Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH PENDIDIKAN KEPERAWATAN DASAR

KEBUTUHAN SPRITUAL

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK V
1 SALVANISA AZZALIA ZAHARA (221440101029)
2 RIKY YAKUP (221440101030)
3 BELLA SAPIRA (221440101031)
4 PUTRI OKTARIANI (221440101032)
5 DINDA TRISNAWATI (221440101033)
6 SITI INTAN PRATIWI (221440101034)
7 ANISA FITRIYANI (224820103017)

DOSEN PENGAMPU :
Suherwin, S.Kep., M.Kes

YAYASAN PENDIDIKAN ‘AISYIYAH PALEMBANG


STIKES ‘AISYIYAH PALEMBANG
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh


Syukur Alhamdulilah senantiasa kami panjatkan kehadirat allah swt yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah keperawatan dasar dengan tema
“kebutuhan spritual”
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembutan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada kepada dosen mata kuliah Pendidikan
Pancasila Bapak Suherwin, S.Kep., M.Kes dan semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.
Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat
bagi mahasiswa, dosen, orang lain, dan program studi
Billahitaufik Walhidayah
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

palembang, Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Spiritual adalah sesuatu yang berhubungan dengan spirit, semangat untuk


mendapatkan keyakinan, harapan dan makna hidup. Spiritualitas merupakan suatu
kecenderungan untuk membuat makna hidup melalui hubungan intrapersonal,
interpersonal dan transpersonal dalam mengatasi berbagai masalah kehidupan. Manusia
adalah mahluk Tuhan yang paling sempurna. Tidak hanya terdiri dari seonggok daging
dan tulang, tetapi terdiri dari komponen menyeluruh biologis, psikologis, sosial,
spiritual dan kultural. Tuntutan keadaan, perkembangan, persaingan dalam berbagai
aspek kehidupan dapat menyebabkan kekecewaan, keputusasaan, ketidak berdayaan
pada manusia baik yang sehat maupun sakit. Selama dalam kondisi sehat wal-afiat,
dimana setiap komponen biologis, psikologis, sosial, kultural dan spiritual dapat
berfungsi dengan baik, sering manusia menjadi lupa, seolah hidup memang seharusnya
seperti itu. Tetapi ketika salah satu fungsi komponen tubuh terganggu, maka tejadilah
stresor, menuntut setiap orang mampu beradaptasi, pulih kembali dengan berbagai
upaya, sehingga kehidupan dapat berlanjut dengan baik. Ketika gangguan itu sampai
menghentikan salah satu fungsi dan upaya mencari pemulihan tidak membuahkan hasil,
disitulah seseorang akan mencari kekuatan lain diluar dirinya, yaitu kekuatan spiritual.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling lama berada disamping klien,
tugas utamanya adalah mempelajari bentuk dan sebab tidak terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia. Memberikan bantuan asuhan keperawatan mulai dari tingkat sistem
organ fungsional sampai molekuler, untuk memenuhi kebutuhan dan kemandirian klien
dalam merawat dirinya. Idealnya, seluruh komponen kebutuhan dasar manusia menjadi
fokus kajian utama dalam menentukan ruang lingkup pekerjaan profesi (Yusuf, 2015).
Hasil analisis situasi menunjukan, asuhan keperawatan untuk memenuhi
kebutuhan spiritual belum diberikan oleh perawat secara optimal. Hasil survey
Kementerian Kesehatan terhadap Rumah Sakit di Indonesia tahun 2014 (Puskom
Depkes) diketahui sekitar 54 – 74 % perawat melaksanakan instruksi medis, 26 %
perawat melaksanakan pekerjaan administrasi rumah sakit, 20 % melaksanakan praktik

iv
keperawatan yang belum dikelola dengan baik, dan 68 % tugas keperawatan dasar yang
seharusnya dikerjakan perawat dilakukan oleh keluarga pasien.
Spiritualitas adalah suatu keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha
Kuasa, Maha Pencipta (Hamid, 1999). Keyakinan spiritual akan berupaya
mempertahankan keharmonisan, keselarasan dengan dunia luar. Berjuang untuk
menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi penyakit fisik, stres
emosional, keterasingan sosial, bahkan ketakutan menghadapi ancaman kematian.
Semua ini merupakan kekutan yang timbul diluar kekuatan manusia. Keyakinan
spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan
perilaku perawatan diri klien. Kesadaran akan konsep ini melahirkan keyakinan dalam
keperawatan bahwa pemberian asuhan keperawatan hendaknya bersifat holistik, tidak
saja memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga memenuhi psikologis, sosial, kultural dan
spiritual klien.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pentingnya kebutuhan spritual bagi pasien ?
2. Bagaimana seorang perawat mengaplikasikan kebutuhan spritual urntuk pasien ?
3. Bagaimana Asuhan keperawatan kebutuhan spritual ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui gambaran persepsi perawat dalam pemenuha kebutuhan
spiritual pasien

D. Manfaat
Dapat mengetahui gambaran asuhan keperawatan spiritual sehinggadiharapkan
perawat mampu meningkatkan kemampuannya dalamkeperawatanspiritual.serta Dapat
menambah pengetahuan masyarakat tentang pentingnya asuhankeperawatan spiritual.

BAB II

v
PEMBAHASAN

SPRITUAL DAN SPRITUALITAS


spritual
Spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang manusia dalam
kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan dasar tersebut
meliputi:kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan, cinta kasih, dihargai dan
aktualitas diri. Aktualitas diri merupakan sebuah tahapan spiritual seseorang, dimana
berlimpah dengan kreativitas, intuisi, keceriaan, sukacita, kasih sayang, kedamaian,
toleransi, kerendahatian serta memiliki tujuan hidup yang jelas (Prijosaksono 2003,
dalam Astaria, 2010).
Spiritual juga biasa disebut sesuatu yang dirasakan diri sendiri dan hubungan
dengan orang sekitar, yang terwujud dalam sikap mengasihi orang lain, baik dan ramah
kepada orang lain, menghormati setiap orang agar orang disekitar merasa senang.
Spiritual adalah semua yang mencakup kehidupan, tidak hanya doa maupun mengenal
dan mengakui TuhanNya.
Menurut Meckley, et al., (1992) dalam Astaria, (2010) spiritual suatu multi
dimensi yaitu dimensi eksitensi dan deminsi agama. Dimensi eksitensi yaitu fokus
dalam tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama yaitu dominan fokus pada
hubungan seseorang dengan TuhanNya. Spiritual sebagai konsep dua dimensi yaitu
dimensi vertical dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal berperan sebagai hubungan
dengan Tuhan yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal
berperan dalam hubungan diri sendiri dengan orang lain.

1. Dimensi Spiritual

Menurut Ginanjar, (2004) dalam Rani, (2011) mengatakan dimensi spiritualitas


ada 3 macam yaitu tanggung jawab, pemaaf, dan pengasih sedangkan dimensi spiritual
itusendiri merupakan kekuatan dalam diri untuk tertimbulnya rasa kedamaian dan
kebahagiaan pada diri seseorang. Berikut definisi dimensi spiritualitas menurut
Ginanjar,
2004 (dalam Rani, 2011), yaitu:
a. Tanggung jawab
Tanggung jawab yaitu kemampuan dalam menyelesaikan semua tugas sebagai
wujud ihsan kepada Al-Wakil. Sedangkan bertanggung adalah sikap dan kewajiban
yang mana dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, Negara dan Tuhan.
b. Pemaaf
Pemaaf merupakan sikap menerima maaf dalam mengikhlaskan masalah sebagai
wujud ihsan pada Al-Ghafar atau orang yang rela memberi maaf kepada orang lain
tanpa sedikit ada rasa benci dan keinginan untuk membalas semua kesalahan-kesalahan
yang pernah mereka perbuat.
c. Pengasih
Pengasih merupakan unsur dorongan dalam menyayangi sesama manusia sebagai
wujud ihsan pada Ar-Rahman atau sebagai perwujudan rasa kasih sayang yang
diwujudkan dalam perlakuan dan sikap diri sendiri maupun ke sesama.

vi
2. Tingkat Spiritual

Menurut Hasan, (2006) dalam Rani, (2011), tingkat spiritualitas manusia ada
tujuh tingkatan dari yang bersifat egoistik maupun yang suci secara spiritual, yang
dinilai bukan oleh manusia, namun langsung oleh Allah SWT, yaitu:
1. Nafs Ammarah
Pada tahap ini, orang yang nafsunya didominasi godaan yang mengarah pada
kejahatan. Pada tahap ini orang yang tidak dapat mengontrol dirinya dan tidak memiliki
moralitas atau rasa kasih. Dendam, kemarahan, ketamakan, gairah seksual, dan iri hati
adalah sifat seseorang yang muncul pada tahap ini. Pada tahap ini kesadaran dan akal
manusia dikalahkan oleh hawa nafsu.
2. Nafs Lawwamah
Orang yang berada pada tahap ini mulai memiliki kesadaran terhadap
perilakuperilakunya dan dapat membedakan yang baik maupun benar, dan menyesali
kesalahankesalahannya.
3. Nafs Mulhiman (The Inspireda Self)
Pada tahap ini, seseorang akan merasakan ketulusan dalam beribadah yang
benarbenar termotivasi dari cinta dan kasih sayang, serta adanya pengabdian dan nilai-
nilai moral.
4. Nafs Muthma’innah
Pada tahap ini, seseorang merasakan kedamaian dalam hidupnya serta
pergolakan
pada tahap awal telah lewat. Kebutuhan dan ikatan lama sudah tidak dibutuhkan oleh
seseorang. Pada tahap ini kepentingan seseorang mulai lenyap membuat lebih dekat
dengan TuhanNya.
5. Nafs Radhiyah
Pada tahap ini seseorang tidak hanya tenang dengan dirinya sendiri, namun juga
tetap bahagia dan tegar melewati keadaan sulit, musibah atau cobaan dalam
kehidupannya. Menyadari kesulitan yang datang dari Allah untuk memperkuat dan
memperkokoh imannya
6. Nafs Safiyah
Seseorang yang telah mencapai tahap akhir ini telah mengalami transedensi diri
yang utuh. Tidak ada nafas yang tersisa, hanya penyatuan dengan Allah. Pada tahap ini
seseorang telah menyadari Kebenaran, “Tidak Ada Tuhan Selain Allah”, dan hanya
keilahian yang ada, dan setiap indera manusia atau keterpisahan adalah ilusi semata.

Spritualitas
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan spiritualitas merupakan sumber
motivasi dan emosi individu yang berkenaan dengan hubungan seseorang dengan
Tuhan, sedangkan religiusitas merupakan pengabdian kepada Tuhan atau kesalehan
(KBBI, 2016). Spiritualitas menurut Consensus Converence Spiritual Care and
Palliative Care didefinisikan sebagai aspek dari kemanusiaan yang merujuk pada
ekspresi pencarian individu terhadap arti dan tujuan serta jalan pengalaman terhubung
terhadap suatu peristiwa, terhadap diri sendiri, terhadap orang lain dan terhadap yang
berarti dan suci (Ferrell, et al., 2013).

vii
Manusia yang spiritual berarti memiliki ikatan yang lebih kepada hal yang
sifanya kerohanian, daripada sesuatu yang bersifat material. Spiritualitas merupakan
pencerahan diri dalam mencapai tujuan dan makna hidup. Spiritual merupakan bagian
penting dari segala kesehatan dan kesejahteraan manusia. Menurut Carl Gustav Jung
yang mengatakan,”sekian banyak pasien yang saya hadapi, masalah kebanyakan yang
mereka hadapi utamanya berkaitan dengan masalah agama. Banyak orang yang sakit,
karena tidak ada rasa beragama dalam diri mereka. Mereka sembuh karena bertekuk
lutut dihadapan agama.

