MAKALAH
NEFROTIK SYNDROME
GLOMERULONEFRITIS KRONI
DISUSUN OLEH:
Khusnul khotimah
(1901012009)
DHARMASRAYA
2020
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang.....................................................................................
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1 Nefrotik syndrome...........................................................................
2.1.1 Defenisi Nefrotik syndrome...............................................................
2.1.2 Etiologo Nefroti syndrome................................................................
2.1.3 Fatofisiologi Nefroti syndrome
2.1.4 Manisfestasi Nefrotik syndrome........................................................
2.1.5 Web of caution nefrotik syndrome....................................................
2.1.6 Komplikasi nefrotik syndrome..........................................................
BAB 3 PENUTUP
1.1.Kesimpulan..........................................................................................
2.2.Saran....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan makalah Nefrotik syndrome.
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
salah satu mata kuliah Keperawaatan anak 2. Dalam penyelesaian makalah ini
penulis banyak mendapat bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik
moril maupun materil. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada Ns sri fawziah, m.kep. selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena
itu segenap saran dan kritik membangun dari berbagai pihak sangat kami
harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr, Wb.
BAB 1
PENDAHULUAN
Hipoalbuminemi
Keadaan ini disebabkan oleh kehilangan sejumlah protein tubuh melalui
urine (proteinuria) dan usus (protein loosing enteropathy), katabolisma
albumin, pemasukan protein yang kurang kerana nafsu makan yang menurun
dan utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal. Jika
kompensasi hepar dalam mensintesa albumin tidak adekuat, akan terjadi
hipoproteinemi.
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis
albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN, hipoalbuminemia
disebabkan oleh protenuria massif dengan akibat penurunan tekanan onkotik
plasma. Oleh itu, untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma, maka hati
berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati
tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein
dapat meningkatkan sintesis albumin hati. Akan tetapi tetap dapat mendorong
peningkatan ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula
terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus
proksimal.
Hiperlipidemi
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein
(HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan
sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan
pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density
lipoprotein dari darah).
Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan
albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.
Lipiduri
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin.
Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis
glomerulus yang permeabel.
Edema
Teori underfil menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan factor
utama terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan
tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravascular ke jaringan
interstisium dan terjadi edema. Oleh kerana itu, ginjal melakukan kompensasi
dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisma kompensasi ini akan
memperbaiki volume intravascular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya
hipoalbuminemia sehingga edema semakin berat.
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal
utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular
meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat
kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium dan edema. Kedua
mekanisma tersebut ditemukan pada pasien SN.
Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini,
misalnya disebutkan bahwa pembentukan edema merupakan proses dinamis.
Didapatkan bahwa volume plasma menurun secara bermakna pada saat
pembentukan edema dan meningkat selama fase diuresis.
Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S,
C dan plasminogen activating factor dalam urin.
Porteinuria masif
MK : Resiko tinggi infeksi
Hipoproteinemia
Hipoalbumin
Volume Hiperlipidemia
Sekresi
plasma
ADH
Malnutrisi
Efusi pleura
MK : Kelebihan volume
cairan
Sesak
Penatalaksanaan
Hospitalisasi
3
MK : Kecemasan MK : Kurang pengetahuan :
kondisi, prognosa dan
program perawatan
2.1.6 Komplikasi nefrotik sindrom
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sindrom nefrotik adalah:
1. Infeksi sekunder: mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah
akibat hipoalbuminemia
2. Syok : terjadi terutama hipoalbuminemia berat (<1mg/100ml) yang
menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok
3. Thrombosis vaskuler: mungkin karena gangguan system koagulasi
sehingga terjadi peninggian fibrinogen atau faktor V,VII,VIII dan X.
Trombus lebih sering terjadi pada sistem vena apalagi bila disertai
pengobatan kortikosteroid.
