Anda di halaman 1dari 6

Tutorial Skenario 5 – 11 Mei 2020

Danella Bonivania Kezia Napitu

1961050133

Kelompok 3B

Tujuan Pembelajaran

Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan :

1. Definisi Sindrom Nefrotik


2. Etiologi Sindrom Nefrotik
3. Patofisiologi Sindrom Nefrotik
4. Faktor Resiko Sindrom Nefrotik
5. Pemeriksaan Penunjang Sindrom Nefrotik
6. Pencegahan Sindrom Nefrotik

Pembahasan

Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan mengenai:

1) Definisi Sindrom Nefrotik


Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit ginjal yang terbanyak pada
anak.Penyakit tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang terdiri dari beberapa gejala
yaitu proteinuria masif (>40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin
sewaktu >2 mg/mg ), hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL, edema, dan hiperkolesterolemia.

2) Etiologi Sindrom Nefrotik


Sindrom nefrotik biasanya terjadi akibat dari perjalanan penyakit glomerular
primer dan sekunder. Etiologi sindrom nefrotik juga tergantung pada usia, dimana bila
terjadi pada tiga bulan pertama kehidupan maka disebut sindrom nefrotik kongenital
Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga, yaitu
kongenital, primer atau idiopatik, dan sekunder :
 Kongenital / Genetik
o Finnish-type congenital nephrotic syndrome (NPHS1, nephrin)
o Denys-Drash syndrome(WT1)
o Frasier syndrome(WT1)
o Diffuse mesangial sclerosis(WT1,PLCE1)
o Autosomal recessive, familial FSGS (NPHS2, podocin)
 Primer / Idiopatik
Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik
primer atau idiopatik adalah sebagai berikut :
o Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)
o Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
o Mesangial Proliferative Difuse (MPD)
o Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP)
o Nefropati Membranosa (GNM)
 Sekunder
Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain
sebagai berikut :
o lupus erimatosus sistemik (LES)
o keganasan, seperti limfoma dan leukemia
o vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis
dengan poliangitis), sindrom Churg-Strauss
(granulomatosiseosinofilik dengan poliangitis), poliartritis nodosa,
poliangitismikroskopik, purpura Henoch Schonlein
o Immune complex mediated, seperti post streptococcal
(postinfectious) glomerulonephritis

3) Patofisiologi Sindrom Nefrotik


Akumulasi cairan dalam ruang interstisial yang terlihat pada wajah atau udem
anasarka, merupakan gejala kardinal pada anak dengan sindrom nefrotik. Udem
pada sindrom nefrotik umumnya akibat dari proteinuria masif yang kemudian
menyebabkan hipoalbuminemia, retensi natrium dan air untuk mengkompensasi
kekurangan volume intravaskular (Gbadegesin dan Smoyer, 2008).
Hipoalbuminemia terjadi pada sindrom nefrotik ketika kadar protein yang hilang
pada urin melebihi kemampuan hepar mensintesis albumin. Resultan
hipoalbuminemia menyebabkan rendahnya tekanan onkotik kapiler yang meningkatkan
tekanan hidrostatik kapiler sehingga terbentuk udem. Pembentukan udem kemudian
menyebabkan volume di intravascular berkurang sehingga mencetuskan mekanisme
kompensasi neurohumoral. Mekanisme tersebut dimediasi oleh sistem saraf simpatik,
sistem renin angiotensin aldosteron (SRAA) dan vasopressin arginin, dengan hasilnya
retensi natrium dan air oleh ginjal (Gbadegesin dan Smoyer, 2008).
Dua hipotesis yang menjelaskan keadaan intravaskular pada sindrom nefrotik
yaitu hipotesis underfill dan hipotesis overfill (Gbadegesin dan Smoyer, 2008):
 Hipotesis underfill
Hipotesis ini menyebutkan adanya penurunan sirkulasi efektif
volume darah pada sindrom nefrotik. Hal ini didukung dengan
ditemukannya kadar natrium urin yang rendah, dimana sering disebabkan
oleh aktivasi SRAA dengan resultan peningkatan aldosteron dan ekskresi
natrium pada urin. Selanjutnya, supresi atrial natriuretik peptide (ANP)
juga berkontribusi pada rendahnya natrium urin.
 Hipotesis overfill
Hipotesis ini menyebutkan banyaknya volume intravaskular
pada sindrom nefrotik. Hal ini disebabkan oleh kelainan pada ekskresi
natrium dari tubulus distal yang kemudian menyebabkan supresi SRAA.
Reabsorpsi natrium juga dipertahankan oleh ANP.

