Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena  berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makala ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan
beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan
hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita sekalian.

Kupang, 9 desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................... i

Daftar Isi....................................................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan .................................................................................................

A. Latar Belakang .........................................................................................

B. Rumusan Masalah ....................................................................................

C. Tujuan ......................................................................................................

D. Manfaat ....................................................................................................

BAB II Tinjauan Pustaka ........................................................................................

BAB III Penutup ......................................................................................................

Daftar Pustaka. .........................................................................................................


BAB I
PENDAHUAN

A. Latar Belakang

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas


hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa, dengan cara meringankan  penderita dari rasa sakit melalui identifikasi
dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik
fisik, psikologis, sosial atau spiritual (World Health Organization (WHO), 2016). Menurut
WHO (2016) penyakit-penyakit yang termasuk dalam perawatan paliatif
seperti penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi 38.5%, kanker 34%,
penyakit pernapasan kronis 10.3%, HIV/AIDS 5.7%, diabetes 4.6% dan memerlukan

 perawatan paliatif sekitas 40-60%.Pada tahun 2011 terdapat 29 juta orang meninggal di
karenakan penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif. Kebanyakan orang yang
membutuhkan perawatan paliatif berada pada kelompok dewasa 60% dengan usia lebih
dari 60 tahun, dewasa (usia 15-59 tahun) 25%, pada usia 0-14 tahun yaitu 6% (Baxter, et
al., 2014).
Prevalensi penyakit paliatif di dunia berdasarkan kasus tertinggi yaitu Benua Pasifik
Barat 29%, diikuti Eropa dan Asia Tenggara masing-masing 22% (WHO,2014). Benua
Asia terdiri dari Asia Barat, Asia Selatan, Asia Tengah, Asia Timur dan Asia
Tenggara.Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk dalam benua Asia
Tenggara dengan kata lain bahwa Indonesia termasuk dalam Negara yang membutuhkan
perawatan paliatif. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) prevalensi
tumor/kanker di Indonesia adalah 1.4 per 1000 penduduk, atau sekitar 330.000 orang,
diabete melitus 2.1%, jantung koroner (PJK) dengan bertambahnya umur, tertinggi pada
kelompok umur 65 -74 tahun yaitu 3.6%.Kementrian kesehatan (KEMENKES, 2016)
mengatakan kasus HIV sekitar 30.935, kasus TB sekitar330.910. Kasus stroke sekitar
1.236.825 dan 883.447 kasus penyakit jantung dan penyakit diabetes sekitar 1,5%
(KEMENKES, 2014).
Pelayanan perawatan paliatif memerlukan keterampilan dalam mengelola komplikasi
penyakit dan pengobatan, mengelola rasa sakit dan gejala lain, memberikan perawatan
psikososial bagi pasien dan keluarga, dan merawat saat sekarat dan berduka (Matzo
& Sherman, 2015).
Penyakit dengan perawatan paliatif merupakan penyakit yang sulit atau sudah tidak
dapat disembuhkan, perawatan paliatif ini bersifat meningkatkan kualitas hidup
(WHO,2016). Perawatan paliatif meliputi manajemen nyeri dan gejala; dukungan
psikososial, emosional, dukungan spiritual; dan kondisi hidup nyaman dengan perawatan
yang tepat, baik dirumah, rumah sakit atau tempat lain sesuai pilihan pasien. Perawatan
paliatif dilakukan sejak awal perjalanan
 penyakit, bersamaan dengan terapi lain dan menggunakan pendekatan tim multidisiplin
untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarga mereka (Canadian Cancer Society, 2016).
Selain itu Matzo & Sherman (2015) juga menyatakan bahwa kebutuhan pasien paliatif
tidak hanya pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan
terhadap kebutuhan psikologi, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan yang
dikenal sebagai perawatan paliatif. Ramdani (2015) menyatakan bahwa kebutuhan
spiritual merupakan kebutuhan beribadah, rasa nyaman, motivasi dan kasih sayang
tehadap sesama maupun sang penciptanya. Spiritual bertujuan untuk memberikan
pertanyaan mengenai tujuan akhir tentang keyakinan dan kepercayaan pasien (Margaret &
Sanchia, 2016). Spiritual merupakan bagian penting dalam perawatan, ruang lingkup dari
pemberian dukungan spiritual adalah meliputi kejiwaan, kerohanian dan juga
keagamaan. Pada perawatan paliatif ini, kematian tidak dianggap sebagai sesuatu yang
harus di hindari tetapi kematian merupakan suatu hal yang harus dihadapi sebagai bagian
dari siklus kehidupan normal setiap yang bernyawa (Nurwijaya dkk, 2010).

