Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN PADA AN.

E DENGAN SINDROM NEFROTIK DI


RUANG FIRDAUS RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 9

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
A. Pengertian

Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan


glomerulus karena ada peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma
menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Betz &
Sowden, 2009).

Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,


hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Nurarif & Kusuma, 2013).
Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit ginjal yang paling sering
dijumpai pada anak yang ditandai dengan kumpulan gejala seperti proteinuria masif
(>40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau
dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL, edema, dan dapat disertai
hiperkolesterolemia.
B. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2013), Penyebab Sindrom nefrotik yang pasti
belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu
suatu reaksi antigen antibody. Umumnya etiologi dibagi menjadi :

1. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi maternofetal.


Resisten terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada masa neonatus. Pernah
dicoba pencangkokan ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk
dan biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.

2. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh :

a. Malaria quartana atau parasit lainnya


b. Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid
c. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena
renalis
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
sengatan lebah, racun otak, air raksa.
e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membraneproliferatif hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik

Adalah Sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya atau juga


disebut sindrom nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak
pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan mikroskopi biasa dan mikroskopi
electron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu kelainan minimal,
nefropati membranosa, glomerulonefritis proliferatif, glomerulosklerosis fokal
segmental.

C. Tanda dan gejala


Menurut Hidayat (2006), Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai
berikut :
1. Proteinuria
2. Hetensi cairan
3. Edema
4. Berat badan meningkat
5. Edema periorbital
6. Edema fasial, asites, distensi abdomen
7. Penurunan jumlah urine
8. Urine tampak berbusa dan gelap
9. Hematuria,
10. Nafsu makan menurun
11. Kepucatan
D. Patofisiologi
Menurut Betz & Sowden (2009), Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang
disebabkan oleh kerusakan glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus
terhadap protein plasma menimbulkan protein, hipoalbumin, hiperlipidemia dan
edema. Hilangnya protein dari rongga vaskuler menyebabkan penurunan tekanan
osmotik plasma dan peningkatan tekanan hidrostatik, yang menyebabkan terjadinya
akumulasi cairan dalam rongga interstisial dan rongga abdomen.
Penurunan volume cairan vaskuler menstimulasi system renin–angiotensin
yang mengakibatkan diskresikannya hormone antidiuretik dan aldosterone. Reabsorsi
tubular terhadap natrium (Na) dan air mengalami peningkatan dan akhirnya
menambah volume intravaskuler. Retensi cairan ini mengarah pada peningkatan
edema. Koagulasi dan thrombosis vena dapat terjadi karena penurunan volume
vaskuler yang mengakibatkan hemokonsentrasi dan hilangnya urine dari koagulasi
protein. Kehilangan immunoglobulin pada urine dapat mengarah pada peningkatan
kerentanan terhadap infeksi.
Terjadi peningkatan cholesterol dan Triglicerida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau
penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya
produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya
protein dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria). Menurunya respon imun
karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia,
hyperlipidemia, atau defisiensi seng.
E. Komplikasi

Keseimbangan nitrogen, hiperlipidemia dan lipiduria, Hiperkoagulasi, metabolisme


kalsium dan tulang, infeksi dan adanya gangguan fungsi ginjal.
F. Penatalaksanaan medis

Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan
risiko komplikasi. Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk
mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan
hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:

1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih
1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan
menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon
pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50
mg/hari) selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi,
alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
3. Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC
4. Diuretikum, boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid,
klortahidon, furosemid atau asam ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis
aldosteron seperti spironolakton (alkadon) atau kombinasi saluretik dan antagonis
aldosteron.
5. Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)
mengajukan cara pengobatan sebagai berikut: 
a. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas
permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.
b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis
40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60
mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara
intermitten selama 4 minggu.
c. Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20
mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan. 
6. Diet. Diet rendah garam (0,5  – 1 gr sehari) membantu menghilangkan edema.
Minum tidak perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi ginjal kecuali bila
terdapat hiponatremia. Diet tinggi protein teutama protein dengan ilai biologik
tinggi untuk mengimbangi pengeluaran protein melalui urine, jumlah kalori harus
diberikan cukup banyak.
7. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari
dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan
edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan
protein yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen
yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan  protein.
Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang
mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang
adekuat.
8. Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3  – 4 gram/kgBB/hari,
dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat
diberi garam sedikit. Diet rendah natrium tinggi protein. Masukan protein
ditingkatkan untuk menggantikan protein di tubuh. Jika edema berat, pasien
diberikan diet rendah natrium. 
9. Kemoterapi
Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang
mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis
pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering
terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat
dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya
pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan
hipertensi.
Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk
mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik
(imunosupresif). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis
dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan
siklofosfamid.
Pathway
Primer: Sekunder:

1. Penyakit congenital 1. Setelah penyakit infeksi


2. Sindrom nefrotik jenis finnish (diwariskan) 2. Toksositas obat
3. Sindrom nefrotik perubahan minimal 3. Penyakit vascular
(jenis yang paling sering terjadi)
4. Kelainan fungsi limfotik 4. Sindrom hemolitik uremic
5. Penyakit sistemik
6. Terpajan obat atau logam
berat
7. Lupus eritemastosus sistemik
# Permeabilitas glomerulus
terhadap protein plasma

Kehilangan protein plasma


(albumin)
Sindrom nefrotik
Hipoalbuminemia Keseimbangan protein negative
dan malnutrisi

