Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SINDROM NEFROTIK
Dosen Pembimbing : Siti Khoiriyah., S.Kep., M.Kep

Disusun oleh :

1. Nur Azizah (2020200021)


2. Zulfika Adinatul Mukaromah (2020200020)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN (FIKES)

UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)

JAWA TENGAH DI WONOSOBO

TAHUN AJARAN 2020/2021


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………………………………. 3


B. Tujuan Penulisan ……………………………………………………………….. 3

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi ………………………………………………………………. 4


B. Definisi …………………………………………………………………………. 4
C. Etiologi …………………………………………………………………………. 5
D. Manifestasi Klinis ……………………………………………………………… 5
E. Patofisiologi ……………………………………………………………………. 6
F. Pathway ………………………………………………………………………… 8
G. Komplikasi ……………………………………………………………………… 9
H. Penatalaksanaan Medis …………………………………………………………. 9

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian ……………………………………………………………………… 10
B. Diagnosa Keperawatan ……………………………………………………….... 10
C. Rencana Tindakan Keperawatan ……………………………………………...... 10

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………………………….. 12
B. Saran ……………………………………………………………………………. 12

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… 13
BAB I

PEMDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) ialah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria masif,
hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperlipidemia. Angka kejadian SN di
Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per 100.000 anak berusia di bawah 18 tahun per
tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun, dengan
perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSCM Jakarta, sindrom nefrotik merupakan penyebab kunjungan sebagian besar
pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi, dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal
anak yang dirawat antara tahun 1995-2000.
Semua penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan
kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan menyebabkan
terjadinya sindrom ini. Etiologi SN secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu kongenital,
glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik seperti pada
purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sitemik. Sindrom nefrotik pada tahun
pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, merupakan kelainan
kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis buruk.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
1. Mengetahui pengertian sindrom nefrotik
2. Mengetahui etiologi sindrom nefrotik
3. Mengetahui patofisiologi sindrom nefrotik
4. Mengetahui manifestasi sindrom nefrotik
5. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada anak yang mengalami sindrom
nefrotik
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi
Glomerulus merupakan gulungan pembuluh darah kapiler yang berada di dalam
sebuahkapsul sirkuler, yang disebut kapsula Bowman. Secara bersamaan, glomerulus dan
kapsulaBowman disebut dengan korpuskulum renalis. Ginjal manusia memiliki sekitar
satu jutaglomerulus di dalamnya. Glomerulus terdiri atas tiga tipe sel intrinsik: sel endotel
kapiler, selepitel yang dipisahkan dari sel endotel oleh membrana basalis glomerular,
serta sel mesangial.
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke
tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik
intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas
permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120
cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90
cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
B. Definisi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis
ditandai dengan peningkatan protein dalam urin secara bermakna (proteinuria),penurunan
albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema, dan serum kolesterol yang tinggi dan
lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap
kondisi yang ssngat merusak membran kapiler glomerolus dan menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerolus.
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan
protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004)
Sindroma Nefrotik (NEPHROTIC SYNDROME) adalah suatu sindroma (kumpulan
gejala-gejala) yang terjadi akibat berbagai penyakit yang menyerang ginjal dan
menyebabkan:proteinuria (protein di dalam air kemih), menurunnya kadar albumin dalam
darah, penimbunan garam dan air yang berlebihan, meningkatnya kadar lemak dalam
darah.
C. Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap
sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.
Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
a. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya
adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua
pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada
masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita
meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
b. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
1) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
2) Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
3) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan
lebah, racun oak, air raksa.
4) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
c. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan
yaitu: kelainan minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan
glomerulosklerosis fokal segmental.
D. Manifestasi Klinis
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak
pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat
sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering
bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai
resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya
sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka) (Hammersmith et al., 2006).
Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka
pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas
bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan
(pitting edema). Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan
mengalami oozing. Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM
dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena
proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM (Atalas et al., 2002).
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik.
Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus.
Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya.
Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom
nefrotik yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati.
Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan
malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat
menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani (Wisata et al., 2010).
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat
diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan
kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang
berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons
emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri.
Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan
perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu (Atalas et al., 2010).
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International
Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM
mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur (Darnindro dan
Muthalib, 2008).
E. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan
oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum
diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding
kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan
protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari
kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 :
383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri
dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila
kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui
secara fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/
osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial
menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995: 833).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri
menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan
penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal.
Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi
pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium
yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium
ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan
reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume
plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan
memperberat edema. (Husein A Latas, 2002: 383).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan
mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan
lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang
sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun
karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan
arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383).
F. Pathway

Sekunder

Perubahan
permeabilitas glomerulus

Protein terfiltrasi bersama

Urine (proteinuria)

Hilangnya protein plasma

Risiko ketidakseimbangan
Hipoalbuminemia cairan

Risiko gangguan integritas


Tekanan osmotik plasma kulit

Cairan intravaskuler berpindah


ke intersisisal Edema

Volume intravaskuler

Sekresi renin

Renin angiotensin Vasokontrasi


(angiotensin I-II)

