Anda di halaman 1dari 85

MAKALAH

KEPERAWATAN KOMUNITAS II
Terapi konvensional , Terapi Komplementer dan Obat
Tradisional

OLEH:
AMELIA GUSTRI
1914201007
KEPERAWATAN 5A
DOSEN PEMBIMBING :
Ns. TOMI JEPISA, M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES ALIFAH PADANG
TA 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makala ini dengan baik dan tepat
pada waktunya. Dalam makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan
dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh
karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita sekalian.

17 November 202

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Definisi Perawatan Paliatif
B. Spritual Care
C.
BAB III Tinjauan Kasus
A. ASKEP HIV/AIDS
B. Kasus pada HIV/AIDS
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam
jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian
yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial
atau spiritual (World Health Organization (WHO), 2016). Menurut WHO (2016) penyakit-
penyakit yang termasuk dalam perawatan paliatif seperti penyakit kardiovaskuler dengan
prevalensi 38.5%, kanker 34%, penyakit pernapasan kronis 10.3%, HIV/AIDS 5.7%, diabetes
4.6% dan memerlukan perawatan paliatif sekitas 40-60%.Pada tahun 2011 terdapat 29 juta
orang meninggal di karenakan penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif. Kebanyakan
orang yang membutuhkan perawatan paliatif berada pada kelompok dewasa 60% dengan usia
lebih dari 60 tahun, dewasa (usia 15-59 tahun) 25%, pada usia 0-14 tahun yaitu 6% (Baxter,
et al., 2014).
Prevalensi penyakit paliatif di dunia berdasarkan kasus tertinggi yaitu Benua Pasifik Barat
29%, diikuti Eropa dan Asia Tenggara masing-masing 22% (WHO,2014). Benua Asia terdiri
dari Asia Barat, Asia Selatan, Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara.Indonesia
merupakan salah satu negara yang termasuk dalam benua Asia Tenggara dengan kata lain
bahwa Indonesia termasuk dalam Negara yang membutuhkan perawatan paliatif. Berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah
1.4 per 1000 penduduk, atau sekitar 330.000 orang, diabete melitus 2.1%, jantung koroner
(PJK) dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 65 -74 tahun yaitu
3.6%.Kementrian kesehatan (KEMENKES, 2016) mengatakan kasus HIV sekitar 30.935,
kasus TB sekitar330.910. Kasus stroke sekitar 1.236.825 dan 883.447 kasus penyakit jantung
dan penyakit diabetes sekitar 1,5% (KEMENKES, 2014).
Pelayanan perawatan paliatif memerlukan keterampilan dalam mengelola komplikasi
penyakit dan pengobatan, mengelola rasa sakit dan gejala lain, memberikan perawatan
psikososial bagi pasien dan keluarga, dan merawat saat sekarat dan berduka (Matzo &
Sherman, 2015). Penyakit dengan perawatan paliatif merupakan penyakit yang sulit atau
sudah tidak dapat disembuhkan, perawatan paliatif ini bersifat meningkatkan kualitas hidup
(WHO,2016). Perawatan paliatif meliputi manajemen nyeri dan gejala; dukungan psikososial,
emosional, dukungan spiritual; dan kondisi hidup nyaman dengan perawatan yang tepat, baik
dirumah, rumah sakit atau tempat lain sesuai pilihan pasien. Perawatan paliatif dilakukan
sejak awal perjalanan penyakit, bersamaan dengan terapi lain dan menggunakan pendekatan
tim multidisiplin untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarga mereka (Canadian Cancer
Society, 2016). Selain itu Matzo & Sherman (2015) juga menyatakan bahwa kebutuhan
pasien paliatif tidak hanya pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya
dukungan terhadap kebutuhan psikologi, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan
pendekatan yang dikenal sebagai perawatan paliatif. Ramdani (2015) menyatakan bahwa
kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan beribadah, rasa nyaman, motivasi dan kasihsayang
tehadap sesama maupun sang penciptanya. Spiritual bertujuan untuk memberikan pertanyaan
mengenai tujuan akhir tentang keyakinan dan kepercayaan pasien (Margaret & Sanchia,
2016). Spiritual merupakan bagian penting dalam perawatan, ruang lingkup dari pemberian
dukungan spiritual adalah meliputi kejiwaan, kerohanian dan juga keagamaan. Pada
perawatan paliatif ini, kematian tidak dianggap sebagai sesuatu yang harus di hindari tetapi
kematian merupakan suatu hal yang harus dihadapi sebagai bagian dari siklus kehidupan
normal setiap yang bernyawa (Nurwijaya dkk, 2010).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana peran spiritual Agama dalam keperawatan paliatif pada pasien paliatif?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah adalah agar pembaca mengetahui tentang peran
dukungan Spiritual terhadap pemenuhan kebutuhan spiriual pasien paliatif.

D. Manfaat Penulisan
Diharapkan dalam penulisan makalah ini akan memberikan gambaran tentang peran
dukungan spiritual tehadap pemenuhan kebutuhan spiritual pasien paliatif.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. DEFINISI PERAWATAN PALIATIF


Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup
pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang
dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lainseperti fisik,
psikososial dan spiritual (KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007).
Menurut KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007 kualitas hidup pasien adalah keadaan
pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien sesuai konteks budaya dan sistem nilai
yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan niatnya. Dimensi dari kualitas hidup.
Dimensi dari kualitas hidup yaitu Gejala fisik, Kemampuan fungsional (aktivitas),
Kesejahteraan keluarga, Spiritual, Fungsi sosial, Kepuasan terhadap pengobatan (termasuk
masalah keuangan), Orientasi masa depan, Kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap
diri sendiri, Fungsi dalam bekerja.

B. SPIRITUALITAS
1. Definisi Spiritualitas
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha
Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai
Maha Kuasa. Spiritualitas mengandung pengertian hubungan manusia dengan Tuhan dengan
melakukan sholat, puasa, zakat, haji, doa dan sebagainya.
Spiritualitas merupakan aspek kepribadian manusia yang memberikan kekuatan dan
mempengaruhi individu dalam menjalani hidupnya. Spiritualitas mencakup aspek non fisik
dari keberadaan seorang manusia4.
Spiritualitas sebagai suatu multidimensi yang terdiri dari dimensi eksistensial dan dimensi
agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi
agama lebih berfokus lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan (Mickley).
Spiritualitas merupakan suatu konsep dua dimensi yaitu dimensi vertical dan dimensi
horizontal. Dimensi vertical merupakan hubungan individu dengan Tuhan Yang Maha Esa
yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal merupakan hubungan
seseorang dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (McSherry W).
Spiritualitas merupakan suatu dimensi yang berhubungan dengan menemukan arti
kehidupan dan tujuan hidup, menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan
kekuatan dalam diri sendiri, mempunyai perasaan yang berkaitan dengan Tuhan, diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan (Burkhardt MA). Spiritual merupakan kekuatan yang
menyatukan, memberi makna pada kehidupan dan nilai-nilai individu, persepsi, kepercayaan
dan keterikatan di antara individu.

2. Fungsi Spiritualitas
Spiritualitas mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan hidup para individu. Spiritualitas
berperan sebagai sumber dukungan dan kekuatan bagi individu. Pada saat stress individu
akan mencari dukungan dari keyakinan agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk
menerima keadaan sakit yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses
penyembuhan yang lama dan hasilnya belum pasti. Melaksanakan ibadah, berdoa, membaca
kitab suci dan praktek keagamaan lainnya sering membantu memenuhi kebutuhan
spiritualitas dan merupakan suatu perlindungan bagi individu.
Penelitian tentang spiritualitas pada tahun 2001 menyebutkan bahwa 90 % pasien di
beberapa area Amerikamenyandarkan pada agama sebagai bagian dari aspek spiritual untuk
mendapatkan kenyamanan dan kekuatan ketika merasa mengalami sakit yang serius.
Pendekatan spiritual dapat meningkatkan kekuatan pada pasien secara emosional. Menurut
America Psychological Association21, spiritualitas dapat meningkatkan kemampuan
seseorang dalam mengatasi penderitaan jika seseorang sedang sakit dan mempercepat
penyembuhan selain terapi medis yang diberikan. Hal ini juga didukung penelitian yang
dilakukan oleh Abernethy, menyebutkan bahwa spiritualitas dapat meningkatkan imunitas
yaitu kadar interleukin-6 (IL-6) seseorang terhadap penyakit sehingga dapat mempercepat
penyembuhan bersamaan dengan terapi medis yang diberikan (Koenig HG)
Penelitian tentang tingkat kecemasan pasien pre operasi pada tahun 2006 menyebutkan
bahwa kecemasan seseorang sangat dipengaruhi oleh aspek spiritualnya, sehingga bagi pasien
yang dirawat di rumah sakit sangat memerlukan kondisi spiritual yang baik agar tidak cemas
terhadap operasi yang akan dijalani. Hal ini juga menjadi salah satu tugas perawat untuk
memenuhi kebutuhan spiritual tersebut (Tauhid dan Raharjo).
Pada individu yang menderita suatu penyakit, spiritualitas merupakan sumber koping bagi
individu. Spiritualitas membuat individu memiliki keyakinan dan harapan terhadap
kesembuhan penyakitnya, mampu menerima kondisinya, sumber kekuatan, dan dapat
membuat hidup individu menjadi lebih berarti. Pemenuhan kebutuhan spiritual yang
dilakukan perawat dapat membuat pasien menerima kondisinya atau penyakit yang sedang
dialami serta pasien memiliki pandangan hidup yang positif. Pemenuhan kebutuhan
spiritualitas dapat memberikan semangat pada individu dalam menjalani kehidupan dan
menjalani hubungan dengan Tuhan, orang lain, dan lingkungan. Jika spiritualitas terpenuhi,
maka individu menemukan tujuan, makna, kekuatan, dan bimbingan dalam perjalanan hidup
(4. Young C, Koopsen C).
Pemenuhan kebutuhan spiritualitas pada seseorang dapat meningkatkan kepercayaan,
kekuatan, dan keyakinan yang dimiliki seseorang. Spiritualitas dapat mengurangi kecemasan
pasien, membuat pasien menerima kondisinya, dan meningkatkan rasa optimis pada pasien.
Adanya rasa optimis, dukungan, dan motivasi dapat meningkatkan proses penyembuhan yang
dialami pasien.
3. Karakteristik Spiritualitas
Pemenuhan spiritual harus berdasarkan 4 karakteristik spiritual itu sendiri. Ada beberapa
karakteristik yang dimiliki spiritual, adapaun karakteristik itu antara lain :
a. Hubungan dengan diri sendiri
Merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan diri yaitu siapa
dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang menyangkut kepercayaan pada diri
sendiri, percaya pada kehidupan atau masa depan, ketenangan pikiran, serta keselarasan
dengan diri sendiri (Young dan Koopsen, 2007). Kekuatan yang timbul dari diri seseorang
membantunya menyadari makna dan tujuan hidupnya, diantaranya memandang pengalaman
hidupnya sebagai pengalaman yang positif, kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan,
dan tujuan hidup yang semakin jelas (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
Kepercayaan (Faith). Menurut Fowler dan keen (1985) kepercayaan bersifat universal,
dimana merupakan penerimaan individu terhadap kebenaran yang tidak dapat dibuktikan
dengan pikiran yang logis.Kepercayaan dapat memberikan arti hidup dan kekuatan bagi
individu ketika mengalami kesulitan atau stress.Mempunyai kepercayaan berarti mempunyai
komitmen terhadap sesuatu atau seseorang sehingga dapat memahami kehidupan manusia
dengan wawasan yang lebih luas.
Harapan (Hope). Harapan berhubungan dengan ketidakpastian dalam hidup dan
merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan saling percaya dengan
orang lain, termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat penting bagi individu untuk
mempertahankan hidup, tanpa harapan banyak orang menjadi depresi dan lebih cenderung
terkena penyakit.
Makna atau arti dalam hidup (Meaning of live). Perasaan mengetahui makna hidup, yang
kadang diidentikkan dengan perasaan dekat dengan Tuhan, merasakan hidup sebagai suatu
pengalaman yang positif seperti membicarakan tentang situasi yang nyata, membuat hidup
lebih terarah, penuh harapan tentang masa depan, merasa mencintai dan dicintai oleh orang
lain (Puchalski, 2004).
b. Hubungan Dengan Orang Lain Atau Sesama
Hubungan seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri sendiri. Kebutuhan
untuk menjadi anggota masyarakat dan saling keterhubungan telah lama diakui sebagai
bagian pokok dalam pengalaman manusiawi, adanya hubungan antara manusia satu dengan
lainnya yang pada taraf kesadaran spiritual kita tahu bahwa kita terhubung dengan setiap
manusia. Hubungan ini terbagi atas harmonis dan tidak harmonisnya hubungan dengan orang
lain. Keadaan harmonis meliputi pembagian waktu, ramah dan bersosialisasi, mengasuh anak,
mengasuh orang tua dan orang yang sakit, serta meyakini kehidupan dan kematian.
Sedangkan kondisi yang tidak harmonis mencakup konflik dengan orang lain dan resolusi
yang menimbulkan ketidakharmonisan, serta keterbatasan hubungan (Young dan Koopsen,
2007).
c. Hubungan Dengan Alam
Pemenuhan kebutuhan spiritualitas meliputi hubungan individu dengan lingkungan.
Pemenuhan spiritualitas tersebut melalui kedamaian dan lingkungan atau suasana yang
tenang. Kedamaian merupakan keadilan, empati, dan kesatuan. Kedamaian membuat individu
menjadi tenang dan dapat meningkatkan status kesehatan (Kozier, et al, 1995).
Harmoni merupakan gambaran hubungan seseorang dengan alam yang meliputi
pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam
serta melindungi alam tersebut (Kozier dkk 1995).
Kedamaian (peace), kedamaian merupakan keadilan, rasa kasihan dan kesatuan. Dengan
kedamaian seseorang akan merasa lebih tenang dan dapat meningkatkan status kesehatan
(Puchalski, 2004).
d. Hubungan Dengan Tuhan
Pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan secara tradisional
dipahami dalam kerangka hidup keagamaan.Akan tetapi, dewasa ini telah dikembangkan
secara lebih luas dan tidak terbatas. Tuhan dipahami sebagai daya yang menyatukan, prinsip
hidup atau hakikat hidup. Kodrat tuhan mungkin mngambil berbagai macam bentuk dan
mempunyai makna yang berbeda bagi satu orang dengan orang lain (Young dan Koopsen,
2009). Secara umum melibatkan keyakinan dalam hubungan dengan sesuatu yang lebih
tinggi, berkuasa, memiliki kekuatan mencipta, dan bersifat ketuhanan, atau memiliki energi
yang tidak terbatas.
4. Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas seseorang terdiri dari tahap perkembangan,
keluarga, latar belakang, etnik dan budaya, pengalaman hidup sebelumnya, krisis dan
perubahan, terpisah dari ikatan spiritual, isu moral terkait dengan terapi, dan asuhan
keperawatan yang kurang tepat. Faktor-faktor tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Tahap Perkembangan
Setiap orang memiliki bentuk pemenuhan kebutuhan spiritualitas yang berbeda-beda
bedasarkan usia, jenis kelamin, agama, dan kepribadian individu. Spiritualitas merupakan
bagian dari kehidupan manusia dan berhubungan dengan proses perubahan dan
perkembangan pada manusia. Semakin bertambah usia, seseorang akan membutuhkan
kekuatan, menambah keyakinannya, dan membenarkan keyakinan spiritualitasnya.
Perkembangan spiritualitas berdasarkan usia terdiri dari :
1. Pada masa anak-anak, spiritualitas pada masa ini belum bermakna pada dirinya. Spitualitas
didasarkan pada perilaku yang didapat yaitu melalui interaksi dengan orang lain sepert
keluarga. Pada masa ini, anak-anak belum mempunyai pemahaman salah atau benar.
Kepercayaan atau keyakinan mengikuti ritual atau meniru orang lain.
2. Pada masa remaja, spiritualitas pada masa ini sudah mulai pada keinginan akan pencapaian
kebutuhan spiritualitas seperti keinginan melalui berdoa kepada Tuhan, yang berarti sudah
mulai membutuhkan pertolongan melalui keyakinan atau kepercayaan. Bila pemenuhan
kebutuhan spiritualitas tidak terpenuhi, akan menimbulkan kekecewaan.
3. Pada masa dewasa awal, spiritualitas pada masa ini adanya pencarian kepercayaan diri,
diawali dengan proses pernyataan akan keyakinan atau kepercayaan yang dikaitkan secara
kognitif sebagai bentuk yang tepat untuk mempercayainya. Pada masa ini, pemikiran sudah
bersifat rasional. Segala pertanyaan tentang kepercayaan harus dapat dijawab dan timbul
perasaan akan penghargaan terhadap kepercayaan.
4. Pada masa dewasa pertengahan dan lansia, spiritualitas pada masa ini yaitu semakin kuatnya
kepercayaan diri yang dimiliki dipertahankan walaupun menghadapi perbedaan keyakinan
yang lain dan lebih mengerti akan kepercayaan dirinya. Perkembangan spiritualitas pada
tahap ini lebih matang sehingga membuat individu mampu untuk mengatasi masalah dan
menghadapi kenyataan.
b. Keluarga
Keluarga sangat berperan dalam perkembangan spiritualitas seseorang. Keluarga
merupakan tempat pertama kali seseorang memperoleh pengalaman, pelajaran hidup, dan
pandangan hidup. Dari keluarga, seseorang belajar tentang Tuhan, kehidupan, dan diri
sendiri. Keluarga memiliki peran yang penting dalam memenuhi kebutuhan spiritualitas
karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu berinteraksi dalam
kehidupan sehari-hari dengan individu.
c. Budaya
Pemenuhan spiritualitas budaya berbeda-beda pada setiap budaya. Budaya dan
spiritualitas menjadi dasar seseorang dalam melakukan sesuatu dan menjalani cobaan atau
masalah cobaan atau masalah dalam hidup dengan seimbang.Pada umumnya seseorang akan
mengikuti budaya dan spiritualitas yang dianut oleh keluarga. Seseorang akan belajar tentang
nilai moral serta spiritualitas dari hubungan keluarga. Apapun tradisi dan sistem kepercayaan
yang dianut individu pengalaman spiritualitas merupakan hal yang unik bagi setiap individu.
d. Agama
Agama sangat mempengaruhi spiritualitas individu. Agama merupakan suatu sistem
keyakinan dan ibadah yang dipraktikkan individu dalam pemenuhan spiritualitas individu.
Agama merupakan cara dalam pemeliharaan hidup terhadap segala aspek kehidupan. Agama
berperan sebagai sumber kekuatan dan kesejahteraan pada individu. Konsep spiritualitas
dalam agama Islam berhubungan langsung dengan Al Quran dan Sunnah Nabi.59 Al Quran
maupun sunnah Nabi mengajarkan beragam cara untuk meraih kehidupan spiritual.
Pengalaman ibadah sebagai bentuk keintiman antara hamba dan Tuhannya. Menurut
Rasulullah SAW, setiap muslim hendaklah selalu menjalin hubungan yang intim dengan
Tuhannya setiap saat. Sebab, bagi muslim, setiap gerak anggota badan, panca indera dan
bahkan hati, adalah rangkaian pemenuhan kewajiban ibadah kepadaNya 60 Manusia
diajarkan untuk terus sadar bahwa ada kehidupan lain setelah kematian. Manusia seharusnya
terus meningkatkan spiritualitas selama hidup di dunia.
e. Pengalaman Hidup
Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif mempengaruhi spiritualitas
seseorang. Pengalaman hidup dapat mempengaruhi seseorang dalam mengartikan secara
spiritual terhadap kejadian yang dialaminya. Pengalaman hidup yang menyenangkan dapat
menyebabkan seseorang bersyukur atau tidak bersyukur. Sebagian besar individu bersyukur
terhadap pengalaman hidup yang menyenangkan.
f. Krisis dan Perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan spiritualitas pada seseorang. Krisis sering dialami
seseorang ketika menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan
kematian. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dialami seseorang merupakan
pengalaman spiritualitas yang bersifat fisik dan emosional. Jika seseorang mengalami
penyakit kritis, spiritualitas seseorang akan meningkat. Seseorang akan membutuhkan
kekuatan untuk menghadapi penyakitnya tersebut.
g. Terpisah dari Ikatan Spiritual
Pasien yang mengalami penyakit kritis biasanya ditempatkan di ruang intensif untuk
mendapatkan perawatan yang lebih optimal. Pasien yang ditempatkan di ruang intensif
biasanya merasa terisolasi dan jarang bertemu dengan kelurganya. Kebiasaan pasien menjadi
berubah, seperti tidak dapat mengikuti acara keluarga, kegiatan keagamaan, dan berkumpul
dengan keluarga dan teman dekatnya. Kebiasaan yang berubah tersebut dapat menganggu
emosional pasien dan dapat merubah fungsi spiritualnya.
h. Isu Moral Terkait dengan Terapi
Beberapa agama menyebutkan bahwa proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan
untuk menunjukkan kebesaranNya walaupun ada agama yang menolak intervensi
pengobatan. Pengobatan medik seringkali dapat dipengaruhi oleh pengajaran agama,
misalnya sirkumsisi, transplantasi organ, pencegahan kehamilan, sterilisasi. Konflik antara
jenis terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh pasien dan tenaga kesehatan.
i. Asuhan Keperawatan yang Kurang Sesuai
Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, perawat diharapkan untuk peka
terhadap kebutuhan spiritualitas pasien, tetapi dengan berbagai alas an ada kemungkinan
perawat menghindar untuk memberikan asuhan keperawatan spiritualitas. Hal tersebut terjadi
karena perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya, kurang menganggap
penting kebutuhan spiritualitas, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritualitas
dalam keperawatan atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritualitas pasien bukan
merupakan tugasnya tetapi tanggungjawab pemuka agama.Asuhan keperawatan untuk
kebutuhan spiritualitas mengalir dari sumber spiritualitas perawat. Perawat tidak dapat
memenuhi kebutuhan spiritualitas tanpa terlebih dahulu memenuhi kebutuhan spiritualitas
mereka sendiri. Perawat yang bekerja digaris terdepan harus mampu memenuhi semua
kebutuhan manusia termasuk juga kebutuhan spiritualitas pasien. Berbagai cara perawat
untuk memenuhi kebutuhan pasien mulai dari pemenuhan makna dan tujuan spiritualitas
sampai dengan memfasilitasi untuk mengekspresikan agama dan keyakinannya.

