PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
kesembuhan atau mempersiapkan kematian pasien agar meninggal dunia
dengan damai. Tidak terpenuhinya kebutuhan manusia pada salah satu
diantara dimensi di atas akan menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan
tidak sehat. Kondisi tersebut dapat dipahami mengingat dimensi fisik,
psikologis, sosial, spiritual, dan kultural merupakan satu kesatuan yang saling
berhubungan. Tiap bagian dari individu tersebut tidaklah akan mencapai
kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian tersebut sejahtera.
B. TUJUAN
BAB II
2
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Sedangkan menurut Andrews & Boyle (1999) dalam buku Buku Ajar
Keperawatan Jiwa tahun 2012, diuraikan bahwa agama memiliki makna
system keyakinan yang terorganisasi tentang satu atau lebih kekuatan yang
maha kuasa dan maha mengetahui yang mengatur alam semesta dan sesama.
Keyakinan agama dankeyakinan spiritual biasanya didukungolehindividu lain
dengankeyakinan yang sama dan mengikuti aturan dan ritual yang sama dalam
kehidupan sehari-hari.
3
Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Aspek spiritual
meliputi 3 komponen dasar yaitu: spiritual (keyakinan spiritual), kepercayaan
dan agama. Spiritual, merupakan keyakinan dalam hubungannya dengan yang
Maha Kuasa dan maha pencipta dan percaya pada Allah atau Tuhan yang
Maha Pencipta. Kepercayaan, mempercayai atau mempunyai komitmen
terhadap sesuatu atau seseorang, juga dapat dikatakan upaya seseorang untuk
memahami tempat seseorang dalam kehidupan atau dapat dikatakan bagai
mana seseorang melihat dirinya dalam hubungannya dengan lingkungan.
Karakteristik Spiritualitas
4
11. Konflik dengan orang lain;
12. Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.
13. Hubungan dengan ketuhanan. Agamis atau tidak agamis:
14. Sembahyang/berdoa/meditasi;
15. Perlengkapan keagamaan;
16. Bersatu dengan alam.
5
2. Pra sekolah
Sikap orang tua tentang kode moral dan agama mengajarkan kepada anak
tentang apa yang dianggap baik dan buruk. Anak prasekolah meniru apa yang
mereka lihat bukan yang dikatakan orang lain. Permasalahan akan timbul apabila
tidak ada kesesuaian atau bertolak belakang antara apa yang dilihat dan yang
dikatakan kepada mereka. Anak prasekolah sering bertanya tentang moralitas dan
agama, seperti perkataan atau tindakan tertentu dianggap salah. Juga bertanya
“apa itu surga”? mereka meyakini bahwa orang tua mereka seperti Tuhan.
Menurut Koizer, Erb,Blais, dan Wilkinson (1995), pada usia ini metode
pendidikan spiritual yang paling efektif adalah memberi indoktrinasi dan memberi
kesempatan kepada mereka untuk memilih caranya. Agama merupakan bagian
dari kehidupan sehari-hari. Mereka percaya bahwa tuhan yang membuat hujan dan
angin; hujan dianggap sebagai air mata tuhan.
3. Usia sekolah
Anak usia sekolah mengharapkan Tuhan menjawab doanya, yang salah akan
di hukum dan yang baik akan diberi hadiah. Pada masa prapubertas, anak sering
mengalami kekecewaan karena mereka mulai menyadari bahwa doanya tidak
selalu dijawab menggunakan cara mereka dan mulai mencari alasan tanpa mau
menerima keyakinan begitu saja.
Pada usia ini, anak mulai mengambil keputusan akan melepaskan atau
meneruskan agama yang dianutnya karena ketergantungannya kepada orang tua.
Pada masa remaja, mereka membandingkan standar orang tua mereka dengan
orang tua lain dan menetapkan standar apa yang akan diintegrasikan dalam
perilakunya. Remaja juga membandingkan pandangan ilmiah dengan pandangan
agama serta mencoba untuk menyatukannya. Pada masa ini, remaja yang
mempunyai orang tua berbeda agama, akan memutuskan pilihan agama yang akan
dianutnya atau tidak memilih satupun dari kedua agama orang tuanya.
