuk diagnosis ini berfokus pada pembina hubungan
saling percaya dengan klien. Dengan pengkajian :

1. Kaji dandokumentasikan respon verbal dan nonverbal pasien terhadap tubuh pasien
2. Identifikasikan mekanisme koping yang biasa digunakan pasien
 Penyuluhan pasien / keluarga
1. Ajarkan tentang cara merawat dan perawatan diri,termasuk komplikasi kondisi medis
 Aktivitas kolaboratif
1. Rujuk ke layanan sosial untuk merencanakan perawatan dengan pasien dan keluarga
2. Rujuk pasien untuk mendapatkan terapi fisik utnuk latihan kekuatan fleksibilitas, membantu
dalam perpindahan tempat ambulasi, atau penggunaan prostesis
3. Tawarkan untuk menghubungi sumber-sumber komunitas yang tersedia untuk pasien/
keluarga
 Aktivitas lain
1. Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif dan akui realitas kekhawatiran terhadap
perawatan, kemajuan, dan prognosis
2. Beri doongan kepada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan dan untuk
berduka, jika perlu
3. Dukung mekanisme koping yang biasa digunakan pasien; sebagai contoh, tidak meminta
pasien untuk mengeksplorasi perasaannya jika pasien tampak enggan melakukannya
4. Bantu pasien dan keluarga untuk mengidekntifikasi dan menggunakan mekanisme koping
3. Kelebihan volume cairan (Wilkinson, 2016, hal. 180)
 Tujuan : kelebihan volume cairan dapat dokurangi, yang dibuktikan oleh keseimbangan
cairan, keparahan overload cairan minimal, dan indikator fungsi ginjal yang adekuat
 Kriteria hasil :
1. Pasien akan menyatakan secara verbal pemahaman tentang batasan cairan dan diet
2. Menyatakan secara verbal pemahaman tentang obat yang diprogramkan
3. Mempertahankan tanda-tanda vital dalam bats normal untuk pasien
4. Tidak mengalami pendek nafas
5. Hematokrit dalam batas normal
 Aktivitas keperawatan
1. Tentukan lokasi dan derajat edema perifer, sakral, dan periorbital pada skala 1+ sampai 4+
2. Kaji komlikasi pulmonal atau kardiovaskular diindikasikan dengan peningkatan tanda gawat
nafas, peningkatan frekuensi nadi, peningkatan tekanan darah, bunyi jantung tidak normal,
atau suara nafas tidak normal
3. Kaji ekstremitas atau bagian tubuh yang edema terhadap gangguan sirkulasi dan integritas
kulit
4. Kaji efek pengobatan (mis. Steroid, diuretik, dan liteum) pada edema
 Penyuluhan untuk pasien / keluarga
1. Ajarkan pasien tentang penyebab dan cara mengatasi edema, pembatasan diet, dan
penggunaan dosis,dan efek samping obat yang digunakan
 Aktivitas kolaboratif
1. Lakukan dialisis, jika diindikasikan
2. Konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan primer mengenai penggunaan stoking
antiemboli atau balutan Ace
3. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet dengan kandungan protein yang
adekuat dan pembatasan natrium
 Aktivitas lain
1. Ubah posisi
2. Tinggikan ekstrimitas untukk meningkatkan aliran balik vena
3. Pertahankan dan alokasikan pembatasan cairan pasien
5. Resiko infeksi (Wilkinson, 2016, hal. 234)
 Tujuan : faktor resiko infeksi akan hilang, dibuktikan oleh pengendalian resiko komunitas
penyakit menular status imun, pengendalian resiko, proses infeksius, pengendalian resiko
penyakit menular seksual, dan penyembuhan luka primer dan sekunder.