B. SPIRITUAL CARE
1. Definisi Spiritual Care
Spiritual care adalah praktek dan prosedur yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien
untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien (Cavendish R, Konecny L).
Spiritual care adalah kegiatan dalam keperawatan untuk membantu pasien yang dilakukan
melalui sikap dan tindakan praktek keperawatan berdasarkan nilai-nilai keperawatan spiritual
yaitu mengakui martabat manusia, kebaikan, belas kasih, ketenangan dan kelemahlembutan
(Meehan T). Spiritual care merupakan aspek perawatan yang integral dan fundamental
dimana perawat menunjukkan kepedulian kepada pasien (Meehan T). Spiritual care berfokus
pada menghormati pasien, iteraksi yang ramah dan simpatik, mendengarkan dengan penuh
perhatian dan memberikan kekuatan pada pasien dalam menghadapi penyakitnya (Chan MF).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa spiritual care adalah praktek dan prosedur
keperawatan yang dilakukan perawat untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien
berdasarkan nilai-nilai keperawatan spiritual yang berfokus pada menghormati pasien,
interaksi yang ramah dan simpatik, mendengar dengan penuh perhatian, memberi kesempatan
pada pasien untuk mengekspresikan kebutuhan pasien, memberikan kekuatan pada pasien
dan memberdayakan mereka terkait dengan penyakitnya, dan tidak mempromosikan agama
atau praktek untuk meyakinkan pasien tentang agamanya.
2. Peran Perawat Dalam Spiritual Care
Perawat merupakan orang yang selalu hadir ketika seseorang sakit, kelahiran, dan
kematian. Pada peristiwa kehidupan tersebut kebutuhan spiritual sering menonjol, dalam hal
ini perawat berperan untuk memberikan spiritual care. Perawat berperan dalam proses
keperawatan yaitu melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun
rencana dan implementasi keperawatan serta melakukan evaluasi kebutuhan spiritual pasien,
perawat juga berperan dalam komunikasi dengan pasien, tim kesehatan lainnya dan
organisasi klinis/pendidikan, serta menjaga masalah etik dalam keperawatan.
Peran perawat dalam proses keperawatan terkait dengan spiritual care dijelaskan sebagai
berikut :
a. Pengkajian kebutuhan spiritual pasien
Menurut Kozier et al, pengkajian kebutuhan spiritual terdiri dari pengkajian riwayat
keperawatan dan pengkajian klinik. Pada pengkajian riwayat keperawatan semua pasien
diberikan satu atau dua pertanyaan misalnya ‟apakah keyakinan dan praktek spiritual penting
untuk anda sekarang?”, bagaimana perawat dapat memberikan dukungan spiritual pada
anda?”. Pasien yang memperlihatkan beberapa kebutuhan spiritual yang tidak sehat yang
beresiko mengalami distres spiritualharus dilakukan pengkajian spiritual lebih lanjut.
Kozier menyarankan pengkajian spiritual sebaiknya dilakukan pada akhir proses
pengkajian dengan alasan pada saat tersebut sudah terbangun hubungan saling percaya antara
perawat dan pasien. Untuk itu diharapkan perawat meningkatkan sensitivitasnya, dapat
menciptakan suasana yang menyenangkan dan saling percaya, hal ini akan meningkatkan
keberhasilan pengkajian spiritual pasien. Pertanyaan yang diajukan pada pasien saat
wawancara untuk mengkaji spiritual pasien antara lain : adakah praktik keagamaan yang
penting bagi anda?, dapatkah anda menceritakannya pada saya?, bagaimana situasi yang
dapat mengganggu praktik keagamaan anda?, bagaimana keyakinan anda bermanfaat bagi
anda?, apakah cara-cara itu penting untuk kebaikan anda sekarang?, dengan cara bagaimana
saya dapat memberi dukungan pada spiritual anda?, apakah anda menginginkan dikunjungi
oleh pemuka agama di rumah sakit?, apa harapan-harapan anda dan sumber-sumber kekuatan
anda sekarang?, apa yang membuat anda merasa nyaman selama masa-masa sulit ini?. Pada
pengkajian klinik menurut meliputi :
1) Lingkungan
Apakah pasien memiliki kitab suci atau dilingkungannya terdapat kitab suci atau buku doa
lainnya, literatur-literatur keagamaan, penghargaan keagamaan, simbol keagamaan misalnya
tasbih, salib dan sebagainya diruangan? Apakah gereja atau mesjid mengirimkan bunga atau
buletin?
2) Perilaku
Apakah pasien berdoa sebelum makan atau pada waktu lainnya atau membaca literatur
keagamaan? Apakah pasien mengalami mimpi buruk dan gangguan tidur atau
mengekspresikan kemarahan pada Tuhan?
3) Verbalisasi
Apakah pasien menyebutkan tentang Tuhan atau kekuatan yang Maha Tinggi, tentang doa-
doa, keyakinan, mesjid, gereja, kuil, pemimpin spiritual, atau topik-topik keagamaan?
Apakah pasien menanyakan tentang kunjungan pemuka agama? Apakah pasien
mengekspresikan ketakutannya akan kematian?
4) Afek dan sikap
Apakah pasien menunjukkan tanda-tanda kesepian, depresi, marah, cemas, apatis atau tampak
tekun berdoa?
5) Hubungan interpersonal
Siapa yang berkunjung? Apakah pasien berespon terhadap pengunjung? Apakah ada pemuka
agama yang datang? Apakah pasien bersosialisasi dengan pasien lainnya atau staf perawat?
Pengkajian data objektif dilakukan perawat melalui observasi. Hal-hal yang perlu
diobservasi adalah apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi, atau
apatis? Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci, atau buku
keagamaan? Apakah pasien sering mengeluh, tidak dapat tidur, mimpi buruk dan berbagai
bentuk gangguan tidur lainnya, atau mengekspresikan kemarahannya terhadap agama?
Apakah pasien menyebut nama Tuhan, doa, rumah ibadah, atau topik keagamaan lainnya?
Apakah pasien pernah meminta dikunjungi oleh pemuka agama? Apakah pasien
mengekspresikan ketakutannya terhadap kematian, konflik batin tentang keyakinan agama,
kepedulian tentang hubungan dengan Tuhan, pertanyaan tentang arti keberadaannnya
didunia, arti penderitaan? Siapa pengunjung pasien? Bagaimana pasien berespon terhadap
pengunjung? Apakah pemuka agama datang menjenguk pasien? Bagaimana pasien
berhubungan dengan pasien yang lain dan dengan tenaga keperawatan? Apakah pasien
membawa kitab suci atau perlengkapan sembahyang lainnya? Apakah pasien menerima
kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan?. Pengkajian spiritual pasien dimulai dari pasien
atau keluarga pasien dengan cara mendengarkan dan melalui pengamatan termasuk interaksi
pasien dengan perawat, keluarga dan pengunjung lainnya, pola tidur, gangguan fisik, dan
tekanan emosional.
Namun dalam beberapa situasi perawat bertanya lebih mendalam misalnya tentang
pandangan spiritual pasien atau bagaimana pasien mengatasi suatu kondisi yang sedang
dihadapi. Pada pasien tertentu perawat mengakui bahwa pengkajian spiritual dengan
wawancara tidak perlu dilakukan, hanya melalui observasi saja, perawat berfikir pasien yang
sekarat tidak etis untuk dilakukan wawancara. Perawat dapat mengkaji dan memperoleh
kebutuhan spiritual pasien jika komunikasi yang baik sudah terjalin antara perawat dan
pasien, sehingga perawat dapat mendorong pasien untuk mengungkapkan hal-hal yang terkait
kebutuhan spiritual.

b. Merumuskan Diagnosa Keperawatan


Peran perawat dalam merumuskan diagnosa keperawatan terkait dengan spiritual pasien
mengacu pada distress spiritual. Menurut Carpenito (2006) salah satu masalah yang sering
muncul pada pasien paliatif adalah distress spiritual. Distres spiritual dapat terjadi karena
diagnose penyakit kronis, nyeri, gejala fisik, isolasi dalam menjalani pengobatan serta
ketidakmampuan pasien dalam melakukan ritual keagamaan yang mana biasanya dapat
dilakukan secara mandiri.
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan
arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik, literature, alam dan
kekuatan yang lebih besr dari dirinya (Hamid, 2008).
Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam prinsip hidup
yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan biologis dan psikososial
(Keliat dkk, 2011).
Berdasarkan definisi diatas distress spiritual memiliki ciri-ciri diantaranyaspiritual pain,
pengasingan diri (spiritual alienation), kecemasan (spiritual anxiety), rasa bersalah (spiritual
guilt), marah (spiritual anger), kehilangan (spiritual loss), putus asa (spiritual despair). Distres
spiritual selanjutnya dijabarkan dengan lebih spesifik sebagai berikut :
1. Spiritual Pain Spiritual pain merupakan ekspresi atau ungkapan dari ketidaknyamanan pasien
akan hubungannya dengan Tuhan. Pasien dengan penyakit terminal atau penyakit kronis
mengalami gangguan spiritual dengan mengatakan bahwa pasien merasa hampa karena
selama hidupnya tidak sesuai dengan yang Tuhan inginkan, ungkapan ini lebih menonjol
ketika pasien menjelang ajal.
2. Pengasingan Diri (spiritual alienation)
Pengasingan diri diekspresikan pasien melalui ungkapan bahwa pasien merasa kesepian atau
merasa Tuhan menjauhi dirinya. Pasien dengan penyakit kronis merasa frustasi sehingga
bertanya : dimana Tuhan ketika saya butuh Dia hadir?
3. Kecemasan (spiritual anxiety)
Dibuktikan dengan ekspresi takut akan siksaan dan hukuman Tuhan, takut Tuhan tidak
peduli, takut Tuhan tidak menyukai tingkahlakunya. Beberapa budaya meyakini bahwa
penyakit merupakan suatu hukuman dari Tuhan karena kesalahankesalahan yang dilakukan
semasa hidupnya.
4. Rasa Bersalah (spiritual guilt)
Pasien mengatakan bahwa dia telah gagal melakukan hal-hal yang seharusnya dia lakukan
dalam hidupnya atau mengakui telah melakukan hal-hal yang tidak disukai Tuhan.
5. Marah (spiritual anger)
Pasien mengekspresikan frustasi, kesedihan yang mendalam, Tuhan kejam. Keluarga pasien
juga marah dengan mengatakan mengapa Tuhan mengijinkan orang yang mereka cintai
menderita.
6. Kehilangan (spiritual loss)
Pasien mengungkapkan bahwa dirinya kehilangan cinta dari Tuhan, takut bahwa
hubungannya dengan Tuhan terancam, perasaan yang kosong. Kehilangan sering diartikan
dengan depresi, merasa tidak berguna dan tidak berdaya.
7. Putus Asa (spiritual despair)
Pasien mengungkapkan bahwa tidak ada harapan untuk memiliki suatu hubungan dengan
Tuhan, Tuhan tidak merawat dia. Secara umum orang-orang yang beriman sangat jarang
mengalami keputusasaan.
c. Menyusun Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan membantu untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam diagnosa
keperawatan. Rencana keperawatan merupakan kunci untuk memberikan kebutuhan spiritual
pasien dengan menekankan pentingnya komunikasi yang efektif antara pasien dengan
anggota tim kesehatan lainnya, dengan keluarga pasien, atau orang-orang terdekat pasien.
Memperhatikan kebutuhan spiritual pasien memerlukan waktu yang banyak bagi perawat dan
menjadi sebuah tantangan bagi perawat disela-sela kegiatan rutin di ruang rawat inap,
sehingga malam hari merupakan waktu yang disarankan untuk berkomunikasi dengan
pasien.
Pada fase rencana keperawatan, perawat membantu pasien untuk mencapai tujuan yaitu
memelihara atau memulihkan kesejahteraan spiritual sehingga kepuasan spiritual dapat
terwujud. Rencanaan keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan berdasarkan
NANDA meliputi :
1) Mengkaji adanya indikasi ketaatan pasien dalam beragama, mengkaji sumber-sumber
harapan dan kekuatan pasien, mendengarkan pendapat pasien tentang hubungan spiritual dan
kesehatan, memberikan privasi, waktu dan tempat bagi pasien untuk melakukan praktek
spiritual, menjelaskan pentingnya hubungan dengan Tuhan, empati terhadap perasaan pasien,
kolaborasi dengan pemuka agama, meyakinkan pasien bahwa perawat selalu mendukung
pasien.
2) Menggunakan pendekatan yang menenangkan pasien, menjelaskan semua prosedur dan
apa yang akan dirasakan pasien selama prosedur, mendampingi pasien untuk memberikan
rasa aman dan mengurangi rasa takut, memberikan informasi tentang penyakit pasien,
melibatkan keluarga untuk mendampingi pasien, mengajarkan dan menganjurkan pasien
untuk menggunakan tehnik relaksasi, mendengarkan pasien dengan aktif, membantu pasien
mengenali situasi yang menimbulkan kecemasan, mendorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, dan persepsi.
3) Membantu pasien untuk beradaptasi terhadap perubahan atau ancaman dalam kehidupan,
meningkatkan hubungan interpersonal pasien, memberikan rasa aman.
d. Implementasi Keperawatan
Membantu berdoa atau mendoakan pasien juga merupakan salah satu tindakan
keperawatan terkait spiritual Islam pasien. Berdoa melibatkan rasa cinta dan keterhubungan.
Pasien dapat memilih untuk berpartisipasi secara pribadi atau secara kelompok dengan
keluarga, teman atau pemuka agama Islam. Pada situasi ini peran perawat adalah memastikan
ketenangan lingkungan dan privasi pasien terjaga.
Keadaan sakit dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk berdoa. Pada beberapa
rumah sakit pasien dapat meminta perawat untuk berdoa dengan mereka dan ada yang berdoa
dengan pasien hanya bila ada kesepakatan antara pasien dengan perawat. Karena berdoa
melibatkan perasaan yang dalam, perawat perlu menyediakan waktu bersama pasien setelah
selesai berdoa, untuk memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan
perasaannya.
Menurut Kozier et al, perawat perlu juga merujuk pasien kepada pemuka agama. Rujukan
mungkin diperlukan ketika perawat membuat diagnosa distres spiritual, perawat dan pemuka
agama dapat bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien.
Implementasi perawat harus peduli, penuh kasih, gembira, ramah dalam berinteraksi, dan
menghargai privasi.
e. Evaluasi
Untuk melengkapi siklus proses keperawatan spiritual pasien, perawat harus melakukan
evaluasi yaitu dengan menentukan apakah tujuan telah tercapai. Hal ini sulit dilakukan karena
dimensi spiritual yang bersifat subjektif dan lebih kompleks. Membahas hasil dengan pasien
dari implementasi yang telah dilakukan tampaknya menjadi cara yang baik untuk
mengevaluasi spiritual care pasien.
Respon spiritual pada tahun 2004 pada tahap evaluasi perawat menilai bagaimana efek
pada pasien dan keluarga pasien dimana diharapkan ada efek yang positif terhadap pasien dan
keluarganya, misalnya pasien dan keluarganya mengungkapkan bahwa kebutuhan spiritual
mereka terpenuhi, mengucapkan terimakasih karena sudah menyediakan pemuka agama.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perawat dalam Pemberian Kebutuhan Spiritual
Ada pun faktor-faktor yang mempengaruhi perawat dalam memberikan kebutuhan
spiritual kepada pasien, yaitu :
a. Ketidakmampuan perawat untuk berkomunikasi
Komunikasi yang tidak efektif dapat mengakibatkan pasien tidak mampu mengungkapkan
kebutuhan spiritualnya.
b. Ambigu
Ambigu terjadi ketika adanya perbedaan keyakinan antara perawat dengan pasien. Perawat
akan merasa kebingungan, takut salah, dan menganggap spiritual terlalu sensitive dan
merupakan hak pribadi pasien.
c. Kurangnya pengetahuan tentang spiritual care
Pengetahuan perawat tentang spiritual care juga mempengaruhi perawat dalam memberikan
kebutuhan spiritual pasien. Jika perawat percaya bahwa pemberian spiritual care adalah
ibadah maka persepsi ini akan secara langsung akan memberikan kebutuhan spirual kepada
pasien. Spiritual perawat itu sendiri mempengaruhi bagaimana mereka berperilaku,
bagaimana menangani pasien, dan bagaimana berkomunikasi dengan pasien pada saat
perawat memberikan spiritual care.
d. Hal yang bersifat pribadi
Perawat berpendapat bahwa spiritual merupakan hal yang bersifat pribadi, sehingga sulit
untuk ditangani perawat.
e. Takut melakukan kesalahan
Adanya perasaan takut jika apa yang dilakukan adalah hal yang salah, dalam situasi yang
sulit hal ini dapat mengakibatkan penolakan dari pasien.

f. Organisasi dan manajemen


Jika profesi perawat memberikan perawatan spiritual yang efektif maka manajemen harus
bertanggungjawab dan mendukung pemberian spiritual care.
g. Hambatan ekonomi berupa kekurangan perawat, kurangnya waktu, masalah pendidikan
Perawat mengungkapkan bahwa mereka kurang percaya diri dalam memberikan spiritual care
karena kurangnya wawasan dan pengetahuan.
h. Gender
Perawat wanita lebih berempati terhadap perasaan orang lain, penyayang, cepat merasa iba,
dan menghibur orang lain.
i. Pengalaman kerja
Perawat yang berpengalaman lebih dari 3 tahun memiliki kepercayaan yang tinggi tentang
spiritual care daripada perawat yang memiliki pengalaman kurang dari 3 tahun.
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.A DENGAN HIV AIDS DI IRNA NON


BEDAH PENYAKIT DALAM PRIA RSUP Dr. M DJAMIL PADANG

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Identifikasi Klien :
a. Nama : Tn.A
b. No. MR :969457
c. Tempat/ Tgl Lahir :Lubuk Basung, 13 Februari 1988
d. Umur : 29 tahun
e. Jenis Kelamin : Laki – Laki
f. Status Kawin : Belum Kawin
g. Agama : Islam
h. Pendidikan terakhir : Perguruan Tinggi
i. Pekerjaan : Guru honorer
j. Tanggal Masuk : 19 Mei 2017
k. Alamat : Jorong V Sungai Jaring Lubuk Basung
l. Diagnosa Medis : Sepsis ec BP droplet CAP
SIDA putus obat,susp TB, condidiasis oral, Diare
kronis
Gangguan Faal hepar
2. Identifikasi Penanggung Jawab
a. Nama : Ny. R
b. Pekerjaan : Mengurus Rumah Tangga
c. Alamat : Jorong V Sungai Jaring Lubuk Basung
d. Hubungan : Ibu Kandung
3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien masuk RSUP Dr. M. Djamil Padang melalui IGD dirujuk dari
RSUD Lubuk Basung pada tanggal 19 Mei 2017 jam 14.30 WIB,
dengan keluhan demam tinggi terus menerus sejak 1 minggu yang lalu,
diare, badan terasa lemah dan letih, nafsu makan menurun, sariawan,
bibir kering dan pecah-pecah serta kehilangan berat badan yang
signifikan.

Pada saat pengkajian tanggal 23 Mei 2017 jam 10.00 WIB didapatkan
pasien dengan kesadaran komposmentis, keadaan umum klien tampak
lemah dan letih. Pasien mengatakan demam tidak ada lagi, pasien
mengatakan masih diare, BAB cair dengan frekuensi 2-3 kali sehari
konsistensi cair, bewarna kuning. Pasien mengatakan nyeri dada di
sebelah kanan bagian bawah dan punggung kanan, nyeri terasa seperti
mendesak, pasien mengatakan skala nyeri berkirasar antara 6 sampai 7,
nyeri di rasakan hilang timbul. Pasien juga mengatakan nafsu makan
menurun, Sariawan di mulut, bibir kering dan pecah pecah. Pasien
mengatakan tidak ada keluhan pada paru.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien pernah dirawat 3 bulan yang lalu dan di diagnosa HIV AIDS, pasien
mendapat terapi ARV namun dihentikan karena pasien mengeluh mual saat
makan obat tersebut. Pasien merupakan mahasiswa tamatan tahun 2012,
pasien mengaku sejak tinggal di Riau untuk kuliah terpengaruh dengan
lingkungan,pasien mengaku sering keluar malam, pasien berhubungan
seksual dengan sesama jenis atau yang di sebut dengan homoseksual. Pasien
mengatakan tidak minum alkohol, merokok, ataupun narkoba.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit HIV
AIDS. Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai
penyakit keturunan seperti Hipertensi, DM, Jantung serta penyakit TBC.

4. Pola aktivitas sehari – hari (ADL)

a. Pola Nutrisi

1) Sehat

Pasien mengatakan makan 2 kali sehari pasien mengkonsumsi nasi


ditambah lauk pauk, sayur dan kadang kadang juga mengkonsumsi buah
dan makanan tambahan seperti snack. Pasien mengatakan tidak
memiliki alergi makanan. Pasien minum air putih 6-7 gelas/hari. Pasien
mengatakan berat badan sebelum sakit (2 bulan yang lalu) yaitu 43 kg
dan berat badan sekarnag 31 kg.

2) Sakit

Porsi makan pasien sebelum dirawat di rumah sakit 3-5 sendok dalam 1
kali makan.Pasien mengatakan sudah mengalami penurunan nafsu
makan sejak lebih kurang 3 bulan yang lalu, saat di rawat di rumah
pasien lebih sering mengkonsumsi bubur kacang hijau dan susu. Pasien
sulit untuk makan karena sariawan dan bibir kering serta ada mual dan
muntah. Saat dirawat dirumah pasien minum 5-6 gelas dan minum susu
3 x 200 ml.

Pasien mengatakan saat dirawat di rumah sakit hanya menghabiskan 2-4


sendok dari porsi makanan yang disediakan di rumah sakit Pasien
mendapatkan diet ML rendah serat + ekstra ikan gabus tiga kali sehari.
Saat sakit pasien minum air putih 2 sampai 3 gelas ±600 cc perhari

b. Pola Eliminasi

1) Sehat
BAB : pada saat sehat pasien BAB 1 kali sehari dengan konsistensi

lunak bewarna kecoklatan. BAK : pada saat sehat pasien BAK lebih
kurang 5 kali sehari, pasien BAK dengan lancar
2) Sakit

BAB : pasien mengatakan diare sejak 1 minggu sebelum masuk rumah


sakit frekuensi hilang timbul, jika diare 3-4 kali dalam sehari, bewarna
kuning, konsistensi cair.

c. Pola Tidur dan Istirahat

1) Sehat

Saat sehat pasien tidur 7 sampai 8 jam pada malam hari dan tidur siang
1-2 jam.

