KEPERAWATAN KOMUNITAS II
Terapi konvensional , Terapi Komplementer dan Obat
Tradisional
OLEH:
AMELIA GUSTRI
1914201007
KEPERAWATAN 5A
DOSEN PEMBIMBING :
Ns. TOMI JEPISA, M.Kep
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makala ini dengan baik dan tepat
pada waktunya. Dalam makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan
dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh
karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita sekalian.
17 November 202
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Definisi Perawatan Paliatif
B. Spritual Care
C.
BAB III Tinjauan Kasus
A. ASKEP HIV/AIDS
B. Kasus pada HIV/AIDS
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam
jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian
yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial
atau spiritual (World Health Organization (WHO), 2016). Menurut WHO (2016) penyakit-
penyakit yang termasuk dalam perawatan paliatif seperti penyakit kardiovaskuler dengan
prevalensi 38.5%, kanker 34%, penyakit pernapasan kronis 10.3%, HIV/AIDS 5.7%, diabetes
4.6% dan memerlukan perawatan paliatif sekitas 40-60%.Pada tahun 2011 terdapat 29 juta
orang meninggal di karenakan penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif. Kebanyakan
orang yang membutuhkan perawatan paliatif berada pada kelompok dewasa 60% dengan usia
lebih dari 60 tahun, dewasa (usia 15-59 tahun) 25%, pada usia 0-14 tahun yaitu 6% (Baxter,
et al., 2014).
Prevalensi penyakit paliatif di dunia berdasarkan kasus tertinggi yaitu Benua Pasifik Barat
29%, diikuti Eropa dan Asia Tenggara masing-masing 22% (WHO,2014). Benua Asia terdiri
dari Asia Barat, Asia Selatan, Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara.Indonesia
merupakan salah satu negara yang termasuk dalam benua Asia Tenggara dengan kata lain
bahwa Indonesia termasuk dalam Negara yang membutuhkan perawatan paliatif. Berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah
1.4 per 1000 penduduk, atau sekitar 330.000 orang, diabete melitus 2.1%, jantung koroner
(PJK) dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 65 -74 tahun yaitu
3.6%.Kementrian kesehatan (KEMENKES, 2016) mengatakan kasus HIV sekitar 30.935,
kasus TB sekitar330.910. Kasus stroke sekitar 1.236.825 dan 883.447 kasus penyakit jantung
dan penyakit diabetes sekitar 1,5% (KEMENKES, 2014).
Pelayanan perawatan paliatif memerlukan keterampilan dalam mengelola komplikasi
penyakit dan pengobatan, mengelola rasa sakit dan gejala lain, memberikan perawatan
psikososial bagi pasien dan keluarga, dan merawat saat sekarat dan berduka (Matzo &
Sherman, 2015). Penyakit dengan perawatan paliatif merupakan penyakit yang sulit atau
sudah tidak dapat disembuhkan, perawatan paliatif ini bersifat meningkatkan kualitas hidup
(WHO,2016). Perawatan paliatif meliputi manajemen nyeri dan gejala; dukungan psikososial,
emosional, dukungan spiritual; dan kondisi hidup nyaman dengan perawatan yang tepat, baik
dirumah, rumah sakit atau tempat lain sesuai pilihan pasien. Perawatan paliatif dilakukan
sejak awal perjalanan penyakit, bersamaan dengan terapi lain dan menggunakan pendekatan
tim multidisiplin untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarga mereka (Canadian Cancer
Society, 2016). Selain itu Matzo & Sherman (2015) juga menyatakan bahwa kebutuhan
pasien paliatif tidak hanya pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya
dukungan terhadap kebutuhan psikologi, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan
pendekatan yang dikenal sebagai perawatan paliatif. Ramdani (2015) menyatakan bahwa
kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan beribadah, rasa nyaman, motivasi dan kasihsayang
tehadap sesama maupun sang penciptanya. Spiritual bertujuan untuk memberikan pertanyaan
mengenai tujuan akhir tentang keyakinan dan kepercayaan pasien (Margaret & Sanchia,
2016). Spiritual merupakan bagian penting dalam perawatan, ruang lingkup dari pemberian
dukungan spiritual adalah meliputi kejiwaan, kerohanian dan juga keagamaan. Pada
perawatan paliatif ini, kematian tidak dianggap sebagai sesuatu yang harus di hindari tetapi
kematian merupakan suatu hal yang harus dihadapi sebagai bagian dari siklus kehidupan
normal setiap yang bernyawa (Nurwijaya dkk, 2010).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana peran spiritual Agama dalam keperawatan paliatif pada pasien paliatif?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah adalah agar pembaca mengetahui tentang peran
dukungan Spiritual terhadap pemenuhan kebutuhan spiriual pasien paliatif.
D. Manfaat Penulisan
Diharapkan dalam penulisan makalah ini akan memberikan gambaran tentang peran
dukungan spiritual tehadap pemenuhan kebutuhan spiritual pasien paliatif.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
B. SPIRITUALITAS
1. Definisi Spiritualitas
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha
Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai
Maha Kuasa. Spiritualitas mengandung pengertian hubungan manusia dengan Tuhan dengan
melakukan sholat, puasa, zakat, haji, doa dan sebagainya.
Spiritualitas merupakan aspek kepribadian manusia yang memberikan kekuatan dan
mempengaruhi individu dalam menjalani hidupnya. Spiritualitas mencakup aspek non fisik
dari keberadaan seorang manusia4.
Spiritualitas sebagai suatu multidimensi yang terdiri dari dimensi eksistensial dan dimensi
agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi
agama lebih berfokus lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan (Mickley).
Spiritualitas merupakan suatu konsep dua dimensi yaitu dimensi vertical dan dimensi
horizontal. Dimensi vertical merupakan hubungan individu dengan Tuhan Yang Maha Esa
yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal merupakan hubungan
seseorang dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (McSherry W).
