Anda di halaman 1dari 28

UNIVERSITAS DHARMAS INDONESIA

MAKALAH

NEFROTIK SYNDROME

SYNDROME NIFROTIK AKUT

GLOMERULONEFRITIS KRONI

DISUSUN OLEH:
Khusnul khotimah
(1901012009)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATANFAKULTAS ILMU


KESEHATAN

UNIVERSITAS DHARMAS INDONESIA

DHARMASRAYA

2020
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang.....................................................................................
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1 Nefrotik syndrome...........................................................................
2.1.1 Defenisi Nefrotik syndrome...............................................................
2.1.2 Etiologo Nefroti syndrome................................................................
2.1.3 Fatofisiologi Nefroti syndrome
2.1.4 Manisfestasi Nefrotik syndrome........................................................
2.1.5 Web of caution nefrotik syndrome....................................................
2.1.6 Komplikasi nefrotik syndrome..........................................................

2.2 syndrome nefrotik akut..............................................................


2.2.1 Defenisi syndrome nefrotik akut....................................................
2.2.2 Etiologi syndrome nefrotik akut...................................................
2.2.3 Manifestasi klinis syndrome nefrotik akut.....................................
2.2.4 Fatofisiologi syndrome nefrotik akut............................................
2.2.5 Tatalaksana..................................................................................

2.3 Glomerulonefritis Kronis...................................................................


2.3.1 Definisi glomerulonefritis kronis.......................................................
2.3.2 Etiologi glomerulonefritis kronis.......................................................
2.3.3 Patofisiologiglomerulonefritis kronis................................................
2.3.4 Manifestasi glomerulonefritis kronis.................................................
2.3.5 Web of cautionglomerulonefritis kronis............................................
2.3.6 Komplikasi glomerulonefritis kronis.................................................

BAB 3 PENUTUP
1.1.Kesimpulan..........................................................................................
2.2.Saran....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan makalah Nefrotik syndrome.
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
salah satu mata kuliah Keperawaatan anak 2. Dalam penyelesaian makalah ini
penulis banyak mendapat bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik
moril maupun materil. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada Ns sri fawziah, m.kep. selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena
itu segenap saran dan kritik membangun dari berbagai pihak sangat kami
harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr, Wb.
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria
dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh
nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal.
Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827
sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai
etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk
glomerulonefritis (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2011).
Indonesia melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit
pendidikan dalam 12 bulan. Jumlah pasien di Surabaya (26,5%), Pasien laki-
laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8
tahun (40,6%) (Wahab, 2000).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau
secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan
gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau
hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan
berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar
80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal (Wahab,
2000).
Glomerulonefritis dapat menyebabkan terjadinya nefrotik sindrom.
Neprotik Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya
injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik : proteinuria,
hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema (Suryadi,
2001).
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Nefrotik syndrome
2.1.1 Definisi Nefrotik syndrome
Nefrotik Syndrom adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno dkk, 2000).Nefrotik sindrom
adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif
yang keluar lebih dari 3,5 gram per hari/ 1,73m luas permukaan tubuh,
hipoalbuminemia (kurang dari 3,5 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria,
hiperkoagulabilitas. Status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang menyebabkan
kehilangan protein yang masif, hal ini adalah pengertian sindrom nefrotik
(Wong, D L, 2004)
Nefrotik sindrom adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Membran dari saringan glomerulus
pada penderita menjadi sangat permeabel (mudah dilewati) oleh molekul
protein (Naga, 2012).

2.1.2 Etiologi nefrotik sindrom


Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan
glomerulonefritis sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan
penghubung (connective tissue disease), akibat obat atau toksin dan akibat
penyakit sistemik
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen –
antibodi.

Umumnya etiologi dibagi menjadi :


1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien
meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh malaria kuartana atau parasit lainnya, penyakit
kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid,
glumerulonefritis akut atau kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia
seperti trimetadion paradion penisilamin garam emas air raksa amiloidosis
penyakit sel sabit hiperprolinemia nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer.
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, dibagi menjadi :
a. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu.
Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding
kapiler glomerulus.
b. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
c. Glomerulonefritis proliferatif
 Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel
mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan
sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
 Dengan penebalan batang lobular : terdapat prolefirasi sel mesangial
yang tersebar dan penebalan batang lobular.
 Dengan bulan sabit (crescent) : didapatkan proliferasi sel mesangial
dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis
buruk.
 Glomerulonefritis membranoproliferatif : proliferasi sel mesangial
dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di
mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis
buruk.
 Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.
d. Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai
atrofi tubulus. Prognosis buruk.
2.1.3 Patofisiologi nefrotik sindrom
Reaksi antigen – antibodi menyebabkan permeabilitas membran basalis
glomerulus meningkat diikuti oleh kebocoran protein (albumin).
Proteinuri :
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar
berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian
kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas
membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang diekskresikan
dalam urin adalah albumin. Protein lain yang diekskresi adalah globulin
pengikat tiroid, IgG, IgA, antitrombin III dan protein pengikat vitamin D.
Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan
kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kD
melalui membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective
barrier (suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier. Pada
nefropati lesi minimal, proteinuri disebabkan terutama oleh hilangnya charge
selectivity sedangkan pada nefropati membranosa disebabkan terutama oleh
hilangnya size selectivity.

Hipoalbuminemi
Keadaan ini disebabkan oleh kehilangan sejumlah protein tubuh melalui
urine (proteinuria) dan usus (protein loosing enteropathy), katabolisma
albumin, pemasukan protein yang kurang kerana nafsu makan yang menurun
dan utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal. Jika
kompensasi hepar dalam mensintesa albumin tidak adekuat, akan terjadi
hipoproteinemi.
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis
albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN, hipoalbuminemia
disebabkan oleh protenuria massif dengan akibat penurunan tekanan onkotik
plasma. Oleh itu, untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma, maka hati
berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati
tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein
dapat meningkatkan sintesis albumin hati. Akan tetapi tetap dapat mendorong
peningkatan ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula
terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus
proksimal.

Hiperlipidemi
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein
(HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan
sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan
pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density
lipoprotein dari darah).
Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan
albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.

Lipiduri
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin.
Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis
glomerulus yang permeabel.

Edema
Teori underfil menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan factor
utama terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan
tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravascular ke jaringan
interstisium dan terjadi edema. Oleh kerana itu, ginjal melakukan kompensasi
dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisma kompensasi ini akan
memperbaiki volume intravascular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya
hipoalbuminemia sehingga edema semakin berat.
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal
utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular
meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat
kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium dan edema. Kedua
mekanisma tersebut ditemukan pada pasien SN.
Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini,
misalnya disebutkan bahwa pembentukan edema merupakan proses dinamis.
Didapatkan bahwa volume plasma menurun secara bermakna pada saat
pembentukan edema dan meningkat selama fase diuresis.

Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S,
C dan plasminogen activating factor dalam urin.

Kerentanan terhadap infeksi


Penurunan kadar imunoglobulin IgG dan IgA karena kehilangan lewat
ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan
peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti
Streptococcus pneumonia, Klebsiella, Haemophilus. Pada SN juga terjadi
gangguan imunitas yang diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan
peritonitis.

2.1.4 Manifestasi klinis nefrotik sindrom


Gejala utama yang ditemukan adalah :
1. Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-
anak.
2. Hipoalbuminemia < 30 g/l.
3. Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat
ditemukan  edema muka, ascxites dan efusi pleura.
4. Anorexia
5. Fatique
6. Nyeri abdomen
7. Berat badan meningkat
8. Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.
9. Hiperkoagualabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena
dan arteri.

Gejala awal Sindrom Nefrotik dapat berupa: 


1. Berkurangnya nafsu makan
2. Pembengkakan kelopak mata
3. Nyeri perut
4. Pengkisutan otot
5. Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air
6. Air kemih berbusa
Edema merupakan gejala utama, bervariasi dari bentuk ringan sampai
berat dan merupakan gejala satu-satunya yang nampak. Edema mula-mula
Nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat
atau anasarka sering disertai edema pada genetalia eksterna. Edema pada perut
terjadi karena penimbunan cairan. Sesak napas terjadi karena adanya cairan
dirongga sekitar paru-paru (efusi pleura). Gejala yang lainnya adalah edema
lutut dan kantung zakar (pada pria). Edema yang terjadi seringkali berpindah-
pindah, pada pagi hari cairan tertimbun di kelopak mata atau setelah berjalan,
cairan akan tertimbun di pergelangan kaki. Pengkisutan otot bias tertutupi oleh
edema. Selain itu edema anasarka ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya
nafsu makan karena edema mukosa usus. Umbilikalis, dilatasi vena, prolaks
rectum, dan sesak dapat pula terjadi akibat edema anasarka ini. (2
Bermacam-macam manifestasi klinik diungkapkan oleh beberapa ahli
diantaranya menurut Wong, 2004, yaitu : penambahan berat badan ; edema;
wajah sembab khususnya di sekitar mata, timbul pada saat bangun pagi
berkurang saat siang hari; pembengkakan abdomen (acites) ; kesulitan
pernafasan; pembengkakan labia atau skrotal; edema mukosa usus ; diare,
anoreksia, absorpsi buruk ; pucat kulit eksterm (sering) ; peka rangsang ;
mudah lelah ; letargi ; tekanan darah normal atau sedikit menurun ; kerentanan
terhadap infeksi ; perubahan urin menurunnya volume urine, warnanya gelap,
berbau buah.
Sedangkan menurut Betz dan Sowden (2002) retensi cairan dan edema
yang menambah berat badan, edema periorbital, edema dependen,
pembengkakan genetalia, eksterna, edema fasial, asites, hernia ingunalis dan
distensi abdomen, efusi pleural. Penurunan jumlah urin (urin gelap, berbusa).
Hematuria, anoreksia, diare, pucat, gagal tumbuh, pelisutan otot jangka
panjang.
Manifestasi utama adalah edema biasanya lunak dan cekung bila
ditekan. Dan umumnya ditemukan di mata, ekstermitas, abdomen. Gejala lain
seperti malaise, sakit kepala, iritabilitas dan keletihan umumnya terjadi.
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Dari bermacam-macam manifestasi klinik diungkapkan oleh beberapa
ahli, dapat disimpulkan bahwa pada intinya manifestasi klinik sindrom nefrotik
antara lain : yang utama adalah edema akibat retensi cairan yang dapat timbul
diberbagai bagian tubuh sehingga terjadi kenaikan berat badan. Gejala lainnya
anoreksia, diare, pucat, gagal tumbuh, pelisutan otot jangka panjang. malaise,
sakit kepala, iritabilitas. Penurunan jumlah urin (urin gelap, berbusa),
hematuria.
2.1.5 Web of caution nefrotik sindrom
Etiologi :
- Autoimun Glomerulus
- Pembagian
secara umum
Permiabilitas
glomerulus 
Sistem imun
menurun

Porteinuria masif
MK : Resiko tinggi infeksi

Hipoproteinemia
Hipoalbumin

Hipovolemia Sintesa protein


Tekanan onkotik plasma  hepas 

Volume Hiperlipidemia
Sekresi
plasma 
ADH 
Malnutrisi

Retensi natrium renal 


Reabsorbsi
air dan Edema MK : Nutrisi Kurang dr
natrium kebt tubuh
Usus

Efusi pleura
MK : Kelebihan volume
cairan

Sesak

Penatalaksanaan

Hospitalisasi

3
MK : Kecemasan MK : Kurang pengetahuan :
kondisi, prognosa dan
program perawatan
2.1.6 Komplikasi nefrotik sindrom
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sindrom nefrotik adalah: 
1. Infeksi sekunder: mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah
akibat hipoalbuminemia
2. Syok : terjadi terutama hipoalbuminemia berat (<1mg/100ml) yang
menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok
3. Thrombosis vaskuler: mungkin karena gangguan system koagulasi
sehingga terjadi peninggian fibrinogen atau faktor V,VII,VIII dan X.
Trombus lebih sering terjadi pada sistem vena apalagi bila disertai
pengobatan kortikosteroid.
4. Malnutrisi
5. Gagal ginjal
2.2 syndrome Nefrotik Akut

2.2.1 Definisi Nefrotik Akut


Sindrom nefritik merupakan sindrom (kumpulan gejala) yang terjadi
akibat berbagai penyakit yang mempengaruhi ginjal yang menyebabkan:

 Proteinuria
 Penurunan tingkat albumin dalam darah
 akumulasi garam dan air

Sindrom nefritik akut (SNA) merupakan penyakit pada glomerulus yang


ditandai oleh edema, hematuria, hipertensi dan insufisiensi ginjal. Penyebab
tersering sindrom nefritik akut di Indonesia adalah infeksi streptokokus b
hemolitikus grup A. Tidak semua penderita sindrom nefritik akut
menunjukkan hematuria makroskopik.

2.2.2 Etiologi syndrome nefrotik akut


Sindroma nefritik akut bisa timbul setelah suatu infeksi oleh
streptokokus, misalnya strep throat. Kasus seperti ini disebut
glomerulonefritis pasca streptokokus. Glomeruli mengalami kerusakan
akibat penimbunan antigen dari gumpalan bakteri streptokokus yang
mati dan antibodi yang menetralisirnya. Gumpalan ini membungkus
selaput glomeruli dan mempengaruhi fungsinya.

           Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2 minggu)


setelah infeksi dan bakteri streptokokus telah mati, sehingga pemberian
antibiotik akan efektif. Glomerulonefritis pasca streptokokus paling
sering terjadi pada anak-anak di atas 3 tahun dan dewasa muda. Sekitar
50% kasus terjadi pada usia diatas 50 tahun.
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul
setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh
kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25,
49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14
hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi
kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.

2.2.3 Manifestasi Klinik


Sekitar 50% penderita tidak menunjukkan gejala. Gejala yang
muncul sekitar 1-2 minggu setelah infeksi faringeal oleh streptokokus
ataupun 4-6 minggu setelah pioderma karena streptokokus.
Jika ada gejala, yang pertama kali muncul adalah penimbunan cairan
disertai pembengkakan jaringan (edema), berkurangnya volume air
kemih dan air kemih berwarna gelap karena mengandung darah. Edema
muncul dari retensi garam dan air dan nefrotik sindrom bisa muncul
pada 10-20% kasus. Edeme subglotis akut dan membahayakan jalan
napas juga telah dilaporkan.
Pada awalnya edema timbul sebagai pembengkakan di wajah dan
kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai dan bisa
menjadi hebat. Tekanan darah tinggi dan pembengkakan otak bisa
menimbulkan sakit kepala, gangguan penglihatan dan gangguan fungsi
hati yang lebih serius.
Gejala spesifik seperti malaise, letargi, nyeri abdomen, dan demam
kadang muncul. Abnormalitas akut secara general akan selesai pada 2-3
minggu; C3 komplemen dapat normal pada 3 hari awal atau paling
lambat 30 hari setelah onset. Walaupun mikroskopik hematuri dapat
muncul selama setahun, kebanyakan anak sembuh sempurna. Keadaan
ginjal yang memburuk secara persisten, abnormalitas urin selama 18
bulan, Hipokomplementemia persisten, dan sindrom nefrotik adalah
tanda berbahaya. Jika salah satu muncul, maka merupakan indikasi
untuk biopsi renal. Sekitar 50% penderita tidak menunjukkan gejala.
Jika ada gejala, yang pertama kali muncul adalah penimbunan cairan
disertai pembengkakan jaringan (edema), berkurangnya volume air
kemih dan air kemih berwarna gelap karena mengandung darah.
Sindrom nefritik akut mengikuti infeksi saluran pernapasan atau infeksi
pada kulit yang disebabkan oleh strain “nefritogenik” dari streptokokus
ß-hemolitikus group A. Faktor yang menyebabkan hanya strain
“nefritogenik” dari streptokokus ß-hemolitikus group A ini belum
diketahui secara pasti. Sindrom nefritik akut biasnaya mengikuti
streptokokus faringeal, selama musim hujan dan infeksi streptokokus
pada kulit atau pioderma selama musim panas. Walaupun epidemik dari
nefritis telah dijelaskan dalam hubungannya dengan infeksi
tenggorokan (serotipe 12) dan infeksi kulit (serotipe 49), pneyakit ini
secara umum bersifat sporadis.

2.2.4 Patofisiologi
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada
glomerulus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun
(antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran
basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi
pada membran basalis glomerulus.Kompleks-kompleks ini
mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama
pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini
dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran
basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan
terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam
kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan
komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera
kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan
karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan
miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular
serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta
komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat
diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang
dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.Hipotesis
lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya,
terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut.
Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang
kemudian mengendap di ginjal.Streptokinase yang merupakan sekret
protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase
mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin.
Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga
terjadi cascade dari sistem komplemen.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah
kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon
mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa
ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-
sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi
simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau
subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa,
seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan
kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan
proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus
berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke
dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.Mekanisme
yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit
kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui,
walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah
satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung
menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi
sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-
kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus
membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat
berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun
terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme
pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan
demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas
dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada
glomerulonefritis akut post steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai
penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
 Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada
membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
 Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam
tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
 Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus
mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat
anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.
2.2.5 Tata Laksana
 Istirahat selama 2 minggu
 Berikan penisilin pada fase akut
 Makanan pada fase akut berikan makanan rendah protein (1g / BB kg
/ hari) dan rendah garam  ( 1 g/ hari)
 Obati hipertensi
 Bila anuria berlangsung lama ( 5-7 hari) maka ureum harus
dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya,
peritoneum dan hemodialysis
 Diuretik furosemid inttravena ( 1 mg /BB kg / hari) dalm 5-10 menit
tidak berakibat pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
 Bila timbul gagal jantung, berikan digitalis, sedatifum dan oksigen.
 Tirah baring sela
2.3 Glomerulonefritis kronis
2.3.1 Definisi Glomerulonefritis kronis
Glomerulonefritis kronis ialah diagnosis klinis berdasarkan
ditemukannya hematuria dan proteinuria yang menetap (Mansjoer, et.
al, 2000),Glomerolusnefritis Kronis adalah suatu kondisi peradangan yg
lama dari sel-sel glomerolus. Kelainan ini dapat terjadi akibat
glomerolonefritis akut yg tidak membaik atau timbul secara spontan
(Muttaqin & Sari, 2011). Pada umumnyamerupakan penyakit yang
berkembang secara lambat dan menimbulkan pengerutan.

2.3.2 Etiologi glomerulonefritis kronis


Menurut Naga (2012) glomerulonefritis kronis merupakan kelanjutan
dari glomerulonefrtis akut, terkadang dapat disebabkan oleh penyakit lain
misalnya pielonefritis, anomali kongenital pada kedua ginjal, penyakit ginjal
oleh analgesik, diabetes melitus dan penyakit-penyakit yang jarang ditemuka
seperti amiloidosis.
Menurut Price (2010) penyebab dari belum diketahui asal usulya, dan
biasanya baru ditemukan pada stadium yang lebih lanjut ketika gejala-gejala
insufiensi ginjal timbul(ginjal atrofi). Manifestasi renal karena penyakit –
penyakit sistemik seperti : SLE, DM, Amyloid disease. Penyakit ini biasanya
merupakan lanjutan dari glomerulonefritis akut.

2.3.3 Patofisiologi glomerulonefritis kronis


Glomerulonefritis kronis,awalnya seperti glomerulonefritis akut atau
tampak sebagai tipe reaksi antigen/antibody yang lebih ringan,kadang-kadang
sangat ringan,sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulang infeksi ini,
ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal,dan terdiri
dari jaringan fibrosa yang luas, korteks mengecil menjadi lapisan yang
tebalnya 1-2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sistem
korteks,menyebabkan permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah glomeruli
dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut,dan cabang-cabang arteri renal
menebal. Akhirnya terjadi perusakan glomerulo yang parah, menghasilkan
penyakit ginjal tahap akhir (ESRD).
1. Penurunan GFR
Pemeriksaan klirens kreatinin dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
mendeteksi  penurunan GFR. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens
kretinin akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah
(BUN) juga akan meningkat.
2. Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan
klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal).
3. Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium
sehingga  meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif
dan hipertensi.
4. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran GI.
5. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan
menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya akan terjadi penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium
ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal,
tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya
kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan
penyakit tulang.
6. Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan
parathormon.
(Smeltzer dan Suzanne, 2002)

2.3.4 Manifestasi klinis glomerulonefritis kronis


Dapat tanpa keluhan sampai terjadi gagal ginjal. Lemah, lesu, nyeri
kepala, gelisah, mual, dan kejang pada stadium akhir. Edema sedikit pada kaki,
urine bening dan terdapat isostenuria dalam hal ini urin akan mengandung
protein dan kadang - kadang beberapa sel eritrosit tetapi pada umumnya tidak
terdapat bakteri, tekanan darah akan meningkat dikarenakan retensi natrium
dan aktivasi sistem renin angiotensin. Secara perlahan – lahan akan timbul
dipsnea pada saat melakukan aktivitas fisik atau dalam keadaan bekerja dan
melakukan kegiatan disnea akan semakin berat dengan adanya anemia
normositik yang berat, akibat ginjal yang sangat kecil sehingga tidak dibentuk
lagi hormon eritropoetin. Bila pasien memasukin fase nefrotik dari
glomerulonefritis kronis, maka edema bertambah jelas, fungsi ginjal menurun,
dan anemia bertambah berat, diikuti tekanan darah yang mendadak meningi.
Kadang-kadang terjadi ensefalopati hipertensif dan gagal jantung yang berakhir
dengan kematian.
Kecepatan filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate/GFR) kurang
dari 5 ml/menit (normal 110 ml/menit), kadar ureum meningkat 400-700 mg%
(normal 40 mg%)
2.3.5 Web of caution glomerulonefritis kronis

Manifestasi renal Infeksi sistem respirasi oleh Streptokokus


karena penyakit – Beta Hemolitikus group A tipe
penyakit sistemik nefritogenik

Reaksi antigen-antibodi dalam darah

Pengendapan kompleks antigen-antibodi


di kapiler glomerulus

Timbul lesi dan peradangan

Penyakit – penyakit
Glomerulusnefritis Kerusakan glomerulus secara progresif
penyebab
akut

Glomerulusnefritis knonis

Penumpukan toksik Respon asidosis metabolik Respon hemetologis


uremik, dan sindrom uremia pada produksi eritropoetin
ketidakseimbangan cairan sistem saraf dan
dan elektrolit pernapasan

Anemia
Hipertensi sitemik Dispnea

Beban jantung MK : Pola napas Lemah, Hipoksia


tidak efektif letih, lesu, jaringan
lunglai,
Curah jantung lelah

MK : Gg
perfusi
MK : Penurunan curah MK : intoleransi jaringan
jantung aktivitas

Pusat mual dimedula oblogata


berdekatan dg pusat pernapasan
terangsang oleh asidosis

Mual, muntah, anoreksia MK : Nutrisi Kurang


dari kebutuhan tubuh
Lanjutan WOC Glomerulusnefritis knonis

Fungsi ginjal Diet rendah protein hipoalbuminemia

Defusi cairan ke
GFR ekstra sel

Aldosteron Retensi cairan


dirongga perut

Retensi Na+ asites

Menekan isi perut


Retensi H2O Edema

Mual, muntah
Oliguri MK : Resiko kerusakan
integritas kulit Anoreksia

MK : Kelebihan volume
cairan
MK : Nutrisi Kurang
dari kebutuhan tubuh
2.3.6 Komplikasi glomerulonefritis kronis
Komplikasi dari glomerulonefritis adalah :
1. Oliguri sampai anuria yang dapat
berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi
glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia. Walaupun oliguria atau anuria
yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan
peritoneum dialisis (bila perlu).
2. Ensefalopati hipertensi, merupakan gejala
serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan,
pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme
pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dipsneu,
ortopneu, terdapat ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya
tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah tetapi
juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
membesardan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya
hipervolemia disamping sintesis eritropoietik yang menurun.
5. Gagal Ginjal Akut (GGA)
BAB 3
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Glomerunefritis merupakan penyakit perdangan ginjal bilateral.Gejala-
gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah rasa lelah,
anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang
paling sering ditemukan adalah :hematuria, oliguria,edema,hipertensi.Tujuan
utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk Meminimalkan
kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal,
Meningkatkan fungsi ginjal.
Sedangkan nefrotik sindrom adalah keadaan klinis yang ditandai
dengan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema.
Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi
glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit
autoimun.Edema merupakan gejala utama penyakit nefrotik sindrom. Tujuan
pengobatan adalah untuk mengatasi penyebabnya.

1.2 Saran
1. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama
mahasiswa keperawatan.
2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan.
3. Semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi
dan forum terbuka.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, C. L., dan Sowden, L. A.(2000) Buku Saku Keperawatan

Pediatrik, Ed 3. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth. (2003) Medical Surgical Nursing (Perawatan

Medikal Bedah). Jakarta : EGC

Doengoes, M. E., et. al, (2000) Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :

EGC

Donna L, Wong(2004) Pedoman Klinis Keperawatan Anak. Jakarta:

EGC

Mansjoer, A, dkk. (2000) Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 2.

Jakarta : Penerbit Media Aesculapius

Naga, S. S. (2012)Buku panduan lengkap ilmu penyakit dalam.

Jogjakarta : DIVA pres

Price, Sylvia A, (2010)Patofisiologi :konsep klinis proses-proses

penyakit, ed 6. Jakarta : EGC

Putri, T. (2009) Nefrotik sindrom. Diperoleh dari

htttp://one.indoskripsi.com diakses tanggal 11 Maret 2014 pukul 08:20 WIB

Rusepno H, dkk. (2000). Ilmu Kesehaatan Anak 2. Jakarta : Infomedica

Smeltzer,Suzanne C. (2002).Buku ajar keperawatan medical bedah

Brunner & Suddart,Jakarta : EGC

Smeltzer, S.Cdan Bare B.E.(2002)Buku Ajar Keperawatan Medical

Bedah, Brunner and Suddarth edisi 8 volume 2. Jakarta: EGC


Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (2011)Glomerulonefritis

akut. Jakarta : Infomedika

Wahab, A. S.(2000)Ilmu Kesehatan Nelson vol 3, Ed 15.Jakarta : EGC

Suryadi dan Yuliani, R. (2001)Praktek klinik Asuhan Keperawatan

Pada Anak. Jakarta : Sagung Seto.

Yusri (2011) Gambaran umum mengenai sindrom nefrotik. Diperoleh

dari http://www.kesehatan123.com/2291/sindrom-nefrotik/ diakses tanggal 12

Maret 2014 pukul 19:35 WIB

Anda mungkin juga menyukai