Protein tromboregulator
terbuang dalam urin

Hipervolemik
Trombosis vena di
Sistem imun i
ginjal
Co menurun

Risiko infeksi
Renal Blood flowi
Nyeri punggung dan hematuria

Stimulasi system renin - angiotensin


Nyeri
Ansietas

# Sekresi ADH &


Aldosteron

# Retensi Na & air


Hipervolemia

i Haluaran urine Edema


Perubahan bentuk fisik

Gangguan eliminasi urine Gangguan fisik terbatas Gangguan citra tubuh


G. Asuhan keperawatan
Pengkajian
Menurut Wong, (2008), Pengkajian kasus Sindrom nefrotik sebagai berikut :
1. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
2. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya
peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
3. Observasi adanya manifestasi dari sindrom nefrotik : kenaikan berat badan,
edema, bengkak pada wajah (khususnya di sekitar mata yang timbul pada saat
bangun pagi , berkurang di siang hari), pembengkakan abdomen (asites),
kesulitan nafas (efusi pleura), pucat pada kulit, mudah lelah, perubahan pada
urine (peningkatan volume, urine berbusa).
4. Pengkajian diagnostik meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah merah,
analisa darah untuk serum protein (total albumin/globulin ratio, kolesterol)
jumlah darah, serum sodium.
H. Diagnosa keperawatan
1. Hipervolemia b.d Gangguan mekanisme regulasi
2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur/bentuk tubuh (edema)
3. Ansietas b.d kurang terpapar informasi
I. INTERVENSI KEPERAWATAN

N Dx Perencanaan
o Keperawatan
1. Tujuan Intervensi
Hipervolemia Setelah dilakukan Observasi :
b.d Gangguan tindakan keperawatan - Periksa tanda dan gejala
mekanisme selama 2x/ 24 jam hipervolemia (edema)
regulasi kunjungan diharapkan - Identifikasi penyebab hipervolemia
masalah dapat teratasi - Monitor intake dan output cairan
dengan kriteria hasil : - Monitir tanda hemokonsentrasi
1. Terbebas dari edema, ( kadar natrium, hematokrit, berat
efusi. jenis urine)
2. Tanda-tanda vital - Monitor tanda peningkatan tekanan
dalam batas normal. onkitik plasma (kadar protein dan
3. Berat badan ideal albumin)
sesuai dengan tinggi Terapeutik :
badan - Timbang berat badan setiap hari
pada waktu yang sama
- Batasi asupan cairan dan garam
- Tinggikan kepala tempat tidur 30-40
°
Edukasi :
- Anjurkan melapor jika haluaran urin
<0.5 mL/kg/jam dalam 6 jam
- Anjurkan melaporkan jika berat
badan bertambah > 1 kg dalam
sehari
- Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian diuretik
- Kolaborasi pergantian kehilangan
kalium akibat diuretik
- Kolaborasi pemberian continuous
renal replacement therapy CRRT

2. Gangguan citra Setelah dilakukan Observasi:


tubuh b.d tindakan keperawatan - Identifikasi harapan citra tubuh
perubahan selama 2x24 jam berdasarkan tahap perkembangan
struktur/bentuk kunjungan diharapkan - Identifikasi budaya, agama, jenis
tubuh (edema) masalah dapat teratasi kelamin, dan umur citra tubuh
dengan kriteria hasil : - Identifikasi perubahan citra
1. Hubungan sosial baik tubuh yang mengakibtakan
2. Respon nonverbal isolasi sosial
perubahan tubuh - Monitor frekuensi pernyataan
normal kritik terhadap diri sendiri
- Monitor apakan pasien bisa
melihat bagian tubuh yang
berubah
Terapeutik :
- Diskusikan perubahan tubuh dan
fungsinya
- Diskusikan perbedan penampilan
fisik terhadap harga diri
- Diskusikan cara mengembangkan
harapan citra tubuh secara
realistis
- Diskusikan persepsi pasien dan
keluarga tentang perubahan citra
tubuh
Edukasi :
- Jelaskan kepad keluarga tentang
perawatn perubahan citra tubuh
- Anjurkan mengikuti kelompok
pendukung ( kelompok sebaya)
- Latih pengungkapan kemampuan
diri kepada orang lain maupun
kelompok
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan dokter
,keluarga,
3. Ansietas b.d Setelah dilakukan Observasi:
kurang tindakan keperawatan - Identifikasi saat tingkat ansietas
terpapar selama 2x/ 24 jam berubah
informasi kunjungan diharapkan - Identifikasi kemampuan
masalah dapat teratasi mengampuan mengambil
dengan kriteria hasil : keputusan
1. tidak ada perilaku - Monitor tanda-tanda ansietas
gelisah (verbal dan nonverbal)
2. pemahaman mengenai Terapeutik:
kondisi membaik - Ciptakan suasana trapeutik untuk
3. penerimaan menumbuhkan kepercayaan
perubahan kondisi - Temani pasien untuk mengurangi
baik kecemasan
- Pahami situasi yang yang
membuat ansietas
- Dengarkan dengan penuh
perhatian
- Gunakan pendekatan yang tenang
dan menyakinkan
- Motivasi mwngidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
Edukasi:
- Informasikan secara faktual
mengenai diagnosa, pengobatan
dan prognosis
- Anjurkan keluarga selalu bersama
pasien
- Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Latik kegiatan pengalihan untuk
mengurangu ketegangan
- Latih penggunan mekanisme
pertahanan diri yang tepat\
- Latih teknik relaksasi
Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan keluarga untuk
mendampingi pasien dengan cara
yang tepat
DAFT
Betz & Sowden. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Buku
kedokteran. EGC.
Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan),
alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan:


Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta: EGC.

Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica
Ester. Jakarta: EGC.

Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.  Ngastiyah. 1997.
Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Nanda. 2008. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika.

Nurarif. 2013. Buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta . Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia
Syaifullah Noer, Mohammad, dkk . 2011. Kompendium Nefrologi Anak. Surakarta :
diinventariskan di perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Wong, 2008. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai