Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN KASUS SPRITUAL

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4

1. Fitri Parapat
2. Giovani Manihuruk
3. Juliana Erni Tamba
4. Nadya Pasaribu

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK JALUR TRANSFER

STIKES SANTA ELISABETH MEDAN


T.A 2021/2022
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap orang dalam hidupnya pasti akan menghadapi yang namanya
masalah, sikap seseorang dalam menghadapi sangat ditentukan oleh
keyakinan mereka masing-masing. Keyakinan yang dimiliki setiap orang
selalu dikaitkan dengan kepercayaan atau agama. Spiritual, keyakinan dan
agama merupakan hal yang berbeda namun seringkali diartikan sama.
Penting sekali bagi seorang perawat memahami perbedaan antara
Spiritual, keyakinan dan agama guna menghindarkan salah pengertian yang
akan mempengaruhi pendekatan perawat dengan pasien.
Pasien yang sedang dirawat dirumah sakit membutuhkan asuhan
keperawatan yang holistik dimana perawat dituntut untuk mampu
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif bukan hanya pada
masalah secara fisik namun juga spiritualnya.
Pasien dalam perspektif keperawatan merupakan individu, keluarga
atau masyarakat yang memiliki masalah kesehatan dan membutuhkan
bantuan untuk dapat memelihara, mempertahankan dan meningkatkan
status kesehatannya dalam kondisi optimal. Sebagai seorang manusia, klien
memiliki beberapa peran dan fungsi seperti sebagai makhluk individu,
makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Berdasarkan hakikat tersebut, maka
keperawatan memandang manusia sebagai mahluk yang holistik yang
terdiri atas aspek fisiologis, psikologis, sosiologis, kultural dan spiritual.
Tidak terpenuhinya kebutuhan manusia pada salah satu diantara
dimensi di atas akan menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak
sehat. Kondisi tersebut dapat dipahami mengingat dimensi fisik,
psikologis, sosial, spiritual, dan kultural merupakan satu kesatuan yang
saling berhubungan. Tiap bagian dari individu tersebut tidaklah akan
mencapai kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian tersebut sejahtera.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spiritualitas dan religi
2.1.1 Definisi spiritualitas dan religi
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan
Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang
yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha
Kuasa. Spiritualitas mengandung pengertian hubungan manusia
dengan Tuhannya dengan menggunakan instrumen (medium)
sholat, puasa, zakat, haji, doa dan
sebagainya (Hawari, 2002).
Berdasarkan kamus, religi berarti suatu sistem kepercayaan dan
praktek yang berhubungan dengan Yang Maha Kuasa (Smith, 1995).
Pargamet (1997) mendefinisikan religi sebagai suatu pencarian
kebenaran tentang cara-cara yang berhubungan dengan korban atau
persembahan. Seringkali kali kata spiritual dan religi digunakan
secara bertukaran, akan tetapi sebenarnya ada perbedaan antara
keduanya. Dari definisi religi, dapat digunakan sebagai dasar bahwa
religi merupakan sebuah konsep yang lebih sempit dari pada
spiritual. Jadi dapat dikatakan religi merupakan jembatan menuju
spiritual yang membantu cara berfikir, merasakan, dan berperilaku
serta membantu seseorang menemukan makna hidup. Sedangkan
praktek religi merupakan cara individu mengaplikasikan spritualnya
2.1.2 Aspek spiritualitas
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan.
Dimensi ini termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan
kematian; kebutuhan akan harapan dan keyakinan hidup, dan
kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5 dasar
kebutuhan spiritual manusia yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan
misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktu kesusahan
(Hawari, 2002).

Menurut Burkhardt (Hamid, 2000) spiritualitas meliputi


aspek sebagai berikut:
1. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian
dalam kehidupan
2. Menemukan arti dan tujuan hidup
3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan
dalam diri sendiri
4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang
Maha Tinggi.
2.1.3 Dimensi spiritual
Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan
keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk
menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi
stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual
juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan
manusia (Kozier,
2004).
Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi
eksistensial dan dimensi agama, Dimensi eksistensial berfokus pada
tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus
pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa.
Spirituaiitas sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal adalah
hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun
kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan
seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan 9
lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua
dimensi
tersebut (Hawari, 2002).
2.1.4 Berfikir kritis dan spiritual
Perawat ahli membutuhkan kemampuan untuk menggali privasi
klien untuk menerima dan mencari bantuan. Perawat memiliki caring
holistik memberdayakan mereka untuk mendapat tingkat
kenyamanan dan dukungan yang bersifat intutif. Intuitif klinik
(Young, 1987) Perawat mengetahui tentang klien yang tidak dapat
diungkapkan dengan kata- kata. Intusisi (rasa hangat dan empati dari
dalam) memberikan aspek berpikir kritis yang menganalisis dan
merasakan isyarat yang berbeda, ingatan, dan perasaan untuk
membantu perawat memiliki kesadaran
lebih baik tentang kebutuhan klien.
Perawat mengetahui isyarat spiritual yang ditunjukkan klien
selama masa penyembuhan, perubahan, penyakit, dan kehilangan.
Intuisi
dapat muncul dari rada kedekatan dengan klien.
2.1.5 Kesehatan spritual
Dicapai ketika seseorang menemukan keseimbangan antara,
nilai hidup, hasil dan system kepercayaan, hubungan antara diri
sendiri dan
orang lain.
Kesehatan spiritual atau kesejahteraan adalah kebutuhan
untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan
memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan
maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa
percaya dengan
Tuhan (Carson,1989).
Pada saat terjadi stress, penyakit, penyembuhan, atau
kehilangan, seseorang mungkin berbalik ke cara-cara lama dalam
merespons atau menyesuaikan dengan situasi. Sering kali gaya
koping ini terdapat dalam keyakinan atau nilai dasar orang tersebut.
Keyakinan ini sering berakar dalam spiritualitas orang tersebut.
Sepanjang hidup seorang individu mungkin tumbuh lebih spiritual,
menjadi lebih
menyadari tentang makna, tujuan, dan nilai hidup.
Spiritualitas dimulai ketika anak-anak belajar tentang diri
mereka dan hubungan mereka dengan orang lain. Banyak orang
dewasa mengalami pertumbuhan spiritual ketika memasuki
hubungan yang
langgeng.
Kemampuan untuk mengasihi orang lain dan diri sendiri
secara bermakna adalah bukti dari kesehatan spiritualitas.
Menetapkan hubungan dengan yang maha agung, kehidupan, atau
nilai adalah salah satu cara mengembangkan spiritualitas. Kesehatan
spiritualitas yang sehat adalah sesuatu yang memberikan kedamaian
dan penerimaan tentang diri dan hal tersebut sering didasarkan pada
hubungan yang langgeng dengan yang Maha Agung. Penyakit dan
kehilangan dapat mengancam dan menantang proses perkembangan
spiritual. Kesehatan spiritual tercapai ketika seseorang menemukan
keseimbangan antara nilai hidup, tujuan hidup, sistem keyakinan,
dan hubungan seseorang
dengan diri sendiri atau orang lain.
Tanda-tanda kesehatan spiritualnya adalah Seseorang yang
mempunyai karakter baik juga mempunyai kehidupan spiritual yang
sehat. Dari jumlah banyaknya keluhan orang, mungkin kalian akan
segera mengetahui berapa banyak karakter buruk yang masih
tertinggal

didalam diri seseorang. Dan ketika kalian mampu menghilangkan


seluruh keluhan yang kalian miliki, kalian kemudian akan
mengetahui bahwa kalian itu sehat dan tidak ada lagi karakter buruk
yang tertinggal. Hal ini sangat penting bagi seseorang untuk memiliki
karakter yang baik. Jika seseorang tidak mempunyai keluhan lagi,
berarti dia sudah memiliki kesabaran dan ini berarti dia mempunyai
iman yang sejati. Kesabaran
adalah sebuah tindakan melawan semua keinginan ego.
2.1.5 Masalah spiritual
Ketika penyakit, kehilangan atau nyeri menyerang seseorang,
kekuatan spiritual dapat membantu seseorang ke arah penyembuhan
atau pada perkembangan kebutuhan dan perhatian spiritual. Selama
penyakit atau misalnya individu sering menjadi kurang mampu
untuk merawat diri mereka dan lebih bergantung pada orang lain
untuk perawatan dan dukungan. Distress spiritual dapat berkembang
sejalan dengan seseorang mencari makna tentang apa yang sedang
terjadi, yang mungkin dapat mengakibatkan seseorang merasa sendiri
dan terisolasi dari orang lain. Individu mungkin mempertanyakan
nilai spiritual mereka, mengajukan pertanyaan tentang jalan hidup
seluruhnya, tujuan hidup, dan sumber dar makna hidup.

Distres spiritual terdiri dari atas :


1. Spiritual yang sakit, yaitu kesulitan menerima kehilangan dari
orang yang dicintai atau dari penderitaan yang berat.
2. Spiritual yang khawatir, yatitu terjadi pertentangan kepercayaan
dan sistem nilai seperti adanya aborsi.
3. Spiritual yang hilang, yaitu adanya kesulitan menemukan
ketenangan dalam kegiatan keagamaan.
2.1.6 Karakteristik spiritualitas
Untuk memudahkan dalam memberikan asuhan keperawatan
dengan memperhatikan kebutuhan spiritual penerima layanan
keperawatan, maka perawat mutlak perlu memiliki kemampuan

mengidentifikasi atau mengenal karakteristik spiritualitas sebagai


berikut:
a. Hubungan dengan diri sendiri. Kekuatan dalam atau/dan self-
reliance:
1. Pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya)
2. Sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa
depan, ketenangan pikiran, harmoni/keselarasan dengan diri
sendiri).
b. Hubungan dengan alam harmonis:
1. Mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, dan iklim
2. Berkomunikasi dengan alam (bertanam dan berjalan kaki),
mengabadikan, dan melindungi alam.
c. Hubungan dengan orang lain harmonis/suportif:
1. Berbagi waktu, pengetahuan, dan sumber secara timbal balik
2. Mengasuh anak, orangtua, dan orang sakit
3. Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat,
dan lain-lain).
Bila tidak harmonis akan terjadi:
1. Konflik dengan orang lain
2. Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.

d. Hubungan dengan ketuhanan. Agamis atau tidak agamis:


1. Sembahyang/berdoa/meditasi
2. Perlengkapan keagamaan
3. Bersatu dengan alam.
Secara ringkas, dapat dinyatakan seseorang
terpenuhi kebutuhan spiritualitasnya jika mampu:
1. Merumuskan arti personal yang positif tentang
tujuan keberadaannya di dunia/kehidupan
2. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari
suatu kejadian atau penderitaan

3. Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan,


rasa percaya, dan cinta
4. Membina integritas personal dan merasa diri berharga
5. Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan
6. Mengembangkan hubungan antar-manusia yang positif.
2.1.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual
Menurut taylor, Lillis & Le Mone (1997) dan Craven & Hirnle
(1996) dalam Hamid (2009, p. 13) faktor penting yang dapat
mempengaruhi spiritualitas seseorang adalah :
a. Pertimbangan tahap perkembangan
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa manusia mempunyai
persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahyang yang berbeda
menurut usia, seks, agama, dan kepribadian manusia.
b. Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan
spiritual anak. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan
terdekat dan lingkungan pertama anak dalam mempersepsikan
kehidupan di dunia, maka pandangan anak pada umumnya
diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan
orang tua dan saudaranya.
c. Latar belakang etnik dan budaya
Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang
etnik dan sosial budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti
tradisi agama dan spiritual keluarga.
d. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman
negatif dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang. Sebaliknya
juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara
spiritual kejadian atau pengalaman tersebut.
e. Krisis dan perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual
seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi
penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan bahkan
kematian, khususnya pada pasien terminal atau dengan prognisis
yang buruk.
f. Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali
membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan
pribadi dan sistem dukungan sosial.
g. Isu moral terkait dengan terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap
sebagai cara tuhan untuk menunjukkan kebesarannya, walaupun
ada juga agama yang menolak intervensi pengobatan.
h. Asuhan keperawatan yang kurang sesuai
Ketika memberi asuhan keperawatan kepada klien, perawat
diharapkan peka kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai
alasan ada kemungkinan justru perawat menghindar untuk
memberikan asuhan spiritual sehingga mengakibatkan kebutuhan
klien akan spiritual tidak terpenuhi.

2.2 Proses keperawatan dan spiritualitas


Pada intinya keperawatan adalah komitmen tentang mengasihi
(caring). Merawat seseorang adalah suatu proses interaktif yang bersifat
individual melalui proses tersebut individu menolong satu sama lain dan
menjadi teraktualisasi (Carl,et al,1991). Suatu elemen perawatan kesehatan
berkualitas adalah untuk menunjukkan kasih sayang pada klien sehingga
terbentuk hubungan saling percaya. Rasa saling percaya diperkuat ketika
pemberi perawatan menghargai dan mendukung kesejahteraan spiritiual klien.
Penerapan proses keperawatan dari perspektif kebutuhan spiritual
klien tidak sederhana. Hal ini sangat jauh dari sekedar mengkaji praktik
dan ritual keagamaan klien. Memahami spiritualitas klien kemudian secara
tepat mengidentifikasi tingkat dukungan dan sumber yang diperlukan,
membutuhkan perspektif baru yang lebih luas. Perawat harus belajar untuk
memahami aspek positif dari spiritualiatas klien ketimbang berfikir bahwa
pada saat menderita suatu penyakit spiritualitas selalu mengalami ancaman.
Mendukung dan mendukung dan mengenali klien akan tersalur
sepanjang
pemberian asuhan keperawatan yang efektif dari individual.
1. Pengkajian
Joint Commission on acreditation Healthcare Organizations
(2000) saat ini memandatkan bahwa setiap klien yang masuk ke intitusi
keperawatan harus dilakukan pengkajian keyakinan dan praktik
spiritual. Taylor (2000) merekomendasikan suatu pendekatan dua
tingkat untuk pengkajian spiritual. (Kozier, 2010., p.503)

Meskipun perawat melakukan pengkajian secara kontinu,


pengkajian spiritual awal paling baik dilakukan pada akhir proses
pengkajian, atau setelah pengkajian psikososial, setelah perawat
membina hubungan saling percaya dengan pasien atau orang
pendukung. Perawat yang menunjukkan kepekaan dan kehangatan
personal, serta berhasil membina hubungan terapeutik lebih mampu
melakukan pengkajian
spiritual. (Kozier, 2010., p.504)
Secara sistematis, menurut (Hamid 2008., p.20) pada dasarnya
informasi awal yang perlu digali secara umum adalah sebagai berikut.
a. Afiliasi agama
Afiliasi adalah suatu bentuk kebutuhan akan pertalian dengan
orang lain, pembentukan persahabatan, ikut serta dalam kelompok-
kelompok tertentu, kerja sama dan kooperasi (Chaplin, 2002).
Afiliasi menurut Poerwadarwinta (1986), adalah penggabungan,
perkaitan, kerja sama, penerimaan sebagai anggota (suatu
golongan masyarakat atau
perkumpulan).
1. Partisipasi klien dalam kegiatan agama, apa dilakukan secara aktif
atau tidak
2. Jenis partisipasi dalam kegiatan agama
b. Keyakinan agama atau spiritual, mempengaruhi :
1. Praktik kesehatan: diet, mencari dan menerima terapi, ritual atau
upacara agama
2. Persepsi penyakit: hukuman, cobaan terhadap keyakinan
3. Stress koping (bagaimana reaksi orang ketika menghadapi
stress/tekanan)
c. Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi :
1. Tujuan dan arti hidup
2. Tujuan dan ari kematian, kesehatan dan pemeliharaannya
3. Hubungan dengan tuhan, diri sendiri dan orang lain
d. Pengkajian data subjektif
Pedoman pengkajian spiritual yang disusun oleh Stoll dalam
Craven dan Hirnle (1996) dalam (Hamid 2008., p.20) mencakup
empat
area, yaitu:
1. Konsep ketuhanan
2. Sumber harapan atau kekuatan
3. Praktik agama dan ritual
4. Hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan
Pertanyaan yang dapat di ajukan perawat untuk memperoleh
informasi tentang pola fungsi spiritual klien, antara lain:
a. Apakah pasien pernah meminta dikunjungi oleh pemuka
agama?
b. Apakah pasien mengekspresikan rasa takutnya terhadap
kematian, kepedulian terhadap arti kehidupan, konflik
batin tentang keyakinan agama, kepedulian tentang
hubungan dengan yang maha penguasa, arti
keberadaannya di dunia, arti penderitaan atau implikasi
terapi terhadap nilai
moral/etik?
2. Hubungan interpersonal (hubungan yang terdiri atas dua
orang atau lebih yang memiliki ketergantungan satu sama
lain dan
menggunakan pola interaksi yang konsisten)
a. Siapa pengunjung pasien?
b. Bagaimana pasien berespon terhadap pengunjung?
c. Apakah pemuka agama mengunjungi pasien?
d. Bagaimana pasien berhubungan dengan pasien lain dan
dengan tenaga keperawatan
3. Lingkungan
a. Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan
sembahyang lain?
b. Apakah pasien menerima kiriman tanda simpati dari unsur
keagamaan?
c. Apakah klien memakai pakaian yang memiliki makna
religius?
Menurut Hamid (2008)., p.23 pada umumnya
karakteristik klien yang berpotensi mengalami
distress spiritual adalah sebagai berikut.
1. Klien yang tampak kesepian dan sedikit pengunjung
2. Klien yang mengekspresikan rasa takut dan cemas
3. Klien yang mengekspresikan keraguan terhadap sistem
agama
4. Klien yang mengekspresikan rasa takut terhadap
kematian
5. Klien yang akan di operasi
6. Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau implikasi
sosial dan agama
7. Mengubah gaya hidup
8. Preokupasi tentang hubungan agama dan kesehatan
9. Tidak dapat dikunjungi oleh pemuka agama
10. Tidak mampu atau menolak melakukan ritual spiritual
11. Menverbalisasikan bahwa penyakit yang di deritanya
merupakan hukuman dari tuhan
12. Mengekspresikan kemarahannya kepada tuhan
13. Sedang menghadapi sakaratul maut (dying)
Tabel. Panduan Pengkajian Terfokus. Menurut Hamid, 2008., p.24
N Aspek spiritual Pertanyaan dan pendekatan
o
1 Keyakinan spiritual Apakah ada keyakinan spiritual atau agama
yang penting bagi anda?
Apakah keyakinan agama anda mengatur
tindakan yang berkonflik dengan terapi yang
direkomendasikan oleh dokter?
2 Praktik spiritual Uraikan praktik spiritual yang biasa anda
lakukan atau yang mengganggu kemampuan
anda uuntuk melakukannya?
Apakah saya dapat membantu anda untuk
tatap melakukannya?
3 Hubungan antara Uraikan bagaimana keyakinan spiritual anda
keyakinan spiritual mempengaruhi kehidupan anda sehari-hari?
dengan kehidupan Apakah pengaruh tersebut membuat hidup
sehari-hari anda lebih sehat atau justru destruktif?
4 Defisit atau Apakah keyakinan spiritual anda akhir-akhir
distress
inimenyebabkan distress?
spiritual
5 Kebutuhan spiritual Dengan cara apa saya dan perawat lain
membantu anda memenuhi kebutuhan
spiritual anda?
Apakah anda ingin berhubungan dengan
pemuka agama?
6 Kebutuhan Dengan cara apa keyakinan agama anda
menemukan arti dan membantua atau menghalangi anda
tujuan mengahadapi situasi yang di alamiakhir ini
serta menghadapinya dengan keberanian dan
perasaaan damai?
7 Kebutuhan Dengan cara apa keyakinan keagamaan anda
mencintai dan membantu atau menghalangi anda untuk
memenuhi kebutuhan untuk dicintai dan
keterikatan-
kedekatan

mencintai?
8 Kebutuhan Dengan cara apa keyakinan agama anda
membantu atau menghalangi anda untuk
untuk mendapatkan
merasa damai?
pengampunan
9 Observasi Waspadai kemungkinan perubahan
mendadak dalam praktik spiritual,
prilaku penting
perubahan alam perasaan, minat yang tiba-
tiba terhadap hal- hal spiritual dan
gangguan pola tidur. Semuanya ini
mungkin menunjukkan adanya
kebutuhan spiritual yang belum terpenuhi?

2.3 Asuhan keperawatan spiritual


1. Pengkajian
a. Keyakinan dan makna
Penting untuk mempelajari tentang filosofi hidup seseorang,
perspektif spiritualitasnya, dan apakah pandangan spiritualnya
sebagai bagian darikehidupannya secara keseluruhan. Tanyakan
kepada klien,”dapatkah anda katakan kepadasaya tentang filosofi
hidup anda?, jelaskan kepada saya apa yang paling penting dalam
hidup anda ? katakan kepada saya apa yang telah memberi makna
hidup anda ?”. informasi ini dapat membantu perawat untuk
mengenali fokus spiritual klien dan dampak penyakit pada
kehidupan seseorang. Suatu pemahaman tentang keyakinan dan
makna yang mencerminkan sumber spiritual seseorang
memudahkan dalam mengatasi kejadian troumatik atau yang
menyulitkan. (Potter & perry, 2005., p.571)

b. Autoritas dan pembimbing


Autoritas dapat berupa yang maha kuasa, pembuka agama,
keluarga atau teman, diri sendiri. Suatu autoritas memandu
seseorang dalam mengujai keyakinan dan mengalami pertumbuhan.
Perawat dapat mengkaji sumber autoritas dan pedomn seseorang
dengan menanyakan klien “apa yang memberi anda kekuatan
dari dalam?, kepada siapa anda mencari bantuan untuk pedoman
dalam hidup anda?”. Juga penting untuk mengetahui apakah ada
sumber keagamaan yang berkonflik dengan pengobatan medis. Hal
ini sangat

mempengaruhi pilihan yang diberikan perawat dan pemberi


perawatan kesehatan lainnya kepada klien. Misalnya jika klien
penganut saksi yehove sebagai sumber autoritasnya maka tranfisi
darah tidak akan diterima sebagai suatu bentuk pengobatan. (Potter
& perry, 2005.,
p.571)
c. Pengalaman dan emosi
Pengkajian spiritual yang mencakup tinjauan tentang
riwayat seseorang dengan dan kapasitas pengalaman keagamaan
dan apakah pengalaman tersebut terjadi mendadak atau bertahap.
Perawat dapat menanyakan “pernahkah anda mempunyai
pengalaman keagamaan atau spirirual yang membuat berbeda
dalam anda menjalani hidup?”. Perawat menggali emosi atau
suasana hati seperti kebahagian damai, marah, rasa bersalah,
harapan atau rasa malu yang berkaitan dengan pengalaman
keagamaan. Informasi tersebut dapat menunjukkan makna
spiritualitas yang dianut dan apakan perasaan tersebut menyatu
kedalam atau ditolak oleh keyakina klien. (Potter & perry,
2005.,
p.572)
d. Persahabatan dan komunitas
Pengkajian holistik perawat menggali keluasan jaringan
dukunan seseorang dan hubungan mereka dengan klien. Apakah
klien mempunyai satu hubungan persahabatan atau lebih? tingkat
dukungan apa yang diterima dari komunitas ini? bagaimana
komunitas mengekspresikan perasaan tentang perhatian dan
persahabatan? perawat ingin mempelajari apakah terdapat
keterbukaan diantara klien dan individu tersebut dengan siapa
klien membentuk persahabatan.
(Potter & perry, 2005., p.572).
e. Ritual dan ibadat
Klien yang beragama islam mungkin berkeinginan untuk
memadukan ritual sembahyang mereka ke dalam rutinitas
perawatan kesehatan. Ketika kematian klien sudah dekat, sangat
penting artinya untuk mengetahui apakah praktik keagamaan harus
di lakukan untuk memastikan ketenangan jiwa bagi klien dan
keluarganya. (Potter &perry, 2005., p.573)
f. Dorongan dan pertumbuhan
Pengkajian mencakup tinjauan apakah klien membiarkan
keyakinan lama terpendam dengan harapan bahwa keyakinan baru
akan muncul. Hal ini penting karena kehilangan harapan dapat
menyebabkan keputusasaan. Jika penyakit membuat seseorang
lebih bergantung, dapatkah sumber baru muncul? (Potter &
perry, 2005.,p.574)
g. Panggilan dan konsekuensi
Individu mengekspresikan spiritulitas mereka pada rutinitas
sehari-hari, pekerjaan, hubungan, dan bidang lainnya. Hal tersebut
dapat menjadi panggilan dalam hidup dan menjadi bagian dari
identitas mereka. Perawat mengkaji apakah dalam menghadapi
penyakit, klien kehilangan kemampuan untuk mengekspresikan
rasa keterhubungan dengan sesuatu yang lebih besar darinya.
(Potter & perry, 2005., p.574)

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA 2003, mengakui tiga diagnosis yg berhubungan
dengan spiritual :
a. Distress spiritual adalah hambatan kemampuan untuk mengalami
dan mengintegrasikan makna dan tujuan dalam hidup melalui
hubungan dengan diri sendiri, orang lain, music, seni, buku, alam,
ataupun dengan
Tuhan Yang Maha Esa.
b. Distress spiritual, risiko adalah beresiko terhadap hambatan
kemampuan untuk mengalami dan megintrasikan makna dan tujuan
dan tujuan dalam hidup melalui hubungan diri sendiri, orang
lain, seni,
musik, buku, alam, ataupun dengan Tuhan yang Maha Esa.
c. Kesiapan untuk meningkatkan kesejahteraan spiritual adalah
kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan makna dan
tujuan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, seni,
music, buku, alam, ataupun demgam Tuhan Yang Maha Esa dan
dapat ditingkatkan.

3. Distress spiritual
a. Definisi distress spiritual
Menurut Judith M.Wilkson (2009) definisi distress spiritual
adalah hambatan kemampuan untuk mengalami dan
mengintegrasikan makna

dan tujuan dalam hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang
lain, musik, seni, buku, alam, ataupun dengan Tuhan Yang Maha Esa.
1. Hubungan dengan diri sendiri
a. Marah
b. Rasa bersalah
c. Koping buruk
d. Mengekspresikan kurangnya: Penerimaan, semangat memaafkan
diri sendiri, harapan, cinta
e. Makna dan tujuan hidup
f. Kedamaian dan ketentraman
2. Hubungan dengan orang lain
a. Mengungkapkan pengasingan
b. Menolak interaksi dengan orang terdekat
c. Menolak interaksi dengan pembimbing spiritual
3. Hubungan dengan Seni, Musik, Buku, Alam
a. Tidak tertarik pada alam
b. Tidak tertarik membaca literature keagamaan
c. Ketidakmampuan mengekspresikan status kreativitas yang
dahulu (Bernyanyi, dan mendengarkan music serta menulis)
4. Hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa
a. Mengungkapkan di tinggalkan
b. Mengungkapkan marah terhadap Tuhan
c. Mengungkapkan keputusasaan
d. Mengungkapkan penderitaan
e. Ketidakmampuan mengintropeksi diri atau menilik diri
f. Ketidakmampuan mengalami transendensi diri
g. Ketidakmampuan berpartisipasi dalam aktifitas keagamaan
h. Ketidakmampuan berdoa
i. Meminta berteman dengan pembimbing spiritual
j. Perubahan mendadak pada praktik spiritual
b. Faktor yang berhubungan distress spiritual
Menurut Judith M.Wilkson (2009) distress spiritual mempunyai
faktor yang berhubungan dengan distress spiritual, sebaga berikut :
1. Menjelang ajal aktif
2. Ansietas
3. Penyakit kronik pada diri sendiri dan orang lain
4. Kematian [orang lain]
5. Perubahan hidup
6. Kesepian atau pengasingan social
7. Nyeri
8. Peniadaan diri
9. Deprivasi sosiokultural
c. Saran penggunaan distress spiritual
Menurut Judith M.Wilkson (2009) distress spiritual
mempunyai saran penggunaan distress spiritual, sebagai berikut :

1. Kesejahteraan spiritual sebaiknya di pikirkan secara luas dan


tidak terbatas pada agama. Semua orang beragama, dalam artin
bahwa mereka mebutuhkan sesuau yang dapat memberikan arti
dalam hidup mereka. Untuk sebagian Orang, hal ini berarti
percaya terhadap Tuhan dalam arti tradisional, untuk yang
lainnya, hal ini merupakan perasaan keselarasan dengan alam,
sementara untuk yang lainnya lagi, hal ini dapat keluarga dan
anak – anak. Ketika pasien percaya bahwa hidup tidak memiliki
arti atau tujuan, dalam arti apapu, terjadi distres spiritual.
2. Beberapa alternative diagnosis yang di sarankan berikut dapat
menimbulkan distress spiritual.
d. Alternatif diagnosis yang di sarankan distress spiritual
Menurut Judith M.Wilkson (2009) distress spiritual mempunyai
alternatif diagnosis yang di sarankan distress spiritual, sebagai
berikut :
1. Ansietas, kematian
2. Konflik pembuatan keputusan
3. Koping, ketidakefektifan
4. Kepedihan, kronis
5. Distress spiritual, risiko
e. Hasil NOC distress spiritual
Menurut Judith M.Wilkson (2009) distress spiritual mempunyai
hasil NOC distress spiritual, sebagai berikut :
1. Kematian yang bermartabat : tindakan pribadi untuk
mempertahankan kendali dan kenyamanan dalam mendekati
akhir kehidupan.
2. Harapan : optimism yang secara pribdi memuaskan serta
mendukung hidup.
3. Kesehatan spiritual : hubungan dengan diri sendiri, orang lain,
Tuhan, seluruh kehidupan, alam, dan semesta; yang
meningkatkan trasendensi diri serta memberdayakan diri.
f. Intervensi NIC distress spiritual
Menurut Judith M.Wilkson (2009) distress spiritual mempunyai
intervensi NIC distress spiritual, sebagai berikut :
1. Dukungan emosi: memberi ketenangan, penerimaan dan
dukungan saat stress
2. Penumbuhan harapan: memfasilitasi perkembangan sikap
positif pada situasi tertentu
3. Fasilitasi pertumbuhan spiritual: memfasilitasi pertumbuhan
kapasitas pasien untuk mengidentifikasikan, berhubungan
dengan dan memanggil sumber makna, tujuan, kenyamanan,
kekuatan, dan hatrapan dalam hidup mereka
4. Dukungan spiritual: membantu pasien untuk merasakan
keseimbangan dan hubungan dengan tuhan.
g. Aktivitas keperawatan distress spiritual
Menurut Judith M.Wilkson (2009) distress spiritual mempunyai
aktivitas keperawatan distress spiritual, sebagai berikut :
1. Pengkajian
Untuk pasien yang mengindikasikan adanya ketaatan
beragama, kaji adanya indikator langsung status spiritual pasien
dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah anda merasa keimanan Anda dapat membantu Anda?
Dengan cara apa keimanan tersebut penting bagi Anda saat
ini?
b. Bagaimana saya dapat membantu Anda menjalani keimanan
Anda? Misalnya, apakah Anda ingin saya membacakan
buku doa untuk Anda?
c. Apakah Anda menginginkan kunjungan dari penasihat
spiritual atau layanan keagamaan dari rumah sakit?
d. Tolong beri tahu saya tentang aktivitas agama tertentu yang
penting bagi Anda.
Lakukan pengkajian tidak langsung terhadap statusa
spiritual pasien dengan melakukan langkah berikut:
a. Tentukan konsep ketuhanan pasien dengan mengamati buku-
buku yang ada disamping tempat tidur atau di program
televisi

yang dilihat pasien. Juga catat apakah kehidupan pasien


tampak memiliki arti, nilai, dan tujuan.
b. Tentukan sumber-sumber harapan dan kekuatan pasien.
Apakah tuhan dalam arti tradisional, anggota keluarga, atau
kekuatan “bersumber dari dalam dirinya”? catat siapa yang
paling banyak diperbincangka oleh pasien, atau tanyakan,
“siapa yang penting bagi Anda?”
c. Amati apakah pasien berdoa ketika Anda memasuki ruangan,
sebelum makan, atau saat tindakan.
d. Amati barang-barang, seperti leteratur keagamaan, rosario,
kartu ucapan semoga lekas sembuh yang bersifat keagamaan
di samping tempat tidur pasien.
e. Dengarkan pandangan-pandangan pasien tentang hubungan
antara kepercayaan spiritual dan kondisi spiritualnya,
terutama untuk pertanyaan, seperti, “mengapa tuhan
membiarkan hal ini terjadi pada saya?” atau “jika saya
beriman, saya pasti akan sembuh.”
2. Aktivitas Kolaboratif
a. Komunikasi kebutuhan nutrisi (misalnya, makanan halan, diet
vegetarian, dan diet tanpa-daging babi? Dengan ahli gizi
b. Minta konsultasi spiritual untuk membantu pasien atau
keluarga menentuka kebutuhan pascahospitalisasi dan
sumber-sumber dukungan di masyarakat
c. Dukungan Spiritual (NIC): Rujuk ke penasihat spiritual
pilihan pasien
3. Aktivitas lain
a. Jelaskan pembatasan yang dilakukan sehubungan dengan
perawat terhadap aktivitas keagamaan
b. Buat perubahan yang diperlukan segera untuk membantu
memenuhi keutuhan pasien (misalnya, dukung keluarga
pasien atau teman untuk membawa makanan istimewa)

c. Jaga privasi dan beri waktu pada pasien untuk mengamati


praktik keagamaan
d. Dukungan Spiritual (NIC):
1. Terbuka terhadap ungkapan pasien tentang kesepian dan
ketidakberdayaan
2. Gunakan teknik klarifikasi nilai untuk membantu pasien
mengklarifikasi kepercayaan dan nilai yang ia yakini, jika
perlu ungkapkan empati terhadap perasaan pasien
3. Dengarkan dengan cermat komunikasi pasien dan
kembangkan makna waktu berdoa atau ritual keagamaan
4. Beri jaminan kepada pasien bahwa perawat selalu ada
untuk mendukung pasien saat pasien measakan
penderitaan
5. Anjurkan kunjungan pelayanan keagamaan, jika
diinginkan beri artikel keagamaan yan diinginkan, sesuai
pilihan pasien
Perawatan Dirumah
a. Tindakan di atas tepat diterapkan dalam perawatan
dirumah
b. Bantu pasien dan keluarga menciptakan satu ruang di
dalam rumah untuk meditasi atau
beribadah Untuk lansia
Atur seseorang (misalnya, pembantu rumah
tangga) untuk membacakan kitab suci untuk klien jika
klien menginginkannya dan tidak mampu membacanya
sendiri.

4. Risiko distress spiritual


a. Definisi risiko distress spiritual
Menurut Judith M.Wilkson (2009) definisi risiko distress
spiritual adalah berisiko terhadap hambatan kemampuan untuk
mengalami dan megintrasikan makna dan tujuan dan tujuan dalam
hidup melalui hubungan diri sendiri, orang lain, seni, musik, buku,
alam, ataupun dengan Tuhan yang Maha Esa. Sedangkan menurut
Cynthia M. Taylor (2012) definisi risiko distress spiritual adalah
beresiko terpisah dari ikatan realigius dan cultural.

b. Pengkajian risiko distress spiritual


Menurut Cynthia M. Taylor (2012), risiko distress spiritual
mempunyai pengkajian adalah sebagai berikut :
1. Riwayat kesehatan, meliputi penyakit, debilitas (contoh, atritis
rheumatoid); penyakit terminal; kanker rekuren; kondisi yang
mengubah citra tubuh (contoh, luka bakar, jaringan parut);
kekambuhan atau pemburukan penyakit neorologis (contoh,
sklerosis multiple); alkoholisme, depresi, penyalahgunaan;
cidera traumatic mayor
2. Dampak penyakit, cedera, atau disabilitas yang di alami saat ini
terhadap gaya hidup
3. Atatus spiritual, keyakinan yangdi anut, kepercayaan, praktek
keagamaan; hubungan dengan pemuka agama (pendeta, kyai,
rabi); kepercayaan tentang hidup, mati,penderitaan
4. Status psikologis, meliputi presepsi tentang diri, citra tubuh,
kemampuan mengatasi masalah, mekanisme koping; sumber
dukungan(keluarga, pasangan, teman, pemberi asuhan); presepsi
tentang diagnosis medis atau masalah kesehatan( kemajuan,
keparahan, prognosis, pilihan penanganan); reaksi terhadap
penyakit, cidera atau distabilitas; citra diri, alam perasaan,
prilaku, motivasi, tingkat energy; stressor,(keuangan, pekerjaan,
perselisihan perkawinan atau pasangan, kehilangan karena
kematian atau perpisahan); pengungkapan duka cita; perubahan
pola tidur
5. Status keluarga meliputi status sosio ekonomi; kualitas
hubungan; polan komunikasi, metode penyelesaian konflik;
kemampuan anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik,
emosional, dan social pasien; tujuan keluarga.
c. Faktor risiko, risiko distress spiritual
Menurut Judith M. Wilkson (2009) risiko distress spiritual
mempunyai faktor risiko, sebagai berikut :
1. Perkembangan : Perubahan hidup
2. Lingkungan : Perubahan lingkungan, bencana alam
3. Fisik : Penyakit kronik, penyakit fisik,
penyalahgunaan zat
4. Psikososial : Ansietas, kendala untuk mengalami cinta,
perubahan pada ritual keagamaan, perubahan pada praktik
spiritual, konflik budaya, depresi, ketidakmampuan untuk
memaafkan, kehilangan, harga diri rendah, konflik ras,
pemisahan dari sistem dukungan, stres.
d. Diagnosis medis yang berhubungan dengan risiko distress spiritual
Menurut Cynthia M. Taylor (2012) risiko distress spiritual
mempunyai diagnosis medis yang berhubungan dengan risiko
distress spiritual, sebagai berikut :
Penyakit metastatic lanjut, penyakit ginjal stadium
akhir,exaserbasi atau kekambuhan sklerosis multiple, infark miokart,
kekambuhan kangker, penyakit terminal, gangguan kejang tak
terkontrol.
e. Hasil yang diharapkan risiko distress spiritual
Menurut Cynthia M. Taylor (2012) risiko distress spiritual
mempunyai hasil yang diharapkan, sebagai berikut :
1. Pasien mendiskusikan kepercayaan religiusnya saat ini
2. Pasien mendiskusikan efek penyakit, cidera, atau disabilitas
terhadap kepercayaan dan praktik spiritual
3. Pasien menggunakan tehnik koping yang sehat untuk mempertahan
kan kesejahteraan spiritual
4. Pasien mengungkapkan perasaan kesejahteraan spiritual
5. Pasien di dukuing dalam upayanya mengikuti secara spiritual dalam
melakukan koping terhadap penyakit, cidera, atau disabilitas
6. Pasien menghubungi anggota keluarga, pasangan, kyai, pendeta,
rabi atau yang lainnya untuk mendapatkan bantuan.
f. Intervensi dan rasional risiko distress spiritual
Menurut Cynthia M. Taylor risiko distress spiritual
mempunyai intervensi dan rasional risiko distress spiritual, sebagai
berikut :
1. Kaji arti pentingnya spiritual dalam kehidupan pasien dan dalam
koping terhadap penyakit. Perhatikan partisipasi pasien dalam
ritual dan praktik keagamaan serta keinginan pasien untuk
mendiskusikan kepercayaan spiritual. Kaji dampak penyakit,
cidera, atau disabilitas

terhadap pamdangan spiritual pasien. Pengkajian yang akurat


tentang arti spiritual bagi pasien di perlukan sebelum melakukan
intervensi.

2. Kaji keinginan pasien untuk membantu koping terhadap masalah


spiritual untuk menentukan sejauh mana pasien termotivasi untuk
membicarakan keluhan spiritual dan terbuka untuk menerima
bantuan dari orang lain
3. Ungkapan keinginan untuk mendiskusikan spiritualitas bila
pasien menghendaki untuk mengurangi isolasi dan membuat
masalah
spiritual menjadi terbuka
4. Dorong pasien untuk membicarakan kepercayaan dan praktik
religious. Dengarkan secara aktif ketika pasien membicarakan
keluhan spiritualnya untuk menumbuhkan diskusi terbuka
5. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan yang berkaitan
dengan pengalaman yang mengancam jiwanya saat ini untuk
membantunya mengklarifikasi dan melakukan koping
terhadap
perasaannya.
6. Komunikasikan kepada pasien bahwa anda menerima ungkapan
keluhan spiritualnya, walaupun perasannya marah dan negative,
untuk meyakinkan pasien bahwa perasaannya benar
7. Tunjukkan kesediaan untuk berdoa bersama pasien, bila ia
menghendaki, untuk memberikan dukungan spiritual
8. Pertahankan prilaku yang tidak menghakimi. Pertahankan
percakapan berfokus spiritual pasien untuk mempertahankan
nilai
terapiotik interaksi anda dengan pasien.
9. Berikan kuntiunitas praktik religus pasien (contoh, bantu ia
mendapatkan benda ritual dan menghormati pembatasan diet, bila
mungkin) untuk menunjukkan dukungan dan menyampaikan
kepedulian dan penerimaan terhadap pasien.
10. Atur kunjungan oleh rohaniwan, bila memungkinkan, untuk
memberikaan dukungan kemampuan spiritual terhadap pasien .
berikan prifasi selama kunjungan.
11. Kolaborasi dengan rohaniwan atau rohaniwan rumah sakit
dengan menyusun rencana untuk menginteragsikan intervensi
spiritual dan
perawatan pasien untuk menjamin kontiunitas keperawatan.
g. Dokumentasi risiko distress spiritual
Menurut Cynthia M. Taylor risiko distress spiritual mempunyai
dokumentasi risiko distress spiritual, sebagai berikut :
1. Pernyataan pasien mengenai kepercayaan dan praktik religus.
2. Pernyataan pasien yang mengidikasikan efek krisis saat ini terhadap
pandangan spiritual
3. Pernyataan pasien tentang ritual dan praktik yang dapat membantu
mempertahankan ke sejahteraan spiritual
4. Pernyataan pasien yang mengindikasikan keefektifan intervensi
untuk meningkatkan kesejahteraan spiritual
5. Kunjungan oleh penasehat spiritual yang di pilih
6. Rujukan tambahan ke pemuka agama atau rohaniwan rumah sakit
7. Evaluasi masing-masing yang diharapkan

5. Kesiapan untuk meningkatkan kesejahteraan spiritual


a. Definisi Kesiapan untuk meningkatkan kesejahteraan spiritual
Menurut Judith M. Wilkson (2009) definisi Kesiapan untuk
meningkatkan kesejahteraan spiritual adalah kemampuan untuk
mengalami dan mengintegrasikan makna dan tujuan hidup melalui
hubungan dengan diri sendiri, orang lain, seni, music, buku, alam,
ataupun dengan Tuhan Yang Maha Esa dan dapat ditingkatkan.
Sedangkan menurut Cynthia M. Taylor (2012) adalah proses
pengembangan diri yang melibatkan kekuatan fisik, psikologis, dan
spiritual.

b. Batasan karakteristik kesiapan untuk meningkatkan kesejahteraan


spiritual
Menurut Judith M. Wilkson (2009) kesiapan untuk
meningkatkan kesejahteraan spiritual mempunyai batasan
karakteristik, sebagai
berikut :
1. Hubungan dengan diri sendiri
Mengungkapkan keinginan untuk meningkatkan
:Penerimaan, koping, semangat, memanfaatkan diri sendiri,
harapan, kesenangan, cinta, makna dan tujuan hidup (kedamaian
dan ketentraman), filosofi hidup yang memuaskan, pasrah,
mengungkapkan kurang
ketentraman (misalnya, kedamaian), meditasi
2. Hubungan dengan seni, music, buku, alam
a. Menunjukkan energy kreatif (misalnya menulis, membuat puisi,
bernyanyi)
b. Mendengarkan music
c. Membaca literature keagamaan
d. Menghabiskan waktu diluar rumah
3. Hubungan dengan orang lain : Melayani orang lain, meminta maaf
kepada orang lain, meminta interaksi dengan teman, keluarga,
meminta interaksi dengan keemimpinan dengan spiritual
4. Hubungan dengan Tuhan Ynag Maha Esa : Mengekspresikan
penghormatan dan kekaguman, berpartisipasi dalam
aktivitas
keagamaan berdoa, melaporkan pengalaman mistis
c. Diagnosis medis yang berhubungan dengan kesiapan untuk
meningkatkan kesejahteraan spiritual
Menurut Cynthia M. Taylor (2012) kesiapan untuk
meningkatkan kesejahteraan spiritual mempunyai diagnosis medis
yang berhubungan dengan kesiapan untuk meningkatkan
kesejahteraan spiritual yaitu : Diagnosis keperawatan ini dapat
diterapkann pada individu yang
menginginkan tingkat spiritualitas yang lebih tinggi.
d. Hasil NOC kesiapan untuk meningkatkan kesejahteraan spiritual
Menurut Judith M. Wilkson (2009) kesiapan untuk
meningkatkan
kesejahteraan spiritual mempunyai hasil NOC, sebagai berikut :
1. Harapan : optimisme yang secara pribadi memuaskan serta
mendukung hidup. Kesejahteraan pribadi : tingkat persepsi
positif tentang status kesehatan serta situasi hidup seseorang.
2. Kualitas hidup : tingkat persepsi positif tentang situasi hidup saat
ini.
3. Kesehatan spiritual : hubungan dengan diri sendiri, orang
lain,
Tuhan, seluruh kehidupan, alam, dan semesta yang
meningkatkan transendensi diri dan memberdayakan diri.
e. Intervensi NIC kesiapan untuk meningkatkan kesejahteraan spiritual
Menurut Judith M. Wilkson (2009) kesiapan untuk
meningkatkan
kesejahteraan spiritual mempunyai intervensi NIC, sebagai berikut :
1. Peningkatan kesadaran diri : membantu pasien menggali dan
memahami gagasan, perasaan, motivasi, dan perilaku pasien
2. Peningkatan harga diri : membantu pasien meningkatkan penilaian
personal pasien tentang harga diri
3. Klarifikasi nilai : membantu orang lain mengklarifikasi nilai
yang mereka anut untuk memfasilitasi pengambilan keputusan
yang efektif

f. Aktivitas kolaboratif kesiapan untuk meningkatkan kesejahteraan


spiritual
Menurut Judith M. Wilkson (2009) kesiapan untuk
meningkatkan kesejahteraan spiritual mempunyai aktivitas
kolaboratif, yaitu dukungan spiritual (NIC) dan dukungan
kunjungan pelayanan keagamaan, jika
diinginkan
g. Aktivitas lain kesiapan untuk meningkatkan kesejahteraan spiritual
Menurut Judith M. Wilkson (2009) kesiapan untuk
meningkatkan
kesejahteraan spiritual mempunyai aktivitas lain, sebagai
berikut : Dukungan spiritual (NIC) :
1. Terbuka terhadap perasaan pasien tentang penyakit dan kematian
2. Bantu pasien untuk mengungkapkan perasaan dengan benar dan
meredakan kemarahan dalam cara yang sesuai
3. Bersedia mendengarkan persaan pasien
4. Fasilitasi pasien dalam melakukan meditasi, berdoa, dan tradisi
serta ritual keagamaan lainnya.
BAB III
TEORI

3.1 Kasus
Ny. ”T“ 58 tahun, ibu rumah tangga, sedang dalam pemulihan
masektomi radikal kanan. Kemarin dokter mengatakan bahwa kanker
payudaranya sudah metastatis dan prognosisnya buruk sehingga masektomi
radikal kiri harus dilakukan. Pagi ini perawat melihat Ny. T menangis
karena putus asa, kurang tidur dan tidak nafsu makan. Ny. T bertanya
kepada perawat “Mengapa Tuhan melakukan hal ini pada saya? Mungkin
karena saya banyak dosa, selama hidup ini saya tidak pernah melakukan
ibadah. Apakah Allah SWT masih mau mengampuni dosa saya? Saya
sangat takut mati dan takut terhadap apa yang akan saya hadapi”.

3.2 Asuhan keperawatan


3.2.1 Anamnesa
No. Reg
Ruang :
Tanggal MRS : 09 oktober 2021
Tanggal pengkajian : 09 0ktober 2021 Jam : 09.00
WIB Diagnose medis : Kanker payudara
A. Identitas
Nama pasien : Ny. “T”
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD
Alamat : Surabaya
B. Data Penangggung Jawab
Nama : Tn. “B”
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SD
Alamat : Surabaya
Hubungan dengan pasien :
Suami

3.2.2 Pemeriksaan fisik


a. Keadaan umum (TTV) sebagai
berikut : Suhu : 36,6 ˚ C
Nadi : 88
x/menit Napas : 22
x/menit TD :
146/86 mmHg
b. BB/TB : 54.0 kg / 165.1 cm
c. Data
Diagnostik:
SDM : 3,5 X
106ml Hb: 10,5
g/I
Ht : 35 %
d. Pengalaman dan Emosi
Pasien merasa banyak berbuat dosa selama hidupnya.
Pasien mengatakan bahwa Allah SWT memberikan sakit karena
ia merasa berlumuran dosa dan pasien takut menghadapi
kematiaannya. Pasien merasa takut terhadap apa yang akan ia
hadapi.
e. Ritual dan Ibadah
Pasien selama hidup tidak pernah melakukan ibadah.
Tapi Ny. “T” semenjak sakit kanker payudara, Ny. “T”
bertaubat dan melakukan ibadah sholat dan berdzikir.
f. Head To Toe
1. Pemeriksaan Kepala Leher
a. Rambut : Hitam, lurus
b. Kepala : Simetris, tidak ada benjolan
c. Mata : Konjungtiva tidak anemis
d. Hidung : Bersih, tidak ada polip
e. Bibir : Mukosa bibir kering
f. Gigi : Bersih
g. Telinga : Simetris
h. Leher : Tidak ada benjolan
i. Lidah : Lidah tidak kotor
2. Pemeriksaan Integumen / Kulit
a. Turgor kulit baik
b. Warna kulit kuning langsat bersih dan tidak ada lesi
3. Pemeriksaan Payudara dan ketiak
Balutan bedah lebar di dinding dada kanan kering dan utuh
4. Pemeriksaan Thorak/dada
a. Inspeksi thorak: Simetris
bentuk dadanya, tidak ada
kelainan
b. Auskultasi : Simetris,
tidak ada suara tambahan
5. Jantung
a. Perkusi : Suara peka
b. Auskultasi : S1-S2 normal tidak ada suara tambahan
2. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi : Perut buncit
b. Palpasi : Nyeri jika ditekan di left lower kuadran 4
c. Perkusi :Suara kembung
d. Auskultasi : Bising usus menurun 10 x/menit
3. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
a. Genetalia : Bersih, tidak ada kelainan pada genetalia,
personal hygiene baik.
b. Anus : Anus pasien bersih, dan tidak ada bercak–
bercak di sekitarnya.
4. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Otot pasien kuat, sedikit merasa nyeri tangan sebelah
kanan, karena dipasang infus

3.2.3 Analisa Data


Nama Pasien : Ny.
“T” Umur : 60
tahun
Symptom
N (DS/DO) Problem Etiologi
o
1. DS : pasien mengatakan Distres Penyakit
bahwa kronik
spiritual
Allah SWT memberikan pada diri
sakit berupa
karena ia merasa Masektomi
dan Ansietas
berlumuran akibat
dosa dan merasa
takut
menghadapi kematian ketakutan
terhadap mati
DO : Ny. “T” menangis
karena
putus asa, kurang tidur
dan
tidak nafsu makan.
Pasien
terlihat putus asa.

3.2.4 Diagnosis Keperawatan


Nama pasien : Ny. “T”
Umur : 50 tahun
N Diagnosa
o
1. Distress spiritual yang berhubungan dengan ansietas karena
takut akan kematian dan penyakit kronik pada diri berupa
masektomi di buktikan dengan pasien merasa berlumuran
dosa,
takut menghadapi kematian.

3.2.5 Intervensi
Nama pasien : Ny. “T”
Umur : 50 Tahun

Tujuan Nam
N Rencana a
T Rasional
o dan keperawat
gl da
. kriteria hasil an n
D (NIC dan
par
x NOC)
af
1 Tujuan: 1.Beri 1. Pasien
Setelah ketenangan, dapat
dilakukan penerimaan, merasa
asuhan dan nyaman dan
keperawat menerima
dukungan
an atas
saat stres
masalah penyakitnya
Distres
2. Memfasilitas 2. Pasien
spiritual dapat
i dapat merasa
teratasi
perkembang tenang

an sikap dan
Kriteria hasil:
positif selalu
pada berfikir

situasi
positif dalam
tertentu
Memahami menghadapi
bahwa penyakitnya.
penyakit Tidak
adalah
merasa cemas
suatu 3.Gunakan 3. Pasien
tantangan teknik mampu
terhadap klarifikasi melaksanakan
sistem nilai praktik
keyakinan untuk keagamaan
membantu
pasien
mengklarifik
asi keyakinan
dan nilai
yang ia
yakini
4. Pasien
tidak merasa
4.Jaga
kesepian dan
privasi dan
diperhatikan
beri waktu
kepada
pasien untuk
mengamati
5. Pasien
praktik
dapat
keagamaan
manambah
5. Terbuka wawasan
terhadap spiritual
ungkapan
pasien
tentang
6. Pasien
kesepian
mampu
dan
memenuhi
ketidakberda
kebutuhanya
ya an
(berinteraksi
dengan
6. Anjurk
orang lain)
an
kunjungan
kelayanan
keagamaan

7. Memb
eri
kenyamanan
dan
7. Buat
menurunkan
perubahan
rasa kesepian
yang
pada pasien.
diperlukan
pasien
(dukungan
keluarga
8. Pasien
atau
dapat
orang
mengandalkan
terdekat)
perawat
8. Beri
untuk
jaminan
selalu
kepada
pasien
bersifat
bahwa
terbuka.
perawat
selalu
ada
untuk
mendukung
pasien
saat
pasien
merasakan
penderitaan

BAB 3
KESIMPULAN
3.1 Simpulan
Spiritual adalah suatu perasaan terhadap keberadaan dan arti dari zat
yang lebih tinggi dari manusia yang menjadi faktor intrinsik alamiah dan
merupakan sumber penting dalam penyembuhan. Dimana dikatakan pula
sebagai keyakinan (faith) bersumber pada kekuatan yang lebih tinggi akan
membuat hidup menjadi lebih hidup dapat mendorong seseorang untuk
melakukan tindakan. Setiap interaksi dan perilaku individu sangat

dipengaruhi oleh spiritualisme yang dialami dalam kehidupan yang


sangat erat hubungannya dengan kebudayaan yang ada.
Kesehatan spiritual berkaitan erat dengan dimensi lain dan dapat
dicapai jika terjadi keseimbangan dengan dimensi lain (fisiologis,
psikologis, sosiologis, kultural). Peran perawat adalah bagaimana perawat
mampu mendorong klien untuk meningkatkan spiritualitasnya dalam
berbagai kondisi, Sehingga klien mampu menghadapi, menerima dan
mempersiapkan diri terhadap berbagai perubahan yang terjadi pada diri
individu tersebut.
Pengkajian spiritual paling baik dilaksanakan setelah perawat
membina hubungan terapeutik dengan klien. Informasi dapat diperoleh
mengenai konsep klien terkait diet atau dorongan kreatif, sumber harapan
dan kekuatan klien terhadap hubungan antara kesehatan dan keyakinan
spiritual. Intervensi keperawatan yang meningkatkan kesejahteraan
spiritual mencakup menawarkan kehadiran seseorang, mendukung praktik
keagamaan klien, berdoa bersama klien, dan merujuk klien ke konselor
keagamaan.
Jadi spiritualitas dan religi itu harus seimbang antara manusia
dengan Tuhan , dan antara Tuhan dan manusia. Jika tidak seimbang maka
distress spiritual akan terjadi.
Kita sebagai perawat meminta orang-orang terdekat seperti
keluarga, teman dan tokoh masyarakat (ustadz) untuk membantu dalam
mendukung proses penyembuhan klien yang mengalami distress spiritual
selain obat yang diberikan di rumah sakit.
3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui/menguasai tentang
kesehatan spiritual dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR
PUSTAKA

Capernito, L. J. 2009. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis.


(Kusrini Semarwati Kadar, Penerjemah). Jakarta: EGC

Cynthia M. Taylor & Sheila Sparks Ralph. 2012. Diagnosis Keperawatan


Dengan Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 10. Jakarta : EGC

Hamid, A .Y.S. 2008. Bunga rampai Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Hawari, D. 2007. Doa dan Zikir Sebagai Pelengkap Terapi Medis. Jakarta :
Penerbit FKUI

Herger, B.R. 2003. Asisten Keperawatan : Suatu Pendekatan


Proses Keperawatan. Ed. 6. Jakarta : EGC

Judith M. Wilkson, Nancy R Ahern. 2009. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.


Edisi 9. Jakarta : Buku kedokteran EGC
Kozier, B. et al. 2010. Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses,
dan praktik.Vol.2. Jakarta: EGC

Potter, A. Patricia, Perry, A. Griffin. 2005. Fundamental keperawatan:


konsep, proses, dan praktik. Ed.4 Vol.2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai