SINDROM NEFROTIK
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah KMB I
Disusun oleh :
Nama : Tuti Heryanti
NIM : E.01.05.19.047
Prodi : D.III Keperawatan/III
2. Etiologi
Menurut Patrick Devey penyakit penyebab sindrom nefrotik seperti diabetes ( yang telah
berlangsung lama), glomerulonephritis ( lesi minimal, membranosa, fokal segmental),
ameloid ginjal ( primer, myeloma), penyakit autoimun , misalnya SLE, obat-obatan misalnya
preparat emas, penisilamin.
Menurut wiguno penyebab SN dan Klasifikasinya dibagi menjadi :
1) Glomerulonefritis primer
Kriteria :
- GN lesi minimal (GNLM)
- Glomerulosklerosis fokal ( GSF)
- GN Membranosa (GNMN)
- GN Membranoproliferatif (GNMF)
- GN Proliveratif lain
2) Glomerulonefritis sekunder akibat :
Kriteria :
Infeksi :
Obat anti imflamsi non-steroid , preparat emas, penisilinamin, probenesid, air raksa,
kaptopril, heroin
Lainlain
4. Klasifikasi
Ada beberapa macam pembagian klasifikasi pada sindrom nefrotik. Menurut berbagai
penelitian, respon terhadap pengobatan steroid lebih sering dipakai untuk menentukan
prognosis dibandingkan gambaran patologi anatomi. 5 Berdasarkan hal tersebut, saat ini
klasifikasi SN lebih sering didasarkan pada respon klinik, yaitu :
5. Patofisiologi
1) Permeabilitas glomelurus terhadap protein meningkat
2) Ekskresi protein dalam urine terutam aalbumien meningkat
3) Terjadi hipoalbuminemia dan menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid
4) Kebocoran cairan kedalam ruang intestisial menyebablkan oedema umum dan akut
5) Kehilangan volume vascular mengakibatkan peningkatan viskositas darah dan gangguan
koagulasi
6) Sistem renin angiotensin terpicu, menyebabkan reabsorbsi natrium dan air dalam tubulus
ginjal sehingga menimbulkan edema .
Fathway Sindrom Nefrotik
Sumber :
6. Komplikasi
1) Malnutrisi
2) Infeksi
3) Hiperlipidemia
4) Hipertensi
5) Akselerasi aterosklerosis
6) Trombosis
7. Penatalaksanaan Medis dan Non Medis
1) Penatalaksanaan Medis
Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit dasar
dan pengobatan non spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema dan
mengobati komplikasi. Etiologi sekunder dari sindrom nefrotik harus dicari dan diberi
terapi, dan obat-obatan yang menjadi penyebabnya disingkirkan
a. Diuretik
Diuretik kuat (loop diuretic) misalnya furosemide (dosis awal 20-40 mg/hari) atau
golongan tiazid dengan atau tanpa kombinasi dengan potassium sparing diuretic
(spironolakton) digunakan untuk mengobati edema dan hipertensi. Penurunan berat
badan tidak boleh melebihi 0,5 kg/hari
b. Terapi antikoagulan
Bila didiagnosa adanya peristiwa thromboembolism, terapi anti koagulan dengan
heparin harus dimulai. Jumlah heparin yang diperlukan untuk mencapai waktu
tromboplastin parsial (PTT) terapeutik mungkin meningkat karena adanya
penurunan jumlah antitrombin III. Setelah terapi heparin intravena, antikoagulasi
oral dengan warfarin dilanjutkan sampai sindrom nefrotik dapat diatasi.
c. Terapi obat
Terapi khusus untuk sindrom untuk sindroma nefrotik adalah pemberian
kortokosteroid yaiitu prednisone 1-1,5 mg/kgBB/hari dosis tunggal pagi hari selama
4-6 minggu. Kemudian dikurangi 5 mg/mimggu sampai sampai tercapai dosis
maintenance (5-10 mg) kemudian diberikan 5 mg selang sehari dan dihentikan
dalam 1-2 minggu. Bila pada saat tapering off, keadaan penderita memburuk kembali
(timbul edema, protenuri), diberikan kembali full dose selama 4 minggu kemudian
tapering off kembali.
d. Obat antiradang nonsteriod (NSAID) telah digunakan pada pasien dengan nefropati
membranosa dan glomeruloklerosis fokal untuk mengurangi sintesis prostaglandin
yang menyebabkan dilatasi. Ini menyebabkan vasokontriksi ginjal , pengurangan
tekanan intraglomerulus, dan dalam bayak kasus penurunan proteinuria sampai 75.