Spiritualitas merupakan suatu dimensi yang berhubungan dengan menemukan arti
kehidupan dan tujuan hidup, menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan
kekuatan dalam diri sendiri, mempunyai perasaan yang berkaitan dengan Tuhan, diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan (Burkhardt MA). Spiritual merupakan kekuatan yang
menyatukan, memberi makna pada kehidupan dan nilai-nilai individu, persepsi, kepercayaan
dan keterikatan di antara individu.
2. Fungsi Spiritualitas
Spiritualitas mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan hidup para individu. Spiritualitas
berperan sebagai sumber dukungan dan kekuatan bagi individu. Pada saat stress individu
akan mencari dukungan dari keyakinan agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk
menerima keadaan sakit yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses
penyembuhan yang lama dan hasilnya belum pasti. Melaksanakan ibadah, berdoa, membaca
kitab suci dan praktek keagamaan lainnya sering membantu memenuhi kebutuhan
spiritualitas dan merupakan suatu perlindungan bagi individu.
Penelitian tentang spiritualitas pada tahun 2001 menyebutkan bahwa 90 % pasien di
beberapa area Amerikamenyandarkan pada agama sebagai bagian dari aspek spiritual untuk
mendapatkan kenyamanan dan kekuatan ketika merasa mengalami sakit yang serius.
Pendekatan spiritual dapat meningkatkan kekuatan pada pasien secara emosional. Menurut
America Psychological Association21, spiritualitas dapat meningkatkan kemampuan
seseorang dalam mengatasi penderitaan jika seseorang sedang sakit dan mempercepat
penyembuhan selain terapi medis yang diberikan. Hal ini juga didukung penelitian yang
dilakukan oleh Abernethy, menyebutkan bahwa spiritualitas dapat meningkatkan imunitas
yaitu kadar interleukin-6 (IL-6) seseorang terhadap penyakit sehingga dapat mempercepat
penyembuhan bersamaan dengan terapi medis yang diberikan (Koenig HG)
Penelitian tentang tingkat kecemasan pasien pre operasi pada tahun 2006 menyebutkan
bahwa kecemasan seseorang sangat dipengaruhi oleh aspek spiritualnya, sehingga bagi pasien
yang dirawat di rumah sakit sangat memerlukan kondisi spiritual yang baik agar tidak cemas
terhadap operasi yang akan dijalani. Hal ini juga menjadi salah satu tugas perawat untuk
memenuhi kebutuhan spiritual tersebut (Tauhid dan Raharjo).
Pada individu yang menderita suatu penyakit, spiritualitas merupakan sumber koping bagi
individu. Spiritualitas membuat individu memiliki keyakinan dan harapan terhadap
kesembuhan penyakitnya, mampu menerima kondisinya, sumber kekuatan, dan dapat
membuat hidup individu menjadi lebih berarti. Pemenuhan kebutuhan spiritual yang
dilakukan perawat dapat membuat pasien menerima kondisinya atau penyakit yang sedang
dialami serta pasien memiliki pandangan hidup yang positif. Pemenuhan kebutuhan
spiritualitas dapat memberikan semangat pada individu dalam menjalani kehidupan dan
menjalani hubungan dengan Tuhan, orang lain, dan lingkungan. Jika spiritualitas terpenuhi,
maka individu menemukan tujuan, makna, kekuatan, dan bimbingan dalam perjalanan hidup
(4. Young C, Koopsen C).
Pemenuhan kebutuhan spiritualitas pada seseorang dapat meningkatkan kepercayaan,
kekuatan, dan keyakinan yang dimiliki seseorang. Spiritualitas dapat mengurangi kecemasan
pasien, membuat pasien menerima kondisinya, dan meningkatkan rasa optimis pada pasien.
Adanya rasa optimis, dukungan, dan motivasi dapat meningkatkan proses penyembuhan yang
dialami pasien.
3. Karakteristik Spiritualitas
Pemenuhan spiritual harus berdasarkan 4 karakteristik spiritual itu sendiri. Ada beberapa
karakteristik yang dimiliki spiritual, adapaun karakteristik itu antara lain :
a. Hubungan dengan diri sendiri
Merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan diri yaitu siapa
dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang menyangkut kepercayaan pada diri
sendiri, percaya pada kehidupan atau masa depan, ketenangan pikiran, serta keselarasan
dengan diri sendiri (Young dan Koopsen, 2007). Kekuatan yang timbul dari diri seseorang
membantunya menyadari makna dan tujuan hidupnya, diantaranya memandang pengalaman
hidupnya sebagai pengalaman yang positif, kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan,
dan tujuan hidup yang semakin jelas (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
Kepercayaan (Faith). Menurut Fowler dan keen (1985) kepercayaan bersifat universal,
dimana merupakan penerimaan individu terhadap kebenaran yang tidak dapat dibuktikan
dengan pikiran yang logis.Kepercayaan dapat memberikan arti hidup dan kekuatan bagi
individu ketika mengalami kesulitan atau stress.Mempunyai kepercayaan berarti mempunyai
komitmen terhadap sesuatu atau seseorang sehingga dapat memahami kehidupan manusia
dengan wawasan yang lebih luas.
Harapan (Hope). Harapan berhubungan dengan ketidakpastian dalam hidup dan
merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan saling percaya dengan
orang lain, termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat penting bagi individu untuk
mempertahankan hidup, tanpa harapan banyak orang menjadi depresi dan lebih cenderung
terkena penyakit.