2) Sakit

Selama sakit jam tidur pasien meningkat, waktu pasien lebih banyak
digunakan untuk tidur dan istirahat. Masalah yang ditemukan pasien saat
tidur yaitu pada malam hari terbangun karena BAB, demam serta
berkeringat malam.

d. Pola Aktivitas dan Latihan

1) Sehat

Saat sehat pasien mampu melakukan aktifitas sehari hari secara mandiri.

2) Sakit

Saat sakit aktivitas pasien lebih banyak di tempat tidur dan bergerak di
dalam kamar. Aktivitas pasien sering dibantu orang tua untuk aktivitas
makan dan minum, mandi serta toileting.

e. Pola bekerja

1) Sehat

saat sehat pasien bekerja sebagai guru honorer di MTSn selama 6 kali
dalam seminggu

2) Sakit
Pada saat sakit pasien tidak bekerja karena tubuh terasa lemah dan letih,
pasien mengatakan sudah 2 bulan tidak lagi mengajar.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum

1) Tinggi badan : 157 cm


2) Berat badan : 31 kg
3) IMT : 12,91 ( Berat badan kurang )
4) Lingkar lengan : 19 cm
5) Kesadaran : Composmentis Coperatif
6) Tekanan darah : 80/60 mmHg
7) Nadi : 89 x/i
8) Pernafasan : 19 x/i
o
9) Suhu : 36,0 C

b. Wajah

Simetris kiri dan kanan, tampak pucat, tidak ada lesi dan tidak ada udema.

c. Kepala

Kepala simetris, tidak ada pembengkakan pada kepala dan tidak ada lesi.

d. Rambut

Rambut bewarna pirang, distribusi rambut tidak merata, rambut mudah


rontok, berketombe.

e. Mata

Mata simetris kiri dan kanan, terdapat kantung mata, konjungtiva anemis,
sklera tidak ikhterik,reflek cahaya positik kiri dan kanan, reflek pupil

isokor, ukuran pupil 2mm/2mm

f. Hidung

Hidung simetris, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, tidak terdapat


pembengkakan, tidak terdapat nyeri tekan.

g. Mulut
Bibir tampak kering dan pecah-pecah, terdapat condidiasis oral, terdapat
sariawan, terdapat gigi yang berlubang

h. Telinga

Telinga simetris, tidak terdapat pembengkakan di area telinga, terdapat


serumen di kedua telinga.
i. Leher

Leher simetris, tidak ada pembengkakan kelenjer getah bening, dan tidak
terdap bendungan vena jugularis.

j. Paru-Paru

Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri dan kanan, tidak terdapat


retraks dinding dada
Palpasi : Premitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor
Auskultasi :Bronko vasikuler
k. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi :Ikhtus kordis teraba
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : reguler
l. Abdomen
Inspeksi : terdapat distensi abdomen, tidak terdapat udema
dan juga lesi
Ausklutasi : bising usus 20 x/m
Palpasi : hepar teraba dan terdapat nyeri tekan
Perkusi : saat dilakukan perkusi hepar didapatkan suara pekak

m. Kulit

Kulit terlihat kering, tidak terdapat tanda-tanda lesi (sarkoma kaposi)


terdapat sarkoma kaposi, turgor kulit jelek.

n. Genitalia

Pasien mengatakan tidak ada keluhan di area kemaluan.

o. Ekstremitas

Atas : Pasien terpasang IVFD Wida KN-2 8 tetes/menit di

tangan sebelah kanan, akral teraba dingin, tidak ada udema, CRT
> 3 detik, tonus otot melemah

Bawah : tidak terdapat udema, akral teraba dingin, CRT > 3 detik,

tonus otot melemah


6. Data Psikologis

a. Status Emosional

Pasien mampu untuk mengontrol emosi. Pasien tampak murung dan lesu.
Pasien mengatakan badan terasa leamah dan letih.

b. Kecemasan

Pasien mengatakan cemas karena merasa kondisinya semakin memburuk


dan belum merasakan perubahan dari kesehatannya.

c. Pola Koping

Pola koping pasien baik namun pasien tampak kurang bersemangat dalam
menjalani pengobatannya, dan merasa pasrah terhadap penyakit yang di
deritanya.

d. Gaya Komunikasi

Pasien mampu diajak berkomunikasi. Saat pengkajian pasien lebih banyak


merunduk, saat bicara pasien sesekali menatap ke lawan bicara.

e. Konsep diri diurai untuk komponen gambaran diri, harga diri, peran,
identitas, dan ideal diri.

Pasien merupakan seorang laki – laki yang berusia 29 tahun, belum menikah
dan merupakan seorang guru agama. Pasien mengatakan merasa malu
dengan kondisinya saat ini, pasien tidak percaya diri dengan tubuhnya saat
ini dan malu jika bertemu dengan orang lain. Pasien mengatakan pasrah
dengan penyakit yang di deritanya saat ini..

7. Data Sosial Ekonomi

Ibu pasien mengatakan saat sakit pasien lebih banyak dan sering menyendiri di
kamar.Pasien bekerja sebagai guru honorer di MTSn pasien mengatakan
mendapatkan gaji 1.350.000 per bulanya. gajinya pas pasan untuk membiayai
kehidupannya sendiri, pasien masih tinggal bersama kedua orang tuanya. Pasien
memakai kartu BPJS kelas III untuk membiayai rumah sakit.
8. Data Spiritual

Klien mengatakan berdoa untuk kesembuhannya. Saat sehat pasien rajin


melaksanakan shalat namun saat sakit klien tidak tampak melaksanakan shalat.

9. Lingkungan tempat tinggal

a. Tempat pembuangan kotoran : WC + sepctic tang


b. Tempat pembuangan sampah : dikumpulkan lalu dibakar
c. Pekarangan : pasien mengatakan perkarangan rumah
cukup luas
d. Sumber air minum : klien minum dengan air galon dan
kadang- kadang air sumur dengan di masak terlebih dahulu
e. Pembuangan air limbah : klien buang air limbah diselokan
belakang rumah

10. Data Penunjang

Jenis Hasil
Pemeriksaan Nilai Rujukan
19 20 22 23
Hemoglobin 10,1 9,2 14-18 g/dl
Leukosit 5.140 3230 5.000-10.000/mm3
Eritrosit 3,0 4,5-5,5 Juta
Trombosit 220.000 265.000 150.000-400.000/ mm3
Hematokrit 30 29 40-48%
Retikulosit 0,3 0,5–2%
Hematologi

MCHC 32 32–36

LED 75 0 – 10 mm
MCV 96 82 – 92 fL
MCH 31 27 – 31 pg

Basofil 0 0-1,0%
Eosinofil 0 1,0 – 3,0 %
N. Batang 6 2,0 – 6,0 %
N.Segmen 84 50–70%
Limfosit 9 20–40%
Monosit 1 2,0 – 8,0 %
GDS 107 < 200 mg/dl

Klinik
Kreatinin Darah 0,6 0,6-1,1 mg/dl

Ureum darah 14 10,9-50,0 mg/dl

Albumun 2,8 2,8 gr/dl


Kimia

Globulin 2,6 1,3 – 2,7 g/dl


SGOT 99 < 38 u/i
SGPT 366 < 41u/i
PH 7,46 7,49
PCO2 23 34

AGD
PO2 162 86
HCO3- 16,4 25,9
Kuning Kuning - Coklat
Warna
muda
Kekeruhan Negatif Negatif
Urin

BJ 1,010 1,003 – 1,030

PH 6,5 4,6 – 8,0


Leukosit 0-1 ≤5
Pemeriksaan

Eritrosit 0-1 ≤1
Protein Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobinogen Positif Positif

HBsAg 0,01 < 0,13 ( Negatif )


Imnunol–ogi

Anti HCV 0,10 < 1 ( Negatif )


Serologi

CD4 24 ≥ 600 Sel/μL

Procalation 0,41 < 0,5 Low Risk

11. Program dan Rencana Peengobatan

Program pengobatan pasien mulai dari tanggal 19 mei 2017 sampai 29 mei

2017 adalah sebagai berikut :


IVFD NaCl 0,9% 8J/kolf
Caeftazidime 2x1g (IV)
Paracetamol 3 x 500 g (PO)
Nacetilsistein 3 x 200 g (PO)
Flukonazole 1 x 150 g (PO)
Cotrimoxazole 1 x 960 g (PO)
Ciprofloxacin 2 x 120 (IV)
Tranfusi albumin 20% 100 cc (IV)
KCL 400 mg (IV)
WIDA KN-2 1 kolf
B. ANALISA DATA KEPERAWATAN

Data Masalah Penyebab

DS : Kekurangan Kehilangan cairan aktif


a. Pasien mengatakana badan volume cairan
terasa lemah
b. Pasien mengatakan BAB cair
c. Frekuensi BAB 2-3 kali sehari
d. Pasien merasakan sering haus
e. Pasien mengatakan jika suhu
tubuh naik, keringat sering
banyak

DO :

a. Pasien tampak lemah


b. Bibir klien tampak kering
c. Turgor kulit Jelek
d. CRT > 3 detik
e. Kulit tampak kering
f. TD = 80/60 mmHg
g. N = 89 x/i
h. Pasien mendapatkan terapi
IVFD Wida KN-2
DS : Nyeri akut Agen cedera; biologis
a. Pasien mengatakan nyeri
dada di sebelah kanan bagian
bawah dan punggung kanan
b. Pasien mengatakan nyeri
terasa seperti mendesak
c. Pasien mengatakan skala
nyeri berkisar antara 6
sampai 7
d. Pasien mengtakan nyeri
terasa hilang timbul
e. Pasien mengatakan posisi
tidur lebih senang miring ke
kiri, agar tidak terasa nyeri

Do:

a. Pasien tampak tidak


bersemangat
b. Pasien tampak melindungi
area nyeri
c. Nyeri pada abdomen
kuadran atas
d. TD : 80/60 mmHg
e. N : 89 x/i
DS : Diare Proses Infeksi

a. Pasien mengatakan diare


hilang timbul sejak 1
minnggu sebelum
masuk rumah sakit
b. Pasien mengtakan
konsentrasi BAB cair
c. Pasien mengatakan frekuensi
diare 2 sampai 3 kali ssehari

DO:

a. Pasien tampak lemah


b. Bising usus 21 x/i
c. TD : 80/60 mmHg
d. N : 89 x/i
DS : Ketidak Faktor biologis
a. Pasien mengatakan berat seimbangan
badan mengalami penurunan nutrisi kurang
drastis sejak 2 bula terakhir dari kebutuhan
b. Pasien mengatakan tidak tubuh
nafsu makan
c. Pasien mengatakan
penurunan nafsu makan
sudah sejak 2 bulan yang
lalu
d. Pasien mengatakan makanan
hanya dihabiskan 2-3 sendok
e. Pasien mengtakan merasa
mual jika makan nasi
f. Pasien mengatakan kadang
kadang muntah

DS:

a. Pasien tampak kurus


b. Berat Badan sekarang : 31
kg
c. Tinggi badan : 157 cm
d. IMT
e. Porsi makan tampak tidak
habis
f. Bising usus 20 x/i
g. Bibir kering
h. Terdapat sariawan
i. Tonus otot melemah
DS: Harga diri rendah Gangguan citra tubuh
a. Pasien mengatakan merasa situasional
malu dengan kondisinya saat
ini
b. pasien mengatakan tidak
percaya diri dengan
tubuhnya saat ini dan malu
bertemu dengan orang lain

c. pasien mengatakan
pasrah dengan penyakit
yang dideritanya saat ini
d. Ibu pasien mengatakan saat
sakit pasien lebih banyak
diam dan sering
menyendiri di kamar

DO:

a. Pasien tampak murung


b. Pasien tampak kurang
bersemangat dalam
menjalani pengobatannya
c. Saat berkomunikasi pasien
lebih banyak merunduk
d. Saat bicara pasien sesekali
menatap ke lawan bicara

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnosa Ditemukan Masalah Dipecahkan Masalah


Keperawatan

Tgl Paraf Tgl Paraf

1 Kekurangan 23 Mei
volume cairan 2017
berhubungan
dengan
Kehilangan
cairan aktif

2 Nyeri akut 23 Mei


berhubungan 2017
dengan agen
cedera; biologis

3 Diare 23 Mei
berhubungan 2017
dengan Proses
Infeksi
4
Ketidak 23 Mei
seimbangan 2017
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan faktor
biologis

Harga diri 25 Mei


rendah 2017
5
situasional
berhubungan
dengan
Gangguan citra
tubu

D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO Diagnosa Intervensi
Keperawatan
NOC NIC

1 Kekurangan Setelah dilakukan Menajemen cairan:


volume cairan tindakan keperawatan 1) Jaga intake/ asupan
berhubungan diharapkan yang akurat dan catat
dengan keseimbangan cairan ouput pasien
Kehilangan tidak terganggu dengan 2) Monitor status hidrasi
cairan aktif kriteria hasil : (misalnya membran
1) Tekanan darah mukosa lembab,
tidak terganggu denyut nadi adekuat,
2) Denyut nadi radial dan tekanan darah
tidak terganggu ortostatik)
3) Keseimbangan 3) Monitor tanda tanda
intake dan output vital
dalam 24 jam tidak 4) Beri terapi IV, seperti
terganggu yang ditentukan
4) Berat badan stabil 5) Distribusi cairan
5) Turgor kulit tidak selama 24 jam
terganggu
Monitor cairan :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1) Tentukan jumlah dan
diharapkan hidrasi jenis intake/asupan
tidak terganggu dengan cairan serta kebiasaan
kriteria hasil : eliminasi
2) Tentukan faktor faktor
1) Turgor kulit tidak yang menyebabkan
terganggu ketidak seimbangan
2) Membran mukosa cairan
lemba tidak 3) Periksa isi ulang
terganggu kapiler
3) Intake cairan tidak 4) Periksa turgor kulit
terganggu 5) Monitor berat badan
4) Output cairan tidak 6) Monitor kadar serum
terganggu albumin dan protein
5) Perfusi jaringan total
tidak terganggu 7) Monitor membran
6) Tidak ada nadi mukosa, turgor kulit
cepat dan lemah dan respon haus
7) Tidak ada
kehilangan
berat badan

2 Nyeri akut Setelah dilakukan Pemberian analgesik :


berhubungan tindakan keperawatan 5) Tentukan lokasi,
dengan agen diharapkan kontrol karakteristik, kualitas
cedera; nyeri dapat dan keparahan nyeri
biologis dipertahankan dengan sebelum mengobati
kriteria hasil: pasien
4) Secara konsisten 6) Cek perintah
menunjukkan pengobatan meliputi
menggunakan obat, dosis, dan
tindakan frekuensi obat
pengurangan analgesik yang
(nyeri) tanpa diresepkan
analgesik 7) Cek adanya riwayat
5) Secara konsisten alergi obat
menunjukkan 8) Pilih analgesik atau
Menggunakan kombinasi analgesik
analgesik yang yang sesuai ketika
direkomendasikan lebih dari satu
6) Melaporkan nyeri diberikan
terkontrol
Menajemen nyeri :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 11) Lakukan pengkajian
tingkat nyeri dapat nyeri komprehensif
diatasi: yang meliputi lokasi,
karakteristik,
6) Nyeri yang onset/durasi,
dilaporkan tidak frekuensi, kualitas,
ada intensitas atau
7) Mengerang dan beratnya nyeri dan
meringis tidak ada faktor pencetus
8) Menyeringit tidak 12) Observasi adanya
ada petunjuk nonverbal
9) Ketegangan otot mengenai
tidak ada ketidaknyamanan
10) Tanda –tanda vital 13) Gunakan strategi
tidak mengalami komunikasi terapeutik
devisiasi untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan
sampaikan
penerimaan pasien
terhadap nyeri
14) Kaji bersama pasien
faktor-faktor yang
dapat menurunkan
atau memberatkan
nyeri
15) Ajarkan penggunaan
teknik non
farmakologilan nyeri
16) Evaluasi keefektifan
dari tindakan
pengontrolan
17) Mendukung istirahat
tidur
18) Memberikan
informasi terkait
dengan diagnosa dan
keperawatan
19) Mendorong keluarga
menemani pasien
20) Kaji tanda verbal dan
non verbal dari
ketidak nyamanan

Monitor tanda tanda vital :


2) Monitor tekanan
darah, nadi, suhu, dan
status pernafasan
dengan tepat

3 Diare Setelah dilakukan Menajemen saluran cerna


berhubungan tindakan keperawatan 1) Monitor buang air
dengan Proses diharapkan eliminasi besar termasuk
Infeksi usus tidak terganggu frekuensi, konsistensi,
dengan kriteria hasil : bentuk, volume dan
1) Pola eliminasi tidak warna dengan cara
terganggu yang tepat
2) Suara bising usus 2) Monitor bising
tidak terganggu
3) Diare tidak ada usus Menajemen diare

Setelah dilakukan 1) Tentukan riwat diare


2) Ambil tinja untuk
tindakan keperawatan pemeriksaan kultur
diharapka tidak terjadi dan sensitifitas bila
diare berlanjut
keparahan infeksi,
3) Instruksikan pasien
dengan kriteria hasil : atau anggota keluarga
untuk mencatat warna,
1) Melaise tidak ada volume, frekuensi, dan
2) Nyeri tidak ada konsistensi tinja

3) Depresi jumlah sel 4) Identifikasi faktor


darah putih tidak ada yang bisa
menyebabkan diare
(misalnya medikasi,
bakteri, dan
pemberian makan
lewat selang)
5) Amati turgor kulit
secara berkala

Monitor Elektrolit

1) Monitor serum
elektrolit
2) Memonitor serum
albumin dan kadar
protein total, sesuai
dengan indikasi
3) Memonitor ketidak
seimbangan asam basa
4) Identifikasi ketidak
seimbangan elektrolit
5) Monitor ketidak
seimbangan asam basa
6) Identifikasi
kemungkinan
penyebab ketidak
seimbangan elektrolit
7) Monitor adanya mual,
muntah dan diare

Terapi Intravena (IV)


1) Berikan pengobatan IV, sesuai
yang diresepkan, dan monitor
untuk hasilnya
2) Monitor kecepatan
aliran intravena dan
area intravena selama
selama pemberian
infusu
3) Monitor tanda vital

Ketidak Setelah dilakukan Menajemen nutrisi :


4 seimbangan tindakan keperawatan 1) Tentukan status gizi
nutrisi kurang diharapkan status pasien dan
dari kebutuhan nutrisi dapat kemampuan pasien
tubuh ditingkatkan dengan untuk memenuhi
berhubungan kriteria hasil : kebutuhan gizi
dengan faktor 1) Asupan nutrisi tidak 2) Identifikasi adanya
biologis menyimpang dari alergi atau intolerasi
rentang normal makanan yang
2) Asupan makanan dimiliki pasien
tidak menyimpang 3) Monitor kalori dan
dari rentang normal asupan makanan

Setelah dilakukan Monitor nutrisi :


tindakan keperawatan
diharapkan status 1) Lakukan
nutrisi : Asupan nutrisi pengukuranantropome
dapat ditingkatkan tri pada komposisi
dengan kriteria hasil : tubuh (misalnya
indeks masa tubuh)
1) Asupan kalori 2) Monitor kecendrungan
sebagian besar turun dan naiknya
adekuat berat badan
2) Asupan protein 3) Identifikasi perubahan
sebagian besar berat badan terakhir
adekuat 4) Monitor turgor kulit
3) Asupan lemak dan mobilitas
sebagian besar 5) Identifikasi adanya
adekuat abnormalitas rambut
4) Asupan (misalnya kering,
makan dengan kriteria jaringan konjungtiva
hasil : yang kering
11) Identifikasi adanya
1) Intake makanan ketidak normalan
tidak terganggu dalam rongga mulut
2) Intake nutrisi tidak (misalnya;inflamasi,
terganggu kenyal, ompong, gusi
3) Intake cairan tidak berdarah; kering, bibir
terganggu pecah-pecah, bengkak,
merah tua, lidah kasar)
Setelah dilakukan
12) Lakukan pemeriksaan
tindakan keperawatan
laboratorium, monitor
diharaokan terjadi
hasilnya (misalnya
peningkatan status
kolesterol, serum
nutrisi : asupan
albumin,nitrogen,
makanan dan cairan
urin, selama 24 jam,
dengan kriteria hasil :
hitung limfosit total
dan nilai elektrolit)
1) Asupan makanan
secara oral
Pemberian nutrisi total
sebagian besar
parenteral :
adekuat
2) Asupan cairan 1) Pastikan isersi
intravena intravena cukup paten
sepenuhnya untuk memberikan
adekuat nutrisi intravena
2) Pertahankan
kecepatan aliran yang
konstan
3) Monitor masukan dan
output cairan
4) Monitor kadar
albumin, protein total,
elektrolit, profil lipid,
glukosa darah dan
kimia darah
5) Monitor tanda tanda
vital

5 Harga diri Setelah dilakukan Peningkatan citra tubuh


rendah tindakan keperawatan 6) Tentukan harapan
situasional diharapkan terjadi citra diri pasien
berhubungan peningkatan harga diri didasarkan pada tahap
dengan dengan kriteria hasil : perkembangan
Gangguan citra 7) Tentukan perubahan
tubuh 6) Verbalisasi fisik saat ini apakah
penerimaan diri berkontribusi pada cita
7) Penerimaan diri pasien
terhadap 8) Bantu pasien untuk
keterbatasan diri mendiskusikan
8) Mempertahankan perubahan -perubahan
posisi tegak (bagian tubuh)

9) Mempertahanka disebabkan adanya


n kontak mata
penyakit dengan cara
10) Komunikasi
terbuka yang tepat

9) Monitor frekuensi dari


pernyataan
mengkritisi diri
10) Monitor pernyataan
yang mengidentifikasi
citra tubuh mengenai
ukuran dan berat
badan

Peningkatan koping :

4) Gunakan pendekatan
yang tenang dan
memberikan jaminan
5) Berikan suasana
penerimaan
6) Sediakan informasi
aktual mengenai
diagnosis, penanganan
dan prognosis

Peningkatan harga diri

3) Monitor penerimaan
pasien mengenai harga
diri
4) Jangan mengkritisi
pasien secara negatif

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tgl/ Diagnosa Tindakan Paraf


Hari Keperawatan Keperawatan

23 Kekurangan volume 10. Mencatat Intake dan Output


Mei cairan berhubungan pasien
2017 dengan kehilangan 11. Menilai status hidarasi dari
cairan aktif mukosa bibir, denyut nadi, dan
tekanan darah
12. Mengukur TTV (tekanan darah,
nadi, pernafasan, dan suhu tubuh
13. Memberikan terapi IV
14. Menentukan faktor – faktor yang
menyebabkan ketidak
seimbangan cairan
15. Memerika CRT
16. Memeriksa turgor kulit
17. Memonitor kadar albumin
18. Memonitor memonitor mokosa,
turgor kulit, dan respon haus
23 Nyeri akut 15. Pengkajian nyeri secara
Mei berhubungan dengan komprehensif yang meliputi
2017 agen cedera biologis lokasi, karakteristik, kualitas dan
keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien
16. Mencek perintah pengobatan
sebelum memberikan analgesik,
meliputi obat, dosis, dan frekuensi
obat analgesik yang diresepkan
17. Cek adanya riwayat alergi obat
18. Pilih analgesik atau kombinasi
analgesik yang sesuai jika lebih
dari satu diberikan
19. Melakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif meliputi
lokasi, karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas,
beratnya nyeri dan faktor pencetus
20. Penggunaan komunikasi terapeutik
21. Mengkaji faktor – faktor yang
dapat memperberat nyeri
22. Mengajarkan teknik non
farmakologi seperti relaksasi
23. Mengevaluasi keefektifan dari
tindakan pengontrolan nyeri
24. Menganjurkan pasien untuk
istirahat dan tidur
25. Memberikan informasi terkait
diagnosa dan keperawatan
26. Mendorong keluarga menemani
pasien
27. Mengkaji situasi yang memicu
kecemasan
28. Mengkaji tanda verbal dan non
verbal dari ketidak nyamanan
1) Mengukur TTV, yaitu tekanan
darah, nadi, pernafasan dan
suhu tubuh
23 Diare berhubungan 1) Momonitor buang air besar
Mei dengan Proses Infeksi termasuk frekuensi, konsistensi,
2017 bentuk, volume dan warna
2) Memonitor bising usus
3) Mengkaji riwayat diare
4) Menginstruksikan pasien atau
anggota keluarga untuk mencatat
warna, volume, frekuensi dan
konsistensi tinja
5) Menilai turgor kulit
6) Monitor ketidak seimbangan
asam basa
7) Monitor adanya mual muntah
8) Mengidentifikasi ketidak
seimbangan elektrolit
9) Monitor adanya mual muntah dan
diare
10) Berikan terapi IV
11) Monitor kecepatan aliran IV
12) Monitor tanda- tanda vital
23 Ketidak seimbangan 1) Menentukan status gizi
Mei nutrisi kurang dari 2) Mengkaji riwayat alergi
2017 kebutuhan tubuh 3) Monitor kalori dan asupan
berhubungan dengan makanan
faktor biologis 4) Menentukan IMT
5) Memonitor penurunan berat
badan
6) Memonitor turgor kulit
7) Memonitor rambut
8) Memonitor adanya mual muntah
9) Mengidentifikasi diare
10) Memonitor diet dan asupan kalori
11) Mengidentifikasi penurunan
nafsu makan
12) Memonitor konjungtiva
13) Mengidentifikasi rongga mulut
14) Menilai hasil laboratorium
(kolesterol, albumin, nitrogen,
limfosit, dan nilai elektrolit)
15) Memastikan insersi intravena
cukup paten
16) Mempertahankan kecepatan
aliran infus
17) Memonitor intake dan output
cairan
18) Memonitor kadar albumin,
protein total, elektrolit, profil
lipid, glukosa darah dan kimia
darah
19) Memonitor tanda- tanda vital
23 Harga diri rendah 1) Menentukan harapan tentang citra
Mei situasional diri pasien
2017 berhubungan dengan 2) Menentukan perubahan fisik saat
ini yang mempengaruhi citra
tubuh pasien
3) Membantu pasien untuk

gangguan citra tubuh mendiskusikan perubahan bagian


tubuh
4) Memonitor frekuensi dari
pernyataan pasien mengkritisi diri
5) Memonitor pernyataan pasien
tentang berat badan
6) Menggunakan pendekatan yang
menenagkan
7) Menyediakan informasi mengenai
diagnosis pasien
8) Memonitor peneriamaan diri
pasien
9) Tidak mengkritisi pasien
24 Kekurangan volume 1) Mencatat Intake dan Output
Mei cairan berhubungan pasien
2017 dengan kehilangan 2) Menilai status hidarasi dari
cairan aktif mukosa bibir, denyut nadi, dan
tekanan darah
3) Mengukur TTV (tekanan darah,
nadi, pernafasan, dan suhu tubuh
4) Memberikan terapi IV
5) Memerika CRT
6) Memeriksa turgor kulit
7) Memonitor kadar albumin
8) Memonitor memonitor mokosa,
turgor kulit, dan respon haus
24 Nyeri akut 1) Pengkajian nyeri secara
Mei berhubungan dengan komprehensif yang meliputi
2017 agen cedera; biologis lokasi, karakteristik, kualitas dan
keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien
2) Mencek perintah pengobatan
sebelum memberikan analgesik,
meliputi obat, dosis, dan
frekuensi obat analgesik yang
diresepkan
3) Melakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif meliputi
lokasi, karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas,
beratnya nyeri dan faktor
pencetus
4) Penggunaan komunikasi
terapeutik
5) Mengkaji faktor – faktor yang
dapat memperberat nyeri
6) Mengajarkan teknik non
farmakologi seperti relaksasi
7) Mengevaluasi keefektifan dari
tindakan pengontrolan nyeri
8) Menganjurkan pasien untuk
istirahat dan tidur
9) Memberikan informasi terkait
diagnosa dan keperawatan
10) Mendorong keluarga menemani
pasien
11) Mengkaji tanda verbal dan non
verbal dari ketidak nyamanan
12) Mengukur TTV, yaitu tekanan
darah, nadi, pernafasan dan suhu
tubuh
24 Diare berhubungan 1) Momonitor buang air besar
Mei dengan Proses Infeksi termasuk frekuensi, konsistensi,
2017 bentuk, volume dan warna
2) Memonitor bising usus
3) Mengkaji riwayat diare
4) Menginstruksikan pasien atau
anggota keluarga untuk mencatat
warna, volume, frekuensi dan
konsistensi tinja
5) Menilai turgor kulit
6) Monitor ketidak seimbangan
asam basa
7) Monitor adanya mual muntah
8) Mengidentifikasi ketidak
seimbangan elektrolit
9) Monitor adanya mual muntah dan
diare
10) Berikan terapi IV
11) Monitor kecepatan aliran IV
12) Monitor tanda- tanda vital
24 Ketidak seimbangan 1) Monitor kalori dan asupan
Mei nutrisi kurang dari makanan
2017 kebutuhan tubuh 2) Menentukan IMT
berhubungan dengan 3) Memonitor penurunan berat
faktor biologis badan
4) Memonitor turgor kulit
5) Memonitor rambut
6) Memonitor adanya mual muntah
7) Mengidentifikasi diare
8) Memonitor diet dan asupan kalori
9) Mengidentifikasi penurunan
nafsu makan
10) Memonitor konjungtiva
11) Mengidentifikasi rongga mulut
12) Menilai hasil laboratorium
(kolesterol, albumin, nitrogen,
limfosit, dan nilai elektrolit)
13) Memastikan insersi intravena
cukup paten
14) Mempertahankan kecepatan
aliran infus
15) Memonitor intake dan output
cairan
16) Memonitor kadar albumin,
protein total, elektrolit, profil
lipid, glukosa darah dan kimia
darah
17) Memonitor tanda- tanda vital
24 Harga diri rendah 1) Menentukan harapan tentang citra
Mei situasional diri pasien
2017 berhubungan dengan 2) Menentukan perubahan fisik saat
gangguan citra tubuh ini yang mempengaruhi citra
tubuh pasien
3) Membantu pasien untuk
mendiskusikan perubahan bagian
tubuh
4) Memonitor frekuensi dari
pernyataan pasien mengkritisi diri
5) Memonitor pernyataan pasien
tentang berat badan
6) Menggunakan pendekatan yang
menenagkan
7) Menyediakan informasi mengenai
diagnosis pasien
8) Memonitor peneriamaan diri
pasien
9) Tidak mengkritisi pasien
25 Kekurangan volume 1) Mencatat Intake dan Output
Mei cairan berhubungan pasien
2017 dengan kehilangan 2) Menilai status hidarasi dari
cairan aktif mukosa bibir, denyut nadi, dan
tekanan darah
3) Mengukur TTV (tekanan darah,
nadi, pernafasan, dan suhu tubuh
4) Memberikan terapi IV
5) Memerika CRT
6) Memeriksa turgor kulit
7) Memonitor kadar albumin
8) Memonitor memonitor mokosa,
turgor kulit, dan respon haus
25 Nyeri akut 1) Pengkajian nyeri secara
Mei berhubungan dengan komprehensif yang meliputi
2017 agen cedera; biologis lokasi, karakteristik, kualitas dan
keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien
2) Mencek perintah pengobatan
sebelum memberikan analgesik,
meliputi obat, dosis, dan
frekuensi obat analgesik yang
diresepkan
3) Melakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif meliputi
lokasi, karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas,
beratnya nyeri dan faktor
pencetus

4) Penggunaan komunikasi
terapeutik
5) Mengkaji faktor – faktor yang
dapat memperberat nyeri
6) Mengajarkan teknik non
farmakologi seperti relaksasi
7) Mengevaluasi keefektifan dari
tindakan pengontrolan nyeri
8) Menganjurkan pasien untuk
istirahat dan tidur
9) Memberikan informasi terkait
diagnosa dan keperawatan
10) Mendorong keluarga menemani
pasien
11) Mengkaji tanda verbal dan non
verbal dari ketidak nyamanan
12) Mengukur TTV, yaitu tekanan
darah, nadi, pernafasan dan
suhu tubuh
25 Diare berhubungan 1) Momonitor buang air besar
Mei dengan Proses Infeksi termasuk frekuensi, konsistensi,
2017 bentuk, volume dan warna
2) Memonitor bising usus
3) Mengkaji riwayat diare
4) Menginstruksikan pasien atau
anggota keluarga untuk mencatat
warna, volume, frekuensi dan
konsistensi tinja
5) Menilai turgor kulit
6) Monitor ketidak seimbangan
asam basa
7) Monitor adanya mual muntah
8) Mengidentifikasi ketidak
seimbangan elektrolit
9) Monitor adanya mual muntah dan
diare
10) Berikan terapi IV
11) Monitor kecepatan aliran IV
12) Monitor tanda- tanda vital
26 Ketidak seimbangan 1) Monitor kalori dan asupan
mei nutrisi kurang dari makanan
2017 kebutuhan tubuh 2) Menentukan IMT
berhubungan dengan 3) Memonitor penurunan berat
faktor biologis badan
4) Memonitor turgor kulit
5) Memonitor rambut
6) Memonitor adanya mual muntah
7) Mengidentifikasi diare
8) Memonitor diet dan asupan kalori
9) Mengidentifikasi penurunan
nafsu makan
10) Memonitor konjungtiva
11) Mengidentifikasi rongga mulut
12) Menilai hasil laboratorium
(kolesterol, albumin, nitrogen,
limfosit, dan nilai elektrolit)
13) Memastikan insersi intravena
cukup paten
14) Mempertahankan kecepatan
aliran infus

15) Memonitor intake dan output


cairan
16) Memonitor kadar albumin,
protein total, elektrolit, profil
lipid, glukosa darah dan kimia
darah
17) Memonitor tanda- tanda vital
26 Harga diri rendah 1) Menentukan harapan tentang citra
Mei situasional diri pasien
2017 berhubungan dengan 2) Menentukan perubahan fisik saat
gangguan citra tubuh ini yang mempengaruhi citra
tubuh pasien
3) Membantu pasien untuk
mendiskusikan perubahan bagian
tubuh
4) Memonitor frekuensi dari
pernyataan pasien mengkritisi diri
5) Memonitor pernyataan pasien
tentang berat badan
6) Menggunakan pendekatan yang
menenagkan
7) Menyediakan informasi mengenai
diagnosis pasien
8) Memonitor peneriamaan diri
pasien
9) Tidak mengkritisi pasien
27 Harga diri rendah 1) Memberikan suasana penerimaan
Mei situasional dengan melihat respon pasien
2017 berhubungan dengan 2) Memonitor penerimaan pasien
gangguan citra tubuh 3) Menilai kepercayaan diri pasien
27 Diare berhubungan 1)Menilai BAB pasien frekuensi,
Mei dengan Proses Infeksi bentuk, volume, dan warna
2017 2) Menghitung bisis usus
3) Menilai turgor kulit pasien
4) Memonitor serum elektrolit

5) Melihat AGD pasien untuk menilai


kadar PH
6) Mengkaji respon haus pasie
7) Memberikan obat pasien
27 Ketidak seimbangan 1)Melihat diet yang di dapatkan
Mei nutrisi kurang dari pasien
2017 kebutuhan tubuh 2) Memantau cairan infus yang di
berhubungan dengan dapatkan pasien
faktor biologis 3) Memastikan aliran infus pasien
berjalan lancar
4) Menilai Intake dan output pasien
5) Menilai kadar albumin, protein
total, elektrolit, glukosa darah, dan
kimia darah
6) Mengukur tekanan darah, nadi,
pernafasan, dan suhu tubuh pasien
27 Harga diri rendah 1) Menentukan harapan tentang citra
Mei situasional diri pasien
2017 berhubungan dengan 2) Menentukan perubahan fisik saat
gangguan citra tubuh ini yang mempengaruhi citra
tubuh pasien
3) Membantu pasien untuk
mendiskusikan perubahan bagian
tubuh
4) Memonitor frekuensi dari
pernyataan pasien mengkritisi diri
5) Memonitor pernyataan pasien
tentang berat badan
6) Menggunakan pendekatan yang
menenagkan
7) Menyediakan informasi mengenai
diagnosis pasien
8) Memonitor peneriamaan diri
pasien
9) Tidak mengkritisi pasien
F. EVALUASI KEPERAWATAN

Tgl/ Diagnosa Evaluasi Paraf


Hari Keperawatan Keperawatan

23 Mei Kekurangan volume S:


2017 cairan berhubungan
dengan kehilangan - Pasien mengatakan
cairan aktif badan terasa lemah
dan letih
- Pasien mengatakan
hari ini BAB 2 kali
- Pasien mengatakan
konsistensi masih
Cair
- Paseien mengatakan
warna fases kuning
- Pasien mengatakan
badan terasa panas

O:

- Pasien tampak lemah


- BB : 33 kg
- Tonus otot melemah
- Mukosa bibir kering
- Kulit tampak kering
- Denyut nadai cepat
N :102
TD : 80/70 mmHg
S : 37,8 oc
RR : 19 x/i
- Pasien terpasang
infus WIDA KN-2,
- CRT > 3 detik
- Turgor kulit jelek
- Albumin 2,8 gr/dl

A : masalah belum
Terataso

P : Intervensi
dilanjutkan

23 Mei Nyeri akut S :


2017 berhubungan dengan
agen cedera; - Pasien mengatakan
biologis nyeri dada di sebelah
kanan bagian bawah
- Pasien mengatakan
nyeri terasa seperti
mendesak
- Pasien mengtakan
skala nyeri berkisar
antara 4 sampai 5
- Pasien mengatakan
nyeri terasa hilang
timbul
- Pasien mengtakan
posisi tidur lebih
nyaman miring ke
kiri, agar tidak terasa
nyeri

O:

- Pasien tampak tidak


bersemangat
- Pasien tampak
meringis jika daerah
abdomen kuadran
atas saat di palpasi
- Pasien tampak
melindungi nyeri
- TD: 80/60 mmHg
- N : 102 x/i

A : masalah belum
Teratasi

P : intervensi
dilanjutkan

23 Mei Diare berhubungan S :


2017 dengan Proses - Pasien mengatakan
Infeksi BAB sudah 2 kali,
konsistensi cair,
warna kuning, dan
volumenya sedang
- Pasien mengatakan
mengalami diare
sejak 1 minggu yang
lalu, diare hilang
timbul
- Pasien merasa mual
jika makan nasi

O:

- Pasien tampak
lemah
- TD : 90/60 mmHg
- N : 124 x/i
- Pasien tampak lemah
- Bising usus 16 x/i
- Turgor kulit jelek
- PH : 7,46
- Pasien mendapat
terapi IVFD WIDA
KN-2

P : masalah belum
Teratasi

A : Intervensi
dilanjutkan

23 Mei Ketidak seimbangan S :


2017 nutrisi kurang dari - Pasien mengatakan
kebutuhan tubuh tidak nafsu makan
berhubungan dengan - Pasien mengatakan
faktor biologis tidak merasa mual
dan muntah
- Pasien mengatakan
masih diare
O:
- BB : 31 kg
- TB :157 cm
- IMT : 12,19 (berat
badan kurang)
- Lingkar lengan : 19
Cm
- Turgor kulit jelek
- Diit tampak tidak
dihabiskan
- Konjungtiva
anemis
- Bibir kering,
terdapat sariawan,
dan kondidiasis
oral
- Albumin 2,8
- Limfosit 9%
- Terpasang IVFD
WIDA KN-2 8
tetes/menit
Infuspaten
- Gula darah puasa
107 mg/dl
- TD : 80/60 mmHg
N: 102 x/i
RR : 19 x/i
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Palliative Care (Perawatan palliative) bertujuan meningkatkan kualitas hidup
pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi masalah/penyakit yang
mengancam jiwa, melalui pencegahan, penilaian sempurna dan pengobatan rasa
sakit masalah, fisik, psikososial dan spiritual (Kemenkes RI Nomor 812, 2007).
Keperawatan Paliatif tidak hanya berfokuskan kepada keperawatan
pengelolaan keluhan nyeri, pengelolaan keluhan fisik lain, maupun pemberian
intervensi pada asuhan keperawatan, dukungan psikologis, dukungan social saja
tetapi kita tahu fungsi perawat sebelumya yaitu salah satunya adalah holistic care
pada keperawatan palliative yaitu kultural dan spiritual, serta dukungan persiapan
dan selama masa duka cita (bereavement).

B. Saran
Kami menyarankan bahwa kegiatan terapi menggunakan metode holistic
keagamaan atau mendekatkan kepada Tuhan sangatlah berdampak positif bagi
kualitas hidup pada pasien terminal, karena dengan rasa bersyukur, pasrah,

82
menyadari bahwa kehidupan ini tidaklah semua abadi pastilah semua mahluk
hidup akan wafat pada akhirnya. Akan lebih meringankan beban bagi pasien
terminal baik secara psikologis dan fisiknya siap menerima keadaanya sampai
dengan akhir hayatnya.

83
DAFTAR PUSTAKA

Baxter, S., Beckwith, S. K., Clark, D., Cleary, J., Falzon, D., Glaziou, P., et al. (2014).
Global Atlas of Palliative Care at the End of Life. (S. R. Connor, & M. C.
Bermedo, Penyunt)) Worldwide Palliative Care Aliance.

KEMENKES. (2014). Situasi Kesehatan Jantung. Jakarta: Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia.

KEMNKES. (2016). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia

Margaret, O., & Sanchia, A. (2016). Palliative Care Nursing: Aguide to Practice
Second Edition. New York: CRC Press.

Nurwijaya, H., dkk. (2010). Cegah dan Deteksi Kanker. Jakarta: Gramedia.

Ramdani. (2015). Kontribusi Kecerdasan Spiritual dan Dukungan Keluarga Terhadap


Kepuasan Hidup Lansia Serta Implikasi Dalam Pelayanan Bimbingan dan
Konseling. Jurnal Kopasta.

Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar : Riskesdas 2013. Jakarta: Kemenkes RI.

WHO. (2016). WHO. Dipetik Juni 20, 2019. dari WHO: http://www.who.int/en/

E. Hamzah, “Palliative Care in the Community,” (Kertas Kerja, The International


Conference on Health Sciences, Sunway Pyramid Convention Centre, Subang
Jaya, 2005).

C. Puchalski, B. Ferrell & R. Virani, “Improving the Quality of Spiritual Care as a


Dimension of Palliative Care: The Report of the Consensus Conference,” Journal
of Palliative Medicine, 12(10) (2009), 885.

C. Faull, Y. Carter, & R. Woof, Handbook of Palliative Care (United Kingdom:


Blackwell Science, 1998), 3.

M. M. Groot, M. J. Vernooij-Dassen, B. J. Crul, & R. P. Grol, “General Practitioners


(Gps) and Palliative Care: Perceived Tasks and Barriers in Daily Practice,”
Palliative Medicine 19(2) (2005), 113.

Peter J Franks, C. Salisbury., Nick Bosanquet et al. “The Level of Need for Palliative
Care: A Systemtic Review of the Literature,” Palliative Medicine, 14, (2000), 97.
W. Breitbart, “The Goals of Palliative Care: Beyond Symptom Control,” Palliative &
Supportive Care, 4(01) (2006), 1-2. doi:10.1017/S1478951506060019, 1

84
C. Virdun, T. Luckett, & P. M. Davidson, “Dying in the Hospital Setting: A Systematic
Review of Quantitative Studies Identifying the Elements of End-Of-Life Care That
Patients and Their Families Rank As Being Most Important,” Palliative Medicine,
29(9) (2015), 774 –KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007

Hawari D. Kebutuhan spiritual. Jakarta: UI Press. 2008

Hamid DN, Yani A. Buku ajar aspek spiritual dalam keperawatan. Jakarta: Widya
Medika. 2000

Young C, Koopsen C. Spiritual, kesehatan, dan penyembuhan. Medan: Bina Perintis.


2007

Kozier B, Berman A, Snyder SJ. Fundamental of nursing: Concept, process, and


practice. New Jersey: Pearson Prentice Hall. 2004

Judith M, Wilkinson NR. Buku saku diagnosis keperawatan: Diagnosis NANDA,


intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC. 2012

Burkhardt MA, Nagai-Jacobson MG. Spirituality: living our connectedness. Cengage


Learning; 2002 [cited 2015 Apr 9]. 380 p. Cavendish R, Konecny L, Mitzeliotis
C,

Donna R, Luise BK, Lanza M. Spiritual care activities of nurses using Nursing
Interventions Classification (NIC) labels. International Journal of Nursing
Terminologies and Classification,14, 113-122. 2003

Meehan T. Spirituality and spiritual care from a careful nursing perspective.Journal of


Clinical Management, 4, 1-11. 2012

Chan MF. Factors affecting nursing staff in practicing spititual care. Journal of Clinical
Nursing, 19, 2128-2136. 2008

Koenig HG. Religion, spirituality, and medicine: application to clinical practice.


Journal American Medicine Association, 284, 1789- 1709. 2001.

85

Anda mungkin juga menyukai