Sitostotika diberikan bila dengan dengan pemberian prednisone tidak ada respon ,
kambuh yang berulang kali atau timbul efek samping kortikosteroid. Dapat diberikan
siklofosfamid 1,5 mg/kg BB/hari.
Obat penurut lemak golongan statin seperti simvastatin , pravastatin dan lovastatin
dapat menurunkan kolesterol LDL , trig;iserida dan meningkatkan kolesterol HDL.
Obat anti proteinurik misalny a ACE Inhibitor ( Cptopril 12, 5 mg), kalsium
antagonis (Herbeser 180 mg) atau beta bloker. Obat penghambat enzim konversi
angiotensin (angiotensin converting enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor
angiotensin II. Dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya
mempunyai efek aditif dalam menurunkan proteinuria .
2) Penatalaksanaan Nonmedis
a. Diet
Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb,/hari, sebagian besar terdiri dari karbohidrat.
Diet rendah garam (2-3 gr/hari), rendah lemak harus diberikan . pembatasan asupan
protein 0,8-1,0 gr/ kkBB/hari dapat mengurangi proteinuria . Tambahan vitamin D
dapat diberikan kalau pasien mengalami kekurangan vitamin ini.
8. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan elektrolit , kreatinin, bersihan kreatinin, tes diptik urine
2) USG saluran ginjal
3) Immunoglobulin ( elektroporesis protein ), glukosa, ANF, ANCA
4) Biopsy ginjal ( untuk mengetahui penyebab proteinuria )
9. PENGKAJIAN
A. Wawancara
B. Keluhan utama
C. Riwayat kesehatan yang lalu
D. Riwayat kesehatan sekarang
E. Keadaan umum : lemah, letarghi
E. Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
F. Pemeriksaan fisik sistem perkemihan
Teknik pemeriksaan fisik Kemungkinan kelainan yang ditemukan
a. Inspeksi
1) Kulit dan membran mukosa. Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran
keringat.
2) Mulut
3) Wajah
4) Abdomen
Pasien posisi terlentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya massa atau
pembengkakan, kembung, Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi
gangguan ginjal yang menyebabkan anemia. Tampak ekskoriasi, memar, tekstur
kulit kasar atau kering. Penurunan turgor kulit merupakan indikasi dehidrasi.
Edema, indikasi retensi dan penumpukkan cairan.
Stomatitis, napas bau amonia
Moon face
Pembesaran atau tidak simetris, indikasi hernia atau adanya massa. Nyeri
permukaan indikasi disfungsi renal.
5) Distensi atau perut yang nyeri menetap, distensi, kulit mengkilap atau tegang.
6) Meatus urinary
Laki-laki posisi duduk atau berdiri, tekan ujung gland penis dengan memakai
sarung tangan untuk membuka meatus urinary.
Pada wanita : posisi dorsal litotomi, buka labia dengan memakai sarung tangan.
Perhatikan meatus urinary
b. Palpasi
1) Ginjal
- Ginjal kiri jarang dapat teraba, meskipun demikian usahakan untuk
mempalpasi ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi.
Jangan lakukan palpasi bila ragu karena dapat menimbulkan kerusakan
jaringan.
- Posisi pasien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan.
- Letakkan tangan kiri dibawah abdomen diantara tulang iga dan lengkung
iliaka. Tangan kanan dibagian atas. mengkilap dan tegang, indikasi retensi
cairan atau ascites. Distensi kandung kemih, pembesaran ginjal. Kemerahan,
ulserasi, bengkak, atau adanya cairan, indikasi infeksi. Pada laki-laki biasanya
terdapat deviasi meatus urinary seperti defek kongenital.
Jika terjadi pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau
patologis renal yang serius.
Pembesaran kedua ginjal, indikasi polisistik ginjal.
Tenderness/lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal ginjal
kronik.
Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.
- Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara tangan
kiri mendorong ke atas.
- Lakukan hal yang sama untuk ginjal kanan
2) Kandung kemih Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali
terjadi distensi urin maka palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan
umbilicus.
c. Perkusi
1) Ginjal
- Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa.
- Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostovertebral (CVA),
lakukan perkusi atau tumbukan di atas telapak tangan dengan menggunakan
kepalan tangan dominan.
- Ulangi prosedur untuk ginjal kanan
Jika kandung kemih penuh maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif.
Tenderness dan nyeri pada perkusi CVA merupakan indikasi
glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.
2) Kandung kemih
- Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume urin di
atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat diperkusi sampai
setinggi umbilicus.
- Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk
mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas region
suprapubic.
Jika kandung kemih penuh atau sedikitnya volume urin 500 ml, maka akan
terdengar bunyi dullness (redup) di atas simphysis pubis.
d. Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut
kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengar bunyi bruit (bising) pada
aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke
ginjal (stenosis arteri ginjal)
Minor
DS : Paru-paru
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
Efusi Pleura
DO :
1. Gelisah
2. Sianosis Ketidak efektifan bersihan
3. Bunyi nafas menurun jalan nafas
4. Frekuensi nafas berubah
5. Pola nafas berubah
DS :
1. Edema anakarsa Oedema
dan/edema perifer
2. Berat badan meningkat
dalam waktu singkat Kelebihan volume cairan
3. Jugular Venous Pressure (Hipervolemia)
(JVG) dan /atau Central
Venous Pressure (CVP)
meningkat
4. Refleks hepatojugular
positif
Minor
DS :-
DO :
1. Distensi vena jugularis
2. Terdengar suara napas
tambahan
3. Hepatomegali
4. Kadar Hb/Ht turun
5. Oliguria
6. Intake lebih banyak dari
output (balans cairan
positif )
7. Kongesti paru
Minor
DS : Mata
1. Tidak mau
mengungkapkan kecacatan
/kehilangan bagian tubuh Pembengkakan pada periorbita
2. Mengungkapkan perasaan
negative tentang
perubahan tubuh Gangguan Citra tubuh
3. Mengungkapkan
kekhawatiran pada
penolakan atau reaksi
orang lain
4. Mengungkapkan
perubahan gaya hidup
DO :
1. Menyembunyikan
/menunjukan bagian tubuh
secara berlebihan
2. Menghindari melihat dan/
menyentuh bagian tubuh
3. Focus berlebihan pada
perubahan tubuh
4. Respon nonverbal pada
perubahan dan persepsi
tubuh
5. Focus pada penampilan
dan kekuatan masa lalu
6. Hubungan social berubah
4. Mayor Ekstravaksi cairan Ketidakefektifan
DS: - perfusi jaringan
perifer ( Perfusi
DO : perifer tidak efektif )
1. Pengisian kapiler >3 detik Penumpukan cairan keruang
2. Nadi perifer menurun atau intestinum
tidak teraba
3. Akral teraba dingin
4. Warna kulit pucat Oedema
5. Turgor kulit menurun
DO:
1. Edema Hipoksia jaringan
2. Penyembuhan luka lambat
3. Indeks ankle-brachial<
0.90 Iskemia
4. Bruit femoral
Nekrosis
Ketiakefektifan perpusi
jaringan
Intoleransi aktivitas
6. Mayor Ekstravaksi cairan Ketidak efektifan
pola nafas (Pola
DS: Nafas tidak efektif)
1. Dispnea Penumpukan cairan keruang
intestinum
DO:
1. Penggunaan otot bantu
pernafasan Oedema
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola nafas abnormal
(mis.takipnea, bradipnea, Asites
hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes)
Tekanan abdomen meningkat
Minor
DS : Menekan diafragma
1. Ortopnea
DO :
1. Feses keras Feses mengeras
2. Peristaltik usus menurun
Minor Konstipasi
DS :
1. Mengejan saat defekasii
DO :
1. Disfensi abdomen
2. Kelemahan umum
3. Teraba massa pada rektal
Minor
DS :
1. Perubahan preload
-
2. Perubahan afterload
-
3. Perubahan kontraktilitas
-
4. Perilaku/emosional
- Cemas
- Gelisah
DO :
1. Perubahan preload
- Murmur jantung
- Berat badan
bertambah
- Pulmonary artery
wedge pressure
(PAWP) menurun
2. Perubahan afterload
- Pulmonary vascular
resistance (PVR)
meningkat/menuru
n
- Systemic vascular
resistance ( SVR)
meningkat/menuru
n
3. Perubahan kontraktilitas
- Cardiac index (CI)
menurun
- Left ventricular
stroke work index
(LVSWI)
- Stroke volume
index ( SVI)
menurun
4. Perilaku/emosional
-
Minor :
DS :
1) Cepat kenyang setelah
makan Asites
2) Kran/nyeri abdomen
3) Nafsu makan menurun
Tekanan abdomen meningkat
DO :
1) Bising usus hiperaktif
2) Otot pengunyah lemah Mendesak rongga lambung
3) Otot menelan lemah
4) Membrane mukosa pucat
5) Sariawan Anoreksia, nausea, vomitus
6) Serum albumin turun
7) Rambut rontok berlebihan
8) Diare Gangguan pemenuhan Nutrisi
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid III. Jakarta:EGC
https://www.google.com/amp/s/samoke2012.wordpress.com/2018/09/19/asuhan-
keperawatan-pada-klien-nefrotik-syndrom/amp/