Hipertensi
Aldosteron

Reabsorbsi Na dan Perfusi perifer


air tidak efektif

Volumeplasma
G. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada sindrom nefrotik menurut Betz, Cecily L.2002 dan
Rauf, 2002, antara lain :
1. Penurunan volume intravaskular (syok hipovolemik)
2. Kemampuan koagulasi yang berlebihan (trombosis vena)
3. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
4. Kerusakan kulit
5. Infeksi sekunder karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia
6. Peritonotis.
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Medis menurut Mansjoer Arif, 2000 :
a. Istirahat samapai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1
gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari
makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemeid 1mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon
pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari),
selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis
metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
c. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan internasional Cooperative Study of Kidney
Disease in Children (ISKDC),sebagai berikut :
1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas
permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
2) Kemudian dilanjutkan dengan orednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60
mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini
dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
d. Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi.
e. Fungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, status, pendidikan atau
pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama : Keluhan utama ini yang ditanyakan adalah keluhan atau gejala apa
yang menyebabkan pasien berobat
c. Riwayat kesehatan sekarang
d. Riwayat kesehatan dahulu : penyakit yang pernah dialami pasien
e. Riwayat kesehatan keluarga : apakah ada anggota keluaga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyakit sindrom nefrotik
f. Perkajian ll pola fungsional gorden : pola persepsi, pola nutrisi, eliminasi, pola
aktivitas dan latihan, pola tidur dan istirahat, pola hubungan dan peran, pola persepsi
dan konsep diri, pola kognitif, pola seksual, pola koping, dan pola nilai kepercayaan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan faktor risiko penyakit ginjal
2. Risiko gangguan integritas kulit dibuktikan dengan faktor risiko kelebihan volume
cairan
3. Perfusi perifer tidak efektif b.d peningkatan tekanan darah
C. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Risiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan faktor risiko penyakit ginjal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan risiko
ketidakseimbangan cairan menurun dengan kriteria hasil :
(keseimbangan cairan)
1. Asupan cairan cukup menurun (2)
2. Edema menurun (5)
3. Tekanan darah menurun (5)
4. Turgor kulit menurun (5)

Intervensi : Manajemen Cairan

1. Monitor status hidrasi (mis. Turgor kulit, tekanan darah) (O)


2. Monitor status pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit, Na, K, Cl) (O)
3. Catat intake, output dan hitung balans cairan 24 jam (T)
4. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan (T)
5. Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu (K)
2. Risiko gangguan integritas kulit dibuktikan dengan faktor risiko kelebihan volume
cairan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan mampu
untuk mengerti, mencegah, mengurangi ancaman kesehatan dengan kriteria hasil :
(kontrol risiko)
1. Kemapuan mencari informasi tentang faktor risiko meningkat (5)
2. Kemampuan mengidentifikasi faktor risiko meningkat (5)
3. Kemampuan melakukan strategi kontrol risiko meningkat (5)

Intervensi :

1. Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga menerima informasi (O)


2. Monitor kemampuan dan pemahaman pasien dan keluarga setelah edukasi (O)
3. Persiapkan materi dan media edukasi (mis. Formulir balans cairan ) (T)
4. Jadwalkan waktu yang tepat untuk memberikan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakan dengan pasien dan keluarga (T)
5. Berikan kesempatan pasien dan keluarga bertanya (T)
6. Jelaskan tentang definisi, penyebab (penurunan fungsi ginjal) (E)
7. Jelaskan cara penanganan dan pencegahan edema (mis. Timbang BB tiap hari,
balans cairan, obat diuretik, diet tinggi protein, diet rendah garam, antihipertensi)
(E)
8. Instruksikan pasien dan keluarga untuk menjelaskna kembali definisi, penyebab,
gejala dan tanda, penanganan dan pencegahan edema (E).
3. Perfusi perifer tidak efektif b.d peningkatan tekanan darah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan aliran
darah pembuluh darah adekuat dengan kriteria hasil :
(perfusi perifer)
1. Turgor kulit membaik (5)
2. Tekana darah sistolik membaik (5)
3. Tekanan darah diastolik membaik (5)

Intervensi :

1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Edema ) (O)


2. Anjurkan menggunakan obat oenurun tekanan darah, jika perlu (E).
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan
protein urinaris yang massif.
sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai dengan peningkatan protein
dalam urin secara bermakna (proteinuria),penurunan albumin dalam darah
(hipoalbuminemia), edema, dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas
rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap kondisi yang ssngat
merusak membran kapiler glomerolus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas
glomerolus.
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui akhir-akhir ini dianggap
sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen-antibodi.

B. Saran
Demikian makalah ini kami susun dengan harapan dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dalam penulisan makalah, tentunya masih terdapat kesalahan dan kekurangan referensi
yang kami peroleh, karenya kami mohon maaf.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan: Guidelines for
Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta:
EGC.

Wong,L. Donna, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4, EGC :Jakarta

Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.

Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester.
Jakarta: EGC.

Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L. 2002.Keperawatan Pediatrik, Edisi 3,EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai