Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PELAYANAN KEPERAWATAN SEBAGAI IBADAH VERTIKAL dan


HORIZONTAL

DISUSUN OLEH:

RIDHA FULAN CAHYANI PUTRI

(2214301138)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESILOGI

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN BALI

(ITEKES)

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Pelayanan Keperawatan Sebagai Ibadah Vertikal
dan Horizintal" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Agama. Selain itu, makalah ini bertujuan
menambah wawasan tentang konsep keagamaan di bidang kesehatan bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Marfu’ah As-Shomand,S.HI.,M.Pd,selaku dosen


pengampun pada mata kuliah Agama Islam. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 6 Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i

DAFTAR IS.................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang...................................................................................4
1.2
Rumusan masalah............................................................................5
1.3
Tujuan...........................................................................................6

BAB II : PEMBAHASAN
2.1
Pengertian.............................................................................................7

2.2
Tujuan..................................................................................................8

2.3
Hubungan.............................................................................................9

2.4
Perbedaan............................................................................................12

BAB III : PENUTUP


3.1
Kesimpulan...........................................................................................13

3.2
Daftar pustaka......................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Agama adalah bentuk keyakinan manusia terhadap suatu anugrah dari Allah yang menyertai
seluruh ruang lingkup kehidupan manusia, baik kehidupan manusia individu maupun
masyarakat, kehidupan materil maupun kehidupan spiritual, dan kehidupan duniawi maupun
kehidupan ukhrawi. Agama merupakan suatu hal yang harus di ketahui makna yang terkandung
di dalamnya, dan agama tersebut berpijak kepada suatu kodrat kejiwaan yang berupa
keyakinan, sehingga dengan demikian, kuat atau rapuhnya agama bergantung kepada
sejauhmana keyakinan itu ada dalam jiwa setiap umat manusia.

Unsur utama dalam beragama adalah Iman atau percaya kepada keberadaan Allah dengan sifat-
sifat, antara lain: Maha Pemurah, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun, Maha
Pemberi, Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Kuasa, Maha Besar, Maha Suci. Oleh karena
itu, orang yang merasa dirinya dekat dengan Allah, diharapkan akan timbul rasa tenang dan
aman yang merupakan salah satu ciri sehat mental.

Hamid Zahron menyebutkan: Agama sebagai sarana untuk mewujudkan keimanan,


kedamaian, dan ketenangan jiwa. Agama menurutnya merupakan anugrah Allah demi
kemaslahatan manusia agar hidupnya berjalan normal. Agama akan membawa manusia pada
keimanan, dan akhlak serta amalan sholeh akan membawanya pada kesehatan mental. Agama
adalah kasih sayang, keikhlasan, kebahagiaan, kedamaian, dan keselamatan dalam kehidupan
manusia.

Manusia diciptakan oleh Allah swt dalam bentuk yang sebaik-baiknya yang diberi potensi akal
dan budi, nalar dan moral untuk dapat menguasai makhluk lainnya demi kemakmuran dan
kemaslahatan. Manusia memiliki dua unsur yaitu jasmani dan rohani. Kedua unsur inilah yang
mempengaruhi kehidupan manusia selanjutnya. Masing-masing unsur memiliki kebutuhan
tersendiri, dan dalam prosesnya, manusia berusaha memenuhi kebutuhan kedua unsur tersebut
agar ia dapat hidup dengan bahagia dan sejahtera.

Manusia disebut sebagai makhluk holistik yang artinya, manusia adalah makhluk yang terdiri
dari unsur biologis, psikologis, sosial dan spritual. Dimana, keempat unsur ini tidak dapat
terpisahkan, gangguan terhadap salah satu aspek merupakan ancaman terhadap aspek atau unsur
yang lain. Adapun kebutuhan dasar manusia adalah segala sesuatu yang diperlukan manusia
untuk kelangsungan hidupnya, unsur-unsur itulah yang dibutuhkan oleh manusia untuk menjaga
keseimbangan fisiologis dan psikologis agar dapat mempertahankan kehidupan dan kesehatan.

