Anda di halaman 1dari 13

SATUAN ACARA PENYULUHAN

MANAJEMEN NYERI

Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik mata kuliah


Keperawatan Medikal Bedah II

Disusun oleh :
Tuti Heryanti
(E.0105.19.047)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


STIKES BUDI LUHUR CIMAHI
2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Manajemen Nyeri


Sasaran : Pasien yang mengalami nyeri
Tempat : Ruang Anyelir

Hari,tanggal : Selasa,23 Noember 2021


Waktu : WIB – selesai.

A. Latar Belakang
Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan
kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersama banyak proses
penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan.
Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu
penyakit manapun. Perawat menghabiskan lebih banyak waktunya bersama pasien
yang mengalami nyeri dibanding tenaga profesional perawatan kesehatan lainnya dan
perawat mempunyai kesempatan untuk menghilangkan nyeri dan efeknya yang
membahayakan. Peran pemberi perawat primer adalah untuk mengidentifikasi dan
mengobati penyebab nyeri dan meresepkan obat-obatan untuk menghilangkan nyeri.
Manajemen nyeri merupakan suatu proses atau tindakan keperawatan yang dilakukan
baik secara kolaboratif ataupun secara individu pada pasien pasca pembedahan guna
mengontrol atau mengurangi nyeri serta mengendalikan rasa nyeri yang di rasa oleh
pasien. Manajemen nyeri penting dilakukan dan paling tidak harus mendapat
perhatian dari petugas perawat atau petugas kesehatan lainnya untuk mengurangi
keluhan nyeri pada pasien. Pengendalian nyeri pada pasien pasca pembedahan dapat
mengurangi keluhan serta resiko lain akibat dari nyeri. Manajemen secara individu
dapat dilakukan dengan cara mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi berupa nafas
dalam dan teknik pengalihan perhatian guna mengurangi resiko nyeri pada pasien.
Faktor penyebab nyeri biasanya muncul karena luka post operasi yang masih basah
atau matur dan belum lepas dari 2 x 24 jam sebagai ukuran pantauan untuk mengkaji
status nyeri. Nyeri juga ditimbulkan karena gerak atau mobilisasi dini pada pasien
post operasi. Untuk mencegah atau mengontrol nyeri perlu perhatian atau monitoring
dan evaluasi serta kaji status nyeri pasien. Pada dasarnya pelayanan kesehatan dari
suatu tim terpadu yang terdiri dari dokter, perawat, fisioterapis, ataupun tenaga
kesehatan lainnya diperlukan agar terapi yang dilakukan pada pasien berjalan dan
dilakukan optimal oleh penderita atau pasien itu sendiri. Manajemen nyeri bertujuan
untuk membantu pasien dalam mengontrol nyeri ataupun memanajemen nyeri secara
optimal, mengurangi resiko lanjut dari efek samping nyeri tersebut, yang pada
akhirnya pasien mampu mengontrol ataupun nyeri yang dirasa tersebut hilang.

B. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti kegiatan Pendidikan kesehatan dan demonstrasi selama 15 menit
diharapkan pasien dapat melakukan manajemen nyeri secara mandiri
2. Tujuan Instruksional Khusus
a) Peserta dapat memahami dan menyebutkan pengertian dari nyeri, klasifikasi
nyeri dan pengukuran intensitas nyeri.
b) Peserta dapat memahami dan menyebutkan teknik manajemen nyeri.

C. Materi Penyuluhan
1. Pengertian nyeri
2. Klasifikasi nyeri
3. Faktor-faktor nyeri
4. Pengukuran
5. intensitas nyeri
6. Dampak nyeri
7. Teknik manajemen nyeri

D. Metode
1. Ceramah dan Demonstrasi

E. Media
1. Leaflet manajemen nyeri
F. Daftar Rencana Proses Penyuluhan

No. Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta


1 3 menit Pembukaan : - menjawab salam
- Memberi salam - menyimak dan
- Menjelaskan tujuan memperhatikan
Pendidikan kesehatan
- Menyampaikan
kontrak waktu
pendidikan kesehatan
2 10 menit Pelaksanaan Pendidikan - Menyimak dan
kesehatan dan demosntari memperhatikan
1. Pengertian nyeri
2. Klasifikasi Nyeri
3. Intensitas nyeri
4. Manajemen Nyeri
3 2 menit - Penutupan - Menjawab salam
- Menyampaikan terima
kasih dan
mengucapkan salam

G. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur :
a. Kesiapan Materi
2. Evaluasi Proses :
a. Fase dilalui sesuai waktu yang direncanakan.
b. Mendapat respon dari audiens berupa :
- Menjawab pertanyaan penyuluh dengan jawaban yang disebutkan benar.
c. Suasana Pendidikan kesehatan berjalan dengan tertib.
3. Evaluasi Hasil Audiens dapat:
a. Menjelaskan pengertian nyeri
b. Menjelaskan klasifikasi nyeri
c. Menyebutkan manajemen nyeri
MATERI PENYULUHAN “MANAJEMEN NYERI”

1. Pengertian nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan jaringan (Wardani, 2014).
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat
sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi
rasa nyeri yang dialaminya (Tetty, 2015).
Nyeri sering sekali dijelaskan dan istilah destruktif jaringan seperti ditusuk-tusuk,
panas terbakar, melilit, seperti emosi, pada perasaan takut, mual dan mabuk. Terlebih,
setiap perasaan nyeri dengan intensitas sedang sampai kuat disertai oleh rasa cemas
dan keinginan kuat untuk melepaskan diri dari atau meniadakan perasaan itu. Rasa
nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, timbul bila ada jaringan rusak dan hal
ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan memindahkan stimulus nyeri (Guyton
& Hall, 2014).
2. Klasifikasi
Menurut Potter & Perry (2010) secara umum nyeri dibagi menjadi dua yaitu,
a. Nyeri Akut
Nyeri Akut merupakan nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga
kurang dari 6 bulan biasanya dengan awitan tiba-tiba dan umumnya berkaitan
dengan cidera fisik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah
terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut
biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri ini umumnya
terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Salah satu
nyeri akut yang terjadi adalah nyeri pasca pembedahan (Potter & Perry, 2010).
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik merupakan nyeri konstan atau intermitern yang menetap sepanjang
suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang
diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitakan dengan penyebab atau cidera fisik.
Nyeri kronis dapat tidak memiliki awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering
sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini sering tidak memberikan respon
terhadap
pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronik ini juga sering di
definisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih,
meskipun enam bulan 18 merupakan suatu periode yang dapat berubah untuk
membedakan nyeri akut dan nyeri kronis (Potter & Perry, 2010).
3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi nyeri
Menurut Tanjung (2016), faktor yang mempengaruhi nyeri adalah
1) Usia
Usia mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap nyeri. Sebagai contoh anak-anak
kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan rasa nyarinya, sementara
lansia mungkin tidak akan melaporkan nyerinya dengan alasan nyeri merupakan
sesuatu yang harus mereka terima (Potter & Perry, 2010).
2) Jenis kelamin
Secara umum jenis kelamin pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
merespon nyeri. Beberapa kebudayaan mempengaruhi jenis kelamin misalnya ada
yang menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh
menangis sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang
sama
3) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang
meningkat. Sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon
nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat
terapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik
imajinasi terbimbing (guided imaginary) dan mesase, dengan memfokuskan
perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, misalnya pengalihan pada
distraksi.
4) Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri. Namun nyeri juga dapat
menimbulkan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian system limbik yang
diyakini mengendalikan emosi seseorang khususnya ansietas.
5) Kelemahan
Kelemahan atau keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.
6) Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Apabila individu sejak lama sering
mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh maka ansietas atau rasa takut
dapat muncul. Sebaliknya jika individu mengalami jenis nyeri yang sama berulang-ulang
tetapi nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan akan lebih mudah individu tersebut
menginterpretasikan sensasi nyeri (Rahadhanie dalam Andari, 2015).
7) Dukungan keluarga dan social
Kehadiran dan sikap orang-orang terdekat sangat berpengaruh untuk dapat memberikan
dukungan, bantuan, perlindungan, dan meminimalkan ketakutan akibat nyeri yang dirasakan,
contohnya dukungan keluarga (suami) dapat menurunkan nyeri kala I, hal ini dikarenakan
ibu merasa tidak sendiri, diperhatikan dan mempunyai semangat yang tinggi
8) Makna nyeri
Individu akan berbeda-beda dalam mempersepsikan nyeri apabila nyeri tersebut memberi
kesan ancaman, suatu kehilangan hukuman dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang
bersalin akan mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan wanita yang mengalami nyeri
cidera kepala akibat dipukul pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan
klien berhubungan dengan makna nyeri (Potter & Perry, 2010).
4. Pengukuran skala nyeri
1. Skala Deskriptif Verbal (VDS)
Skala deskriptif verbal (VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai
lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.
Pendeskripsian ini dirangking dari “tidak nyeri” sampai “nyeri tidak tertahankan”.
Perawat menunjukan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih
intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan (Potter & Perry, 2010).
2. Skala Penilaian Numerik (NRS)
Skala penilaian numerik atau numeric rating scale (NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-
10 (Potter & Perry, 2010).
3. Skala Analog Visual (VAS)
VAS adalah suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus
dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada ujungnya. Skala ini memberi klien
kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri (Potter & Perry, 2010).
4. Skala Nyeri Wajah
Skala wajah terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan
wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap
meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang sangat sedih sampai wajah
yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat) (Potter & Perry, 2010)
5. Dampak Nyeri
Menurut Tanjung (2016) Nyeri akut baik yang ringan sampai yang berat akan
memberikan efek pada
tubuh seperti :
a. Sistem respirasi
Karena pengaruh dari peningkatan laju metabolisme, pengaruh reflek
segmental,dan hormon seperti bradikinin dan prostaglandin menyebabkan
peningkatan kebutuhan oksigen tubuh dan produksi karbondioksida mengharuskan
terjadinya peningkatan ventilasi permenit sehingga meningkatkan kerja pernafasan.
Hal ini menyebabkan peningkatan kerja sistem pernafasan, khususnya pada pasien
dengan penyakit paru. Penurunan gerakan dinding thoraks menurunkan volume
tidal dan kapasitas residu fungsional. Hal ini mengarah pada terjadinya atelektasis,
intrapulmonary shunting, hipoksemia, dan terkadang dapat terjadi hipoventilasi.
b. Sistem kardiovaskuler
Pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi. Terjadi gangguan perfusi,
hipoksia jaringan akibat dari efek nyeri akut terhadap kardiovaskuler berupa
peningkatan produksi katekolamin, angiotensin II, dan anti deuretik hormon (ADH)
sehingga mempengaruhi hemodinamik tubuh seperti hipertensi, takikardi dan
peningkatan resistensi pembuluh darah secara sistemik. Pada orang normal cardiac
output akan meningkat tetapi pada pasien dengan kelainan fungsi jantung akan
mengalami penurunan cardiac output dan hal ini akan lebih memperburuk
keadaanya. Karena nyeri menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen myocard,
sehingga nyeri dapat menyebabkan terjadinya iskemia myocardial.
c. Sistem gastrointestinal
Perangsangan saraf simpatis meningkatkan tahanan sfinkter dan menurunkan motilitas
saluran cerna yang menyebabkan ileus. Hipersekresi asam lambung akan menyebabkan
ulkus dan bersamaan dengan penurunan motilitas usus, potensial menyebabkan pasien
mengalami pneumonia aspirasi. Mual, muntah, dan konstipasi sering terjadi. Distensi
abdomen memperberat hilangnya volume paru dan pulmonary dysfunction.
d. Sistem urogenital
Perangsangan saraf simpatis meningkatkan tahanan sfinkter saluran kemih dan
menurunkan motilitas saluran cerna yang menyebabkan retensi urin.
6. Manajemen Nyeri
a. Non Farmakologi
Intervensi keperawatan mandiri menurut Bangun & Nur’aeni (2013), merupakan
tindakan pereda nyeri yang dapat dilakukan perawat secara mandiri tanpa
tergantung pada petugas medis lain dimana dalam pelaksanaanya perawat dengan
pertimbangan dan keputusannya sendiri. Banyak pasien dan anggota tim kesehatan
cenderung untuk memandang obat sebagai satu-satunya metode untuk
menghilangkan nyeri. Namun banyak aktifitas keperawatan nonfarmakologi yang
dapat membantu menghilangkan nyeri, metode pereda nyeri nonfarmakologi
memiliki resiko yang sangat rendah. Meskipun tidakan tersebut bukan merupakan
pengganti obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2015).
a) Distraksi
Distraksi yang memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada
nyeri dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan
mekanisme
terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Distraksi diduga dapat menurunkan
persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang
mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak
(Smeltzer and Bare, 2015).
Beberapa sumber-sumber penelitian terkait tentang teknik distraksi yang
ditemukan peneliti sejauh ini efektif diterapkan pada pasien anak-anak terutama
usia prasekolah sebagaimana dalam penelitian Pangabean pada tahun (2014),
menurut Pangabean salah satu teknik distraksi adalah dengan bercerita dimana
teknik distraksi bercerita merupakan salah satu strategi non farmakologi yang
dapat menurunkan nyeri. Hal ini terbukti pada penelitiannya dimana teknik
distraksi dengan bercerita efektif dalam menurunkan nyeri anak usia prasekolah
pada pemasangan infus yakni dari nyeri skala 3 ke nyeri skala 2. Kemudian
Sartika, Yanti, Winda (2015), menambahkan salah satu teknik distraksi yang
dapat dilakukan dalam penatalaksanaan nyeri lainnya adalah dengan menonton
film cartun animasi, dimana ini terbukti dalam penelitiannya bahwa dengan
diberikan distraksi berupa menonton film cartun animasi efektif dalam
menurunkan nyeri anak usia prasekolah saat pemasangan infus. Contoh dari
distraksi adalah menonton tv, mendengarkan musik, membaca buku
,membayangkan hal-hal indah dan aromaterapi.
Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan
rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, bentuk dan gaya
yang diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk
kesehatan fisik dan mental. Perawat dapat menggunakan musik dengan kreatif
di berbagai situasi klinik, pasien umumnya lebih menyukai melakukan suatu
kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan lagu atau mendengarkan musik.
Musik yang sejak awal sesuai dengan suasana hati individu, merupakan pilihan
yang paling baik (Elsevier dalam Karendehi, 2015). Musik menghasilkan
perubahan status kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang dan waktu. Musik
harus didengarkan minimal 15 menit supaya dapat memberikan efek terapiutik.
Dalam keadaan perawatan akut, mendengarkan musik dapat memberikan hasil
yang sangat efektif dalam upaya mengurangi nyeri (Potter & Perry, 2010).
Aromaterapi merupakan penggunaan ekstrak minyak esensial tumbuhan
yang digunakan untuk memperbaiki mood dan kesehatan. Mekanisme kerja
perawatan aromaterapi dalam tubuh manusia berlangsung melalui dua sistem
fisiologis, yaitu sirkulasi tubuh dan sistem penciuman. Wewangian dapat
mempengaruhi kondisi
psikis, daya ingat, dan emosi seseorang. Beberapa jenis aromaterapi yang
digunakan dalam menurunkan intensitas nyeri adalah aromaterapi lemon dan
aromaterpi lavender.
b) Relaksasi napas dalam
Teknik relaksasi memberi individu control diri ketika terjadi rasa tidak
nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri Sejumlah teknik relaksasi
dapat dilakukan untuk mengendalikan rasa nyeri ibu dengan meminimalkan
aktivitas simpatik dalam system saraf otonom.
Dalam Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana
cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal)
dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat
menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi bernafas dalam juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Teknik
relaksasi nafas dalam dapat mengendalikan nyeri dengan meminimalkan
aktivitas simpatik dalam system saraf otonom. Pasien dapat memejamkan
matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat
dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap
inhalasi dan ekhalasi (Smeltzer & Bare, 2015).
Menurut Smeltzer & Bare, (2015) tahapan relaksasi nafas dalam adalah
1. Ciptakan lingkungan yang tenang
2. Usahakan tetap rileks dan tenang
3. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
melalui hitungan 1,2,3
4. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan
ekstrimitas atas dan bawah rileks
5. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
6. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut
secara perlahan- lahan
7. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
8. Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam
9. Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
10. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
11. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali
DAFTAR PUSTAKA

Andari, F, N. (2015). Pengaruh Pelatihan Peregangan Senam Ergonomis Terhadap


Penurunan Skor Nyeri Muskuloskeletal Disorders (MSDs) Pada Perkerja Pembuat
Kaleng Alumunium. Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Bangun & Nur’aeni (2013). Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap Intensitas Nyeri
Pada Psien Pasca Operasi Di Rumah Sakit Dustira Cimahi. The Soedirman Journal
Of Nursing, 8 (2) : 112-118

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta: EGC

Potter dan Perry. (2010). Fundamental keperawatan buku 3. Edisi 7. Jakarta : Salemba
Medika

Smeltzer SC dan Bare BG.,. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Tanjung, Z I. (2016). Intervensi Keperawatan Mandiri Pada Pasien Yang Mengalami Nyeri
Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Yogyakarta : Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta

Tetty, S. 2015. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC

Wardani, N P. (2014). Manajemen Nyeri Akut. Denpasar : Universitas Undayana

Anda mungkin juga menyukai