Makna atau arti dalam hidup (Meaning of live). Perasaan mengetahui makna hidup, yang
kadang diidentikkan dengan perasaan dekat dengan Tuhan, merasakan hidup sebagai suatu
pengalaman yang positif seperti membicarakan tentang situasi yang nyata, membuat hidup
lebih terarah, penuh harapan tentang masa depan, merasa mencintai dan dicintai oleh orang
lain (Puchalski, 2004).
b. Hubungan Dengan Orang Lain Atau Sesama
Hubungan seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri sendiri. Kebutuhan
untuk menjadi anggota masyarakat dan saling keterhubungan telah lama diakui sebagai
bagian pokok dalam pengalaman manusiawi, adanya hubungan antara manusia satu dengan
lainnya yang pada taraf kesadaran spiritual kita tahu bahwa kita terhubung dengan setiap
manusia. Hubungan ini terbagi atas harmonis dan tidak harmonisnya hubungan dengan orang
lain. Keadaan harmonis meliputi pembagian waktu, ramah dan bersosialisasi, mengasuh anak,
mengasuh orang tua dan orang yang sakit, serta meyakini kehidupan dan kematian.
Sedangkan kondisi yang tidak harmonis mencakup konflik dengan orang lain dan resolusi
yang menimbulkan ketidakharmonisan, serta keterbatasan hubungan (Young dan Koopsen,
2007).
c. Hubungan Dengan Alam
Pemenuhan kebutuhan spiritualitas meliputi hubungan individu dengan lingkungan.
Pemenuhan spiritualitas tersebut melalui kedamaian dan lingkungan atau suasana yang
tenang. Kedamaian merupakan keadilan, empati, dan kesatuan. Kedamaian membuat individu
menjadi tenang dan dapat meningkatkan status kesehatan (Kozier, et al, 1995).
Harmoni merupakan gambaran hubungan seseorang dengan alam yang meliputi
pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam
serta melindungi alam tersebut (Kozier dkk 1995).
Kedamaian (peace), kedamaian merupakan keadilan, rasa kasihan dan kesatuan. Dengan
kedamaian seseorang akan merasa lebih tenang dan dapat meningkatkan status kesehatan
(Puchalski, 2004).
d. Hubungan Dengan Tuhan
Pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan secara tradisional
dipahami dalam kerangka hidup keagamaan.Akan tetapi, dewasa ini telah dikembangkan
secara lebih luas dan tidak terbatas. Tuhan dipahami sebagai daya yang menyatukan, prinsip
hidup atau hakikat hidup. Kodrat tuhan mungkin mngambil berbagai macam bentuk dan
mempunyai makna yang berbeda bagi satu orang dengan orang lain (Young dan Koopsen,
2009). Secara umum melibatkan keyakinan dalam hubungan dengan sesuatu yang lebih
tinggi, berkuasa, memiliki kekuatan mencipta, dan bersifat ketuhanan, atau memiliki energi
yang tidak terbatas.
4. Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas seseorang terdiri dari tahap perkembangan,
keluarga, latar belakang, etnik dan budaya, pengalaman hidup sebelumnya, krisis dan
perubahan, terpisah dari ikatan spiritual, isu moral terkait dengan terapi, dan asuhan
keperawatan yang kurang tepat. Faktor-faktor tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Tahap Perkembangan
Setiap orang memiliki bentuk pemenuhan kebutuhan spiritualitas yang berbeda-beda
bedasarkan usia, jenis kelamin, agama, dan kepribadian individu. Spiritualitas merupakan
bagian dari kehidupan manusia dan berhubungan dengan proses perubahan dan
perkembangan pada manusia. Semakin bertambah usia, seseorang akan membutuhkan
kekuatan, menambah keyakinannya, dan membenarkan keyakinan spiritualitasnya.
Perkembangan spiritualitas berdasarkan usia terdiri dari :
1. Pada masa anak-anak, spiritualitas pada masa ini belum bermakna pada dirinya. Spitualitas
didasarkan pada perilaku yang didapat yaitu melalui interaksi dengan orang lain sepert
keluarga. Pada masa ini, anak-anak belum mempunyai pemahaman salah atau benar.
Kepercayaan atau keyakinan mengikuti ritual atau meniru orang lain.
2. Pada masa remaja, spiritualitas pada masa ini sudah mulai pada keinginan akan pencapaian
kebutuhan spiritualitas seperti keinginan melalui berdoa kepada Tuhan, yang berarti sudah
mulai membutuhkan pertolongan melalui keyakinan atau kepercayaan. Bila pemenuhan
kebutuhan spiritualitas tidak terpenuhi, akan menimbulkan kekecewaan.
3. Pada masa dewasa awal, spiritualitas pada masa ini adanya pencarian kepercayaan diri,
diawali dengan proses pernyataan akan keyakinan atau kepercayaan yang dikaitkan secara
kognitif sebagai bentuk yang tepat untuk mempercayainya. Pada masa ini, pemikiran sudah
bersifat rasional. Segala pertanyaan tentang kepercayaan harus dapat dijawab dan timbul
perasaan akan penghargaan terhadap kepercayaan.
4. Pada masa dewasa pertengahan dan lansia, spiritualitas pada masa ini yaitu semakin kuatnya
kepercayaan diri yang dimiliki dipertahankan walaupun menghadapi perbedaan keyakinan
yang lain dan lebih mengerti akan kepercayaan dirinya. Perkembangan spiritualitas pada
tahap ini lebih matang sehingga membuat individu mampu untuk mengatasi masalah dan
menghadapi kenyataan.
b. Keluarga
Keluarga sangat berperan dalam perkembangan spiritualitas seseorang. Keluarga
merupakan tempat pertama kali seseorang memperoleh pengalaman, pelajaran hidup, dan
pandangan hidup. Dari keluarga, seseorang belajar tentang Tuhan, kehidupan, dan diri
sendiri. Keluarga memiliki peran yang penting dalam memenuhi kebutuhan spiritualitas
karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu berinteraksi dalam
kehidupan sehari-hari dengan individu.
c. Budaya
Pemenuhan spiritualitas budaya berbeda-beda pada setiap budaya. Budaya dan
spiritualitas menjadi dasar seseorang dalam melakukan sesuatu dan menjalani cobaan atau
masalah cobaan atau masalah dalam hidup dengan seimbang.Pada umumnya seseorang akan
mengikuti budaya dan spiritualitas yang dianut oleh keluarga. Seseorang akan belajar tentang
nilai moral serta spiritualitas dari hubungan keluarga. Apapun tradisi dan sistem kepercayaan
yang dianut individu pengalaman spiritualitas merupakan hal yang unik bagi setiap individu.
d. Agama
Agama sangat mempengaruhi spiritualitas individu. Agama merupakan suatu sistem
keyakinan dan ibadah yang dipraktikkan individu dalam pemenuhan spiritualitas individu.
Agama merupakan cara dalam pemeliharaan hidup terhadap segala aspek kehidupan. Agama
berperan sebagai sumber kekuatan dan kesejahteraan pada individu. Konsep spiritualitas
dalam agama Islam berhubungan langsung dengan Al Quran dan Sunnah Nabi.59 Al Quran
maupun sunnah Nabi mengajarkan beragam cara untuk meraih kehidupan spiritual.
Pengalaman ibadah sebagai bentuk keintiman antara hamba dan Tuhannya. Menurut
Rasulullah SAW, setiap muslim hendaklah selalu menjalin hubungan yang intim dengan
Tuhannya setiap saat. Sebab, bagi muslim, setiap gerak anggota badan, panca indera dan
bahkan hati, adalah rangkaian pemenuhan kewajiban ibadah kepadaNya 60 Manusia
diajarkan untuk terus sadar bahwa ada kehidupan lain setelah kematian. Manusia seharusnya
terus meningkatkan spiritualitas selama hidup di dunia.
e. Pengalaman Hidup
Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif mempengaruhi spiritualitas
seseorang. Pengalaman hidup dapat mempengaruhi seseorang dalam mengartikan secara
spiritual terhadap kejadian yang dialaminya. Pengalaman hidup yang menyenangkan dapat
menyebabkan seseorang bersyukur atau tidak bersyukur. Sebagian besar individu bersyukur
terhadap pengalaman hidup yang menyenangkan.
f. Krisis dan Perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan spiritualitas pada seseorang. Krisis sering dialami
seseorang ketika menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan
kematian. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dialami seseorang merupakan
pengalaman spiritualitas yang bersifat fisik dan emosional. Jika seseorang mengalami
penyakit kritis, spiritualitas seseorang akan meningkat. Seseorang akan membutuhkan
kekuatan untuk menghadapi penyakitnya tersebut.
g. Terpisah dari Ikatan Spiritual
Pasien yang mengalami penyakit kritis biasanya ditempatkan di ruang intensif untuk
mendapatkan perawatan yang lebih optimal. Pasien yang ditempatkan di ruang intensif
biasanya merasa terisolasi dan jarang bertemu dengan kelurganya. Kebiasaan pasien menjadi
berubah, seperti tidak dapat mengikuti acara keluarga, kegiatan keagamaan, dan berkumpul
dengan keluarga dan teman dekatnya. Kebiasaan yang berubah tersebut dapat menganggu
emosional pasien dan dapat merubah fungsi spiritualnya.
h. Isu Moral Terkait dengan Terapi
Beberapa agama menyebutkan bahwa proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan
untuk menunjukkan kebesaranNya walaupun ada agama yang menolak intervensi
pengobatan. Pengobatan medik seringkali dapat dipengaruhi oleh pengajaran agama,
misalnya sirkumsisi, transplantasi organ, pencegahan kehamilan, sterilisasi. Konflik antara
jenis terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh pasien dan tenaga kesehatan.
i. Asuhan Keperawatan yang Kurang Sesuai
Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, perawat diharapkan untuk peka
terhadap kebutuhan spiritualitas pasien, tetapi dengan berbagai alas an ada kemungkinan
perawat menghindar untuk memberikan asuhan keperawatan spiritualitas. Hal tersebut terjadi
karena perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya, kurang menganggap
penting kebutuhan spiritualitas, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritualitas
dalam keperawatan atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritualitas pasien bukan
merupakan tugasnya tetapi tanggungjawab pemuka agama.Asuhan keperawatan untuk
kebutuhan spiritualitas mengalir dari sumber spiritualitas perawat. Perawat tidak dapat
memenuhi kebutuhan spiritualitas tanpa terlebih dahulu memenuhi kebutuhan spiritualitas
mereka sendiri. Perawat yang bekerja digaris terdepan harus mampu memenuhi semua
kebutuhan manusia termasuk juga kebutuhan spiritualitas pasien. Berbagai cara perawat
untuk memenuhi kebutuhan pasien mulai dari pemenuhan makna dan tujuan spiritualitas
sampai dengan memfasilitasi untuk mengekspresikan agama dan keyakinannya.
B. SPIRITUAL CARE
1. Definisi Spiritual Care
Spiritual care adalah praktek dan prosedur yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien
untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien (Cavendish R, Konecny L).
Spiritual care adalah kegiatan dalam keperawatan untuk membantu pasien yang dilakukan
melalui sikap dan tindakan praktek keperawatan berdasarkan nilai-nilai keperawatan spiritual
yaitu mengakui martabat manusia, kebaikan, belas kasih, ketenangan dan kelemahlembutan
(Meehan T). Spiritual care merupakan aspek perawatan yang integral dan fundamental
dimana perawat menunjukkan kepedulian kepada pasien (Meehan T). Spiritual care berfokus
pada menghormati pasien, iteraksi yang ramah dan simpatik, mendengarkan dengan penuh
perhatian dan memberikan kekuatan pada pasien dalam menghadapi penyakitnya (Chan MF).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa spiritual care adalah praktek dan prosedur
keperawatan yang dilakukan perawat untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien
berdasarkan nilai-nilai keperawatan spiritual yang berfokus pada menghormati pasien,
interaksi yang ramah dan simpatik, mendengar dengan penuh perhatian, memberi kesempatan
pada pasien untuk mengekspresikan kebutuhan pasien, memberikan kekuatan pada pasien
dan memberdayakan mereka terkait dengan penyakitnya, dan tidak mempromosikan agama
atau praktek untuk meyakinkan pasien tentang agamanya.
2. Peran Perawat Dalam Spiritual Care
Perawat merupakan orang yang selalu hadir ketika seseorang sakit, kelahiran, dan
kematian. Pada peristiwa kehidupan tersebut kebutuhan spiritual sering menonjol, dalam hal
ini perawat berperan untuk memberikan spiritual care. Perawat berperan dalam proses
keperawatan yaitu melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun
rencana dan implementasi keperawatan serta melakukan evaluasi kebutuhan spiritual pasien,
perawat juga berperan dalam komunikasi dengan pasien, tim kesehatan lainnya dan
organisasi klinis/pendidikan, serta menjaga masalah etik dalam keperawatan.
Peran perawat dalam proses keperawatan terkait dengan spiritual care dijelaskan sebagai
berikut :
a. Pengkajian kebutuhan spiritual pasien
Menurut Kozier et al, pengkajian kebutuhan spiritual terdiri dari pengkajian riwayat
keperawatan dan pengkajian klinik. Pada pengkajian riwayat keperawatan semua pasien
diberikan satu atau dua pertanyaan misalnya ‟apakah keyakinan dan praktek spiritual penting
untuk anda sekarang?”, bagaimana perawat dapat memberikan dukungan spiritual pada
anda?”. Pasien yang memperlihatkan beberapa kebutuhan spiritual yang tidak sehat yang
beresiko mengalami distres spiritualharus dilakukan pengkajian spiritual lebih lanjut.
Kozier menyarankan pengkajian spiritual sebaiknya dilakukan pada akhir proses
pengkajian dengan alasan pada saat tersebut sudah terbangun hubungan saling percaya antara
perawat dan pasien. Untuk itu diharapkan perawat meningkatkan sensitivitasnya, dapat
menciptakan suasana yang menyenangkan dan saling percaya, hal ini akan meningkatkan
keberhasilan pengkajian spiritual pasien. Pertanyaan yang diajukan pada pasien saat
wawancara untuk mengkaji spiritual pasien antara lain : adakah praktik keagamaan yang
penting bagi anda?, dapatkah anda menceritakannya pada saya?, bagaimana situasi yang
dapat mengganggu praktik keagamaan anda?, bagaimana keyakinan anda bermanfaat bagi
anda?, apakah cara-cara itu penting untuk kebaikan anda sekarang?, dengan cara bagaimana
saya dapat memberi dukungan pada spiritual anda?, apakah anda menginginkan dikunjungi
oleh pemuka agama di rumah sakit?, apa harapan-harapan anda dan sumber-sumber kekuatan
anda sekarang?, apa yang membuat anda merasa nyaman selama masa-masa sulit ini?. Pada
pengkajian klinik menurut meliputi :
1) Lingkungan
Apakah pasien memiliki kitab suci atau dilingkungannya terdapat kitab suci atau buku doa
lainnya, literatur-literatur keagamaan, penghargaan keagamaan, simbol keagamaan misalnya
tasbih, salib dan sebagainya diruangan? Apakah gereja atau mesjid mengirimkan bunga atau
buletin?
2) Perilaku
Apakah pasien berdoa sebelum makan atau pada waktu lainnya atau membaca literatur
keagamaan? Apakah pasien mengalami mimpi buruk dan gangguan tidur atau
mengekspresikan kemarahan pada Tuhan?
3) Verbalisasi
Apakah pasien menyebutkan tentang Tuhan atau kekuatan yang Maha Tinggi, tentang doa-
doa, keyakinan, mesjid, gereja, kuil, pemimpin spiritual, atau topik-topik keagamaan?
Apakah pasien menanyakan tentang kunjungan pemuka agama? Apakah pasien
mengekspresikan ketakutannya akan kematian?
4) Afek dan sikap
Apakah pasien menunjukkan tanda-tanda kesepian, depresi, marah, cemas, apatis atau tampak
tekun berdoa?
5) Hubungan interpersonal
Siapa yang berkunjung? Apakah pasien berespon terhadap pengunjung? Apakah ada pemuka
agama yang datang? Apakah pasien bersosialisasi dengan pasien lainnya atau staf perawat?
Pengkajian data objektif dilakukan perawat melalui observasi. Hal-hal yang perlu
diobservasi adalah apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi, atau
apatis? Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci, atau buku
keagamaan? Apakah pasien sering mengeluh, tidak dapat tidur, mimpi buruk dan berbagai
bentuk gangguan tidur lainnya, atau mengekspresikan kemarahannya terhadap agama?
Apakah pasien menyebut nama Tuhan, doa, rumah ibadah, atau topik keagamaan lainnya?
Apakah pasien pernah meminta dikunjungi oleh pemuka agama? Apakah pasien
mengekspresikan ketakutannya terhadap kematian, konflik batin tentang keyakinan agama,
kepedulian tentang hubungan dengan Tuhan, pertanyaan tentang arti keberadaannnya
didunia, arti penderitaan? Siapa pengunjung pasien? Bagaimana pasien berespon terhadap
pengunjung? Apakah pemuka agama datang menjenguk pasien? Bagaimana pasien
berhubungan dengan pasien yang lain dan dengan tenaga keperawatan? Apakah pasien
membawa kitab suci atau perlengkapan sembahyang lainnya? Apakah pasien menerima
kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan?. Pengkajian spiritual pasien dimulai dari pasien
atau keluarga pasien dengan cara mendengarkan dan melalui pengamatan termasuk interaksi
pasien dengan perawat, keluarga dan pengunjung lainnya, pola tidur, gangguan fisik, dan
tekanan emosional.
