PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom nefrotik adalah merupakan manifestasi klinik dari glomerulonestritis (GN) ditandai
dengan gejala edema, proteinuria pasif > 3,5g/hari, hipoalbuminemia <3,5g/dl,lipiduria dan
hiperkolestromia. Kadang-kadang terdapat hematuria,hipertensi dan penurunan fungsi ginjal,
sindrom nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan perbandingan pasien
wanita dan pria 1:2 (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi kllinis glomerulonefritis (GN)
ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif > 3,5g/hari, hipoalbuminemia <3,5 g/dl,
hiperkolestrolemia, dan lipiduria.Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali sebagian kasus
yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir(PGTA). Pada beberapa episode SN yang
baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik.
(Prodjosudjadi, 2010, hal. 999)
1. Rumusan Masalah
Masalah yang kami angkat pada makalah ini mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan
Nefrotik Syndrom
Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatan dengan nefrotik syndrom serta
faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah tersebut.
2. Tujuan Khusus
Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiwa mampu :
2.1 Definisi
Sindrom nefrotik adalah merupakan manifestasi klinik dari glomerulonestritis (GN) ditandai
dengan gejala edema, proteinuria pasif > 3,5g/hari, hipoalbuminemia <3,5g/dl, lipiduria dan
hiperkolestromia. Kadang-kadang terdapat hematuria,hipertensi dan penurunan fungsi ginjal,
sindrom nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan perbandingan pasien
wanita dan pria 1:2 (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130).Sindrom nefrotik merupakan kumpulan
gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan
karakteristik; proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan
edema (Suriadi, 2010, hal. 199)
2.2 Etiologi
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan,
penyakit jaringan penghubung, obat atau toksin, dan akibat peyakit sistematik (Prodjosudjadi,
2010, hal. 999)
Menurut patrick davey penyakit nefrotik syndrome seperti diabetes ( yang telah berlangsung
lama ), glomerulunefritis ( lesi minimal, membranosa, fokal sekmental ) amilioit ginjal ( primer,
mieloma ) penyakit auto imun, misalnya SLE, obat-obatan misalnya preparat emas, penisilamin
(Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)
Terjadi peningkatan kolesterol dan triklycerida serum akibat dari peningkatan stimulasi
produksi lipoprotein karna penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik plasma.Adanya
hiperlipidermia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh
karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria).
Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, Kemungkinan di sebabkan oleh karena
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau divisiensi seng (Suryadi, 2010, hal. 199)
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas `
Sindrome nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 th dengan perbandingan pasien
wanita dan pria 1:2 (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)
Tanda-tanda vital
Tekanan darah normal (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)
b) Body System
1. Sistem pernafasan
Penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura (Suharyanto & Madjid,
2013, hal. 140). Ketidakefektifan pola nafas berdasarkan ekspansi paru tidak maksimal ditandai
dengan asites,dyspnea (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 132)
2. Sistem kardiovaskuler
Penurunan curah jantung berdasarkan perubahan afterload, kontraktilitas dan frekuensi jantung
(Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 132)
3. Sistem persarafan
Ditemukannya hipertensi ringan (Suharyanto & Madjid, 2013, hal. 143)
4. Sistem perkemihan
Beberapa pasien mungkin mengalami dimana urine berbusa, akibat penurunan tekanan
permukaan akibat proteinuria (Suharyanto & Madjid, 2013, hal. 141)
5. Sistem pencernaan
Biasanya pada pasien, dengan nefrotik sindrom pada sistem pencernaan ditemukan adanya nyeri
pada abdomen (Suriadi, 2010, hal. 201)
6. Sistem integument
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan
tubuh (Suharyanto & Madjid, 2013, hal. 143)
7. Sistem musculoskeletal
Gangguan metabolisme kalsium dan tulang sering dijumpai pada sindrom nefrotik
(Prodjosudjadi, 2010, hal. 999)
8. Sistem endokrin
Biasanya tidak ditemukan komplikasi pada sistem endokrin
9. Sistem reproduksi
Sistem reproduksi normal
3.1.6 Penatalaksanaan
Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan tehadap penyakit dasar dan dan
pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema dan mengobati
komplikasi. Etiologi sekunder dari sindrom nefrotik harus dicari dan diberi terapi, dan obat-
obatan yang menjadi penyebab disingkirkan.
diuretik : diuretik kuat (loop diuretic) misalnya furosemid(dosis awal 20-40 mg/hari) atau
golongan tiazid dengan atau tanpa kombinasu dengan pottasium sparing diuretic
(spironolakton) digunakan untuk mengobati edema dan hipertensi. Penurunan berat badan
tidak boleh melebihi 0,5 kg/hari
Diet : diet untuk pasien SN adala 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri dari karbohidrat.
Diet rendah garam (2-3 gr/hari), rendah lemak harus diberikan. Pembatasan asupan protein
0,8-1,0 gr/kgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. Tambahan vitamin D dapat diberikan
kalau pasien mengalami kekurangan vitamin ini.
Terapi antikoagulan: bila didiagnosis adanya peristiwa tromboembolism, terapi antikoagulan
dengan heparin harus dimulai. Jumlah heparin yang diperlukan untuk mencapai waktu
tromboplastin parsial (PTT) terapiutik mungkin meningkat karena adanya penurunan jumlah
antitrombin III. Setelah terapi heparin intravena, antikoagulasi oral dengan warfarin
dilanjutkan sampai sindrom nnefrotik dapat diatasi.
Terapi obat : terapi khusus untuk sindrom nefrotik adalah pemberian kortikosteroid yaitu
prednisone 1-5,5 mg/kgBB/hari dosis tunggal pagi hari selama 4-6 minggu. Kemudian
dikurangi 5mg/minggu sampai tercapai dosis maintenance (5-10 mg). Kemudian diberikan 5
mg selang sehari dan dihentikan dalam 1-2 minggu. Bila pada saat tapering off, keadaan
penderita memburuk kembali ( timbul edema,protenuri), diberikan kembali full dose selama
4 minggu kemudian tapering off kembali.
Obat antiradang nonsteroid (NSAID) telah digunakan pada pasien dengan nefropati membranosa
dan glomerulosklerosis fokal untuk mengurangi sintesis prostaglandin yang menyebabkan
dilatasi. Ini menyebabkan vasokontriksi ginjal, pengurangan tekanan intraglomerulus, dan dalam
banyak kasus penurunan proteinuria sampai 75.
Sitostatika diberikan bila dengan pemberian prednisone tidak ada respon, kambuh yang berulang
kali atau timbul efek samping kortikosteroid. Dapat diberikan siklofosfamid 1,5/kgBB/hari.
Obat penurun lemak golongan statin seperti simvastatin,pravastatin dan lovastatin dapat
menurunkan kolesterol LDL, trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL.
Obat anti proteinurik misalnya ACE inhibitor (captopril 12,5 mg). Kalsium antagonis (herbeser
180 mg) atau beta bloker. Obat penghambat enzim konversi angiotensin (angiotensin converting
enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor angiotensin II dapat menurunkan tekanan darah dan
kombinasi keduanya mempunyai efek adaptif dalam menurunkan proteinuria.(Amin Huda
Nurarif, Asuhan Keperawatan Praktis, 2016, hal. 131)
1. Kaji dandokumentasikan respon verbal dan nonverbal pasien terhadap tubuh pasien
2. Identifikasikan mekanisme koping yang biasa digunakan pasien
Penyuluhan pasien / keluarga
1. Ajarkan tentang cara merawat dan perawatan diri,termasuk komplikasi kondisi medis
Aktivitas kolaboratif
1. Rujuk ke layanan sosial untuk merencanakan perawatan dengan pasien dan keluarga
2. Rujuk pasien untuk mendapatkan terapi fisik utnuk latihan kekuatan fleksibilitas, membantu
dalam perpindahan tempat ambulasi, atau penggunaan prostesis
3. Tawarkan untuk menghubungi sumber-sumber komunitas yang tersedia untuk pasien/
keluarga
Aktivitas lain
1. Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif dan akui realitas kekhawatiran terhadap
perawatan, kemajuan, dan prognosis
2. Beri doongan kepada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan dan untuk
berduka, jika perlu
3. Dukung mekanisme koping yang biasa digunakan pasien; sebagai contoh, tidak meminta
pasien untuk mengeksplorasi perasaannya jika pasien tampak enggan melakukannya
4. Bantu pasien dan keluarga untuk mengidekntifikasi dan menggunakan mekanisme koping
3. Kelebihan volume cairan (Wilkinson, 2016, hal. 180)
Tujuan : kelebihan volume cairan dapat dokurangi, yang dibuktikan oleh keseimbangan
cairan, keparahan overload cairan minimal, dan indikator fungsi ginjal yang adekuat
Kriteria hasil :
1. Pasien akan menyatakan secara verbal pemahaman tentang batasan cairan dan diet
2. Menyatakan secara verbal pemahaman tentang obat yang diprogramkan
3. Mempertahankan tanda-tanda vital dalam bats normal untuk pasien
4. Tidak mengalami pendek nafas
5. Hematokrit dalam batas normal
Aktivitas keperawatan
1. Tentukan lokasi dan derajat edema perifer, sakral, dan periorbital pada skala 1+ sampai 4+
2. Kaji komlikasi pulmonal atau kardiovaskular diindikasikan dengan peningkatan tanda gawat
nafas, peningkatan frekuensi nadi, peningkatan tekanan darah, bunyi jantung tidak normal,
atau suara nafas tidak normal
3. Kaji ekstremitas atau bagian tubuh yang edema terhadap gangguan sirkulasi dan integritas
kulit
4. Kaji efek pengobatan (mis. Steroid, diuretik, dan liteum) pada edema
Penyuluhan untuk pasien / keluarga
1. Ajarkan pasien tentang penyebab dan cara mengatasi edema, pembatasan diet, dan
penggunaan dosis,dan efek samping obat yang digunakan
Aktivitas kolaboratif
1. Lakukan dialisis, jika diindikasikan
2. Konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan primer mengenai penggunaan stoking
antiemboli atau balutan Ace
3. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet dengan kandungan protein yang
adekuat dan pembatasan natrium
Aktivitas lain
1. Ubah posisi
2. Tinggikan ekstrimitas untukk meningkatkan aliran balik vena
3. Pertahankan dan alokasikan pembatasan cairan pasien
5. Resiko infeksi (Wilkinson, 2016, hal. 234)
Tujuan : faktor resiko infeksi akan hilang, dibuktikan oleh pengendalian resiko komunitas
penyakit menular status imun, pengendalian resiko, proses infeksius, pengendalian resiko
penyakit menular seksual, dan penyembuhan luka primer dan sekunder.
Kriteria hasil :
1. Pasien dan keluarga akan terbebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Memperlihatkan higiene personal yang adekuat
3. Mengindikasikan status gastrointestinal,pernafasan,genitourinaria, dan imun dalam batas
normal
4. Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
Aktivitas keperawatan
1. Pantau tanda dan gejala infeksi ( mis. Suhu tubuh, denyut jantung, drainase, penampilan luka,
sekresi penampilan urine, suhu kulit, lesi kulit, keletihan dan malaise)
2. Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi ( mis. Usia lanjut, usia
kurang dari 1 tahun, luluh imun dan mall nutrisi )
3. Pantau hasil laboraturium ( mis. Hitung darah lengkap, hitung granulosit absolut, hitung
jenis, protein serum, dan albumin)
Penyuluhan untuk pasien / keluarga
1. Jelaskan pada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi dapat meningkatkan resiko
terhadap infeksi
2. Instruksikan untuk menjaga hygiene personal untuk melindungi tubuh terhadap infeksi ( mis.
Mencuci tangan )
3. Jelaskan rasional dan manfaat serta efek samping imunisasi
Aktivitas kolaboratif
1. Ikuti protokol institusi untuk melaporkan infeksi yang dicurigai
2. Pengendalian infeksi
Aktivitas lain
1. Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang yang tidak menugaskan perawat yang sama
untuk pasien lain yang mengalami infeksi dan memisahkan ruang perawat pasien dengan
pasien yang terinfeksi
Aktivitas keperawatan
1. Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
2. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
3. Pantau nilai laboraturium, khususnya transferin, albumin, dan elektrolit
Penyuluhan untuk pasien / keluarga
1. Ajarkan metode untuk perencanaan makan
2. Ajarkan pasien/ keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal
Aktivitas kolaboratif
1. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang mengalami
ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan protein ( mis. Pasien anoreksia nervosa,
penyakit glomerular atau dialisis peritoneal)
2. Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
3. Rujuk ke program gizi dikomunitas yang tepat, jika pasien tidak dapat membeli atau
menyiapkan makanan yang adekuat
Aktivitas lain
1. Buat pperencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam jadwal makan, lingkungan
makan, kesukaan den ketidaksukaan pasien, serta suhu makanan
2. Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah
3. Tawarka makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
4. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif, H. K. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jogjakarta:
Mediaction.
Nugroho, D. T. (2011). Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nurarif & Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jogjakarta: Mediaction.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Prodjosudjadi, W. (2010). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat: InternaPublishing.
Suharyanto & Madjid. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta Timur: CV.TRANS INFO MEDIA.
Suriadi, S. ,. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV.SAGUNG SETO.
Suryadi, s. M. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV. SAGUNG SETO.
Wilkinson. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Kedokteran EGC.