Dalam ajaran Islam sendiri sangat menekankan pada kesehatan jasmani. Dimana agar tetap
sehat, hal yang perlu diperhatikan dan dijaga, menurut sementara ulama, disebutkan, ada
sepuluh hal, yaitu: dalam hal makan, minum, gerak, diam, tidur, terjaga, hubungan seksual,
keinginan-keinginan nafsu, keadaan kejiwaan, dan mengatur anggota badan.
Berdasarkan uraian diatas kita tau bahwasannya agama, manusia dan seluruh aspek kehidupan
manusia termasuk kesehatan sangat berikatan.

iii
Oleh karena itu kita sebagia calon tenaga kesehatan penting untuk mengetahui lebih dalam
tentang bagaimana keterikatan antara agama dan kesehatan baik dengan ibadah secara vertical
maupun horizontal.

1.2 Rumusan Masalah


1). Bagaimanakah konsep spritual dalam agama?
2). Bagaimana peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan spiritual
pasien?
3). Apa yang dimaksud dengan ibadah vertikal dan horizontal menurut
agama islam, serta contoh pelayanan keperawatannya?
4). Bagaimanakah konsep ibadah vertikal dan horizontal dalam agama
hindu?

1.3 Tujuan
1). Untuk mengtahui bagaimana konsep spritual dalam agama
2). Untuk mengetahui bagaimana peran perawat dalam pemenuhan
kebutuhan spiritual pasien
3). Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ibadah vertikal dan
horizontal menurut agama islam, serta contoh pelyanan keperawatannya
4). Untuk mengetahui konsep ibadah vertikal dan horizontal dalam agama
hindu

iv
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Spiritual

Definisi Spiritualitas

Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungan manusia dengan Yang Maha Kuasa, sebagai
contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa.
Spiritualitas mengandung pengertian hubungan manusia dengan Tuhan. Spiritualitas merupakan
aspek kepribadian manusia yang memberikan kekuatan dan mempengaruhi individu dalam
menjalani hidupnya. Spiritualitas mencakup aspek non fisik dari keberadaan seorang manusia.

Mickley18 menyatakan bahwa spiritualitas sebagai suatu multidimensi yang terdiri dari dimensi
eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan,
sedangkan dimensi agama lebih berfokus lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan
Tuhan.

Spiritualitas merupakan suatu dimensi yang berhubungan dengan menemukan arti kehidupan
dan tujuan hidup, menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri
sendiri, mempunyai perasaan yang berkaitan dengan Tuhan, diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan. Spiritual merupakan kekuatan yang menyatukan, memberi makna pada kehidupan
dan nilai-nilai individu, persepsi, kepercayaan dan keterikatan di antara individu.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa spiritualitas adalah kebutuhan dasar manusia yang
berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, orang lain, dan lingkungan untuk menemukan arti
kehidupan dan tujuan hidup agar mendapatkan kekuatan, kedamaian, dan rasa optimis dalam
menjalankan kehidupan.

Fungsi Spiritualitas

Spiritualitas mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan hidup para individu. Spiritualitas


berperan sebagai sumber dukungan dan kekuatan bagi individu. Pada saat stress individu akan
mencari dukungan dari keyakinan agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk menerima
keadaan sakit yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses penyembuhan
yang lama dan hasilnya belum pasti. Melaksanakan ibadah, berdoa, membaca kitab suci dan
praktek keagamaan lainnya sering membantu memenuhi kebutuhan spiritualitas dan merupakan
suatu perlindungan bagi individu. Berdasarkan penelitian Koening tentang spiritualitas pada
tahun 2001 menyebutkan bahwa 90 % pasien di beberapa area Amerika menyandarkan pada
agama sebagai bagian bagian dari aspek spiritual untuk mendapatkan kenyamanan dan kekuatan
ketika merasa mengalami sakit yang serius. Pendekatan spiritual dapat meningkatkan kekuatan
pada pasien secara emosional.

5
Menurut America Psychological Association21 , spiritualitas dapat meningkatkan kemampuan
seseorang dalam mengatasi penderitaan jika seseorang sedang sakit dan mempercepat
penyembuhan selain terapi medis yang diberikan. Hal ini juga didukung penelitian yang
dilakukan oleh Abernethy, menyebutkan bahwa spiritualitas dapat meningkatkan imunitas yaitu
kadar interleukin-6 (IL-6) seseorang terhadap penyakit sehingga dapat mempercepat
penyembuhan bersamaan dengan terapi medis yang diberikan.

2.2 Peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan spritual pasien

Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 bahwa Perawat adalah mereka yang
memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu
yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Aktifitas keperawatan
meliputi peran dan fungsi pemberian asuhan atau pelayanan keperawatan, praktek keperawatan,
pengelolaan institusi keperawatan, pendidikan pasien (individu, keluarga dan masyarakat) serta
kegiatan penelitian dibidang keperawatan (Gaffar, 1999).

Dalam hal ini pasien dianggap sebagai tokoh utama (central figure) dan menyadari bahwa tim
kesehatan pada pokoknya adalah membantu tokoh utama tadi. Jadi pada dasarnya tanggung
jawab seorang perawat adalah menolong pasien dalam membantu pasien dalam menjalankan
pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dia lakukan tanpa bantuan. Perawat dapat melakukan
beberapa hal yang dapat membantu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pasien,
diantaranya : Menciptakan rasa kekeluargaan dengan pasien, berusaha mengerti maksud pasien,
berusaha untuk selalu peka terhadap ekspresi non verbal, berusaha mendorong pasien untuk
mengekspresikan perasaannya, berusaha mengenal dan menghargai pasien. Mengingat perawat
merupakan orang pertama dan secara konsisten selama 24 jam sehari menjalin kontak dengan
pasien, sehingga dia sangat berperan dalam membantu memenuhi kebutuhan spiritual pasien.
Menurut Andrew dan Boyle (2002) pemenuhan kebutuhan spiritual memerlukan hubungan
interpersonal, oleh karena itu perawat sebagai satu-satunya petugas kesehatan yang berinteraksi
dengan pasien selama 24 jam maka perawat adalah orang yang tepat untuk memenuhi kebutuhan
spiritual pasien.

Kebutuhan spiritual pasien sering ditemui oleh perawat dalam menjalankan perannya sebagai
pemberi pelayanan atau asuahn keperawatan. Hal ini perawat menjadi contoh peran spiritual bagi
pasienya. Perawat harus mempunyai pegangan tentang keyakianan spiritual yang memenuhi
kebutuhanya untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup, mencintai, dan berhubungan serta
pengampunan. Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari peran
sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokad pasien, pendidik, koordinator, kolaborator,

6
konsultan, dan peneliti yang dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan
ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan keadaan dasar
manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan
proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa
direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang sesuai dengan kebutuhan dasar manusia,
kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya.
2. Peran Sebagai Advokat Pasien Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan
keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau
informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak
pasian yang meliputi hak atas peleyanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang
penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk
menerima ganti rugi akibat kelalaian.
3. Peran Edukator Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan
tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit, bahkan tindakan yang diberikan, sehingga
terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah mendapatkan pendidikan kesehatan.
4. Peran Koordinator Peran ini dilaksakan dengan mengarahkan, merencanakan, serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan
kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien.
5. Peran Kolaborator Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalaui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fiisoterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi, atau bertukar
pendapat dalam bentuk pelayanan selanjutnya.
6. Peran Konsultan Peran perawat sebagai konsultan adalah sebagai tempat konsultasi
terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini
dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan
yang diberikan.
7. Peran Pembaharu Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode
pemberian pelayanan keperawatan. Peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan spiritual
pasien merupakan bagian dari peran dan fungsi perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan. Untuk itu diperlukan sebuah metode ilmiah untuk menyelesaikan masalah
keperawatan, yang dilakukan secara sitematis yaitu dengan pendekatan proses keperawatan
yang diawali dari pengkajian data, penetapan diagnosa, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.

7
2.3 Ibadah vertikal dan horizontal menurut agama islam serta contoh pelayanan
keperawatannya

Ibadah vertikal
Ibadah vertikal adalah ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba kepada tuhannya baik itu
dilakukan di tempat ibadah maupun diluar tempat ibadah. yang dilakukan ditempat ibadah seprti
shalat lima waktu, shalat jumat, teraweh dan tahajud. sedangkan ibadah yang bisa dilakukan
diluar tempat ibadah seperti puasa, membaca alquran berzikir dalam perjalanan. dan nilai
ibadahnya itu tergantung keikhlasan dari hamba dan Tuhan-nya.

kita tidak pernah tau apakah dia benar-benar shalat, atau berpuasa karena yang tahu pada
hakikatnya hanya dia dan Allah. Konsekuensi seseorang yang meninggalkan atau tidak
melaksanakan ibadah vertikal adalah dia akan mendapatkan dosa karena telah melanggar dan
tidak mengindahkan perintah Tuhan-nya untuk beribadah menyembah kepada-Nya. dan cara
"meminta maaf" atau memohon ampunanya "mudah" cukup dengan taubatan nasuha (tobat yang
sesungguh-sungguhnya) dan Allah maha pemurah lagi maha pengampun, ketika mendapati
hambanya yang berbuat salah dan bertobat dengan sepenuh hati. Dalam asuhan keperawatan, kita
dapat membantu pasien untuk menunaikan ibadahnya seperti mengingatkannya jam shalat,
membantunya melaksanakan shalat terkhusus bagi pasien yang kesulitan untuk bangun dari
tempat tidur sendiri. Intinya ibadah secara vertikal adalah suatu hubungan antara pasien dan
Tuhan. Kita sebagai perawatlah yang akan membantunya memenuhi kewajibannya sebagai
ciptaan Tuhan tersebut.

Ibadah horizontal
Ibadah horizontal adalah ibadah yang berupa kepedulian, kepekaan sosial terhadap orang lain
atau makhluk lainya, dan semata-mata dilakukan untuk mencari Ridho Allah Tuhan semesta
Alam. Ibadah horizontal seperti, bersedekah, menyantuni anak yatim kerja bakti membersihkan
lingkungan, membersihkan sungai, silaturahmi mengunjungi tetangga, saudara, teman sejawat
dll. menengok orang yang sakit, mengantarkan jenazah ke pemakaman dan lain-lain, dan
seterusnya, dan sebagainya. Dalam tugas kita sebagai seorang perawat, kita dapat membantu
pasien tanpa membeda bedakan status sosial, ras, maupun agamanya. Tugas seorang perawat
adalah merawat orang yang sedang sakit. Siapapun itu karena sejatinya ibadah horizontal ini
menekankan hubungan manusia dengan sesama maupun hubungannya dengan alam sekitar yang
juga merupakan ciptaan Tuhan.

Kita tahu bahwasanya substansi dari hukum Islam sendiri terbagi menjadi dua
bagian yang pertama adalah sebuah aturan atau ketentuan hukum yang bersumber dari

8
Allah Swt., yang memiliki fungsi dan tujuan untuk mengikat manusia dengan kewajiban
ibadah, perintah taat serta perintah menjauhi segala sesuatu yang dilarang.

Yang kedua adalah sebuah aturan atau ketentuan hukum yang bersumber dari Allah Swt.,  yang
memiliki fungsi dan tujuan untuk mengatur antara manusia dengan manusia lain, serta
membatasi manusia terhadap kelemahan sifat-sifat manusia itu sendiri yang  berpotensi untuk
saling menguasai atau melampaui batas-batas hak orang lain.

Dalam bahasa akrab Islam biasa disebut Hablun Minallah dan Hablun Minanas. Secara skematis,
hal ini biasa disebut sebagai hubungan vertikal dan horizontal sebagaimana gambar yang telah
kami sisipkan di atas. Maksud dari hubungan vertikal adalah hubungan ke atas atau hubungan
antara manusia dengan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, yaitu sebuah aturan yang mencakup segala
aspek kehidupan rohani setiap makhluk ciptaan-Nya. Sedangkan hubungan horizontal adalah
hubungan antar sesama manusia atau biasa kita sebut hubungan muamalah yang membatasi dan
melindungi setiap hak Manusia agar tidak di ditabrak dengan kelemahan-kelemahan manusia
lain yang pada hakikatnya tidak dapat dikendalikan secara sempurna.

Kedua hukum atau hubungan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Maka dari itu, setiap manusia wajib memiliki prinsip bahwa dirinya akan tidak pernah seimbang
apabila berambisi untuk fokus pada suatu garis saja, baik dalam garis horizontal maupun
vertikal.

Hukum Islam sendiri pada hakikatnya mengandung proteksi, yaitu memberi perlindungan
kepada setiap manusia terhadap kelemahan sifat-sifat manusia yang berpotensi untuk saling
menguasai atau melampaui batas-batas hak orang lain. Tetapi dalam kedua prinsip tersebut
tidaklah sama. Hubungan vertikal atau hukum vertikal sifatnya adalah absolut (mutlak dan
keras), semua sudah ditetapkan oleh Allah dan tidak boleh diubah-ubah entah pada tempat
manapun maupun di masa kapanpun.

Berbeda dengan hubungan horizontal atau hukum horizontal yang memiliki sifat  terbuka, atau
dapat mengikuti perkembangan zaman serta boleh diadakan modifikasi selagi itu tidak
bertentangan dengan sumbernya langsung yaitu Al-Qur’an dan hadis. 

Meskipun bersifat terbuka hubungan horizontal atau hukum horizontal tidaklah semata-mata
dapat Dimodifikasi seenaknya banyak orang-orang tertentu yang boleh melakukannya yaitu
orang-orang yang  memang secara keilmuan memumpuni serta orang-orang yang berhak
melakukan ijtihad dalam menetapkan hukum baru yang belum ada sebelumnya. Hal ini bertujuan
agar Islam tetaplah berada di dalam jalur yang benar, serta tidak menyeleweng dari kaidah-
kaidah yang telah ditentukan menurut hukum aslinya.

Hubungan vertikal 

Sebagaimana garis yang menyimbolkan dari bawah ke atas, hubungan ini mengisyaratkan bahwa
setiap makhluk harus memiliki ikatan batin terhadap penciptanya. Maka dari itu, kita sebagai
makhluk ciptaan Allah “labuda” (tidak boleh tidak) harus mengharmoniskan atau mempererat
ikatan batin kita terhadap-Nya dengan cara melakukan segala perintah-Nya, seperti beribadah

9
untuk mengugurkan kewajiban, berdzikir untuk mendekatkan diri, meninggalkan larangan untuk
menjaga diri, dan lain sebagainya.

Hubungan horizontal 

Bagaimana garis yang menjalur  mendaftar. simbol tersebut mengisyaratkan bahwa setiap
makhluk harus memiliki ikatan batin terhadap makhluk lain atau setiap manusia harus memiliki
hubungan yang baik dengan sesama manusia.

Hubungan yang dimaksud adalah hubungan yang mencakup dalam segala aspek kebaikan. Baik
dalam tingkah laku, kepribadian, atau mungkin sifat positif dalam kehidupan bermasyarakat. 

2.4 konsep ibadah vertikal dan horizontal dalam agama hindu


Manusia, selain sebagai makhluk individu, sekaligus sebagai mahluk sosial, yang tidak
akan terlepas dari kehidupan bermasyarakat. Untuk menciptakan kehidupan yang tentram dan
damai, maka kita harus menjaga hubungan yang harmonis yang dalam ajaran Agama Hindu
disebut dengan Tri Hita Karana.  Sebagai umat Hindu tentunya kita telah diajarkan tentang ajaran
Tri Hita Karana. Yaitu, tiga hal yang harus diharmoniskan oleh setiap umat Hindu khususnya dan
umat manusia pada umumnya. 
Pertama, keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan. Bagaimana caranya? Untuk dapat
mengharmoniskan hubungan dengan Tuhan, caranya dengan melakukan semua ajaran-Nya sesuai
kaidah kitab Suci Weda. Salah satu yang dapat kita lakukan adalah dengan cara bersembahyang. 
Pada tingkatan yang lebih tinggi, kita dapat melakukan Meditasi untuk menyatukan diri dan tanda
syukur kita ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Di samping itu, upaya mengharmoniskan hubungan
dengan Tuhan bisa dilakukan dengan mencintai dan menyayangi semua makhluk ciptaan-Nya. Pada
intinya, hidup ini adalah sebuah pelayanan. Kita tidak boleh memandang  bagaimana statusnya,
jabatannya, pekerjaannya atau pun bentuk fisiknya. 

Kedua adalah menciptakan keharmonisan antara manusia dengan manusia lainnya. Dalam bersosial
kemasyarakatan sekarang ini terutama di kota besar seperti Jakarta, sifat individualisme sangat terlihat
dengan jelas. Sebagai contoh, banyak orang yang tidak mengetahui nama tentangga sebelahnya.
Semuanya sibuk dengan urusan dan  kepentingannya masing-masing sehingga komunikasi dengan
tetangga sangat jarang. 

Dilihat dari pandangan ajaran Tri Hita Karana, fenomena itu menandakan bahwa keadaan masyarakat
tersebut tidaklah harmonis. Mari kita ciptakan masyarakat yang harmonis, rukun dan damai sehingga
akan tercipta kesejahteraan bersama.
Coba kita renungkan tentang ajaran toleransi kita, yaitu ajaran Tat Twam Asi. Di mana secara harfiah Tat
Twam Asi mengandung arti Aku adalah Dia, Dia adalah Engkau. Artinya, kelihatan sangat sederhana,
namun bila kita kaji, ajaran itu memiliki makna yang sangat dalam. Muncullah pertanyaan dibenak kita:
“Mengapa Saya dan Anda dikatakan sama, padahal fisik kita berbeda?”
kata Aku di sana bukan hanya dilihat dari bentuk fisik kita. Di dalam diri saya dikatakan ada Jiwa
(Atman) dan di dalam diri Anda juga ada sang jiwa itu. Oleh karena itu, maka saya dan anda atau pun
dia, atau pun mereka adalah sama-sama memiliki jiwa (Atman) yang berasal dari satu sumber utama,

10
yaitu Brahman atau Tuhan Yang Maha Esa. 
Terlebih lagi, salah satu sloka mengatakan bahwa: “Brahman Atman Aikyam”. Artinya, Brahman dan
Atman adalah Satu. Dapat disimpulkan bahwa jiwa di dalam diri kita adalah Brahman itu sendiri. Dengan
menyadari bahwa di dalam diri orang lain sama dengan diri kita, maka sepatutnya kita saling
menghormati dan menyayangi, sehingga tercipta kehidupan yang harmoni, aman, damai, dan sejahtera.

Ketiga, menciptakan keharmonisan antara manusia dengan alam lingkungan. Alam ini telah melakukan
pelayanan tanpa pamrih kepada semua mahluk yang ada. Semuanya dia serahkan tanpa meminta
imbalan apapun. Semua apa yang kita butuhkan, dia berikan. Namun sebaliknya, sebagai umat manusia
dengan ego masing-masing, kita mengeksploitasi tanpa memikirkan bagaimana memeliharanya. Hal itu
berakibat akan datangnya maut menghampiri umat manusia. Bencana demi bencana terjadi di mana-
mana, seperti Tsunami , Gempa Bumi, tanah longsor, dan banjir bandang di beberapa daerah.
Oleh karena itu, umat manusia, khususnya umat Hindu, harus menyadari untuk berusaha
mengharmoniskan kembali hubungannya dengan alam. Marilah kita merawat lingkungan kita untuk
menanam tanaman di sekitar rumah, membuang sampah pada tempatnya. 
Umat Sedharma. Dalam upaya menjaga keharmonisan alam semesta ini, umat Hindu senantiasa
menjaga keselarasan antara sekala dan niskala, baik secara vertikal dengan Sang Pencipta dan
lingkungan alamnya, maupun secara horizontal antar manusianya.