Namun dalam beberapa situasi perawat bertanya lebih mendalam misalnya tentang
pandangan spiritual pasien atau bagaimana pasien mengatasi suatu kondisi yang sedang
dihadapi. Pada pasien tertentu perawat mengakui bahwa pengkajian spiritual dengan
wawancara tidak perlu dilakukan, hanya melalui observasi saja, perawat berfikir pasien yang
sekarat tidak etis untuk dilakukan wawancara. Perawat dapat mengkaji dan memperoleh
kebutuhan spiritual pasien jika komunikasi yang baik sudah terjalin antara perawat dan
pasien, sehingga perawat dapat mendorong pasien untuk mengungkapkan hal-hal yang terkait
kebutuhan spiritual.
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identifikasi Klien :
a. Nama : Tn.A
b. No. MR :969457
c. Tempat/ Tgl Lahir :Lubuk Basung, 13 Februari 1988
d. Umur : 29 tahun
e. Jenis Kelamin : Laki – Laki
f. Status Kawin : Belum Kawin
g. Agama : Islam
h. Pendidikan terakhir : Perguruan Tinggi
i. Pekerjaan : Guru honorer
j. Tanggal Masuk : 19 Mei 2017
k. Alamat : Jorong V Sungai Jaring Lubuk Basung
l. Diagnosa Medis : Sepsis ec BP droplet CAP
SIDA putus obat,susp TB, condidiasis oral, Diare
kronis
Gangguan Faal hepar
2. Identifikasi Penanggung Jawab
a. Nama : Ny. R
b. Pekerjaan : Mengurus Rumah Tangga
c. Alamat : Jorong V Sungai Jaring Lubuk Basung
d. Hubungan : Ibu Kandung
3. Riwayat Kesehatan
Pasien masuk RSUP Dr. M. Djamil Padang melalui IGD dirujuk dari
RSUD Lubuk Basung pada tanggal 19 Mei 2017 jam 14.30 WIB,
dengan keluhan demam tinggi terus menerus sejak 1 minggu yang lalu,
diare, badan terasa lemah dan letih, nafsu makan menurun, sariawan,
bibir kering dan pecah-pecah serta kehilangan berat badan yang
signifikan.
Pada saat pengkajian tanggal 23 Mei 2017 jam 10.00 WIB didapatkan
pasien dengan kesadaran komposmentis, keadaan umum klien tampak
lemah dan letih. Pasien mengatakan demam tidak ada lagi, pasien
mengatakan masih diare, BAB cair dengan frekuensi 2-3 kali sehari
konsistensi cair, bewarna kuning. Pasien mengatakan nyeri dada di
sebelah kanan bagian bawah dan punggung kanan, nyeri terasa seperti
mendesak, pasien mengatakan skala nyeri berkirasar antara 6 sampai 7,
nyeri di rasakan hilang timbul. Pasien juga mengatakan nafsu makan
menurun, Sariawan di mulut, bibir kering dan pecah pecah. Pasien
mengatakan tidak ada keluhan pada paru.
Pasien pernah dirawat 3 bulan yang lalu dan di diagnosa HIV AIDS, pasien
mendapat terapi ARV namun dihentikan karena pasien mengeluh mual saat
makan obat tersebut. Pasien merupakan mahasiswa tamatan tahun 2012,
pasien mengaku sejak tinggal di Riau untuk kuliah terpengaruh dengan
lingkungan,pasien mengaku sering keluar malam, pasien berhubungan
seksual dengan sesama jenis atau yang di sebut dengan homoseksual. Pasien
mengatakan tidak minum alkohol, merokok, ataupun narkoba.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit HIV
AIDS. Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai
penyakit keturunan seperti Hipertensi, DM, Jantung serta penyakit TBC.
a. Pola Nutrisi
1) Sehat
2) Sakit
Porsi makan pasien sebelum dirawat di rumah sakit 3-5 sendok dalam 1
kali makan.Pasien mengatakan sudah mengalami penurunan nafsu
makan sejak lebih kurang 3 bulan yang lalu, saat di rawat di rumah
pasien lebih sering mengkonsumsi bubur kacang hijau dan susu. Pasien
sulit untuk makan karena sariawan dan bibir kering serta ada mual dan
muntah. Saat dirawat dirumah pasien minum 5-6 gelas dan minum susu
3 x 200 ml.
b. Pola Eliminasi
1) Sehat
BAB : pada saat sehat pasien BAB 1 kali sehari dengan konsistensi
lunak bewarna kecoklatan. BAK : pada saat sehat pasien BAK lebih
kurang 5 kali sehari, pasien BAK dengan lancar
2) Sakit
1) Sehat
Saat sehat pasien tidur 7 sampai 8 jam pada malam hari dan tidur siang
1-2 jam.
2) Sakit
Selama sakit jam tidur pasien meningkat, waktu pasien lebih banyak
digunakan untuk tidur dan istirahat. Masalah yang ditemukan pasien saat
tidur yaitu pada malam hari terbangun karena BAB, demam serta
berkeringat malam.
1) Sehat
Saat sehat pasien mampu melakukan aktifitas sehari hari secara mandiri.
2) Sakit
Saat sakit aktivitas pasien lebih banyak di tempat tidur dan bergerak di
dalam kamar. Aktivitas pasien sering dibantu orang tua untuk aktivitas
makan dan minum, mandi serta toileting.
e. Pola bekerja
1) Sehat
saat sehat pasien bekerja sebagai guru honorer di MTSn selama 6 kali
dalam seminggu
2) Sakit
Pada saat sakit pasien tidak bekerja karena tubuh terasa lemah dan letih,
pasien mengatakan sudah 2 bulan tidak lagi mengajar.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. Wajah
Simetris kiri dan kanan, tampak pucat, tidak ada lesi dan tidak ada udema.
c. Kepala
Kepala simetris, tidak ada pembengkakan pada kepala dan tidak ada lesi.
d. Rambut
e. Mata
Mata simetris kiri dan kanan, terdapat kantung mata, konjungtiva anemis,
sklera tidak ikhterik,reflek cahaya positik kiri dan kanan, reflek pupil
f. Hidung
g. Mulut
Bibir tampak kering dan pecah-pecah, terdapat condidiasis oral, terdapat
sariawan, terdapat gigi yang berlubang
h. Telinga
Leher simetris, tidak ada pembengkakan kelenjer getah bening, dan tidak
terdap bendungan vena jugularis.
j. Paru-Paru
m. Kulit
n. Genitalia
o. Ekstremitas
tangan sebelah kanan, akral teraba dingin, tidak ada udema, CRT
> 3 detik, tonus otot melemah
Bawah : tidak terdapat udema, akral teraba dingin, CRT > 3 detik,
a. Status Emosional
Pasien mampu untuk mengontrol emosi. Pasien tampak murung dan lesu.
Pasien mengatakan badan terasa leamah dan letih.
b. Kecemasan
c. Pola Koping
Pola koping pasien baik namun pasien tampak kurang bersemangat dalam
menjalani pengobatannya, dan merasa pasrah terhadap penyakit yang di
deritanya.
d. Gaya Komunikasi
e. Konsep diri diurai untuk komponen gambaran diri, harga diri, peran,
identitas, dan ideal diri.
Pasien merupakan seorang laki – laki yang berusia 29 tahun, belum menikah
dan merupakan seorang guru agama. Pasien mengatakan merasa malu
dengan kondisinya saat ini, pasien tidak percaya diri dengan tubuhnya saat
ini dan malu jika bertemu dengan orang lain. Pasien mengatakan pasrah
dengan penyakit yang di deritanya saat ini..
Ibu pasien mengatakan saat sakit pasien lebih banyak dan sering menyendiri di
kamar.Pasien bekerja sebagai guru honorer di MTSn pasien mengatakan
mendapatkan gaji 1.350.000 per bulanya. gajinya pas pasan untuk membiayai
kehidupannya sendiri, pasien masih tinggal bersama kedua orang tuanya. Pasien
memakai kartu BPJS kelas III untuk membiayai rumah sakit.
8. Data Spiritual
Jenis Hasil
Pemeriksaan Nilai Rujukan
19 20 22 23
Hemoglobin 10,1 9,2 14-18 g/dl
Leukosit 5.140 3230 5.000-10.000/mm3
Eritrosit 3,0 4,5-5,5 Juta
Trombosit 220.000 265.000 150.000-400.000/ mm3
Hematokrit 30 29 40-48%
Retikulosit 0,3 0,5–2%
Hematologi
MCHC 32 32–36
LED 75 0 – 10 mm
MCV 96 82 – 92 fL
MCH 31 27 – 31 pg
Basofil 0 0-1,0%
Eosinofil 0 1,0 – 3,0 %
N. Batang 6 2,0 – 6,0 %
N.Segmen 84 50–70%
Limfosit 9 20–40%
Monosit 1 2,0 – 8,0 %
GDS 107 < 200 mg/dl
Klinik
Kreatinin Darah 0,6 0,6-1,1 mg/dl
AGD
PO2 162 86
HCO3- 16,4 25,9
Kuning Kuning - Coklat
Warna
muda
Kekeruhan Negatif Negatif
Urin
Eritrosit 0-1 ≤1
Protein Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobinogen Positif Positif
Program pengobatan pasien mulai dari tanggal 19 mei 2017 sampai 29 mei
DO :
Do:
DO:
DS:
c. pasien mengatakan
pasrah dengan penyakit
yang dideritanya saat ini
d. Ibu pasien mengatakan saat
sakit pasien lebih banyak
diam dan sering
menyendiri di kamar
DO:
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Kekurangan 23 Mei
volume cairan 2017
berhubungan
dengan
Kehilangan
cairan aktif
3 Diare 23 Mei
berhubungan 2017
dengan Proses
Infeksi
4
Ketidak 23 Mei
seimbangan 2017
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan faktor
biologis
NO Diagnosa Intervensi
Keperawatan
NOC NIC
Monitor Elektrolit
1) Monitor serum
elektrolit
2) Memonitor serum
albumin dan kadar
protein total, sesuai
dengan indikasi
3) Memonitor ketidak
seimbangan asam basa
4) Identifikasi ketidak
seimbangan elektrolit
5) Monitor ketidak
seimbangan asam basa
6) Identifikasi
kemungkinan
penyebab ketidak
seimbangan elektrolit
7) Monitor adanya mual,
muntah dan diare
Peningkatan koping :
4) Gunakan pendekatan
yang tenang dan
memberikan jaminan
5) Berikan suasana
penerimaan
6) Sediakan informasi
aktual mengenai
diagnosis, penanganan
dan prognosis
3) Monitor penerimaan
pasien mengenai harga
diri
4) Jangan mengkritisi
pasien secara negatif
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
4) Penggunaan komunikasi
terapeutik
5) Mengkaji faktor – faktor yang
dapat memperberat nyeri
6) Mengajarkan teknik non
farmakologi seperti relaksasi
7) Mengevaluasi keefektifan dari
tindakan pengontrolan nyeri
8) Menganjurkan pasien untuk
istirahat dan tidur