4) Faktor Resiko Sindrom Nefrotik


Berbagai faktor telah diteliti dan dianggap merupakan risiko untuk terjadinya
kambuh pada penderita sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS), yaitu riwayat atopi,
jenis human leucocyte antigen (HLA) tertentu,usia saat serangan pertama, dan infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) bagian atas oleh virus yang menyertai atau mendahului
terjadinya kambuh.
5) Pemeriksaan Penunjang Sindrom Nefrotik

Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis sindrom nefrotik, antara lain:

1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin


Biakan urin dilakukan apabila terdapat gejala klinik yang mengarah pada infeksi
saluran kemih (ISK).
2. Protein urin kuantitatif
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari.
3. Pemeriksaan darah
 Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,
trombosit, hematokrit, LED)
 Albumin dan kolesterol serum
 Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin

6) Pencegahan Sindrom Nefrotik


a) Diet
Syarat-syarat diet Sindrom Nefrotik sebagai berikut:
 Energi cukup untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif, yaitu
35 kkal/kgBB per hari
 Protein sedang, yaitu 1,0 g/kgBB, atau 0,8 g/kgBB ditambah jumlah
protein yang dikeluarkan melalui urin. Utamakan penggunaan protein
bernilai biologik tinggi
 Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total. Perbandingan
lemak jenuh, lemak jenuh tunggal, dan lemak jenuh ganda adalah 1:1:1
 Karbohidrat sebagai sisa kebutuhan energi. Utamakan penggunaan
karbohidrat kompleks
 Natrium dibatasi, yaitu 1-4 g sehari, tergantung berat ringannya edema
 Kolesterol dibatasi: Asupan diet tinggi kolesterol dapat meningkatkan
jumlah kolesterol plasma hanya dalam jumlah yang relatif kecil. Hal
tersebut dikarenakan adanya negative feedback yang membuat kolesterol
menghambat sintesisnya sendiri dengan memnghambat katalisator enzim
HMG koA reduktase sehingga kadar kolesterol plasma biasanya
mengalami peningkatan atau penurunan tidak lebih dari ±15% dengan
perubahan pada asupan kolesterol dalam diet.
b) Kortikosteroid
Sejak tahun 1940-an kortikosteroid sudah dipakai sebagai terapi lini
pertama sindrom nefrotik karena diyakini efektif dalam menyembuhkan penyakit
ini. Kortikosteroid merupakan terapi pilihan utama sindrom nefrotik idiopatik
pada anak kecuali jika ada kontraindikasi. Steroid yang diberikan adalah jenis
prednison dan prednisolon. Pengobatan imunosupresif ini dapat menimbulkan
remisi proteinuria dan melindungi fungsi ginjal untuk beberapa jenis
glomerulonefritis primer.
c) Aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang rutin telah terbukti dapat menurunkan kadar LDL
plasma dan meningkatkan kadar HDL. Aktivitas rutin ini dapat berupa olahraga
teratur minimal 30 menit setiap hari.
d) Mengonsumsi Suplementasi Kapsul Ekstrak Ikan Gabus
Ikan gabus ( Ophiocephalus striatus ) merupakan saah satu jenis ikan
tawar yang mempunyai kadar protein tertinggi. Kapsul Vip Albumin adalah
kapsul yang mengandung 500 mg ekstrak ikan gabus ( Ophiocephalus stratus ).
Albumin, asam amino dan mineral yang terkandung dalam Vip Albumin
berfungsi untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid kapiler dan
meningkatkan kekebalan tubuh secara alamiah. Penurunan kadar albumin sering
disertai dengan edema, ditemukan pada pasien kritis, luka bakar, post operatif,
pre-eklampsia maupun penyakit kronis (hati, ginjal, paru-paru, kencing
manis/luka dekubitus dan ODHA).

Daftar Pustaka

1. Gilda, Geniza, and M. Muryawan. Pengaruh suplementasi kapsul ekstrak ikan gabus
terhadap kadar albumin dan berat badan pada anak dengan sindrom nefrotik. Diss.
Faculty of Medicine Diponegoro University, 2014.
2. Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak – Edisi kedua. 2012
3. Kharisma Y. Tinjauan Umum Penyakit Sindrom Nefrotik. Jurnal Kedokteran UIB. 2017;
1-26
4. Alamanda E. Hubungan Antara Praktek Pemberian ASI Dan MPASI Pada Anak < 2
Tahun Dengan Anemia Di RSUP DR. Kariadi. Jurnal UNDIP. 2013; 1-13
5. Masrizal. ANEMIA DEFISIENSI BESI. Jurnal Kesehatan Masyarakat. September 2007;
2(1): 140-145
6. Arlanbi NP. Pengaruh Suplementasi Kapsul Ekstrak Ikan Gabus Terhadap Kadar
Kolesterol dan Berat Badan pada Anak dengan Sindrom Nefrotik. Semarang: Universitas
Diponegoro; 2014.

Anda mungkin juga menyukai