Dengan demikian, terciptalah energi positif yang dapat memberikan aura dan nuansa magis-spiritual.
Ditambah lagi, dengan semakin digerakkannya konsep Tri Hita Karana menjadikan masayarakat Hindu
semakin harmoni dan mandara. 

11
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Spiritualitas adalah hubungan manusia dengan Yang Maha Kuasa.Perawat sebagai tenaga
kesehatan yang profesional mempunyai kesempatan untuk memberikan pelayanan yang
komprehensif guna memenuhi kebutuhan dasar pasien seperti kebutuhan spiritual salah satu
caranya denganmembantu pasien beribadah. Ibadah disini terbagi atas dua yaitu ibadah vertikal
dan ibadah horizontal. Ibadah vertikal adalah ibadah yang dilakukan kapan saja, dimana saja
dan hanaya berubungan dengan tuhan sedangkan ibadah horizontal adalah ketika kita belajar
bertanggung jawab untuk saling mencintai sesama ciptaan tuhan. Dalam ajaran islam pun
dikatakan bahwa hubungan manusia dengan tuhan maupun sekitar merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Maka dari itu, setiap manusia wajib memiliki prinsip bahwa
dirinya akan tidak pernah seimbang apabila berambisi untuk fokus pada suatu garis saja, baik
dalam garis horizontal maupun vertikal. Dan dalam agama hindu juga terdapat ajaran Tri Hita
Karana sebagai wahana untuk saling introspeksi diri, mengetahui kekurangan dan kelebihan
masing-masing, sehingga menimbulkan suatu interaksi, hubungan timbal balik antar sesama,
bukan untuk memecah, melainkan untuk penyatuan.

3.3
SARAN
Sebagai tenaga medis yang akan memenuhi kebutuhan spiritual pasien sebagai bagian dari
asuhan keperawatan, kita tidak harus mendalami untuk memahami semua ajaran agama
dalam perawatan pasien di rumah sakit. Akan tetapi cukup mengetahui pengetahuan dasar
tentang agama secara universal. Karena pada dasarnya tidak ada perbedaan kepercayaan
terkait ibadah vertikal dan horizontal pada agama-agama yang ada di Indonesia. Semua
agama sama sama mengajarkan kita sebagai umat manusia harus memiliki hubungan yang
seimbang baik hubungan manusia dengan tuhan, hubungan manusia dengan manusia,
maupun hubungan manusia dengan alam sekitar.

12
Daftar Pustaka

https://id.scribd.com/document/487167778/BAB-1

https://bandung.lan.go.id/index.php?r=post/read&id=105#:~:text=Manusia
%20sebagai%20makhluk%20holistik%20mengandung,%2Cpsiko%2Csosial
%2Cspritual

http://afi.unida.gontor.ac.id/2020/07/18/agama-dan-manusia/

https://repository.ump.ac.id/6612/3/Aida%20Istikharoh%20BAB%20II.pdf

http://eprints.undip.ac.id/57951/1/
LAPORAN_SEMPRO_DIANA_P.W_22020113120034.pdf

https://www.kompasiana.com/mindasay/552e3ed96ea834ff2d8b4577/beda-
ibadah-vertikal-dan-ibadah-horizontal

https://www.abusyuja.com/2020/08/ubungan-vertikal-dan-horizontal-dalam-
Islam.html?m=1

https://kemenag.go.id/read/tri-hita-karana-dan-keharmonisan-hidup-bersama-
jjk6y

13

Anda mungkin juga menyukai