9) Memberikan informasi terkait
diagnosa dan keperawatan
10) Mendorong keluarga menemani
pasien
11) Mengkaji tanda verbal dan non
verbal dari ketidak nyamanan
12) Mengukur TTV, yaitu tekanan
darah, nadi, pernafasan dan
suhu tubuh
25 Diare berhubungan 1) Momonitor buang air besar
Mei dengan Proses Infeksi termasuk frekuensi, konsistensi,
2017 bentuk, volume dan warna
2) Memonitor bising usus
3) Mengkaji riwayat diare
4) Menginstruksikan pasien atau
anggota keluarga untuk mencatat
warna, volume, frekuensi dan
konsistensi tinja
5) Menilai turgor kulit
6) Monitor ketidak seimbangan
asam basa
7) Monitor adanya mual muntah
8) Mengidentifikasi ketidak
seimbangan elektrolit
9) Monitor adanya mual muntah dan
diare
10) Berikan terapi IV
11) Monitor kecepatan aliran IV
12) Monitor tanda- tanda vital
26 Ketidak seimbangan 1) Monitor kalori dan asupan
mei nutrisi kurang dari makanan
2017 kebutuhan tubuh 2) Menentukan IMT
berhubungan dengan 3) Memonitor penurunan berat
faktor biologis badan
4) Memonitor turgor kulit
5) Memonitor rambut
6) Memonitor adanya mual muntah
7) Mengidentifikasi diare
8) Memonitor diet dan asupan kalori
9) Mengidentifikasi penurunan
nafsu makan
10) Memonitor konjungtiva
11) Mengidentifikasi rongga mulut
12) Menilai hasil laboratorium
(kolesterol, albumin, nitrogen,
limfosit, dan nilai elektrolit)
13) Memastikan insersi intravena
cukup paten
14) Mempertahankan kecepatan
aliran infus
O:
A : masalah belum
Terataso
P : Intervensi
dilanjutkan
O:
A : masalah belum
Teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
O:
- Pasien tampak
lemah
- TD : 90/60 mmHg
- N : 124 x/i
- Pasien tampak lemah
- Bising usus 16 x/i
- Turgor kulit jelek
- PH : 7,46
- Pasien mendapat
terapi IVFD WIDA
KN-2
P : masalah belum
Teratasi
A : Intervensi
dilanjutkan
A. Kesimpulan
Palliative Care (Perawatan palliative) bertujuan meningkatkan kualitas hidup
pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi masalah/penyakit yang
mengancam jiwa, melalui pencegahan, penilaian sempurna dan pengobatan rasa
sakit masalah, fisik, psikososial dan spiritual (Kemenkes RI Nomor 812, 2007).
Keperawatan Paliatif tidak hanya berfokuskan kepada keperawatan
pengelolaan keluhan nyeri, pengelolaan keluhan fisik lain, maupun pemberian
intervensi pada asuhan keperawatan, dukungan psikologis, dukungan social saja
tetapi kita tahu fungsi perawat sebelumya yaitu salah satunya adalah holistic care
pada keperawatan palliative yaitu kultural dan spiritual, serta dukungan persiapan
dan selama masa duka cita (bereavement).
B. Saran
Kami menyarankan bahwa kegiatan terapi menggunakan metode holistic
keagamaan atau mendekatkan kepada Tuhan sangatlah berdampak positif bagi
kualitas hidup pada pasien terminal, karena dengan rasa bersyukur, pasrah,
82
menyadari bahwa kehidupan ini tidaklah semua abadi pastilah semua mahluk
hidup akan wafat pada akhirnya. Akan lebih meringankan beban bagi pasien
terminal baik secara psikologis dan fisiknya siap menerima keadaanya sampai
dengan akhir hayatnya.
83
DAFTAR PUSTAKA
Baxter, S., Beckwith, S. K., Clark, D., Cleary, J., Falzon, D., Glaziou, P., et al. (2014).
Global Atlas of Palliative Care at the End of Life. (S. R. Connor, & M. C.
Bermedo, Penyunt)) Worldwide Palliative Care Aliance.
Margaret, O., & Sanchia, A. (2016). Palliative Care Nursing: Aguide to Practice
Second Edition. New York: CRC Press.
Nurwijaya, H., dkk. (2010). Cegah dan Deteksi Kanker. Jakarta: Gramedia.
Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar : Riskesdas 2013. Jakarta: Kemenkes RI.
WHO. (2016). WHO. Dipetik Juni 20, 2019. dari WHO: http://www.who.int/en/
Peter J Franks, C. Salisbury., Nick Bosanquet et al. “The Level of Need for Palliative
Care: A Systemtic Review of the Literature,” Palliative Medicine, 14, (2000), 97.
W. Breitbart, “The Goals of Palliative Care: Beyond Symptom Control,” Palliative &
Supportive Care, 4(01) (2006), 1-2. doi:10.1017/S1478951506060019, 1
84
C. Virdun, T. Luckett, & P. M. Davidson, “Dying in the Hospital Setting: A Systematic
Review of Quantitative Studies Identifying the Elements of End-Of-Life Care That
Patients and Their Families Rank As Being Most Important,” Palliative Medicine,
29(9) (2015), 774 –KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007
Hamid DN, Yani A. Buku ajar aspek spiritual dalam keperawatan. Jakarta: Widya
Medika. 2000
Donna R, Luise BK, Lanza M. Spiritual care activities of nurses using Nursing
Interventions Classification (NIC) labels. International Journal of Nursing
Terminologies and Classification,14, 113-122. 2003
Chan MF. Factors affecting nursing staff in practicing spititual care. Journal of Clinical
Nursing, 19, 2128-2136. 2008
85