4. Dewasa
6
Kelompok usia dewasa muda yang dihadapkan pada pertanyaan bersifat
keagamaan dari anaknya akan menyadari apa yang pernah diajarkan kepadanya
pada masa kanak-kanak dahulu, lebih dapat diterima pada masa dewasa daripada
waktu remaja dan masukan dari orang tua tersebut dipakai untuk mendidik
anaknya.
5. Usia pertengahan
Menurut Taylor, Lillis dan Le Mone ( 1997) dan Craven & Himle, faktor-
faktor penting tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
7
6. Latar belakang etnik dan budaya, yaitu sikap keyakinan dan nilai
dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya.
7. Pengalaman hidup sebelumnya, yaitu pengalaman hidup baik yang positif
maupun tindakan negatif dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang.
8. Krisis dan perubahan, yaitu perubahan dalam kehidupan dan krisis yang
dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual selain juga pengalaman
yang bersifat fisik dan emosional.
Lima isu nilai yang mungkin timbul antara perawat dan klien adalah
sebagai berikut:
Pluralisme.
Perawat dan klien menganut kepercayaan iman dengan spectrum yang luas.
Fear.
8
Keterkaitan Antara Spiritualitas, Kesehatan, dan Sakit
Sumber dukungan
Sumber konflik
9
Pada situasi tertentu dapat terjadi konflik antara keyakinan agama
dengan praktik kesehatan. Misalnya, ada orang yang memandang penyakit
sebagai suatu bentuk hukuman karena pernah berdosa. Ada agama tertentu
yang menganggap manusia sebagai makhluk yang tidak berdaya dalam
mengendalikan lingkungannya sehingga penyakit diterima sebagai takdir,
bukan sebagai sesuatu yang harus disembuhkan.
Masalah Spiritual
1. Spiritual yang sakit, yaitu kesulitan menerima kehilangan dari orang yang
dicintai atau dari penderitaan yang berat.
2. Spiritual yang khawatir, yatitu terjadi pertentangan kepercayaan dan
sistem nilai seperti adanya aborsi.
3. Spiritual yang hilang, yaitu adanya kesulitan menemukan ketenangan
dalam kegiatan keagamaan.
10
Perawat Sebagai Model Peran
Menurut Taylor, Lilis, dan Le Mone (1997), dalam hal ini perawat akan:
Pengkajian
11
menjelaskan bahwa keyakinan spiritual seseorang juga merupakan bagian
penting untuk memelihara kesehatan.
Agama: Partisipasi klien dalam kegiatan agama, apakah dilakukan secara aktif
atau tidak aktif. Jenis partisipasi dalam kegiatan agama.
12
1. Praktik kesehatan : diet, mencari dan menerima terapi, ritual atau upacara
agama.
2. Persepsi penyakit: hukuman, cobaan terhadap keyakinan.
3. Strategi koping.
4. Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi :
5. Tujuan dan arti hidup
6. Tujuan dan arti kematian
7. Kesehatan dan pemeliharaannya
8. Hubungan dengan Tuhan, diri sendiri, dan orang lain.
1. Apakah agama atau Tuhan merupakan hal yang penting dalam kehidupan
anda ?
2. Kepada siapa anda meminta bantuan?
3. Apakah anda merasa kepercayaan (agama) membantu anda? Jika iya,
jelaskan dapat membantu anda?
4. Apakah sakit atau kejadian penting lainnya yang pernah anda alami yang
telah mengubah perasaan anda terhadap Tuhan atau praktik kepercayaan
yang anda anut?
Fish and Shelly dalan Craven and Hirnle (1996) juga menambahkan
beberapa pertanyaan yang bermanfaat untuk mengkaji data subjektif, yaitu:
13
2. Apakah kondisi sakit yang anda alami telah mempengaruhi cara anda
memandang kehidupan?
3. Apakah penyakit anda telah mempengaruhi hubungan anda dengan orang
yang paling berarti dalam kehidupan anda?
4. Apakah kondisi sakit yang anda alami telah mempengaruhi cara anda
melihat diri anda sendiri?
5. Apa yang anda paling butuhkan saat ini ?
1. Apakah klien tampak kesepian, depresi, marah, agitasi, cemas, apatis atau
preokupasi?
Perilaku
1. Apakah klien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci atau
buku keagamaan?
14
2. Apakah klien seringkali mengeluh tidak dapat tidur,bermimpi buruk dan
berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta bercanda yang tidak sesuai
atau mengekspresikan kemarahannya terhadap agama?
Verbalisasi
1. Apakah klien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah, atau topic keagamaan
lainnya (walaupun hanya sepintas)?
2. Apakah klien pernah meminta dikunjungi oleh pemuka agama?
3. Apakah klien mengekspresikan rasa takutnya terhadap kematian,
kepedulian dengan arti kehidupan, konflik batin tentang keyakinan agama,
arti penderitaan, atau implikasi terapi terhadap nilai moral/etik?
Hubungan interpersonal
Lingkungan
Diagnosis keperawatan
Berikut ini adalah yang termasuk diagnosa keperawatan yang potensial untuk
kesehatan spiritual yaitu :
1. Kecemasan
2. Kesedihan yang rumit
3. Keputusasaan
4. Ketidakberdayaan
5. Kesiapan untuk meningkatkan spiritual
6. Tekanan spiritual ( distress spiritual)
15
7. Resiko tekanan spiritual ( resiko ditress spiritual)
1. Distrees spiritual
2. Resiko distress spiritual
3. Kesiapan untuk meningkatkan kesejahteraan spiritual
Perencanaan
Hasil yang diperkirakan pada klien dengan distress spiritual harus bersifat
individual dan meliputi kriteria, klien akan:
16
3. Menggali alternative :mengingkari, memodifikasi atau menguatkan
keyakinan (mengembangkan keyakinan baru).
4. Mengidentifikasi dukungan spiritual (membaca kitab suci, kelompok
pengajian,dll).
5. Melaporkan atau mendemonstrasikan berkurangnya distress spiritual
setelah keberhasilan intervensi.
Implementasi
17
7. Menerapkan teknik komunikasi terapeutik dengan teknik mendukung,
menerima, bertanya, memberi informasi, refleksi, serta menggali perasaan,
dan kekuatan yang dimiliki klien.
8. Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan verbal
klien.
9. Bersikap empati yang berarti memahami, dan mengalami perasaan klien.
10. Memahami masalah klien tanpa menghukum walaupun tidak berarti
menyetujui klien.
11. Menentukan arti dari situasi klien, bagaimana klien berespon terhadap
penyakit.
12. Apakah klien menganggap penyakit yang dideritanya merupakan
hukuman, cobaan, atau anugrah dari tuhan?
13. Membantu memfasilitasi klien agar dapat memenuhi kewajiban agama.
14. Memberitahu pelayanan spiritual yang tersedia di rumah sakit.
A. Bayi.
18
peka terhadap isu baik dan buruk. Oleh karena itu jagan sampai mengatakan
kepada anak bahwa rasa sakit atau terapi yang menakutkan merupakan suatu
hukuman baginya walaupun mereka mungkin merasakan demikian. Perlu
ditekankan pada anak bahwa mereka tetap dicintai oleh orang tuanya, perawat,
dan bahkan tuhan, serta yang lainnya yang merupakan sumberkekuatan bagi
anak.
Perlu memahami bahwa pada usia ini, anak dan remaja sudah tidak
beranggapan lagi bahwa penyakitnya disebabkan karena pernah berbuat salah
sehingga mendapat hukuman dari Tuhan. Justru pada masa ini, anak dan
remaja merasa takut dan cemas dengan lingkungan sekitarnya. Penerimaan
dan klarifikasi pengalaman merupakan cara yang efektif untuk membantu
menemukan arti dari peristiwa yang dialami. Perkembangan interaksi dengan
teman sebaya tetap merupakan prioritas meskipun remaja sedang sakit. Oleh
karena itu, perawat perlu menjalin hubungan baik dengan temannya dan
menyarankan mereka untuk secara rutin mengunjungi temannya yang sedang
dirawat, kecuali jika kondisi klien tidak memungkinkan. Remaja mempunyai
kemampuan untuk mengkonsepsualisasi hubungan personalnya dengan
Tuhan. Pada saat sakit, remaja mungkin mempertanyakan pengalamannya dan
mencoba untuk mengintegrasikan pengalaman tersebut dalam kehidupan
mereka, sama halnya dengan orang dewasa. Perawat sebaiknya
menindaklanjuti data tentang kebutuhan spiritual yang di peroleh pada saat
pengkajian, dan jika diperlukan, memfasilitasi kunjungan pemuka agama atau
orang yang dekat dengan remaja sebagaimana dengan yang diinginkannya.
19
dukungan, dan membantu memvalidasi perasaan dan pengalaman klien yang
selanjutnya akan memfasilitasi penggalian pengalaman arti kehidupan dan
kematian bagi klien. Pada saat bersamaan, perawat perlu juga tetap menjalin
hubungan dengan keluarga klien karena hubungan ini juga akan memberi arti
tertentu dalam kehidupan klein, Selama masa usia tengah baya, klien lebih
peduli pada pandangan yang lebih luas dan lebih peduli pada perbedaan
pandangan yang memungkinkan mereka lebih terbuka pada perbedaan
spiritualitas. Dalam hal ini, perawat membantu klien untuk lebih membuka
diri dan bukan membuat klien merasa terancam karena terdapat perbedaan
pandangan tersebut. Pada klien lanjut usia, perawat perlu mendengarkan dan
memberikan dukungan kepada klien yang sedang menghadapi situasi sehat
sakit dengan meninjau kembali pengalaman masa lalu pada lansia. Perawat
menberi kesempatan kepada lansia untuk menggali pengalaman masa lalunya
dan memahami pengalaman lansia tersebut. Apabila karena proses penuaan
yang dialami lansia, tidak memungkinkan mereka untuk berhubungan atau
berperan serta dalam kegiatan keagamaan. Perawat perlu memfasilitasi
hubungan klien lansia denagn individu atau kelompok yang ada di
masyarakat. Kelangsungan hubungan lansia dengan lingkungan masayarakat
memberi arti dan harapan bagi meraka. Lansia juga perlu tetap difasilitasi
untuk menjalin hubungan dengan generasi yang lebih muda. Apalagi jika
pasangan hidupnya dan teman seusianya sudah meinggal dunia. Bahkan
perawat perlu membantu klien lansia untuk menghadapi kematiannya sendiri
Evaluasi
20
a. Mampu beristirahat dengan tenang
ansietas
21
BAB III
KASUS
1. Primer:
DS: Tn. FA. beberapa kali tidak sadarkan diri, dan sudah dinyatakan dalam
perawatan palliative
2. Data Sekunder:
DS: Mencari keluarga inti yang bertanggung jawab untuk menjelaskan kondisi
pasien saat ini
22
DO:
Melakukan informed concent pada keluarga terkait kondisi pasien saat ini
Sehingga apabila tim kesehatan mematikan ventilator, sesuai dengan aspek legal
Masalah Spiritual Yang Bisa Terjadi Pada Tn.FA (50 tahun) Termasuk Keluarga
Yang Ditinggalkan
Masalah spiritual yang bisa terjadi pada Tn.FA (50 tahun) termasuk keluarga yang
ditinggalkan, yaitu meliputi:
Disstres spiritual
23
Rasional: agar pasien merasakan keberadaan keluarganya. Memberikan
murotal atau lagu rohani dengan menggunakan headset (Mandiri)
24