4. Malnutrisi
5. Gagal ginjal
2.2 syndrome Nefrotik Akut
Proteinuria
Penurunan tingkat albumin dalam darah
akumulasi garam dan air
2.2.4 Patofisiologi
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada
glomerulus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun
(antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran
basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi
pada membran basalis glomerulus.Kompleks-kompleks ini
mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama
pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini
dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran
basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan
terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam
kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan
komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera
kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan
karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan
miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular
serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta
komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat
diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang
dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.Hipotesis
lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya,
terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut.
Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang
kemudian mengendap di ginjal.Streptokinase yang merupakan sekret
protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase
mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin.
Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga
terjadi cascade dari sistem komplemen.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah
kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon
mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa
ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-
sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi
simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau
subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa,
seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan
kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan
proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus
berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke
dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.Mekanisme
yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit
kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui,
walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah
satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung
menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi
sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-
kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus
membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat
berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun
terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme
pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan
demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas
dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada
glomerulonefritis akut post steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai
penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada
membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam
tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus
mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat
anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.
2.2.5 Tata Laksana
Istirahat selama 2 minggu
Berikan penisilin pada fase akut
Makanan pada fase akut berikan makanan rendah protein (1g / BB kg
/ hari) dan rendah garam ( 1 g/ hari)
Obati hipertensi
Bila anuria berlangsung lama ( 5-7 hari) maka ureum harus
dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya,
peritoneum dan hemodialysis
Diuretik furosemid inttravena ( 1 mg /BB kg / hari) dalm 5-10 menit
tidak berakibat pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
Bila timbul gagal jantung, berikan digitalis, sedatifum dan oksigen.
Tirah baring sela
2.3 Glomerulonefritis kronis
2.3.1 Definisi Glomerulonefritis kronis
Glomerulonefritis kronis ialah diagnosis klinis berdasarkan
ditemukannya hematuria dan proteinuria yang menetap (Mansjoer, et.
al, 2000),Glomerolusnefritis Kronis adalah suatu kondisi peradangan yg
lama dari sel-sel glomerolus. Kelainan ini dapat terjadi akibat
glomerolonefritis akut yg tidak membaik atau timbul secara spontan
(Muttaqin & Sari, 2011). Pada umumnyamerupakan penyakit yang
berkembang secara lambat dan menimbulkan pengerutan.
Penyakit – penyakit
Glomerulusnefritis Kerusakan glomerulus secara progresif
penyebab
akut
Glomerulusnefritis knonis
Anemia
Hipertensi sitemik Dispnea
MK : Gg
perfusi
MK : Penurunan curah MK : intoleransi jaringan
jantung aktivitas
Defusi cairan ke
GFR ekstra sel
Mual, muntah
Oliguri MK : Resiko kerusakan
integritas kulit Anoreksia
MK : Kelebihan volume
cairan
MK : Nutrisi Kurang
dari kebutuhan tubuh
2.3.6 Komplikasi glomerulonefritis kronis
Komplikasi dari glomerulonefritis adalah :
1. Oliguri sampai anuria yang dapat
berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi
glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia. Walaupun oliguria atau anuria
yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan
peritoneum dialisis (bila perlu).
2. Ensefalopati hipertensi, merupakan gejala
serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan,
pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme
pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dipsneu,
ortopneu, terdapat ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya
tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah tetapi
juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
membesardan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya
hipervolemia disamping sintesis eritropoietik yang menurun.
5. Gagal Ginjal Akut (GGA)
BAB 3
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Glomerunefritis merupakan penyakit perdangan ginjal bilateral.Gejala-
gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah rasa lelah,
anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang
paling sering ditemukan adalah :hematuria, oliguria,edema,hipertensi.Tujuan
utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk Meminimalkan
kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal,
Meningkatkan fungsi ginjal.
Sedangkan nefrotik sindrom adalah keadaan klinis yang ditandai
dengan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema.
Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi
glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit
autoimun.Edema merupakan gejala utama penyakit nefrotik sindrom. Tujuan
pengobatan adalah untuk mengatasi penyebabnya.
1.2 Saran
1. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama
mahasiswa keperawatan.
2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan.
3. Semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi
dan forum terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
EGC
EGC