Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

DI SUSUSN OLEH

NAMA : DEWI HARTINI

NIM : 1901012011

PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU


KESEHATAN UNIVERSITAS DHARMAS INDONESIA

DHARMAS RAYA TAHUN 2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah Pengkajian
Pasien Paliatif ini tepat pada waktu yang telah ditentukan.
         Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari semua
pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah ini
baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
         Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi
kalimat, isi maupun dalam penyusunan. oleh karen itu, kritik dan saran yang membangun dari
dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.............................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................5
C. TUJUAN PENULISAN...........................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN HOLISTIK....................................................................6
B. INSTRUMEN PENGKAJIAN MENGENAI PROGNOSIS DAN STATUS
FUNGSIONAL........................................................................................6
C. PENGKAJIAN FUNGSI FISIK.............................................................7
D. PENGKAJIAN PSIKOLOGIS...............................................................16
E. PENGKAJIAN SPIRITUAL..................................................................17
F. PENGKAJIAN BUDAYA.......................................................................18
G. PENGKAJIAN PROGNOSIS................................................................20
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN........................................................................................21
B. SARAN.....................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi
dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya
baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual (WHO, 2016)[ CITATION Has18 \l 14345 ]
Perkiraan jumlah orang yang membutuhkan perawatan paliatif pada akhir
kehidupan sebanyak 20,4 juta, dan kebutuhan perawatan paliatif akhir kehidupan pada
usia dewasa secara global diatas 19 juta (WHO, 2014) Perawatan pasien paliatif harus
berfokus pada berbagai masalah eksistensial baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual
untuk mempromosikan rasa pasien yang bermartabat (Albers, et.al, 2013) [ CITATION
Has18 \l 14345 ].
Perawatan paliatif berupaya meringankan penderitaan penderita yang sudah
sakit parah dan tidak dapat disembuhkan seperti misalnya kanker stadium akhir,
penderita penyakit motor neuron, penyakit degeneratif saraf dan penderitaHIV/AIDS.
Pada akhirnya penderita diharapkan dapat menjalani hari-hari sakitnya dengan
semangat dan tidak putus asa serta memberi dukungan agar mampu melakukan hal-
hal yang masih bisa dilakukan dan bermanfaat bagi spiritual penderita [ CITATION Ani16
\l 14345 ].

Perawatan paliatif lebih berfokus pada dukungan dan motivasi ke penderita. Kemudian setiap
keluhan yang timbul ditangani dengan pemberian obat untuk mengurangi rasa sakit.
Perawatan paliatif ini bisa mengeksplorasi individu penderita dan keluarganya bagaimana

memberikan perhatian khusus terhadap penderita, penanggulangannya serta


kesiapan untuk menghadapi kematian[ CITATION Ani16 \l 14345 ]
Perawatan paliatif dititikberatkan pada pengendalian gejala dan keluhan, serta
bukan terhadap penyakit utamanya karena penyakit utamanya tidak dapat
disembuhkan. Dengan begitu penderita terbebas dari penderitaan akibat keluhan dan
bisa menjalani akhir hidupnya dengan nyaman[ CITATION Ani16 \l 14345 ].
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah makalah ini yaitu mengenai pengkajian pada pasien
paliatif dengan rincian :
1. Pengkajian Holistik.
2. Instrumen pengkajian yang digunakan.
3. Pengkajian fungsi fisik.
4. Pengkajian spiritual.
5. Pengkajian budaya.
6. Pengkajian prognosis.
C. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
Adapun tujuan pembuatan makalah yakni untuk memenuhi tugas mata ajar
kuliah “Keperawatan Menjelang Ajal” dan menambah informasi kepada pembaca.

BAB II
PEMBAHASAN

Perawatan suportif dan paliatif bertujuan untuk meringankan gejala dan mengurangi
distress psikososial yang dialami oleh pasien dan keluarganya. Pengkajian gejala dan keluhan
pasien merupakan hal yang sangat penting, mengingat gejala maupun keluhan berhubungan
langsung dengan tingkat distress, kualitas hidup, dan peluang untuk bertahan hidup pasien.
Gejala dan keluhan juga dapat berhubungan dengan penyakit itu sendiri, perawatan dan
pengobatan, serta kemungkinan adanya penyakit penyerta lainnya[ CITATION Yod18 \l 14345 ]

A. PENGKAJIAN HOLISTIK
Melakukan pengkajian secara komprehensif dan multidimensi pada pasien
dengan penyakit pada tahap lanjut yang disertai berbagai gejala dan keluhan.
B. INSTRUMEN PENGKAJIAN MENGENAI PROGNOSIS DAN STATUS
FUNGSIONAL
Status fungsional merupakan predictor independen terhadap kemampuan
pasien untuk dapat bertahan hidup. The Karnfosky Performance Scale (KPS) dan the
Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) merupakan instrument yang telah
digunakan secara luas untuk mengkaji fungsi fisik terutama pada pasien kanker.
The Karnfosky Performance Scale status score sangat membantu untuk dapat
menghasilkan pasien berdasarkan kemampuan dan tingkat status fungsionalnya.
Factor-faktor lain yang berkontribusi terhadap gangguan fungsional pada pasien
dengan kanker stadium lanjut seperti kemampuan komunikasi, status mental, tingkat
nyeri dan intensitas dyspnea. Pada kebanyakan pasien dengan penyakit yang serius,
dan memiliki skor KPS yang rendah maka hal tersebut mengindikasikan bahwa
tingkat harapan hidup pasien juga rendah

The ECOG score digunakan untuk mengukur intensitas dari suatu penyakit
kanker yang dapat mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari yang dinilai berupa
makan/minum, mandi, berpakaian, berdandan, berkemih dan buang air besar, dan
berpindah.. Skala yang digunakan mulai dari rentang nilai 0 yang berarti aktif secara
penuh dengan tanpa adanya keterbatasan, hingga nilai 5 yang berarti kematian.
Adapun kuesioner kehidupan sehari-hari bersifat instrumental yang digunakan untuk
menilai bagaimana pasien mampu melakukan aktifitas sehari-hari yang kompleks
seperti menyediakan sarapan, mencuci pakaian, dan sebagainya.
C. PENGKAJIAN FUNGSI FISIK
Penurunan status fungsional memungkinkan adanya hubungan dengan kondisi
seperti nyeri berat yang tiba-tiba, delirium, dyspnea dengan usaha yang minimal,
kerusakan saraf yang ireversibel. Olehnya itu pengkajian fungsi fisik harus
diintegrasikan dengan pemahaman mengenai status penyakit utama, pengontrolan
gejala dan keluhan, dan distress psikososial. Pengkajian terkait gejala spesifik nyeri,
dyspnea, fatik, dan delirium.
1. Pengkajian Nyeri
Model pengkajian nyeri lebih baik dilakukan saat melakukan wawancara
terkait nyeri yang dialami pasien. Riwayat pasien, melaporkan atau menceritakan
sendiri tentang nyeri dialami oleh pasien merupakan standar yang terbaik dalam
mendiagnosis nyeri terutama pasien yang masih mampu berkomunikasi.
Kuesioner nyeri dengan metode SOCRATES dapat digunakan untuk
mengungkapkan riwayat nyeri pasien paliatif, yakni:
a. Site of pain ; Di daerah mana nyeri dirasakan? Apakah ada nyeri otot atau
sendi.
b. Onset ; Kapan nyeri terjadi, bagaimana nyeri tersebut terjadi, kondisi apa yang
dapat memicu munculnya nyeri, apakah nyerinya berubah dalam kurun waktu
selama kejadian.
c. Character ; Bagaimana tipe nyeri dirasaka? Apakah seperti rasa tertusuk,
teriris, gatal, panas atau terbakar, tertekan. Bagaimana pola nyerinya apakah
nyeri terjadi secara terus menerus atau hilang timbul.
d. Radiation ; Apakah nyeri menyebar kebagian tubuh lainnya, daerah apa?
e. Associated features ; Apakah saat nyeri terjadi terkadang disertai dengan
gejala lain seperti mual, muntah.
f. Timing/pattern ; Apakah nyeri semakin parah pada waktu tertentu, apakah
nyeri terjadi saat melakukan aktifitas seperti bergerak atau buang air kecil.
g. Exacerbating and relieving factors ; apa saja yang membuat nyeri semakin
buruk atau nyeri menjadi lebih berkurang.
h. Severity ; Apakah derajat ataupun skala nyeri mengalami perubahan selama
kurun waktu kejadian.

Beberapa contoh instrument pengkajian nyeri dengan menggunakan skala rating,


yaitu:

a. The Numerical Rating Scale (NRS)

Tidak Nyeri
Nyeri Sangat
Hebat
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

b. The Visual Analog Scale (VAS)


Pasien akan ditanya mengenai perasaan nyeri yang dialaminya pada
suatu garis lurus dengan panjang sekitar 10 cm, dan tidak ada nyeri hingga
pada sisi ujung lainnya berupa nyeri sangat hebat.
Tidak nyeri ---------------------------------------- Nyeri sangat hebat

c. The Verbal Rating Score


Pasien akan ditanya untuk menetapkan tingat atau level nyeri yang
dialaminya dengan menggunakan daftar kata-kata yang menggambarkan
adanya peningkatan intensitas nyeri.

0 Tidak nyeri
1 Nyeri ringan
2 Nyeri sedang
3 Nyeri berat

d. Body Chart
Penggunaan body chart memberikan kesempatan pada pasien untuk
menetapkan dan menunjukkan tempat kejadian nyeri yang dialaminya. Berikut
contoh body chart yang digunakan untuk pengkajian nyeri.

Berikut beberapa instrument pengkajian nyeri pada pasien dewasa dengan


kategori khusus yaitu:

Instrument Kelompok Khusus


Assessment of Discomfort in Demensia
Dementia (ADD)
Behavioural Pain Scale (BPS) Intensive care, dewasa yang tidak
sadar
Checklist of Nonverbal Pain Demensia
Indicators (CNPI)
Doloplus 2 Demensia, perawatan paliatif
Nursing Assistant-Administered Demensia
Instrument to Assess Pain in
Demented Individuals (NOPPAIN)
Pain Assessment Scale for Seniors Demensia
with Limited Ability to Communicate
(PACSLAC)
Pain Assessment in Advanced Demensia
Dementia (PAINAD)
Critical Care Pain Observation Tool Intensive care, dewasa yang tidak
(CPOT) sadar

1. Pengkajian Dispnea

Berbagai alat ukur yang tervalidasi dapat digunakan untuk menilai dyspnea baik secara
kuantitatif maupun kualitatif pada pasien paliatif. Instrument tersebut mulai dari yang
menggunakan skala ordinal dengan menggunakan acuan single-item seperti visual analog
scale (VAS), numerical rating scale (NRS) dimana angka 0 menunjukkan

tidak mengalami dyspnea sedangkan angka 10 menunjukkan dyspnea yang


sangat berat atau sangat buruk.
Modified Borg Scale digunakan untuk menilai intensitas dyspnea, sedangkan
untuk menilai status fungsional terkait dyspnea maka dapat digunakan The
Medical Research Council Dyspnea Scale, dan Baseline Dyspnea Index (BDI).
Selain yang menggunakan skala ordinal, skala pengukuran dyspnea ada juga yang
menggunakan skala kategorik seperti The Memorial Symptom Assesment Scale
dan Edmonton Sympton Assesment Scale (ESAS).
The Respiratory Distress Observation Scale (RDOS) merupakan instrument
yang valid dan reliable untuk mengukur dan menilai tanda-tanda yang konsisten
ditemukan pada saat dyspnea terjadi, intensitas dan respon terhadap pengobatan
terutama pada pasien yang tidak mampu melaporkan sendiri mengenai kondisi
dyspnea yang dialaminya.
The RDOS adalah instrument yang menggunakan skala ordinal pada 8 variabel
yang digunakan untuk menilai derajat dyspnea. Setiap variable dinilai dari skor 0
sampai 2, lalu seluruh skor di total untuk menentukan derajat dyspnea. Semakin
tinggi skor dari hasil pengukuran mengindikasikan semakin tinggi pula intensitas
distress pernapasan pasien. The RDOS dapat diaplikasikan pada semua kasus
pasien yang memiliki risiko terjadinya distress pernapasan yang mana pasien
tersebut tidak mampu melaporkan kondisi dispneanya secara akurat, termasuk
pasien yang sedang mendapatkan intensive ventilasi mekanik baik secara invasive
maupun non invasive. Beberapa tanda fisik yang sering diobservasi pada
instrument RDOS yang mana tanda-tanda tersebut mengindikasikan adanya
distress pernapasan seperti takikardia, takipnoe, restlessness, penggunaan otot-otot
bantu pernapasan, pola pernapasan paradox, adanya suara seperti mendengkur
pada akhir ekspirasi, dan ekspresi wajah yang menunjukkan adanya kecemasan.

Dyspnea serupa dengan nyeri, dimana hanya dapat dirasakan oleh pasien.
Beberapa penyebab dyspnea yang diidentifikasi yaitu sebagai berikut:

Respiratory/Pernapasan
-Akut Pneumonia, emifisema, pneumothoraks
-Kronis COPD, asma
Sepsis, Bronkietasis, cystic fibrosis
Kanker; kanker paru, mesothelioma, intrathoracic
metastases.
Fibrosis
Kelemahan otot-otot pernapasan akibat kaheksia
Penyakit neuromuscular; motor neurone disease,
muscular distropi
Penyakit skeletal, kelainan dinding atau bentuk
dada
Pulmonary Vascular Pulmonary thromboembolism, hipertensi
pulmonal
Cardiac/Jantung
-Akut Penyakit jantung coroner
_Kronis Heart failure, aritmia seperti atrial fibrilasi
Psikologis Kecemasan, depresi, hiperventilasi
Anemia
Kakeksia

2. Pengkajian Fatik
Memperhatikan aspek atau dimensi fisik, kognitif dan spirit merupakan hal
yang sangat dasar dalam pengkajian fatik. Beberapa istilah yang digunakan oleh
pasien untuk menggambarkan kondisi fatik yang dialaminya seperti hilang energy
atau tenaga untuk melakukan aktifitas ringan, kelemahan, dan kelelahan.
Pada pasien kanker stadium lanjut, fatik menjadi gejala yang sering
dikeluhkan dan sebagai penyebab terjadi kelemahan dan ketidakberdayaan pada
pasien, dimana dalam studi yang dilakukan ditemukan sekitar 60-90%. Beberapa
kriteria yang digunakan untuk menetapkan diagnosis fatik yang berhubungan
dengan kanker yaitu:
a. Gejala fatik yang dirasakan hamper setiap hari dalam kurun 2 minggu terakhir.
b. Menyatakan akan adanya kelemahan yang bersifat umum atau tungkai terasa
berat.
c. Kemampuan berkonsentrasi ataupun perhatian semakin berkurang.
d. Menurunnya motivasi atau keinginan untuk melakukan kegiatan rutin.
e. Insomnia atau hypersomnia.
f. Pasien merasa tidak segar saat terbangun dari tidur.
g. Mengalami kesulitan untuk mengatasi kondisi ketidakaktifan.
h. Ditandai dengan reaktif emosional yang mengakibatkan pasien merasa fatik
seperti kesedihan, frustasi dan iritabilitas.
i. Mengalami kesulitan untuk menyelesaikan aktivitas rutin rumah tangga.
j. Mengalami masalah terkait memori jangka pendek.
k. Merasakan ketidaknyamanan dalam beberapa jam setelah melakukan latihan
fisik atau aktifitas.
Beberapa metode yang digunakan untuk mengkaji dan mendiagnosis fatik
dengan instrument pengukuran fatik seperti The Multidimensional Assesment of
Fatigue, the Symptom Distress Scale, the Fatigue Observation Checklist, dan
Visual Analog Scale. Dalam tatanan klinik, penggunaan skala rating secara verbal
merupakan metode yang sangat efisien. Dimana tingkat atau derajat fisik fatik
akan dengan mudah dan cepat untuk dikaji dengan menggunakan kriteria 0 yang
berarti tidak fatik dan kriteria 10 yang berarti fatik berat.

Tiidak Fatik
Fatik Berat
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Hal-hal yang penting untuk diperhatikan dalam melakukan pengkajian fatik


yaitu menelusuri karakteristik fatik seperti derrajat fatik yang dialami pasien,
kapan pasien mulai merasakan fatik, bagaimana durasi kejadian fatik, bagaimana
pola harian kondisi fatik, factor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan atau
menjadikan fatik semakin parah atau memburuk, factor-faktor apa saja yang dapat
mengurangi dan meringankan kondisi fatik, adakah distress yang terjadi sebagai
akibat kejadian fatik, dan bagaimana dampak fatik terhadap kehidupan keseharian
pasien.
Beberapa factor yang dapat mengakibatkan atau mempengaruhi kejadian fatik
yang harus diketahui yaitu:

Factor personal Usia terutama usia yang semakin bertambah, status


perkawinan,, status menopause, income dan jaminan
kesehatan.
Factor psikologis Status mental dan emosional seperti depresi,
ketakutan, kecemasan, distress, dan konflik.

Factor psikologis Status mental dan emosional seperti depresi,


ketakutan, kecemasan, distress, dan konflik.
Budaya dan etnik, situasi atau kondisi kehidupan.
Factor yang berhubungan Jumlah dan kedekatan atau keterikatan dengan para
dengan perawatan pendamping, penjaga orang sakit.
Perhatian para petugas kesehatan yang merawat.
Factor yang berhubungan Stadium atau perkembangan penyakit, penyakit
dengan penyakit penyerta, anemia, nyeri, dyspepnia, kontinensia,
pola tidur, dan hal yang menghambat tidur.
Peubahan status nutrisi seperti penurunan berat
badan, kaheksia, dan ketidakseimbangan elektrolit.
Factor yang berhubungan Berbagai efek yang berhubungan dengan
dengan pengobatan pengobatan seperti pembedahan, kemoterapi,
radiasi.
Isu terkait pengobatan seperti efek samping obat,
polifarmasi, perubahan sensasi pengecapan.
Perubahan fisiologis yang bersifat permanen.

1. Pengkajian delirium

Delirium merupakan salah satu masalah yang terkait dengan gangguan mental yang sering
ditemukan pada pasien yang menjalani

Factor psikologis Status mental dan emosional seperti depresi,


ketakutan, kecemasan, distress, dan konflik.
Budaya dan etnik, situasi atau kondisi kehidupan.
Factor yang berhubungan Jumlah dan kedekatan atau keterikatan dengan para
dengan perawatan pendamping, penjaga orang sakit.
Perhatian para petugas kesehatan yang merawat.
Factor yang berhubungan Stadium atau perkembangan penyakit, penyakit
dengan penyakit penyerta, anemia, nyeri, dyspepnia, kontinensia,
pola tidur, dan hal yang menghambat tidur.
Peubahan status nutrisi seperti penurunan berat
badan, kaheksia, dan ketidakseimbangan elektrolit.
Factor yang berhubungan Berbagai efek yang berhubungan dengan
dengan pengobatan pengobatan seperti pembedahan, kemoterapi,
radiasi.
Isu terkait pengobatan seperti efek samping obat,
polifarmasi, perubahan sensasi pengecapan.
Perubahan fisiologis yang bersifat permanen.