B. Rumusan masalah

Bagaimana peran spiritual Agama dalam keperawatan paliatif pada pasien paliatif?

C. Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah adalah agar pembaca mengetahui tentang peran
dukungan Spiritual terhadap pemenuhan kebutuhan spiriual pasien paliatif.

D. Manfaat Penulisan

Diharapkan dalam penulisan makalah ini akan memberikan gambaran tentang peran


dukungan spiritual tehadap pemenuhan kebutuhan spiritual pasien paliatif.
BAB II
TINJAUAN TEORITS

A. DEFINISI PERAWATAN PALIATIF

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup


pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang
dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain seperti fisik,
psikososial dan spiritual (KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007).
Menurut KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007 kualitas hidup pasien adalah keadaan
pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien sesuai konteks budaya dan sistem nilai
yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan niatnya. Dimensi dari kualitas hidup.
Dimensi dari kualitas hidup yaitu Gejala fisik, Kemampuan fungsional (aktivitas),
Kesejahteraan keluarga, Spiritual, Fungsi sosial, Kepuasan terhadap pengobatan (termasuk
masalah keuangan), Orientasi masa depan, Kehidupan seksual, termasuk gambaran
terhadap diri sendiri, Fungsi dalam bekerja.
Menurut KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007 Palliative home care adalah
pelayanan perawatan paliatif yang dilakukan di rumah pasien, oleh tenaga paliatif dan atau
keluarga atas bimbingan/ pengawasan tenaga paliatif. Hospis adalah tempat dimana pasien
dengan penyakit stadium terminal yang tidak dapat dirawat di rumah namun tidak
melakukan tindakan yang harus dilakukan di rumah sakit. Pelayanan yang diberikan tidak
seperti di rumah sakit, tetapi dapat memberikan pelayaan untuk mengendalikan gejala-
gejala yang ada, dengan keadaan seperti di rumah pasien sendiri.
Menurut KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007 Sarana (fasilitas) kesehatan adalah
tempat yang menyediakan layanan kesehatan secara medis bagi masyarakat. Kompeten
adalah keadaan kesehatan mental pasien sedemikian rupa sehingga mampu menerima
dan memahami informasi yang pengalaman hidup sebelumnya, krisis dan perubahan,
terpisah dari ikatan spiritual, isu moral terkait dengan terapi, dan asuhan keperawatan
yang kurang tepat. Faktor-faktor tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Tahap Perkembangan

Setiap orang memiliki bentuk pemenuhan kebutuhan spiritualitas yang berbeda-beda


bedasarkan usia, jenis kelamin, agama, dan kepribadian individu. Spiritualitas
merupakan bagian dari kehidupan manusia dan berhubungan dengan proses
perubahan dan perkembangan pada manusia. Semakin bertambah usia, seseorang akan
membutuhkan kekuatan, menambah keyakinannya, dan membenarkan keyakinan
spiritualitasnya. Perkembangan spiritualitas berdasarkan usia terdiri dari :
1. Pada masa anak-anak, spiritualitas pada masa ini belum bermakna

 pada dirinya. Spitualitas didasarkan pada perilaku yang didapat yaitu melalui
interaksi dengan orang lain sepert keluarga. Pada masa ini, anak-anak belum
mempunyai pemahaman salah atau
 benar. Kepercayaan atau keyakinan mengikuti ritual atau meniru orang lain.
2. Pada masa remaja, spiritualitas pada masa ini sudah mulai pada keinginan
akan pencapaian kebutuhan spiritualitas seperti keinginan melalui berdoa
kepada Tuhan, yang berarti sudah mulai membutuhkan pertolongan melalui
keyakinan atau kepercayaan. Bila pemenuhan kebutuhan spiritualitas tidak
terpenuhi, akan menimbulkan kekecewaan.
3. Pada masa dewasa awal, spiritualitas pada masa ini adanya

 pencarian kepercayaan diri, diawali dengan proses pernyataan akan


keyakinan atau kepercayaan yang dikaitkan secara kognitif sebagai bentuk
yang tepat untuk mempercayainya. Pada masa ini, pemikiran sudah
bersifat rasional. Segala pertanyaan tentang kepercayaan harus dapat
dijawab dan timbul perasaan akan penghargaan terhadap kepercayaan.

4. Pada masa dewasa pertengahan dan lansia, spiritualitas pada masa ini yaitu
semakin kuatnya kepercayaan diri yang dimiliki dipertahankan walaupun
menghadapi perbedaan keyakinan yang lain dan lebih mengerti akan
kepercayaan dirinya. Perkembangan spiritualitas pada tahap ini lebih matang
sehingga membuat individu mampu untuk mengatasi masalah dan
menghadapi kenyataan.
 b. Keluarga

Keluarga sangat berperan dalam perkembangan spiritualitas seseorang.


Keluarga merupakan tempat pertama kali seseorang memperoleh pengalaman,
pelajaran hidup, dan pandangan hidup. Dari keluarga, seseorang belajar tentang
Tuhan, kehidupan, dan diri sendiri. Keluarga memiliki peran yang penting dalam
memenuhi kebutuhan spiritualitas karena keluarga memiliki ikatan emosional
yang kuat dan selalu berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dengan individu.
c. Budaya

Pemenuhan spiritualitas budaya berbeda-beda pada setiap budaya. Budaya


dan spiritualitas menjadi dasar seseorang dalam melakukan sesuatu dan menjalani
cobaan atau masalah cobaan atau masalah dalam hidup dengan seimbang.Pada
umumnya seseorang akan mengikuti budaya dan spiritualitas yang dianut
oleh keluarga. Seseorang akan belajar tentang nilai moral serta spiritualitas dari
hubungan keluarga. Apapun tradisi dan sistem kepercayaan yang dianut
individu pengalaman spiritualitas merupakan hal yang unik bagi setiap individu.

d. Agama
Agama sangat mempengaruhi spiritualitas individu. Agama merupakan suatu
sistem keyakinan dan ibadah yang dipraktikkan individu dalam pemenuhan
spiritualitas individu. Agama merupakan cara dalam pemeliharaan hidup terhadap
segala aspek kehidupan. Agama berperan sebagai sumber kekuatan dan
kesejahteraan pada individu. Konsep spiritualitas dalam agama Islam
berhubungan langsung dengan Al Quran dan Sunnah Nabi.59 Al Quran maupun
sunnah Nabi mengajarkan beragam cara untuk meraih kehidupan spiritual.
Pengalaman ibadah sebagai bentuk keintiman antara hamba dan Tuhannya.
Menurut Rasulullah SAW, setiap muslim hendaklah selalu menjalin hubungan
yang intim dengan Tuhannya setiap saat. Sebab, bagi muslim, setiap gerak
anggota badan, panca indera dan bahkan hati, adalah rangkaian pemenuhan
kewajiban ibadah kepadaNya 60 Manusia diajarkan untuk terus sadar bahwa ada
kehidupan lain setelah kematian. Manusia seharusnya terus meningkatkan
spiritualitas selama hidup di dunia.
e. Pengalaman Hidup

Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif mempengaruhi


spiritualitas seseorang. Pengalaman hidup dapat mempengaruhi seseorang dalam
mengartikan secara spiritual terhadap kejadian yang dialaminya. Pengalaman
hidup yang menyenangkan dapat menyebabkan seseorang bersyukur atau tidak
bersyukur. Sebagian besar individu bersyukur terhadap pengalaman hidup yang
menyenangkan.
f. Krisis dan Perubahan

Krisis dan perubahan dapat menguatkan spiritualitas pada seseorang. Krisis


sering dialami seseorang ketika menghadapi penyakit, penderitaan, proses
penuaan, kehilangan, dan kematian. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang
dialami seseorang merupakan pengalaman spiritualitas yang bersifat fisik dan
emosional. Jika seseorang mengalami penyakit kritis, spiritualitas seseorang akan
meningkat. Seseorang akan membutuhkan kekuatan untuk
menghadapi penyakitnya tersebut.

g. Terpisah dari Ikatan Spiritual


Pasien yang mengalami penyakit kritis biasanya ditempatkan di ruang intensif untuk
mendapatkan perawatan yang lebih optimal. Pasien yang ditempatkan di ruang
intensif biasanya merasa terisolasi dan jarang bertemu dengan kelurganya.
Kebiasaan pasien menjadi  berubah, seperti tidak dapat mengikuti acara keluarga,
kegiatan keagamaan, dan berkumpul dengan keluarga dan teman dekatnya.
Kebiasaan yang berubah tersebut dapat menganggu emosional pasien dan dapat
merubah fungsi spiritualnya.
h. Isu Moral Terkait dengan Terapi

Beberapa agama menyebutkan bahwa proses penyembuhan dianggap sebagai


cara Tuhan untuk menunjukkan kebesaranNya walaupun ada agama yang
menolak intervensi pengobatan. Pengobatan medik seringkali dapat dipengaruhi
oleh pengajaran agama, misalnya sirkumsisi, transplantasi organ, pencegahan
kehamilan, sterilisasi. Konflik antara jenis terapi dengan keyakinan agama sering
dialami oleh pasien dan tenaga kesehatan.
i. Asuhan Keperawatan yang Kurang Sesuai

Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, perawat diharapkan


untuk peka terhadap kebutuhan spiritualitas pasien, tetapi dengan berbagai alas
an ada kemungkinan perawat menghindar untuk memberikan asuhan keperawatan
spiritualitas. Hal tersebut terjadi karena perawat merasa kurang nyaman dengan
kehidupan spiritualnya, kurang menganggap penting kebutuhan spiritualitas,
tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritualitas dalam keperawatan
atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritualitas pasien bukan
merupakan tugasnya tetapi tanggungjawab pemuka agama. Asuhan keperawatan
untuk kebutuhan spiritualitas mengalir dari sumber spiritualitas perawat. Perawat
tidak dapat memenuhi kebutuhan spiritualitas tanpa terlebih dahulu memenuhi
kebutuhan spiritualitas mereka sendiri. Perawat yang bekerja digaris terdepan
harus mampu memenuhi semua kebutuhan manusia termasuk juga kebutuhan
spiritualitas pasien. Berbagai cara perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien
mulai dari pemenuhan makna dan tujuan spiritualitas
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Palliative Care (Perawatan palliative) bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien


dan keluarga mereka dalam menghadapi masalah/penyakit yang mengancam jiwa, melalui
pencegahan, penilaian sempurna dan pengobatan rasa sakit masalah, fisik, psikososial dan
spiritual (Kemenkes RI Nomor 812, 2007).
Keperawatan Paliatif tidak hanya berfokuskan kepada keperawatan

 pengelolaan keluhan nyeri, pengelolaan keluhan fisik lain, maupun pemberian intervensi
pada asuhan keperawatan, dukungan psikologis, dukungan social saja tetapi kita tahu
fungsi perawat sebelumya yaitu salah satunya adalah holistic care pada keperawatan
palliative yaitu kultural dan spiritual, serta dukungan persiapan dan selama masa duka cita
(bereavement).

B. Saran

Kami menyarankan bahwa kegiatan terapi menggunakan metode holistic keagamaan atau
mendekatkan kepada Tuhan sangatlah berdampak positif bagi kualitas hidup pada pasien
terminal, karena dengan rasa bersyukur, pasrah, menyadari bahwa kehidupan ini tidaklah
semua abadi pastilah semua mahluk hidup akan wafat pada akhirnya. Akan lebih
meringankan beban bagi pasien terminal baik secara psikologis dan fisiknya siap menerima
keadaanya sampai dengan akhir hayatnya.

Anda mungkin juga menyukai