KEBUTUHAN SPRITUAL DALAM KEPERWATAN

Dossey (2005) dalam Mailani (2015) menyatakan bahwa hubungan manusia


dengan sang pencipta (Tuhan) merupakan elemen pertama dari spiritualitas. Lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan merupakan strategi koping yang paling sering
digunakan oleh pasien untuk mengatasi stress karena penyakit yang dideritanya.
Kekuatan spiritualitas seseorang dapat menjadi faktor penting dalam cara menghadapi
perubahan yang diakibatkan oleh penyakit.
Ibadah yang rutin memiliki manfaat positif bagi fisik dan kejiwaan manusia
sehingga memberikan ketahanan terhadap jiwa dan dapat membantu proses
penyembuhan sedangkan ibadah yang tidak rutin atau rendah memiliki dampak negatif
bagi fisik dan kejiwaan diantara mudah distress dan tidak memiliki ketahanan mental
spiritual yang kuat (Bambang, 2010).
Elfiky (2009) mengungkapkan di dalam hidup ini setiap orang akan dihadapkan
pada suatu aktivitas yang penuh tantangan, banyak orang tidak menyadarinya ketika
menghadapi tantangan hidup, ia mengahadapi hambatan berat yang berasal dari dirinya
sendiri, seperti adanya pikiranpikiran negatif dalam bentuk kemauan yang lemah, sikap
pesimis, ketergantungan pada orang lain. Maka dengan berpikir positif masalah tersebut
dapat diatasi, karena pikiran positif akan mengarahkan seseorang pada sikap opitimis,
menyukai tantangan, mencari solusi, dan punya kemauan yang kuat.
Pada saat-saat tertentu, individu yang mempunyai satu aspek pandangan tentang
kemungkinan dirinya menjadi apa di masa depan. Individu mempunyai harapan bagi
dirinya sendiri untuk menjadi diri yang ideal merupakan caranya untuk
mempertahankan hidup, karena tanpa harapan banyak orang menjadi depresi dan lebih
cenderung terkena penyakit (Yusuf,2017).
Manusia sebagai makhluk holistik memiliki makna bahwa manusia adalah
makhluk yang utuh atau menyeluruh yang terdiri atas unsur biologis, psikologis, sosial,
dan spiritual. Peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien merupakan
bagian dari peran dan fungsi perawat dalam pemberian asuhan keperawatan.

viii
Menurut penelitian Aries dan Karina (2012) pendampingan spiritual merupakan
kompetensi mandiri perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara holistik.
Pendampingan spiritual dapat diberikan pada semua pasien yang membutuhkan
khususnya pada pasien dalam kondisi terminal atau pun pada pasien yang menghadapi
kondisi krisis. Seseorang yang menghadapi penyakit yang serius dan dianggap sebagai
penyakit terminal akan menunjukkan kesadaran yang tinggi terhadap kepercayaannya
(Johson, 2005). Pemenuhan kebutuhan spiritual merupakan bentuk pelaksanaan
pelayanan keperawatan bagi penderita penyakit terminal (NagaiJaconsen & Burkhart,
1989; Wright, 2002 dalam Sinclair, Raffin, Oereira & Guebert, 2006).
Sebuah penelitian di AS menunjukkan bahwa 94% dari klien yang berkunjung ke
rumah sakit meyakini kesehatan spiritual sama pentingnya dengan kesehatan fisik
(Anandarajah, 2001). Koeng (2001 dalam Clark, 2008) menemukan bahwa 90% klien di
beberapa area Amerika menyandarkan pada agama sebagai bagian dari aspek spiritual
untuk mendapatkan kenyamanan dan kekuatan ketika merasa mengalami sakit yang
serius. Dalam rohman (2009), menyatakan bahwa studi yang dilakukan Broen (2007)
memperlihatkan 77% pasien menginginkan untuk membicarakan tentang keluhan
spiritual mereka sebagai bagian dari asuhan kepada mereka.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hupcey (2000) bahwa 45 pasien
Intensive Care Unit yang dirawat selama tiga hari di Intensive Care Unit mengalami
distress spiritual. Distress spiritual merupakan suatu keadaan ketika pasien mengalami
gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang memberikannya kekuatan, harapan
dan arti kehidupan, yang ditandai dengan pasien meminta pertolongan spiritual,
mengungkapkan adanya keraguan yang berlebihan dalam mengartikan hidup,
mengungkapkan perhatian yang lebih pada kematian, menolak kegiatan ritual dan
terdapat tanda–tanda seperti menangis, menarik diri, cemas,dan marah, kemudian
didukung dengan tanda–tanda fisik seperti nafsu makan terganggu, kesulitan tidur,
tekanan darah meningkat (Hidayat, 2006).
Pengaruh kekuatan spiritualitas tidak hanya berpengaruh pada saat sakit, namun
juga berpengaruh pada kesuksesan, kinerja, dan kualitas hidup manusia. Spiritualitas
terbukti mampu membawa manusia menuju kesuksesan dan menjadikan seseorang
menjadi powerful leader. Pemenuhan kebutuhan spiritualitas adalah hal yang tidak bisa
diabaikan. Kebutuhan spiritualitas telah terbukti dapat memberikan kekuatan pada
pasien saat menghadapi penyakitnya (Hamid, A.Yani, 2014).
Mengacu pada peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang
komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual maka pelaksanaan pemberian
bimbingan spiritual pada pasien dengan kondisi sakit teramatlah penting. Mengingat
kondisi sakit dapat mengakibatkan pasien mengalami distress spiritual, sementara

ix
kegiatan spiritual seperti berdo’a terbukti mampu menenangkan klien dalam
menghadapi kenyataan tentang penyakitnya. Kondisi distress spiritual pada penderita
penyakit baik akut maupun terminal jutsru akan mempersulit kondisi sakitnya, karena
kebanyakan penderita tersebut akan merasa frustasi dan menyerah pada kondisinya
sehingga terapi yang diperoleh dari luar seperti obat-obatan tak mampu menyembuhkan
oleh karena itu keyakinan dan kepercayaan sangat mempengaruhi keberhasilan
penatalaksanaan penyakit. Distress spiritual juga memberikan dampak yang buruk bagi
keluarga pasien dengan penyakit kronis. Distress spiritual dapat menurunkan dukungan
keluarga, sehingga memengaruhi kualitas hidup pasien dengan penyakit kronis (Clarke,
2009).
Apabila kondisi tersebut tidak ditangani dan berlangsung terus menerus dapat
menyebabkan distress spiritual yang membuat pasien kehilangan kekuatan dan harapan
hidup. Peran para petugas kesehatan khususnya perawat harus memberikan pelayanan
paliatif secara optimal khususnya dalam aspek kebutuhan spiritualitas, supaya pasien
dapat merasa damai dan tentram (Westlake, 2008).
Tanyi (2006) membagi kebutuhan spiritual keluarga menjadi enam subvariabel
yaitu makna dan tujuan (meaning and purpose), kekuatan (strengths), hubungan
(relationships), keyakinan (beliefs), spiritual anggota keluarga dan family’s preference.
Apabila kebutuhan spiritual keluarga tersebut tidak terpenuhi dapat menyebabkan
distress spiritual di dalam keluarga. Distress spiritual dapat menganggu keluarga dalam
mengelola konflik, kondisi ini akan merusak kesejahteraan keluarga, keluarga akan
mengalami rasa keputusasaan, hilangnya kebebasan, konflik bathin tentang keyakinan
mereka, dan mempertanyakan makna dari keberadaan dirinya (Tanyi, 2006).

KEBUTUHAN SPIRITUAL YANG DIBUTUHKAN MANUSIA


SEBAGAI

MAKHLUK BIOLOGIS, PSIKOLOGIS, SOSIAL DAN SPIRITUAL

Sebuah penelitian di AS menunjukkan bahwa 94% dari klien yang berkunjung


ke rumah sakit meyakini kesehatan spiritual sama pentingnya dengan kesehatan fisik
(Anandarajah, 2001).Koeng (2001 dalam Clark, 2008) menemukan bahwa 90% klien di
beberapa area Amerika menyandarkan pada agama sebagai bagian dari aspek spiritual
untuk mendapatkan kenyamanan dan kekuatan ketika merasa mengalami sakit yang
serius. Dalam rohman (2009), menyatakan bahwa studi yang dilakukan Broen (2007)
memperlihatkan 77% pasien menginginkan untuk membicarakan tentang keluhan
spiritual mereka sebagai bagian dari asuhan kepada mereka.

x
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hupcey (2000) bahwa 45 pasien
Intensive Care Unit yang dirawat selama tiga hari di Intensive Care Unit mengalami
distress spiritual.Distress spiritual merupakan suatu keadaan ketika pasien mengalami
gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang memberikannya kekuatan, harapan
dan arti kehidupan, yang ditandai dengan pasien meminta pertolongan spiritual,
mengungkapkan adanya keraguan yang berlebihan dalam mengartikan hidup,
mengungkapkan perhatian yang lebih pada kematian,menolak kegiatan ritual dan
terdapat tanda–tanda seperti menangis, menarik diri, cemas,dan marah, kemudian
didukung dengan tanda–tanda fisik seperti nafsu makan terganggu, kesulitan tidur,
tekanan darah meningkat (Hidayat, 2006).

Pengaruh kekuatan spiritualitas tidak hanya berpengaruh pada saat sakit, namun
juga berpengaruh pada kesuksesan, kinerja, dan kualitas hidup manusia. Spiritualitas
terbukti mampu membawa manusia menuju kesuksesan dan menjadikan seseorang
menjadi powerful leader.Pemenuhan kebutuhan spiritualitas adalah hal yang tidak bisa
diabaikan. Kebutuhan spiritualitas telah terbukti dapat memberikan kekuatan pada
pasien saat menghadapi penyakitnya (Hamid, A.Yani, 2014).

Mengacu pada peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang


komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual maka pelaksanaan pemberian
bimbingan spiritual pada pasien dengan kondisi sakit teramatlah penting. Mengingat
kondisi sakit dapat mengakibatkan pasien mengalami distress spiritual, sementara
kegiatan spiritual seperti berdo’a terbukti mampu menenangkan klien dalam
menghadapi kenyataan tentang penyakitnya. Kondisi distress spiritual pada penderita
penyakit baik akut maupun terminal jutsru akan mempersulit kondisi sakitnya,karena
kebanyakan penderita tersebut akan merasa frustasi dan menyerah pada kondisinya
sehingga terapi yang diperoleh dari luar seperti obat-obatan tak mampu menyembuhkan
oleh karena itu keyakinan dan kepercayaan sangat mempengaruhi keberhasilan
penatalaksanaan penyakit. Distress spiritual juga memberikan dampak yang buruk bagi
keluarga pasien dengan penyakit kronis. Distress spiritual dapat menurunkan dukungan
keluarga, sehingga memengaruhi kualitas hidup pasien dengan penyakit kronis (Clarke,
2009).

Apabila kondisi tersebut tidak ditangani dan berlangsung terus menerus dapat
menyebabkan distress spiritual yang membuat pasien kehilangan kekuatan dan harapan
hidup.Peran para petugas kesehatan khususnya perawat harus memberikan pelayanan
paliatif secara optimal khususnya dalam aspek kebutuhan spiritualitas, supaya pasien
dapat merasa damai dan tentram (Westlake, 2008).

xi
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Spiritual adalah sesuatu yang berhubungan dengan spirit, semangat untuk


mendapatkan keyakinan, harapan dan makna hidup. Spiritualitas merupakan suatu
kecenderungan untuk membuat makna hidup melalui hubungan intrapersonal,
interpersonal dan transpersonal dalam mengatasi berbagai masalah kehidupan. Manusia
adalah mahluk Tuhan yang paling sempurna. Tidak hanya terdiri dari seonggok daging
dan tulang, tetapi terdiri dari komponen menyeluruh biologis, psikologis, sosial,
spiritual dan kultural.

spiritualitas merupakan sumber motivasi dan emosi individu yang berkenaan


dengan hubungan seseorang dengan Tuhan, sedangkan religiusitas merupakan
pengabdian kepada Tuhan atau kesalehan.

Pengaruh kekuatan spiritualitas tidak hanya berpengaruh pada saat sakit, namun
juga berpengaruh pada kesuksesan, kinerja, dan kualitas hidup manusia. Spiritualitas
terbukti mampu membawa manusia menuju kesuksesan dan menjadikan seseorang
menjadi powerful leader.Pemenuhan kebutuhan spiritualitas adalah hal yang tidak bisa
diabaikan. Kebutuhan spiritualitas telah terbukti dapat memberikan kekuatan pada
pasien saat menghadapi penyakitnya.

Saran

xii
bagi institusi tempat mahasiswa berada, institusi dapat menambahkan materi-materi
mengenai aktivitas kegiatan atau secara teoritis mengenai keagamaan agar mahasiswa
mendapatkan salah satu sarana untuk meningkatkan tingkat spiritual di dalam diri
mahaiswa. Bagi mahasiswa, seperti yang telah diketahui bahwa tingkat spiritual dalam
diri mahasiswa dapat memberikan keseimbangan di dalam kehidupan maka mahasiswa
dapat mulai meningkatkan spiritualitas mereka dengan salah satunya adalah dengan
mengikuti aktivitas keagamaan baik dalam meyakini agama yang dianut, mengikuti
ritual, menambah wawasan keagamaan, dan menghayati agama yang dianut, serta taat
dalam beragama.
Kedekatan mahasiswa dengan agamanya dapat memperkuat aktivitas spiritual dan
pengalaman transenden yang akan membuat mahasiswa lebih merasa utuh.

DAFTAR PUSTAKA

Asy’arie,M.,2012,SpiritualitasdanKeberagamaan;TahapFaith,ToughtdanDiscovey,

disampaikan pada Seminar Pemantapan Ekspresi Kecerdasan Spiritual


melalui Pendekatan Agama dari Filsafat dan Pendidikan, Komisi Imtak Graha
Masyarakat Ilmiah Kedokteran & FMI, Fakultas Kedokteran Unair, tidak
dipublikasikan.
Kasihani. Syarifuddin. (2019). Analisis Perilaku Spiritual Terhadap Penerapan Spritual
pada Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh. Journal of
Healthcare Technology and Medicine, 5 (1), 124 – 130.
Ristianingsih, Dwi. dkk. (2014). Gambaran Motivasi dan Tindakan Keperawatan dalam
Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien di Ruang ICU PKU Muhammadiyah
Gombong. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 10(2), 91 – 99.
Saman, Aidi Abshar. Kusuma, Henni. (2017). Gambaran Kebutuhan Spiritualitas Pasien
Gagal Jantung di Instalasi Elang RSUP Kariadi Semarang. Jurnal Program
Studi Ilmu Keperawatan. 1 – 13.
Sujana, Elva. dkk. (2017). Kebutuhan Spiritual Keluarga dengan Anak Penderita
Penyakit Kronis. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, 3(1), 47 – 56.
Suryawantie, Tanti. dkk. (2019). Pemenuhan Kebutuhan Dasar Spiritual Pada Pasien
Stroke Pasca Akut di Ruangan Cempaka RSUD dr. Slamet Garut Tahun
2019. JurnalKeperawatan Dirgahayu, 1(2), 26 – 31.

xiii
Zulfatul A’la, Muhamad. dkk. (2017). Pengaruh Bereavement Life Review terhadap
Kesejahteraan Spiritual pada Keluarga Pasien Stroke. JKP, 5 (2), 214 – 226.

xiv

Anda mungkin juga menyukai