1. Pengkajian delirium

Delirium merupakan salah satu masalah yang terkait dengan gangguan mental yang sering
ditemukan pada pasien yang menjalani

perawatan di rumah sakit. Kejadian delirium sangat tinggi pada kelompok


kasus seperti cancer dan AIDS stadium lanjut terutama pada kondisi sakit terminal
dan minggu-minggu terakhir kehidupan. Prevalensi kejadian delirium berkisar
sekitar 20% sampai 88% [ CITATION Bru15 \l 1057 ].
Kejadian delirium diruang perawatan intensif masih menjadi kondisi yang
sulit dikenal ataau dideteksi [ CITATION Boo12 \l 1057 ]. Prevalensi kejadian
delirium di ICU berkisar 70% sampai 87%. Lebih lanjut [ CITATION Clo12 \l 1057 ]
menjelaskan bahwa delirium merupakan komplikasi yang paling lazim ditemukan
pada pasien dengan penyakit stadium lanjut atau tahap terminal.Gambaran klinis
delirium yaitu :
a. Adanya perubahan tingkat kesadaran dan kewaspadaan
b. Adanya perubahan tingkat perhatian
c. Secara klinis kejadiannya dapat berlangsung secara cepat ddan berfluktuasi
d. Disorientasi
e. Perubahan kognitif
f. Terjadinya peningkatan atau penurunan aktifitas motorik
g. Terjadi perubahan siklus tidur
h. Gangguan persepsi seperti halusinasi
i. Proses pikir yang tidak terstruktur dan terorganisir dengan baik
j. Berbicara dengan tidak koheren.
Inouye menjelaskan bahwa diagnosis delirium harus didasarkan pada
monitoring pasien ditempat tidur yang dilakukan secara cermat dan teliti yang
mengacu pada 4 gambaran umum delirium yaitu kejadian yang sifatnya akut dan
berfluktuasi, menurunnya perhatian, proses pikir yang tidak terorganisir, dan
perubahan tingkat kesadaran [ CITATION Clo12 \l 1057 ].

bertujuan untuk mendiagnosis delirium, akan tetapi untuk mengidentifikasi


adanya kondisi lain yang menyerupai delirium seperti demensia yaitu The
NEECHAM Confusion Scale dam The Nursing Delirium Screening
Scale[ CITATION Clo12 \l 1057 ].
Ketersediaan instrument pengkajian yang valid merupakan komponen kunci
dan strategi untuk mendeteksi delirium pada pasien yang dirawat baik di rumah
perawatan atau panti maupun diruang ICU. The Confusion Assessment Method
(CAM) merupakan instrument yang didesain untuk tenaga kesehatan profesional
non-psikiatri[ CITATION Clo12 \l 1057 ].
D. PENGKAJIAN PSIKOLOGIS
1. Pengkajian Kecemasan Dan Depresi
Kecemasan merupakan gejala yang lazim ditemukan pada pasien terutama
mereka yang menderita penyakit yang mengancam kehidupan dan jiwa, dimana
ditemukan 25% pada pasien kanker dan 50% pada pasien COPD dan CHF.
Sedangkan kejadian depresi ditemukan sekitar 20-30% pada pasien disetting
paliatif[ CITATION Ros14 \l 1057 ].
The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) merupakan istrument
yang cukup singkat dan mudah digunakan untuk mengukur tingkat distress
psikologis pasien [ CITATION Yen16 \l 1057 ]. Selain the HADS, Distress
Termometer juga dapat digunakan untuk menilai tingkat distress pasien [ CITATION
Zep12 \l 1057 ].
E. PENGKAJIAN SPIRITUAL
Perawatan holistik tidak hanya melibatkan pengkajian akan kebutuhan fisik,
emosional dan sosial, akan tetapi juga mengenai kebutuhan spiritual dan harapan-
harapan yang ingin dicapai oleh pasien [ CITATION Mat10 \l 1057 ]. Riwayat
spiritual merupakan suatu riwayat mengenai nilai dan kepercayaan yang dianut
oleh seseorang yang secara tidak langsung menggambarkan peran spiritualitas dan
agama terhadap kehidupan pasien. Sekalipun isu terkait spiritual bukanlah
tanggung jawab seorang perawat untuk mengatasi masalah terkait isu spiritual
pasien namun perawat harus

tahu dan dapat melakukan pengkajian terkait spiritual pasien untuk


mengidentifikasi ketika pasien atau keluarga pasien mengalami distress spiritual.
Pengkajian terkait riwayat spiritual pasien dapat menggunakan metode FICA yang
diperkenalkan oleh Puchalski [ CITATION Mat10 \l 1057 ]
 F merujuk pada Faith yaitu keyakinan.
 I merujuk pada Influence yaitu pengaruh.
 C merujuk pada Community yaitu komunitas.
 A merujuk pada Addressing spiritual concerns yaitu cara mengatasi isu-isu
spiritual yang di alami oleh pasien.

Riwayat spiritual merupakan hal yang penting, bukan hanya untuk


mengidentifikasi bagaimana cara seseorang mengatasi berbagai hal dalam kehidupan
terutama pada saat mengalami banyak masalah atau musibah, akan tetapi juga untuk
menilai potensi efek negatif yang mana spiritual dapat menjadi sumber distress dan
masalah emosional.

Pendekatan lain yang dapat digunakan untuk mengkaji kebutuhan spiritual pasien
yaitu metode SPIRIT, yang diperkenalkan oleh Highfield [ CITATION Mat10 \l 1057 ]

 S, Spiritual belief sistem yang bermakna sistem kepercayaan spiritual yang


dapat merujuk pada afiliasi keagamaan seseorang
 P, Personal spirituality yang bermakna spiritualitas individu yang mencakup
kepercayaan dan praktik dari suatu afiliasi keagamaan yang mana pasien dan
keluarga terima dan jalankan
 I, Integration with a spiritual community yang bermakna integrasi dengan
sebuah komunitas spiritual yang mencakup peran kelompok agama/spiritual,
peran individu dalam suatu kelompok
 R, Ritualised practices and restrictions yang bermakna praktik ritual yang
dijalankan dan pantangan-pantangan yang diyakini

 I, Implication for medical care yang dapat berarti dampak terhadap perawatan
dan pengobatan
 T, Terminal events planning yang dapat berarti perencanaan mengenai
kejadian yang akan atau kemungkinan terjadi di masa-masa menjelang akhir
kehidupan yang mencakup dampak dari keyakinan pasien mengenai
perencanaan tindak lanjut [ CITATION Yen16 \l 1057 ]
F. PENGKAJIAN BUDAYA
Untuk dapat mengembang kompetensi mengenai budaya maka perawat
membutuhkan dan harus dapat mendengarkan secara seksama serta mengumpulkan
berbagai informasi mengenai budaya. Latar belakang pasien memungkinkan untuk
memberikan informasi awal mengenai nilai dan kepercayaan yang dianutnya
[ CITATION Mat10 \l 1057 ].
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian yang
terkait budaya yaitu :
 Mengidentifikasi tempat kelahiran pasien.
 Menanyakan mengenai pengalaman migrasi pasien.
 Determinasi mengenai tingkat identitas budaya atau etnis pasien.
 Mengevaluasi tingkat akulturasi pasien terhadap budaya lokal tempat pasien
berdomisili.
 Mengidentifikasi kemampuan pasien menggunakan jaringan informal dan
sumber-sumber untuk mendukung dalam kegiatan dikomunitas.
 Mengidentifikasi penentu dan pembuat keputusan, apakah pasien, keluarga atau
suatu unit sosial.
 Menelusuri bahasa utama dan bahasa kedua yang digunakan oleh pasien dan
keluarga.
 Gambaran pola komunikasi pasien baik verbal maupun non verbal.
 Pertimbangkan isu gender dan power dalam suatu hubungan atau relasi yang
terjalin.
 Mengevaluasi pandangan pasien mengenai harga diri.

 Identifikasi pengaruh agama dan spiritualitas terhadap harapan dan perilaku


pasien dan keluarga.
 Telusuri mengenai pandangan pasien tentang isu diskriminasi, rasis atau SARA.
 Identifikasi mengenai tradisi masak-memasak dan perjamuan, seerta makna
makanan.
 Gambaran tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi pasien
 Kaji perilaku, nilai, dan kepercayaan serta praktik keseharian yang berhubungan
dengan kesehatan, sakit, penderitaan dan kematian.
 Kaji tentang nilai dan upaya pasien untuk menggunakan terapi komplementer.
 Diskusikan bagaimana pasien menjaga dan mempertahankan harapan-
harapannya [ CITATION Mat10 \l 1057 ]
G. PENGKAJIAN PROGNOSISI
Prognosis dapat diartikan sebagai prediksi akan sesuatu yang akan terjadi
kedepannya sebagai hasil dari proses pengobatan atau intervensi atau prediksi
mengenai perkembangan penyakit tertentu yang mana prediksi tersebut didasarkan
pada pengetahuan kedokteran [ CITATION Cha14 \l 1057 ] . Pemahaman mengenai pola
perkembangan penyakit, indikator stadium akhir dari suatu penyakit, dan kebutuhan
penanganan pada setiap fase atau stadium penyakit merupakan hal yang sangat
penting untuk dapat memberikan penanganan, perawatan yang komprehensif terutama
pada kondisi akut.
Ada beberapa alasan mengapa prognosis penyakit menjadi penting, yaitu :
 Pasien dan keluarga mengambil keputusan mengenai pengobatan dan rencana
perawatan lanjutan didasarkan pada persepsi mereka mengenai prognosis
penyakit pasien itu sendiri.

Prognosis dapat membantu dan memandu perawat dan tenaga kesehatan lainnya
mengembangkan rencana pengobatan dan perawatan yang sesuai dengan kondisi pasien.

Informasi mengenai prognosis pasien dapat memberikan gambaran pada pasien dan keluarga
mengenai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada pasien dimasa yang akan
datang.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengkajian gejala dan keluhan pasien merupakan hal sangat penting,
mengingat bahwa gejala maupun keluhan berhubungan langsung dengan tingkat
distress, kualitas hidup, dan peluang untuk bertahan hidup pasien. Gejala dan
keluhan dapat berhubungan dengan penyakit itu sendiri, perawatan dan pengobatan,
serta kemungkinan adanya penyakit penyerta lainnya. Berbagai faktor seperti fisik,
psikologis, dan spiritual distresss dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien
termasuk aspek emosional dan sosial [ CITATION Yen16 \l 1057 ].
Pengkajian pasien paliatif terdiri dari pengkajian holistik, fisik, psikologis,
spiritual, budaya dan prognosis.

B. Saran
Diharapkan makalah ini bisa memberikan masukan bagi rekan-rekan
mahasiswa calon perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai
pengkajian pasien paliatif dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus
yang kami bahas ini.

DAFTAR PUSTAKA
Anita. (2016).PERAWATAN PALIATIF DAN KUALITAS HIDUP PENDERITA
KANGKER. Kesehatan, 508-513.
Boot, R. (2012).Delirium ; a review of the nurses role in thehe intensive care
uni. Intensive and critical care nursing (28),185-189.
Bruera,E, Higginson,I.,Von Gunten, C. F.,& Morita, T. (2005). Textbook of
palliative medicine second edition. Florida, USA: CRC Press.
Chai, E, Meier, D., Morris, j., & goldhirsch, s.(2014). Geriatric paliative care; a
practical guide for cliniciens, New York, USA : Oxford University Press.

Close, J.F.,&Long, C.O.(2012). Delirium; opportunity for comfort in palliative


care. Journal of hospital & palliative nursing (14(6)),386-394.

Hasanah,N.N.,& Arianti. (2018).Martabat Pasien Palliatif di rumah Sakit PKU


Muhammadiyah Gamping. Health of studies, 66-78.

Metzo, M., & Sherman, D.W, (2010). Palliative care nursing ;quality care the
end of life therd edition. New York, USA : Springer Publishing Company.

Rosser, M., & Wals,H. (2014). Fundamentals of palliative care for student
nurses first edition. West Sussex, UK: Welley Blackwell.

Yenurajalingam, S., & Bruera, E. (2016). Oxford American Handbook of Hospice


and Palliative Medicine and Supportive Care second endition. New York, USA:
Oxford Unuversite Press.

Yodang . (2018). BUKU AJAR KEPERAWAN PALLIATIF Berdasarkan Kurikulum


AIPNI 2015. Jakarta : Trans info media.

Zeppetella, G.(2012).Palliative Care in Clincal practice. Springer: London, UK

Anda mungkin juga menyukai