Disusun Oleh :
DITA KESUMA
P1337420121099
Reguler 3A2
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Paliatif
dengan judul “Makalah Prinsip Dasar Tinjauan Agama dan Sosial Budaya dalam Keperawatan
Paliatif” tepat pada waktunya. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah
wawasan pengetahuan baik untuk pembaca ataupun kami. Tidak lupa penulis ucapkan terima
kasih kepada Ibu Elisa, S. Kep., Ns., M. Kep. selaku dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Paliatif.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca untuk makalah ini agar makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan secara aktif pada penderita
yang sedang sekarat atau dalam fase terminal akibat penyakit yang dideritanya. Pasien
sudah tidak memiliki respon terhadap terapi kuratif yang disebabkan oleh keganasan
ginekologis. Perawatan ini mencakup penderita serta melibatkan keluarganya (Aziz,
Witjaksono, & Rasjidi, 2008).
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit
yangmengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah
lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World Health Organization (WHO)
2016).
Permasalahan yang sering muncul ataupun terjadi pada pasien dengan
perawatan paliatif meliputi masalah psikologi, masalah hubungan sosial, konsep diri,
masalah dukungan keluarga serta masalah pada aspek spiritual (Campbell, 2013).
Menurut Carpenito (2006) salah satu masalah yang sering muncul pada pasien
paliatif adalah distress spiritual. Distres spiritual dapat terjadi karena diagnose penyakit
kronis, nyeri, gejala fisik, isolasi dalam menjalani pengobatan serta ketidakmampuan
pasien dalam melakukan ritual keagamaan yang mana biasanya dapat dilakukan secara
mandiri. Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik,
literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari dirinya (Hamid, 2008).Definisi lain
mengatakan bahwa distres spiritual adalahgangguan dalam prinsip hidup yang meliputi
seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan biologis dan psikososial (Keliat dkk,
2011).
Sosial budaya merupakan segala hal yang diciptakan oleh manusia dengan
pikiran dan budinya dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut Andreas Eppink, sosial
budaya atau kebudayaan adalah segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam
sebuah masyarakat yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut. Sedangkan
menurut Burnett, kebudayaan adalah keseluruhan berupa kesenian, moral, adat istiadat,
hukum, pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan olah pikir dalam bentuk lain yang
didapat seseorang sebagai anggota masyarakat dan keseluruhan bersifat kompleks. Dari
kedua pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa social budaya memang mengacu
pada kehidupan bermasyarakat yang menekankan pada aspek adat istiadat dan
kebiasaan masyarakat itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah tinjauan agama dalam perawatan paliatif?
2. Bagaimanakah tinjauan sosial budaya dalam perawatan paliatif ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tinjauan agama dalam perawatan paliatif
2. Untuk mengetahui tinjauan sosial budaya dalam perawatan paliati
BAB II
ISI
1. Pengungkapan kebenaran
Pengungkapan kebenaran harus berasal dari semua pihak. Petugas
memberikan kebenaran atas kondisi terkini kesehatan pasien, rencana
perawatan yang tepat, dan persiapan akan fase kehilangan. Pasien dan keluarga
memberikan kebenaran tentang segala aspek yang berkaitan dengan kesehatan
dan rencana perawatan pasien yang di inginkan, termasuk rencana kematian
yang diharapkan pasien dan keluarga apakah keluarga menginginkan pasien
meninggal dirumah bersama keluarga.
2. Otonomi pasien
Petugas harus menghargai hak otonomi pasien dan keluarga dalam
mengambil keputusan. Pastikan bahwa perawat telah memberikan semua
informasi yang lengkap dan yang terbaik bagi kesehatan, pemulihan,
kekuatan, dan kesejahteraan pasien. Persetujuan atas otonomi pasien harus
disertai bukti inform concent yang menyatakan otonomi pasien setelah
mendengarkan dan mengetahui semua informasi yang disampaikan perawat.
3. Nyeri ; sikap terhadap penilaian dan ekspresi nyeri
Perawat dapat menggunakan skala analog visual nyeri untuk mengidentifikasi
dan menilai perasaan nyeri yang dirasakan pasien. Menyediakan juru bahasa
atau penghubung sebagai alternatif, atau menggunakan anggota keluarga
untuk interpretasi keluhan nyeri yang dirasakan pasien jika memungkinkan.
4. Mengambil kendali atas kematian
Perbedaan pandangan hidup dan mati merupakan salah satu hambatan dalam
perawatan paliatif yang sesuai secara budaya. Makna kematian bagi pasien
dan keluarga harus dikaji dan diketahui. Berbagai hasil studi menemukan
bahwa bebarapa asien menyatakan bahwa dalam pandangan mereka, hidup dan
mati saling terkait, bahwa kematian bukanlah simbol akhir kehidupan, tetapi
bagian dari kehidupan itu sendiri, “seperlunya seperti kelahiran”. Pada
beberapa pasien, kematian dianggap sebagai musuh dan dialami secara teknis.
Pasien dengan budaya lain meyakini bahwa kematian suatu transisi dari satu
kehidupan ke kehidupan berikutnya yang dipandang sebagai perjalanan ke
Dunia Roh. Berbagai pandangan akan kematian harus menjadi perhatian bagi
perawat mengenali dan menghormati pandangan berbagai pandangan pasien
dan keluarga tentang kematian, sehingga dapat menyiapkan prosedur
perawatan yang sesuai dengan pandangan tersebut dan membantu prosesnya
dengan baik.
4. Keterlibatan Pasien dan Keluarga
Pasien dan keluarga merupakan komponen penting dalam rencana perawatan
paliatif. Beberapa keluarga mengharapkan informasi harus pertama
disampaikan kepada mereka sehingga mereka dapat membantu membuat
keputusan perawatan kesehatan atau kematian pasien. Namun, pada beberapa
budaya, keluarga keluarga seringkali tidak mau menjadi pembuat keputusan
akhir ketika kondisi kematian tidak bisa dihindari. Keluarga berharap bahwa
peran dokter lah yang memutuskan semua perawatan kesehatan dan perawatan
akhir hayat bagi anggota keluarganya. Kondisi ini dapat menyebabkan dilema
pengobatan bagi penyedia layanan kesehatan yang sebenarnya berharap perawatan
pasien paliatif berfokus pada keterlibatan pasien dan keluarga (Senel and
Silbermann 2017). Keterlibatan aktif pasien dan keluarga dalam perencanaan
layanan harus dilakukan berdasarkan pengambilan keputusan bersama untuk
memastikan bahwa pasien dan keluarga adalah mitra dalam keberhasilan
perawatan paliatif yang diberikan. Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan peran aktif pasien dan keluarga dalam keberhasilan rencana
perawatan paliatif pasien adalah: (Schill and Caxaj 2019)
1. Pasien dan keluarga meluangkan waktu untuk diskusi tentang perawatan
pasien, menyediakan waktu dan ruang untuk umpan balik untuk
memastikan mereka memahami dan memiliki sumber daya dan pengetahuan
yang baik dan benar untuk berpartisipasi aktif dalam perawatan pasien
2. Menghargai keputusan untuk minum atau tidak minum obat, menghormati
dan menerima perspektif yang berbeda tentang pengobatan atau perawatan
pasien
3. Mendidik keluarga pada proses sekarat untuk memfasilitasi rasa
pemberdayaan keluarga terhadap pasien
4. Mengadopsi komunikasi yang sesuai dengan budaya dan berpusat pada
keluarga
5. Menyediakan sumber daya untuk mengurangi beban pengasuhan pada
pengasuh keluarga
6. Menerapkan program advokat kesehatan untuk mendukung keterlibatan
pasien dan keluarga dalam perawatan paliatif, dan menegosiasikan dinamika
antara pasien dan pemberi perawatan
7. Merekrut dan memfasilitasi partisipasi penyedia layanan kesehatan,
relawan, atau keluarga/teman dari latar belakang budaya yang sama
A. Kesimpulan
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas kehidupan pasien dan keuarganya dalam menghadapi masalah masalah yang
berhubungan dengan penyakit yang mengancam jiwa, dengan mencegah dan
meringankan penderitaan melalui identifikasi awal serta terapi dan masalah lain, fisik,
psikososial dan spiritual.
Perawatan paliatif meliputi biopsiko-spiritual, dalam hal ini sebagian besar
perawat berperan dalam pemenuhan bio saja. Perilaku manusia dalam menghadapi
masalah kesehatan merupakan suatu tingkah laku yang selektif, terencana, dan tanda
dalam suatu sistem kesehatan yang merupakan bagian dari budaya masyarakat yang
bersangkutan. Perilaku tersebut terpola dalam kehidupan nilai sosial budaya yang
ditujukan bagi masyarakat tersebut. Perilaku merupakan tindakan atau kegiatan yang
dilakukan seseorang dan sekelompok orang untuk kepentingan atau pemenuhan
kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma kelompok
yang bersangkutan.
Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan mempengaruhi
tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi
berbagai kebutuhan kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit maupun
menyembuhkan diri dari penyakit. Oleh karena itu dalam memahami suatu masalah
perilaku kesehatan harus dilihat dalam hubungannya dengan kebudayaan, organisasi
sosial, dan kepribadian individu-individunya terutama dalam paliatif care
B. Saran
Dengan adanya gambaran ini diharapkan perawat mampu meningkatkan
pelayanan perawatan spiritual untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien dan
keluarganya. Karena nilai, praktek, keyakinan, dan sumber kekuatan di dalam keluarga
merupakan bagian dari spiritualnya yang berpengaruh terhadap fungsi keluarga
danmenolong mereka dalam memanage krisis yang terjadi di dalam keluarganya.
Sehingga nantinya diharapkan tercapainya kesejahteraan spiritual keluarga yang
optimal. Dengan mengetahui pengetahuan masyarakat, maka petugas kesehatan akan
mengetahui mana yang perlu ditingkatkan, diubah dan pengetahuan mana yang perlu
dilestarikan dalam memperbaiki status kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiyanti, Yuli dkk. (2023). Keperawatan Paliatif (Konsep dan Aplikasi). Bandung: Media
Sains Indonesia.
Azizah, F. N. (2013). Aspek Sosial Mempengaruhi Kesehatan.
Becker, T. D., & Cagle, a. J. (2022). The Importance and Impact of Culture in Palliative Care.
In The Oxford Textbook of Palliative Social Work, ed. John G. Cagle Terry Altilio
Shirley Otis-Green. Oxford University Press, 1-24.
Lukman Hakim, d. (2013). Faktor Sosial Budaya dan Orientasi Masyarakat dalam Berobat
(Soccio-Cultural and Social Oriental in the Treatment). Jember: Universitas Jember.
Putranto, Rudi et al. (2017). Development and Challenges of Palliative Care in Indonesia: Role
of Psychosomatic Medicine. BioPsychoSocial Medicine, 11(29): 1-5.
Schill, Kaela, & Caxaj, a. S. (2019). Cultural Safety Strategies for Rural Indigenous Palliative
Care: A Scoping Review. BMC Palliative Care, 18(21): 1-13.
Six, Stefan, Bilsen, J., & Deschepper, a. R. (2023). Dealing with Cultural Diversity in Palliative
Care. BMJ Supportive and Palliative Care, 13(1): 65-69.
Soekidjo, N. (1990). Pengantar Perilaku Kesehatan. Jakarta: FKM-UI.