 Kriteria hasil :
1. Pasien dan keluarga akan terbebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Memperlihatkan higiene personal yang adekuat
3. Mengindikasikan status gastrointestinal,pernafasan,genitourinaria, dan imun dalam batas
normal
4. Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
 Aktivitas keperawatan
1. Pantau tanda dan gejala infeksi ( mis. Suhu tubuh, denyut jantung, drainase, penampilan luka,
sekresi penampilan urine, suhu kulit, lesi kulit, keletihan dan malaise)
2. Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi ( mis. Usia lanjut, usia
kurang dari 1 tahun, luluh imun dan mall nutrisi )
3. Pantau hasil laboraturium ( mis. Hitung darah lengkap, hitung granulosit absolut, hitung
jenis, protein serum, dan albumin)
 Penyuluhan untuk pasien / keluarga
1. Jelaskan pada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi dapat meningkatkan resiko
terhadap infeksi
2. Instruksikan untuk menjaga hygiene personal untuk melindungi tubuh terhadap infeksi ( mis.
Mencuci tangan )
3. Jelaskan rasional dan manfaat serta efek samping imunisasi
 Aktivitas kolaboratif
1. Ikuti protokol institusi untuk melaporkan infeksi yang dicurigai
2. Pengendalian infeksi
 Aktivitas lain
1. Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang yang tidak menugaskan perawat yang sama
untuk pasien lain yang mengalami infeksi dan memisahkan ruang perawat pasien dengan
pasien yang terinfeksi
 

6. Intoleransi aktivitas (Wilkinson, 2016, hal. 15)


 Tujuan : menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi aktivitas,
ketahanan, penghematan energi, tingkat kelelahan, energi psikomotorik, istirahat, dan
perawatan diri AKS (dan AKSI)
 Kriteria hasil :
1. Mengidentifikasi aktivitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang dapat
mengakibatkan intoleren aktivitas
2. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan denyut jantung,
frekuensi pernafasan, dan tekanan darah serta memantau pola dalam batas normal
3. Mmengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, obat, dan/atau
peraalatan yang dapat meningkatkan toleransi aktivitas
 Aktivitas perawat
1. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan
melakukan AKS dan AKSI
2. Kaji respon emosional, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
3. Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
 Penyuluhan untuk pasien / keluarga
1. Instruksika pada pasien dan keluarga dalam penggunaan teknik nafas terkontrol selama
aktivitas, jika perlu
2. Mengenali tanda dan gejala intoleran aktivitas, termasuk kondisi yang perlu dilaporkan
kepads dokter
3. Pentingnya nutrisi yang baik
4. Penggunaan teknik relaksasi ( mis. Distraksi, visualisasi) selama aktivitas
 Aktivitas kolaboratif
1. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah satu faktor
penyebab
2. Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik ( mis. Untuk latihan ketahanan) atau rekreasi
untuk merencanakan dan memantau program aktivitas, jika perlu
3. Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk ke layanan kesehatan jiwa dirumah
 Aktivitas lain
1. Hindari menjadwalkan pelaksanaan aktivitas perawatan selama periode istirahat
2. Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar, duduk, berdiri, dan ambulasi,
sesuai toleransi
3. Pantau tanda-tanda vital sebelum, selama, dan setelah aktivitas
4. Konstipasi (Wilkinson, 2016, hal. 96)
 Tujuan : konstipasi menurun, yang dibuktikan oleh defekasi ( sebutkan 1-5 : gangguan
ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak mengalami gangguan )
 Kriteria hasil :
1. Menunjukan pengetahuan program defekasi yang dibutuhkan untuk mengatasi efek samping
obat
2. Melaporkan keluarnya feses disertai berkurangnya nyeri dan mengejan
3. Memperlihatkan hidrasi yang adekuat ( mis. Turgor kulit baik, asupan cairan kira-kira sama
dengan haluaran)
 Aktivitas perawat
1. Dapatkan data dasar mengenai program defekasi, aktivitas, medikasi, dan pola kebiasaan
pasien
2. Kaji dan dokumentasikan warna dan konsistensi feses pertama pasca operasi, fekuensi
keluarnya flatus, adanya impaksi, dan ada atau tidaknya bising usus
 Penyuluhan untuk pasien / keluarga
1. Informasikan kepada pasien kemungkinan konstipasi akibat obat
2. Instruksikan pasien mengenai bantuan eliminasi defekasi yang dapat meningkatkan pola
defekasi yang optimal dirumah
3. Ajarkan kepada pasien tentang efek diet ( mis. Cairan dan serat ) pada eliminasi
 Aktivitas kolaboratif
1. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk mmeningkatkan serat dan cairan dalam diet
2. Minta program dari dokter untuk memberikan bantuan eliminasi, seperti diet tinggi serat,
pelunak feses, enema, dan laksatif
 Aktivitas lain
1. Anjurkan pasien untuk meminta obat nyeri sebelum defekasi untuk memfasilitasi
pengeluaran feses tanpa nyeri
2. Anjurkan aktivitas optimal untuk merangsang eliminasi defikasi pasien
3. Berikan privasi dan keamanan untuk pasien selama eliminasi defekasi
4. Penurunan curah jantung (Wilkinson, 2016, hal. 63)
 Tujuan : menunjukan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan oleh efektivitas pompa
jantung, status sirkulasi, operfusi jaringan ( organ abdomen, jantung, serebral, seluler, perifer,
dan pulmonal)
 Kriteria hasil :
1. Pasien akan mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi dalam batas nornal
2. Mempunyai haluaran urine, berat jenis urine.
3. Mempunyai warna kulit yang normal
4. Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas fisik ( mis. Tidak mengalami dispnea,
nyeri dada, atau sinkope)
5. Mengindentifikasi tanda dan gejala perburukan kondisi yang dapat dilaporkan
 Aktivitas perawat
Pada umumnya, tindakan keperawatan untuk diagnosis ini berfokus pada pemantauan tanda dan
gejala penurunan curah jantung, pengkajian penyebab yang mendasari ( mis. Hipovolemia,
distritmia). Dengan pengkajian :
1. Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status pernafasan, dan status
mental
2. Kaji toleransi aktivitas pasien dengan memperhatikan adanya awitan nafas pendek, nyeri,
palpitasi, atau lumbung
3. Evaluasi respon pastien terhadap terapi oksigen
 Penyuluhan untuk pasien / keluarga
1. Jelaskan tujuan pemberian oksigen perkanulannasal atau sungkup
2. Instruksikan mengenai pemeliharaan keakuratan asupan dan haluaran
3. Ajarkan penggunaan dosis,frekuensi, dan efek samping obat
 Aktivitas kolaboratif
1. Konsultasikan dengan dokter menyangkut parameter pemberian atau penghentian obat
tekanan darah
2. Berikan dan titrasikan obbat antiaritmia, inotropik,nitrogliserin,dan vasodilator untuk
mempertahankan kontraktilitas dengan program medis untuk protokol
3. Lakukan perujukan ke perawat praktisi lanjutan untuk tindakan lanjut, jika diperlukan
4. Lakukan perujukan ke pusat rehabilitasi jantung jika diperlukan
 Aktivitas lain
1. Ubah posisi pasien ke posisi datar atau trandeleburg ketika tekanan darah pasien berada pada
rentang lebih rendah dibandingkan dengan yang biasanya
2. Untuk hipotensi yang tiba-tiba, berat atau lama, pasang akses intravena untuk emberian
cairan intravena atau obat untuk meningkatkan tekanan darah
3. Hubungkan efek nilai laboraturium, oksigen , obat, aktivitas,ansitas, dan/atau nyeri pada
distrimia
4. Ketidakefektifan pola nafas (Wilkinson, 2016, hal. 60)
 Tujuan : menunjukkan pola pernafasan efektif, yang dibuktikan oleh status pernafasan yang
tidak terganggu : ventilasi dan status pernafasan kepatenan jalan nafas, dan tidak ada
penyimpangan tanda-tanda vital dari rentang normal
 Kriteria hasil :
1. Menunjukan pernafasan optimal pada saat terpasang ventilator mekanis
2. Mempunyai kecepatan dan irama pernafasan dalam batas normal
3. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
4. Meminta bantuan pernafasan saat dibutuhkan
5. Mampu menjelaskan rencana untuk perawatan di rumah
 Aktivitas perawat
1. Pantau adanya pucat dan sianosis
2. Pantau efek obat pada status pernafasan
3. Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi disangkar iga
4. Kaji kebutuhan insersi jalan nafas
5. Pbservasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien yang terpasang ventilator
 Penyuluhan untuk pasien / keluarga
1. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk memperbaiki pola
pernafasan uraikan teknik
2. Diskusikan perencanaan untuk perawatan dirumah meliputi pengobatan, peralatan
pendukung, tanda dan gejala komplikasi yang dapat dilaporkan , sumber-sumber komunitas.
 Aktivitas kolaboratif
1. Konsultasikan dengan ahli terapi pernafasan untuk memastikan keadekuatan fungsi ventilator
mekanis
2. Laporkan perubahan sensori, bunyi nafas, pola pernafasan, nilai GDA, sputum, dan
sebagainya, jika perlu atau sesuai protokol
3. Berikan terapi nebulizer ultrasonik dan udara atau oksigen yang dilembabkan sesuai program
atau protokol institusi
 Aktivitas lain
1. Hubungkan dan dokumentasikan seluruh data hasil pengkajian ( mis. Sensori, suara nafas,
pola pernafasan, nilai GDA, sputum dan efek obat pada pasien)
2. Bantu pasien untuk menggunakan spirometer insentif jika perlu
3. Tanangkan pasien selama periode gawat nafas
4. Anjurkan nafas dalam melalui abdomen selama periode gawat nafas
5. Lakukan pengisapan sesuai kebutuhan untuk membersihkan sekret
6. Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan pernafasan
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Wilkinson, 2016, hal. 282)
 Tujuan : memperlihatkan status nutrisi, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut
( sebutkan 1-5 : gangguan ekstremitas, berat, sedang, ringan, atau tidak ada penyimpangan
dari rentang normal.
 Kriteria hasil :
1. Mempertahankan berat badan
2. Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
3. Mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet
4. Menoleransi diet yang dianjurkan
5. Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
6. Memiliki nilai laboraturium ( mis. Transferin, albumin, dan elektrolit) dalam batas normal
7. Melaporkan tingkat energi yang adekuat
 

 Aktivitas keperawatan
1. Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
2. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
3. Pantau nilai laboraturium, khususnya transferin, albumin, dan elektrolit
 Penyuluhan untuk pasien / keluarga
1. Ajarkan metode untuk perencanaan makan
2. Ajarkan pasien/ keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal
 Aktivitas kolaboratif
1. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang mengalami
ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan protein ( mis. Pasien anoreksia nervosa,
penyakit glomerular atau dialisis peritoneal)
2. Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
3. Rujuk ke program gizi dikomunitas yang tepat, jika pasien tidak dapat membeli atau
menyiapkan makanan yang adekuat
 Aktivitas lain
1. Buat pperencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam jadwal makan, lingkungan
makan, kesukaan den ketidaksukaan pasien, serta suhu makanan
2. Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah
3. Tawarka makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
4. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan

DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif, H. K. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jogjakarta:
Mediaction.
Nugroho, D. T. (2011). Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nurarif & Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jogjakarta: Mediaction.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Prodjosudjadi, W. (2010). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat: InternaPublishing.
Suharyanto & Madjid. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta Timur: CV.TRANS INFO MEDIA.
Suriadi, S. ,. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV.SAGUNG SETO.
Suryadi, s. M. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV. SAGUNG SETO.
Wilkinson. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai