Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS (SLE)

SISTEM IMUNITAS
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

KOORDINATOR MATA AJAR : Ns. DIANA IRAWATI, M. Kep., Sp. Kep MB


DOSEN PEMBIMBING : 1. ERWAN SUTIYONO, MN
2. Ns. ABDU RAHIM KAMIL, MSc

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
NAMA ANGGOTA :
1. IBNU ABAS (2019727014)
2. ISMI NURAZIZAH (2019727007)
3. JIHAN SARTIKA (20197270115)
4. LENI HUSYANTI (2019727047)
5. LINA PUSPITASARI (2019727048)
6. MARIATUL QIFTIA (2019727076)
7. MEIGY TRI APRIANI (2019727077)
8. MERTISA ANGRA (2019727019)
9. MUH. FEBRI RAHMANDA (2019727078)
10. MUHAMAD HILMI (2019727079)
11. SUKARMI (2019727032)
12. TATANG SOPYAN (2019727021)
13. TUTRI WULANDARI (2019727058)
14. WAHYUDIAN KURNIADI (2019727107)

KELAS : SARJANA 1 KEPERAWATAN TRANSFER – II B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

i
TAHUN AJAR SEMESTER GENAP 2019/2020
KATA PENGANTAR

As’salamualaikum.wr.wb
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan ridho-Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan makalah
Keperawatan Medikal Bedah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Lupus
Eritematosus (Sle) - Sistem Imunitas”.
Dalam penyusunan makalah ini, saya mendapat bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak
yang telah membantu sehingga dapat terselesaikannya makalah kami terutama
pada :
1. Ketua Program Studi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta : Ns. Slametiningsih, S.Kep., M.Kep., Sp. Kep.J.
2. Sekertaris Prodi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Jakarta : Ns. Waji Jumaiyah, S.Kep., M.Kep., Sp. KMB.
3. Koordinator Mata Ajar Keperawatan Medikal Bedah II : Ns. Diana Irawati,
M. Kep., Sp. Kep MB
4. Dosen Pembimbing Mata Ajar Keperawatan Medikal Bedah II : Erwan
Sutiyono, MN dan Ns. Abdu Rahim Kamil, MSc
5. Orang Tua dan teman-teman yang telah membantu dan mendukung baik
secara moral maupun material
6. Rekan-rekan yang berada pada kelompok yang sama.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang positif bagi para
pembaca. Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini jauh dari
kata sempurna. Atas perhatiannya, kami ucapkan terimakasih.

Jakarta, 17 April 2020


Penyusun

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi .................................................................................................... 4
B. Patofisiologi ............................................................................................. 5
C. Penyebab ................................................................................................. 7
D. Pencegahan ............................................................................................ 10
E. Jenis-jenis .............................................................................................. 11
F. Tanda Gejala .......................................................................................... 13
G. WOC ...................................................................................................... 14

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


A. Pengkajian ............................................................................................. 15
B. Diagnosa Keperawatan .......................................................................... 16
C. Intervensi Keperawatan.......................................................................... 16
D. Implementasi Keperawatan ................................................................. 20
E. Evaluasi Keperawatan ........................................................................... 20

BAB IV STUDI KASUS


A. Pengkajian ............................................................................................. 21
B. Diagnosa Keperawatan .......................................................................... 23
C. Intervensi Keperawatan.......................................................................... 26
D. Implementasi Keperawatan ................................................................. 30
E. Evaluasi Keperawatan ........................................................................... 30

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 31
B. Saran ...................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 33

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam istilah kedokteran secara lengkap nama dari penyakit “Lupus” ini
adalah “Systemic Lupus Erythematosus (SLE)”. Istilah Lupus berasal dari
bahasa latin yang berarti anjing hutan atau serigala. Sedangkan kata
Erythematosus dalam bahasa Yunani berarti kemerah-merahan. Pada saat itu
diperkirakan, penyakit kelainan kulit kemerahan di sekitar hidung dan pipi ini
disebabkan oleh gigitan anjing hutan. Karena itulah penyakit ini diberi nama
“Lupus”.
Penyakit lupus adalah penyakit baru yang mematikan setara dengan
kanker. Tidak sedikit pengindap penyakit ini tidak tertolong lagi, di dunia
terdeteksi penyandang penyakit lupus mencapai 5 juta orang, dan lebih dari
100 ribu kasus baru terjadi setiap tahunnya. Tubuh memiliki kekebalan untuk
menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat. Namun, apa jadinya jika
kekebalan tubuh justru menyerang organ tubuh yang sehat. Penyakit lupus
diduga berkaitan dengan sistem imunologi yang berlebih. Penyakit ini
tergolong misterius. Lebih dari 5 juta orang dalam usia produktif di seluruh
dunia telah terdiagnosis menyandang lupus atau SLE (Systemic Lupus
Erythematosus), yaitu penyakit auto imun kronis yang menimbulkan
bermacam-macam manifestasi sesuai dengan target organ atau sistem yang
terkena. Itu sebabnya lupus disebut juga penyakit 1000 wajah.
World Health Organization mencatat jumlah penderita lupus di dunia
hingga saat ini mencapai lima juta orang, dan setiap tahunnnya ditemukan lebih
dari 100 ribu kasus baru. Menurut data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)
Online 2016, terdapat 2.166 pasien rawat inap yang didiagnosis penyakit lupus.
Tren ini meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2014, dengan
ditemukannya 1.169 kasus baru. Tingginya angka kematian akibat lupus perlu
mendapat perhatian khusus karena 25% atau sekitar 550 jiwa meninggal akibat
lupus pada tahun 2016. Sebagian penderita lupus adalah perempuan dari

1
kelompok usia produktif (15-50 tahun), meski begitu lupus juga dapat
menyerang laki-laki, anak-anak, dan remaja.
Penyakit lupus masih sangat awam bagi masyarakat. Penyakit Lupus
biasanya menyerang wanita produktif. Meski kulit wajah penderita Lupus dan
sebagian tubuh lainnya muncul bercak-bercak merah, tetapi penyakit ini tidak
menular. Terkadang kita meremehkan rasa nyeri pada persendian, seluruh
organ tubuh terasa sakit atau terjadi kelainan pada kulit, atau tubuh merasa
kelelahan berkepanjangan serta sensitif terhadap sinar matahari. Semua itu
merupakan sebagian dari gejala penyakit Lupus.
Faktor yang diduga sangat berperan terserang penyakit lupus adalah
faktor lingkungan, seperti paparan sinar matahari, stres, beberapa jenis obat,
dan virus. Oleh karena itu, bagi para penderita lupus dianjurkan keluar rumah
sebelum pukul 09.00 atau sesudah pukul 16.00. Saat bepergian, penderita
memakai sun block atau sun screen (pelindung kulit dari sengatan sinar
matahari) pada bagian kulit yang akan terpapar. Oleh karena itu, penyakit lupus
merupakan penyakit autoimun sistemik dimana pengaruh utamanya lebih dari
satu organ yang ditimbulkan.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penyakit lupus ini antara lain:
1. Apa pengertian dari penyakit lupus?
2. Bagaimana patogenesis pada penyakit lupus?
3. Apa saja penyebabnya seseorang terkena penyakit lupus?
4. Bagaimana pencegahan yang harus dilakukan pada penyakit lupus?
5. Apa saja jenis-jenis penyakit lupus?
6. Bagaimana diagnosis (gejala) yang muncul pada penyakit lupus dan cara
membuktikan diagnosisnya?
7. Bagaimana tata laksana penyakit pada penderita lupus?

2
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembahasan makalah ini mengenai penyakit lupus antara
lain:
1. Mampu mendeskripsikan pengertian penyakit lupus.
2. Mampu mengetahui patogenesis pada penyakit lupus.
3. Mampu mendeskripsikan penyebab timbulnya penyakit lupus.
4. Mampu menjelaskan cara pencegahan penyakit lupus.
5. Mampu mendeskripsikan jenis-jenis penyakit lupus.
6. Mampu mengetahui diagnosis/gejala-gejala yang ditimbulkan pada penyakit
lupus dan cara membuktikan diagnosisnya.
7. Mampu mendeskripsikan tata laksana penyakit lupus.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun
pada jaringan ikat. Autoimun berarti bahwa sistem imun menyerang jaringan
tubuh sendiri. Pada SLE ini, sistem imun terutama menyerang inti sel (Matt,
2003 dalam Ervi 2012).
Menurut dokter umum Rumah Sakit Pertamina Balikpapan (RSPB) dr
Fajar Rudy Qimindra (2008) dikutip dalam Ervi (2012), Lupus atau SLE
berasal dari bahasa latin yang berarti anjing hutan. Istilah ini mulai dikenal
sejak abad ke-10. Sedang eritematosus berarti merah. Ini untuk
menggambarkan ruam merah pada kulit yang menyerupai gigitan anjing
hutan di sekitar hidung dan pipi. Sehingga dari sinilah istilah lupus tetap
digunakan untuk penyakit Systemic Lupus Erythematosus.
Gejala awalnya sering memberikan keluhan rasa nyeri di persendian.
Tak hanya itu, seluruh organ pun tubuh terasa sakit bahkan terjadi kelainan
pada kulit, serta tak jarang tubuh menjadi lelah berkepanjangan dan sensitif
terhadap sinar matahari.
Dikatakan Qimindra, batasan penyakit ini adalah penyakit autoimun,
sistemik, kronik, yang ditandai dengan berbagai macam antibodi tubuh yang
membentuk komplek imun, sehingga menimbulkan reaksi peradangan di
seluruh tubuh. Autoimun maksudnya, tubuh penderita lupus membentuk daya
tahan tubuh (antibodi) tetapi salah arah, dengan merusak organ tubuh sendiri,
seperti ginjal, hati, sendi, sel darah dan lain-lain. Padahal antibody
seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri atau virus yang masuk tubuh.
Sedangkan sistemik memiliki arti bahwa penyakit ini menyerang hampir
seluruh organ tubuh. Sementara kronis, maksudnya adalah sakit lupus ini bisa
berkepanjangan, kadang ada periode tenang lalu tiba-tiba kambuh lagi.
Penyakit lupus lebih banyak menyerang wanita usia 15-45 tahun dengan
perbandingan mengenai perempuan antara 10-15 kali lebih sering dari pria.

4
Artinya, penyakit ini sering mengenai wanita usia produktif tetapi jarang
menyerang laki-laki dan usia lanjut. Sebetulnya terdapat tiga jenis penyakit
lupus, yaitu lupus diskoid, lupus terinduksi obat dan lupus sistemik atau SLE
ini. (Ervi, 2012).

B. Patofisologi
Menurut A. Kaul, dan C. Gordon (2016) Patofisiologi lupus
eritematosis sistemik atau systemic lupus eritematosus (SLE) didasari oleh
autoantibodi dan kompleks imun yang berikatan ke jaringan dan
menyebabkan inflamasi multisistem. Penyebab spesifik SLE hingga saat ini
belum diketahui, namun berbagai faktor seperti faktor genetik, sistem imun,
hormonal serta lingkungan berhubungan dengan perkembangan penyakit ini.
Sistem imun bawaan maupun didapat memberikan respon imun yang
tidak seharusnya kepada partikel sel tubuh. Salah satunya adalah
pembentukan autoantibodi terhadap asam nukleat yang disebut antinuclear
antibodies (ANA). Pada umumnya ANA dapat ditemukan pada populasi
umum, namun tidak seluruh orang yang memiliki ANA mengalami SLE, oleh
karena itu terdapat mekanisme lain yang menyebabkan progresi kondisi
autoimun ini menjadi penyakit. Selain ANA, terdapat dua autoantibodi yang
spesifik ditemukan pada pasien SLE dibandingkan dengan penyakit autoimun
lainnya yaitu antibodi anti-Smith (Sm) dan antibodi anti-double-stranded
DNA (dsDNA).
 Patofisiologi SLE disebabkan oleh respon imun yang abnormal berupa :
1. aktivasi sistem imun bawaan (sel dendritik, monosit/makrofag)
oleh DNA dari kompleks imun, DNA atau RNA virus dan RNA
dari protein self-antigen
2. ambang batas aktivasi sel imun adaptif (limfosit T dan limfosit B)
yang lebih rendah dan jaras aktivasi yang abnormal
3. regulasi sel T CD4+ dan CD8+, sel B dan sel supresor yang tidak
efektif,
4. penurunan pembersihan kompleks imun dan sel yang mengalami
apoptosis

5
Autoantibodi mengenali self-antigen yang ada di permukaan sel yang
apoptosis dan membentuk kompleks imun. Oleh karena proses pembersihan
debris sel terganggu maka autoantigen, autoantibodi dan kompleks imun
tersedia dalam waktu yang lama, memicu terjadinya proses inflamasi dan
menyebabkan timbulnya gejala.
Aktivasi sel imun juga disertai dengan peningkatan sekresi interferon
tipe 1 dan 2 (IFN), tumor necrosis factors α (TNF- α), interleukin (IL) 17,
stimulator maturasi sel B, dan IL-10 yang seluruhnya mendukung reaksi
inflamasi. Pada kondisi SLE juga terjadi penurunan produksi berbagai sitokin
seperti sel natural killer yang gagal memproduksi IL-2 dan transforming
growth factor beta (TGF-β) yang berfungsi untuk meregulasi sel T CD4+ dan
CD8+, akibatnya produksi autoantibodi dan kompleks imun tidak terkendali
dan tetap berlanjut.
Autoantibodi dan kompleks ini kemudian berikatan dengan jaringan
target, menyebabkan aktivasi sistem komplemen dan menyebabkan pelepasan
sitokin, kemokin dan peptida vasoaktif, oksidan dan enzim proteolitik.
Kondisi tersebut menyebabkan aktivasi sel endothelial, makrofag jaringan, sel
mesangial, podosit yang ada di jaringan serta mengakibatkan sel B, sel T, sel
dendritik dan makrofag mendatangi jaringan target tersebut dan menyebabkan
terjadinya proses inflamasi. Inflamasi kronis ini menyebabkan kerusakan
jaringan yang irevesibel di glomerulus ginjal, arteri, paru dan jaringan
lainnya.
 Aktivasi Sistem Imun Bawaan
Debris sel menjadi pemicu langsung aktivasi sistem imun bawaan.
Asam nukleat yang berikatan kompleks imun menjadi stimulus yang
potensial untuk aktivasi sel endosom. Dalam endosom, asam nukleat
mengaktivasi TLR (khususnya TLR7 dan TLR9). Selanjutnya kondisi ini
memicu produksi IFN tipe I. Aktivasi TLR7 juga memicu produksi antibodi
anti-Sm. IFN tipe I memiliki peran penting dalan disfungsi imun pada SLE.
Kondisi ini dibuktikan dengan ditemukannya ekspresi berbagai tipe IFN tipe I
di sel darah perifer dan jaringan yang terkena pada pasien dengan SLE.

6
 Aktivasi Sistem Imun Didapat
Pasien dengan SLE mengalami gangguan fungsi sel T, berupa defisiensi
pembentukan sinyal sel T, produksi sitokin, proliferasi serta pengaturan
fungsi sel. Salah satu penyebab gangguan aktivasi sel T adalah akibat
perubahan reseptor sel T. Perubahan ini mengakibatkan augmentasi sinyal
kalsium intraselular dan hiperpolarisasi mitokondria sehingga membuat sel T
lebih peka pada nekrosis. Sel T dari pasien SLE juga mengekspresikan ligan
CD40 aktif yang lebih lama dari pada sel T pada kontrol sehat, akibatnya
ligan ini menstimulasi aktivasi dan diferensiasi sel B lebih lama. Populasi sel
T helper folikular yang meningkat menyebabkan peningkatan sel B yang
memproduksi autoantibodi, sedangkan sel T regulator mengalami penurunan
dan sel T helper-17 mengalami peningkatan, akibatnya produksi IL-17
meningkat, dan produksi IL-2 menurun. Padahal IL-2 penting dalam proses
regulasi sel T. Selain gangguan pada regulasi sel T, juga terjadi gangguan
regulasi sel B. Kondisi ini menyebabkan produksi autoantibodi, dan sitokin
inflamasi serta perlambatan presentasi antigen ke sel T.

C. Penyebab
Faktor yang diduga sangat berperan untuk seseorang terserang penyakit
lupus adalah faktor lingkungan, seperti paparan sinar matahari, stres,
beberapa jenis obat, dan virus. Faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi
faktor kepekaan dan faktor pencetus yaitu adanya infeksi, pemakaian obat-
obatan, terkena paparan sinar matahari, pemakaian pil KB, dan stres. Penyakit
ini kebanyakaan diderita wanita usia produktif sampai usia 50 tahun namun
ada juga pria yang mengalaminya. Oleh karena itu diduga penyakit ini
berhubungan dengan hormon estrogen (Aulawi, 2008).
Pada kehamilan dari perempuan yang menderita lupus, sering diduga
berkaitan dengan kehamilan yang menyebabkan abortus, gangguan
perkembangan janin atau pun bayi meninggal saat lahir. Tetapi hal yang
berkebalikan juga mungkin atau bahkan memperburuk gejala lupus. Sering
dijumpai gejala Lupus muncul sewaktu hamil atau setelah melahirkan. Tubuh

7
memiliki kekebalan untuk menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat.
Namun, dalam penyakit ini kekebalan tubuh justru menyerang organ tubuh
yang sehat. Penyakit Lupus diduga berkaitan dengan sistem imunologi yang
berlebih. Dalam tubuh seseorang terdapat antibodi yang berfungsi menyerang
sumber penyakit yang akan masuk dalam tubuh. Uniknya, penyakit Lupus ini
antibodi yang terbentuk dalam tubuh muncul berlebihan.
Hasilnya, antibodi justru menyerang sel-sel jaringan organ tubuh yang
sehat. Kelainan ini disebut autoimunitas . Antibodi yang berlebihan ini, bisa
masuk ke seluruh jaringan dengan dua cara yaitu :
Pertama, antibodi aneh ini bisa langsung menyerang jaringan sel tubuh,
seperti pada sel-sel darah merah yang menyebabkan selnya akan hancur.
Inilah yang mengakibatkan penderitanya kekurangan sel darah merah atau
anemia.
Kedua, antibodi bisa bergabung dengan antigen (zat perangsang
pembentukan antibodi), membentuk ikatan yang disebut kompleks imun.
Gabungan antibodi dan antigen mengalir bersama darah, sampai tersangkut di
pembuluh darah kapiler akan menimbulkan peradangan. Dalam keadaan
normal, kompleks ini akan dibatasi oleh sel-sel radang (fagosit) Tetapi, dalam
keadaan abnormal, kompleks ini tidak dapat dibatasi dengan baik. Sel-sel
radang tersebet bertambah banyak sambil mengeluarkan enzim, yang
menimbulkan peradangan di sekitar kompleks. Hasilnya, proses peradangan
akan berkepanjangan dan akan merusak organ tubuh dan mengganggu
fungsinya. Selanjutnya, hal ini akan terlihat sebagai gejala penyakit. Kalau
hal ini terjadi, maka dalam jangka panjang fungsi organ tubuh akan terganggu
(Joseph, 1993).
Telah diketahui secara luas bahwa penyebab lupus dapat dikategorikan
dalam 3 faktor yaitu: genetik, hormonal dan lingkungan. Namun sampai saat
ini masih menjadi perdebatan faktor mana yang menjadi penyebab utama
sehingga masih menjadi fokus utama penelitian.
1. Genetik
Tidak diragukan bahwa lupus terkait dengan faktor genetik. Orang yang
mempunyai riwayat keluarga dengan lupus memiliki 3-10% risiko

8
menderita penyakit tidak terbatas hanya Lupus, tapi juga penyakit auoimun
lainnya seperti arthritis reomathoid atau Sjorgen’s Syndrome. Pada kembar
identik, risiko lupus meningkat menjadi 25% pada saudara kembar dari
pasien yang menyandang lupus (Djoerban, 2002).
2. Hormon
Penyandang lupus wanita:pria adalah 9:1. Dan sebagian besar penyandang
wanita adalah mereka dalam usia produktif. Hal ini diduga disebabkan
oleh faktor hormonal. Estrogen terbukti sebagai hormon yang
mempengaruhi aktifnya lupus dalam penelitian hewan baik secara invitro
maupun invivo. Sehingga harus benar-benar dipertimbangkan pemberian
terapi hormon dan alat kontrasepsi yang mengandung estrogen pada
Odapus (Djoerban, 2002).
3. Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan diduga berperan kuat mencetuskan lupus,
diantaranya adalah: infeksi, zat kimia, racun, rokok dan sinar matahari.
a. Infeksi
Beberapa infeksi diduga menyebabkan lupus, salah satu penyebab
terkuat adalah EBV (Epstein-Barr Virus), virus penyebab demam
kelenjar (mononucleosis). Sebagian besar odapus tercatat pernah
terinfeksi virus ini dalam riwayat penyakitnya. Hal ini dapat dibuktikan
bahwa system imun mulai terganggu saat berusaha menyerang EBV
juga menyerang sel tubuhnya sendiri. Sehingga proses tersebut diduga
kuat berhubungan dengan penyebab lupus.
b. Zat kimia dan racun
Beberapa penelitian membuktikan bahwa paparan terhadap zat
kimia dan racun termasuk pekerjaan yang berhubungan silika.
c. Merokok
Akhir-akhir ini, merokok telah terbukti berhubungan dengan
munculnya lupus. Merokok juga meningkatkan risiko penyakit
autoimun lainnya seperti arthritis reumathoid dan multiple sclerosis.
d. Sinar matahari
Paparan terhadap ultraviolet telah terbukti dapat menyebabkan

9
perburukan manifestasi lupus. Yaitu menyebabkan timbulnya ruam kulit
dan munculnya gejala lupus pada organ lainnnya. Menghindari sinar
matahari dan menggunaka tabir surya (sun block) adalah hal yang tidak
mudah namun mutlak harus dilakukan oleh odapus karena sangat
bermanfaat (Djoerban, 2002).

D. Pencegahan
Dalam melakukan pencegahan ada berbagai masalah yang dihadapi
pengidap lupus. Masalah pertama adalah seringnya penyakit pasien terlambat
diketahui dan diobati dengan benar karena cukup banyak dokter yang tidak
mengetahui atau kurang waspada tentang gejala penyakit lupus dan dampak
lupus terhadap kesehatan. Di Indonesia, rendahnya kompetensi dokter untuk
mendiagnosis penyakit secara dini dan mengobati penyakit lupus dengan tepat
tercermin dari pendeknya survival 10 tahun yang masih sekitar 50 persen,
dibandingkan dengan negara maju, yang 80 persen (Djoerban, 2002).
Biasanya paramedis akan melakukan pemeriksaan ANA (Anti Nuclear
Antibodi) bisa positif, di laboratorium dan patologi. Bila sudah diketahui
diagnosanya lupus, maka pihak medis akan memberikan pengobatan berupa
terapi, theraphy sintomatik (penghilangan gejala), kortikortiroid (antipenurun
kekebalan tubuh), serta menekan daya tahan tubuh berlebihan, dengan
pemberian obat demam dan penghilang rasa sakit.
Hanya saja, untuk terapi yang dilakukan berbeda-beda dengan setiap
penderita. Penyembuhannya pun bisa memakan waktu berbulan-bulan, itupun
dengan catatan penderita rajin memeriksakan diri. Bahkan tak jarang,
terkadang diagnosa baru didapat justru setelah penderita meninggal. Atau
penyakit lupusnya tiba-tiba sembuh sendiri. Karena itulah, fokus pengobatan
dokter adalah dengan melakukan pencegahan dengan meminimalisir
meluasnya penyakit sehingga tidak menyerang organ vital tubuh lainnya. Oleh
karena itu, untuk melakukan upaya preventif terhadap penyakit lupus perlu
ditingkatkan pelayanan kesehatan di Indonesia, baik oleh pemerintah maupun
semua pihak yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Selain itu, peningkatan
kompetensi petugas-petugas pelayan kesehatan juga harus di tingkatkan agar

10
tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang akan membahayakan jiwa pasien
(Djoerban, 2002).
Pengembangan metode pengobatan yang lebih baik dan efisien juga
perlu dilakukan. Pasien juga harus diberi penyuluhan tentang apa itu lupus, apa
bahayanya dan bagaimana gejalanya agar pasien bisa turut berperan aktif
dalam upaya pencegahan penyakit lupus. Masalah berikutnya adalah belum
terpenuhinya kebutuhan pasien lupus dan keluarganya tentang informasi,
pendidikan, dan dukungan yang terkait dengan lupus. Dirasakan penting sekali
meningkatkan kewaspadaan masyarakat tentang dampak buruk penyakit lupus
terhadap kesehatan. Masalah lupus tidak hanya berdampak buruk pada
kesehatan pasien, namun juga mempunyai dampak psikologi dan sosial yang
cukup berat untuk pasien maupun keluarganya. Dalam hal ini peran sarjana
kesehatan masyarakat selaku tenaga kesehatan yang berorientasi pada upaya
preventif dan promotif sangat diperlukan. Masyarakat harus secara intensif
diberi penyuluhan tentang apa itu lupus, gejala yang ditimbulkan, dampak yang
ditimbulkan,serta bagaimana cara pencegahannya. Kebersihan dan kesehatan
lingkungan juga harus diperhatikan karena, seperti yang telah dijelaskan dalam
subbab “penyebab” bahwa faktor yang diduga menyebabkan lupus ada
berberapa macam diantaranya faktor lingkungan (Djoerban, 2002).
Masalah lain adalah kurangnya prioritas di bidang penelitian medik
untuk menemukan obat-obat penyakit lupus yang baru, yang aman dan efektif,
dibandingkan dengan penelitian penyakit-penyakit lain, yang sebanding
besaran masalahnya. Upaya preventif yang harus dilakukan adalah berusaha
mengembangkan penelitian-penelitian mengenai penyakit lupus mengingat
bahaya dan dampak negatif yang bisa ditimbulkan oleh penyakit ini.
Hal yang harus dilakukan penderita lupus (odipus) agar penyakit lupusnya
tidak kambuh adalah :
1. Menghindari stress
2. Menjaga agar tidak langsung terkena sinar matahari
3. mengurangi beban kerja yang berlebihan
4. menghindari pemakaian obat tertentu (Djoerban, 2002).
Odipus dapat memeriksakaan diri pada dokter-dokter pemerhati

11
penyakit ini, dokter spesialis penyakit dalam konsultasi hematologi,
rheumatology, ginjal, hipertensi, alergi imunologi, jika lupus dapat
tertanggulangi, berobat dengan teratur, minum obat teratur yang di berikan oleh
dokter (yang biasanya diminum seumur hidup), odipus akan dapat hidup
layaknya orang normal. Dukungan keluarga juga sangat dibutuhkan, mengingat
keluarga adalah orang yang paling dekat dan yang selalu berinteraksi dengan
odipus. Dukungan (social support) dalam teori ilmu psikologi merupakan salah
satu media bertahan dari stress (coping stress) yang mampu memberi pengaruh
besar (Djoerban, 2002).

E. Jenis-Jenis
Menurut website Halodoc (2019) Penyakit lupus bisa dibagi menjadi
beberapa jenis, yaitu:
1. Lupus Eritematosus Sistemik (Systemic Lupus Erythematosus/SLE)
adalah jenis lupus yang paling sering terjadi. Seperti namanya, lupus
eritematosus sistemik terjadi secara sistemik atau menyeluruh pada tubuh
pengidap. Jadi, jenis lupus ini bisa menyerang berbagai organ, tapi paling
sering terjadi pada sendi, ginjal, dan kulit. Gejala utama lupus sistemik ini
adalah terjadinya inflamasi kronis pada organ-organ tersebut.
2. Lupus Eritematosus Kutaneus (Cutaneous Lupus Erythematosus/CLE)
Jenis lupus ini merupakan lupus pada kulit yang bisa berdiri sendiri dan
merupakan bagian dari SLE. CLE bisa dibagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu
acute cutaneous lupus erythematosus (ACLE), subacute cutaneous lupus
erythematosus (SCLE), dan chronic cutaneous lupus erythematosus
(CCLE).
3. Lupus Eritematosus Neonatal
Lupus eritematosus neonatal merupakan jenis lupus yang menyerang bayi
yang baru lahir. Lupus ini diakibatkan oleh autoantibodi, yaitu anti-Ro,
anti-La, dan anti-RNP. Ibu yang melahirkan bayi dengan lupus
eritematosus neonatal belum tentu mengidap lupus juga. Namun, ibu
enggak perlu khawatir, karena lupus eritematosus neonatal biasanya hanya
terjadi pada kulit saja dan akan menghilang dengan sendirinya. Meski

12
demikian, lupus neonatal juga bisa menyebabkan congenital heart block,
yaitu gangguan irama jantung pada bayi yang baru lahir. Namun, kondisi
tersebut sangat jarang terjadi. Congenital heart block bisa diatasi dengan
pemasangan alat pacu jantung
4. Lupus Akibat Penggunaan Obat
Beberapa jenis obat tertentu bisa menimbulkan efek samping yang terlihat
mirip dengan gejala lupus pada orang yang tidak mengidap SLE. Akan
tetapi, jenis lupus ini hanya bersifat sementara dan akan menghilang
dengan sendirinya beberapa bulan setelah konsumsi obat yang memicu
gejala lupus tersebut dihentikan. Jenis obat yang bisa menyebabkan jenis
lupus ini, antara lain metildopa, D-penicillamine (obat untuk mengatasi
keracunan logam berat), procainamide, serta minocycline (obat jerawat).

F. Tanda Gejala
Gejala SLE sangat beragam, karena tergantung organ mana yang
terserang lupus. Gejala lupus ini juga biasanya akan muncul dan
berkembang secara bertahap, mulai dari yang ringan sampai parah.
Meski gejalanya bervariasi, SLE umumnya menimbulkan tiga
gejala utama, yaitu:
1. Rasa lelah yang sangat berlebihan. Ini adalah gejala SLE yang paling
sering dikeluhkan oleh pengidap. Pengidap SLE bisa merasa sangat
kelelahan setelah melakukan rutinitas sehari-hari yang sederhana,
seperti rutinitas kantor atau tugas rumah tangga. Bahkan, rasa lelah
ekstrem tersebut tetap muncul setelah pengidap beristirahat.
2. Ruam pada kulit. Gejala SLE lainnya yang juga menjadi ciri khas
penyakit ini adalah timbulnya ruam yang menyebar pada batang hidung
dan kedua pipi. Gejala ini dikenal juga dengan istilah ruam kupu-kupu
(butterfly rash), karena bentuk ruam menyerupai sayap kupu-kupu.
3. Nyeri sendi. Gejala ini biasanya muncul pada persendian tangan dan
kaki pengidap yang bisa memburuk di pagi hari.

13
G. WOC

stimulasi antigen
        spesifik      

   
Sistem regulasi kekebalan terganggu

  aktivasi sel T dan B


Fungsi sel T supresor menjadi abnormal

   
Produksi antibodi meningkat

   
Penumpukan kompleks imun

   
Kerusakan jaringan

   
   
  Sendi SSP Jantung Ginjal  

   
Degradasi Antibodi
  jaringan Depresi Mengendap membentuk  
kompleks
  Psikosis pada arteri dengan DNA  
Terbentuk
  endapan Kejang  
Degradasi
  pada sendi Neuropati Inflamasi jaringan  
arteriole
  sensorimotor terminalis  
Mengendap
  atralgia dimembran  
basal
  Artritis Perikarditis glomerulus  

   
Pembengkakan Filtrasi
  sendi terganggu  

   
  Nyeri tekan Proteinuria  
Nyeri ketika
  bergerak Hematuria  
kaku pada pagi
  hari                

14
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian Keperawatan

Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik di fokuskan pada


gejala sekarang dan gejala yang pernah di alami. Seperti keluhan mudah lelah,
lemah, nyeri, kaku, demam / panas, anoreksia efek gejala tersebut terhadap gaya
hidup serta citra diri pasien.
a. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematouspada kulit kepala, muka atau leher.
b.  Kardiovaskuler
Friction rup perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura, lesi
eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukan
gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan, selain itu adanya takikardi
dan aritmia
c.   Sistem muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
d.  Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri tas ruam yang berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung dan pipi.
e.   Sistem pernapasan
Pleuritis atau efusipleura, ditandai dengan Takipneu, perkusi suara redup,
efusi dan ronchi.
f.   Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
eritomatous dan parpura di ujuna jari kaki, tangan, siku serta permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosit.

15
g.   Sistem renal
Edema dan hematuria.
h.   Sistem syaraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea atau
manifestasi SPP lainnya
i. Ulserasi membran mukosa (mulut, hidung, dan vagina)
j.   Abnormalitas hematologis (anemia, trombositopenia, leukopenia)
k. Peningkatan antibodi antinuklear (ANA)
l.   Proteinuria, serpihan seluler, atau pus tanpa bakteriuria ditunjukkan oleh
urinalis

B.     Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan bagi penderita LES adalah sebagai berikut:

a. Nyeri kronik berhubungan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan.


b. Gangguan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit
dan lesi.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan komplikasi sekunder terhadap


SLE.

C.    Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan dan rasional tindakan yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut:
1.      Nyeri kronik berhubungan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan
Tujuan:
·         Meringankan nyeri, dapat beristirahat dan mendapat pola tidur yang adekuat

16
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Tutup luka sesegera mungkin kecuali Suhu berubah dan gerakan udara dapat
perawatan luka bakar metode pemajanan menyebabkan nyeri hebat pada
pada udara terbuka. pemajanan ujung saraf. pengaturan
suhu dapat hilang karena luka bakar
mayor.
2 Pertahankan suhu lingkungan nyaman, Sumber panas eksternal perlu untuk
berikan lampu penghangat, penutup mencegah menggigil.
tubuh hangat.
3 Kaji keluhan nyeri. Perhatikan nyeri hampir selalu ada pada beberapa
lokasi/karakter dan intensitas (skala 0- derajat beratnya keterlibatan
10). jaringan/kerusakan tetapi biasanya
paling berat selama penggantian
balutan dan debridemen.
4 Lakukan penggantian balutan dan menurunkan terjadinya distress fisik
debridemen setelah pasien di beri obat dan emosi sehubungan dengan
dan/atau pada hidroterapi penggantian balutan dan debridemen.
5 Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri. pernyataan memungkinkan
pengungkapan emosi dan dapat
meningkatkan mekanisme koping.
6 Dorong penggunaan teknik manajemen memfokuskan kembali perhatian,
stress, contoh relaksasi progresif, napas meningkatkan relaksasi dan
dalam, bimbingan imajinasi dan meningkatkan rasa control, yang dapat
visualisasi. menurunkan ketergantungan
farmakologis.
7 Berikan aktivitas terapeutik tepat untuk membantu mengurangi konsentrasi
usia/kondisi nyeri yang di alami dan memfokuskan
kembali perhatian.

2.      Gangguan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit dan
lesi
Tujuan:
·         Dapat menunjukkan perilaku/teknik untuk meningkatkan penyembuhan dan
mencegah komplikasi

17
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji kulit setiap hari. Catat warna, Menentukan garis dasar
turgor, sirkulasi dan sensasi. menentukan dimana perubahan
Gambarkan lesi dan amati perubahan pada status dapat dibandingkan dan
melakukan intervensi yang tepat.
2 Pertahankan/intruksikan dalam Mempertahankan kebersihan
hygien, misalnya, membasuh dan karena kulit yang kering dapat
kemudian mengeringkannya dengan menjadi barier infeksi.
berhati-hati dan melakukan masase
dengan menggunakan lotion atau
krim.
3 Gunting kuku secara teratur Kuku yang panjang dan kasar
meningkatkan risiko kerusakan
dermal.
4 Tutupi luka tekan yang terbuka Dapat mengurangi kontaminasi
dengan pembalut yang steril atau bakteri, meningkatkan proses
barrier protektif, misalny, duoderm, penyembuhan
sesuai petunjuk.

3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan komplikasi sekunder terhadap LES


Tujuan:
·         Peningkatan toleransi terhadap aktivitas

NO INTERVENSI RASIONAL
1 Evaluasi rutinitas harian pasien. Istirahat membantu
Bantu perencanaan jadwal setiap menyeimbangkan energi
hari untuk aktivitas yang meliputi tubuh. Keseimbangan
periode istirahat sering aktivitas fisik pada istirahat
membantu mengontrol
kelelahan dan peningkatan
ketahanan.

18
2 Anjurkan pasien untuk Memungkinkan periode
menggunakan obat yang tambahan istirahat
diresepkan untuk anemia dan dan tanpagangguan
menyimpan
3 Tingkatkan aktivitas sesuai Tirah baring lama dapat
toleransi, bantu melakukan rentang menurunkan kemampuan. Ini
rentang gerak sendi aktif/pasif dapat terjadi karena
keterbatasan aktivitas yang
mengganggu periode
istirahat
4 Dorong penggunaan teknik Meningkatkan relaksasi dan
menejemen stres, contoh relaksasi penghematan energi,
progresif, visualisasi, bimbingan memusatkan kembali
imajinasi. Berikan aktivitas perhatian, dan dapat
hiburan yang tepat contoh meningkatkan koping.
menonton TV, radio, dan
membaca.

D. Implementasi Keperawatan
Perawatan dilakukan selama asuhan keperawataan yang dilakukan oleh
perawat pada klien dengan waktu yang bertahap sesuai dengan proses
perkembangan asuhan keperawatan selama / 24 jam dalam pemantauan dengan
perencanaan yang dilaksanakan berlandaskan kriteria hasil dan tujuan yang
tercapai, serta dibantu dengan tahapan kolaborsi.

E. Evaluasi Keperawatan

19
Setelah asuhan keperawatan selama waktu yang ditentukan masalah dalam
prosees perawatan teratasi dan klien terpenuhi keutuhannya, serta dibuatkan
perencanaan perawatan untuk tahap selanjutnya di rumah. Pendokumentasian
daari hasil yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan dalam bentuk
SOAP selama dalam tindakan perawatan.

BAB IV
STUDI KASUS

Seorang perempuan usia 25 tahun di rawat diruang penyakit dalam dengan


keluahan nyeri persendian. Hasil pengkajian didapat pasien mengeluh mudah
lelah, lesu, dan tidak bertenaga. Nyeri sendi yang diraskan di pergelangan tangan
dan lutut, rambut mudah rontok dan sakit kepala. Hasil pemerikasaan tampak

20
kemerahan fisik di daearah pipi dan hidung. Hasil pemeriksaan fisik
laboratorium : ANA (+), CPR (+), LED meningkat.

A. Pengkajian

1. Biodata

Nama : Nn. L
Umur : 25 tahun
Alamat : Cempaka putih barat no. 26
Agama : islam
Pekerjaan : Pegawai swasta

2. Data Subjektif

a. Klien mengatakan mengeluh mudah lelah, lesu, dan tidak bertenaga


dan memberat ketika beraktivitas dan tidak menghilang setelah pasien
beristirahat
b. Klien mengatakan Nyeri sendi yang dirasakan di pergelangan tangan
dan lutut
c. Klien mengatakan rambut mudah rontok dan sakit kepala
Data tambahan
a. Klien mengatakan sering terdapat ruam pada pipi dan hidung dan
perih
b. Klien mengatakan kulit terasa terbakar ketika berada di bawah
matahari tanpa tabir surya
c. Klien mengatakan skala nyeri nya 4-6
d. Klien mengatakan menderita sindrom nefrotik saat pasien berusia 17
tahun dan menjalani terapi regimen sindrom nefrotik.
e. Klien mengatakan sering mengonsumi obat-obatan warung
f. Klien mengatakan mengatakan melakukan riwayat imunisasi lengkap

21
g. Klien mengatakan sering demam dan tidak tau penyebabnya
h. Klien mengatakan alergi terhadap seafood dan cuaca panas dan
mengonkonsumsi obat anti alergi
i. Klien mengatakan sering cuti kerja karena sering terasa lelah dan
lemas
j. Klien mengatakan ibu nya menderita rematik
k. Klien mengatakan pernah dilakukan transfusi darah karena anemia
l. Klien mengatakan tidak pernah merokok, dan minum alkohol

3. Data Objektif
Hasil pemeriksan fisik di dapat data :
a. TTV : kesadaran compos mentis, TD: 90/60 mmHg, N :110 X/ menit,
irama sinus takikardia, RR : 20 X/menit, afebris suhu 37.5 derajat
celcius.
b. Status gizi baik, activity daily living(ADLs) dinilai dibantu sebagian,
c. klien tampak lemas dan lesu,klien tampak sering tiduran, konjungtiva
kedua mata anemis, leher dalam batas normal, status neurologis
dalam batas normal.
d. Pemeriksaan kulit diperoleh kulit wajah kemerahan bilateral pada
daerah pii dan hidung, klien tampak meringis menahan perih, sambil
mengipas-ngipas mukanya
e. Pemeriksaan thorak pasien didapat insfeksi gerakan dada simetris,
tidak ada retraksi dada, fremitus vokal simetris, perkusi tidak ada
sonor, auskultasi vesikuler, ronchi tidak ada
f. Pemeriksaan jantung I dan II normal
g. Pemeriksaan abdomen : kesan normal pada infeksi, bising usus
normal, terdapat nyeri tekan pada palpasi regio epigastrium, palapasi
limpa teraba pada schuffner 3 dan palpasi suara timpani, perkusi
tidak ada tanda – tanda kelainan.
h. Pemeriksan renal : urine masih masih keluar, tidak ada pembekaan
ginjal, tidak ada nyeri tekan pada ginjal

22
i. Pemeriksaan ektremitas : di dapatkan nyeri saat pasien melakukan
range motion aktif.
4. Pemeriksaan penunjang
Di dapat data laboratorium seperti : HB 9.6 g/ Dl ( 12-14g/dl), HT 25 %
( 40-50 %), leukosit 3000 / μL ( 5- 10rb/ μL), trombosit 100.000/μL (150-
400 rb/ μL), basofil 1 % ( 0-1 %), eosinofil 3 (1-3%), LED 50mm ( 0-20
mm), Ureum 20 ( 8-25 )cretinin 0.9 ( 0.5-1) ANA (+), CPR (+).
5. Terapi pasien
 Methyl prednesolon 2 x 125 mg iv
 Ranitidin 2 x 150 mg ( untuk mencegah strees ulcer )
 Paracetamol 3 x 500 mg ( untuk nyeri dan demam)

B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 Ds : Inflamasi dan Nyeri
kerusakan
 Klien mengatakan Nyeri sendi yang
jaringan
dirasakan di pergelangan tangan dan
lutut
 Klien mengtaakan nyeri kepala
 Klien mengatakan sering terdapat
ruam pada pipi dan hidung dan perih
 Klien mengatakan kulit terasa
terbakar ketika berada di bawah
matahari tanpa tabir surya
 Klien mengatakan suka minum obat
warung

Do :

 Pemeriksaan kulit diperoleh kulit

23
No Data Etiologi Masalah
wajah kemerahan bilateral pada
daerah pii dan hidung.
 klien tampak meringis menahan
perih, sambil mengipas-ngipas
mukanya.
 di dapatkan nyeri saat pasien
melakukan range motion aktif.
 Klien mengatakan skala nyeri 4-6
 TTV : kesadaran compos mentis,
TD: 90/60 mmHg, N :110 X/
menit, irama sinus takikardia, RR :
20 X/menit
 Terapi paracetamol 3 x 500mg
2 Ds : Imunosupresi Resiko infesi
 Klien mengatakan sering demam
dan tidak tau penyebabnya
 Klien mengatakan sering terdapat
ruam pada pipi dan hidung
 Klien mengatakan menderita
sindrom nefrotik saat pasien berusia
17 tahun dan menjalani terapi
regimen sindrom nefrotik.
 Klien mengatakan sering
mengonsumi obat-obatan warung
 Klien mengatakan alergi terhadap
seafood dan cuaca panas dan
mengonkonsumsi obat anti alergi

Do :

 TTV : kesadaran compos mentis, TD:


90/60 mmHg, N :110 X/ menit,

24
No Data Etiologi Masalah
irama sinus takikardia, RR : 20
X/menit, afebris suhu 37.5 derajat
celcius.
 Pemeriksaan kulit diperoleh kulit
wajah kemerahan bilateral pada
daerah pii dan hidung,
 Data diagnostik: Di dapat data
laboratorium seperti : HB 9.6 g/ Dl (
12-14g/dl), HT 25 % ( 40-50 %),
leukosit 3000 / μL ( 5- 10rb/ μL),
trombosit 150.000/μL (150-400 rb/
μL), basofil 1 % ( 0-1 %), eosinofil
3 (1-3%), LED 50mm ( 0-20 mm),
ANA (+), CPR (+)
 Terapi : methyl prednisolon 2 x 125
mg
 Paracetamol 3 x500mg

3 Ds : Status penyakit, Fatigue


 Klien mengatakan mengeluh mudah gangguan
lelah, lesu, dan tidak bertenaga dan imunitas
memberat ketika beraktivitas dan
tidak menghilang setelah pasien
beristirahat
 Klien mengatakan sering cuti kerja
karena sering terasa lelah dan lemas

Do :
 activitydaily living(ADLs) dibantu
sebagian
 konjungtiva kedua mata anemis,

25
No Data Etiologi Masalah
status neurologis dalam batas
normal.
 klien tampak lemas dan lesu,klien
tampak sering tiduran
4 Ds : Disfungsi Kerusakan itegritas
 Klien mengatakan sering terdapat autoimun kulit
ruam pada pipi dan hidung dan perih
 Klien mengatakan kulit terasa
terbakar ketika berada di bawah
matahari tanpa tabir surya
Do :

 Pemeriksaan kulit diperoleh kulit


wajah kemerahan bilateral pada
daerah pipi dan hidung

C. Diagnosa keperawatan
1. nyeri berhubungan dengan imfalasi dan kerusakan jaringan
2. resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi
3. fatigue berhubungan dengan status penyakit gangguan imunitas
4. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan disfungsi imunitas
D. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam nyeri
hilang atau nyeri berkurang
Kriteria hasil :
a. klien mengatakan nyeri hilang atau berkurang
b. skala nyeri vas 0-2
c. TTV : TD 100-120/70-80 mmHg, HR : 80-100X/menit, irama
jantung : sinus Rhytm
d. Klien bisa mengontrol nyeri

26
Intervensi keperawatan :
a. Mengkaji ulang respon nyeri termasuk lokasi, karateristik,
onset/durasi, frekuensi, kualitas atau keparahan nyeri, dan factor
pencetus nyeri tiap 4 jam
Rasional : untuk menentukan tingkat kenyamanan klien
b. Ajarkan dan anjurkan klien teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : melakukan penangan nyeri non farmakologi dapat
membantu mengurangi nyeri
c. Anjurkan klien memakai pelembab wajah
Rasional : agar kulit klien tidak kering
d. Kolaborasi pemberian analgetik yaitu paracetamol 3 x 500mg
Rasional : untuk mengurangi nyeri dengan farmakologi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam infeksi tidak
terjadi
Kriteria hasil :
a. Demam tidak ada
b. Tanda – tanda infeksi seperti rubor (-), tumor (-), color (-) dolor (-),
fungsiolesa (-)
c. TTV : TD 100-120/70-80 mmHg, HR : 80-100X/menit, irama
jantung : sinus Rhytm
d. leukosit ( 5- 10rb/ μL), trombosit (150-400 rb/ μL), basofil ( 0-1
%), eosinofil (1-3%), LED ( 0-20 mm), ANA (+), CPR (-)
Intervensi Keperawatan
a. lakukan pemerikasaan TTV per 2 jam khususnya suhu pasien
Rasional : perubahan TTV mengindikasikan adanya tanda tanda
infeksi
b. lakukan teknik aseptik dengan melakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien dan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan kepasien
Rasional : dapat mencegah terjadinya infeksi

27
c. ajarkan keluarga dan pengujung untuk hand hygne sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
Rasional : mencuci tangan dapat memotong rantai infeksi
d. batasi pengunjung saat jam besuk untuk mengurasi infeksi
Rasional : untuk mencegah infeksi nosokomial
e. monitor tanda dan gejala infeksi per shift
Rasional : tubuh berespon terhadap infeksi melalui tanda tanda
rubor, kalor, dolor, tumor.
f. beri perawatan kulit pada area epidema
Rasional : dapat mencegah infeksi pada luka
g. dorong masukan nutrisi dan cairan yang cukup untuk klien
Rasional : untuk meningkatkan kebutuhan pasien
h. beri ruangan yang sejuk dan nyaman untuk mengurasi infeksi
Rasional : meningkatkan kenyamanan klien
i. kolaborasi dengan dokter pemberian obat anti infalamasi yaitu
methyl prednesolon 2 x 125 mg IV
Rasional : untuk menurunkan terjadinya inflamasi
j. kolaborasi pemberian paracetamol 3 x 500mg
Rasional : untuk menurunkan demam, jika terjadi peningkatan suhu
k. kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
Rasional : agar dapat memenuhi kebutuhan zat gizi pada pasien
3. Fatigue berhubungan dengan status penyakit gangguan imunitas
tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan 3 x24 jam keletihan
berkurang
kriria hasil:
a. lelah dan lesu berkurang
b. konjuntiva tidak anemis
c. pasien dapat melakukan adl mandiri
d. klien dapat melakukan kegiatan sehari-hari
e. klien tampak bersemangat
intervensi keperawatan
a. Lakukan TTV 2 jam

28
Rasional : untuk mengetahui peningkatan tanda tanda vital pasien
agar dapat menentukan intervensi yang tepat
b. Ajurkan istirahat yang cukup
Rasional : untuk mencegah keletihan
c. Lakukan pembatas Aktivitas fisik sesuai tolerasi pasien
Rasional : untuk mengoptimalkan kemampuan fisik pasien
d. lakukan pengukuran aktivitas fisik dengan menggunakan IPAQ
(International Physical Activity Questionnaire)
Rasional :untuk mengukur tingkat kemampuan pasien dalam
beraktivitas
e. monitor sistem kardiovasker terhadap aktivitas ( peningkatan HR)
Rasional : untuk meyakinkan bahwa frekuensinya kembali normal
beberapa menit setelah melakukan aktivitas
f. motivasi klien untuk intake nutrisi adekuat untuk menabah energi
Rasional : untuk membantu meningkatkan aktivitas
g. kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet yang berenergi tinggi
Rasional : untuk meningkatkan energi klien dalam melakukan
aktivitas
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan disfungsi imunitas
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam perfusi
jaringan kulit baik
Kriteria hasil:
a. tidak ada lesi atau luka
b. kulit menjadi lembab
c. perfusi jaringan baik
Intervesi keperawatan
a. lakukan perawatan kulit pasien menggunakan lotion atau pelembab
untuk untuk kulit yang ruam
Rasional : untuk menghindari kerusakan integritas kulit yang
semakin memburuk
b. anjurkan pasien menggunakan sunblok jika terpapar matahari
Rasional : menghindari terjadi nya ruam

29
c. anjurkan pasien mandi dengan sabun yang lembut dan air hangat
Rasional : membantu meningkatkan kenyamanan klien
d. Jelaskan pembatasan diet, contoh untuk menghindari alergi kulit
terhadap makanan
Rasional : menghindari terjadinya kerusakan kulit
E. Implementasi
Dx 1 :Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik
1. Melakukan pengkajian terhadap respon nyeri pasien
2. Mengajarkan dan menganjurkan klien tehnik relaksasi
3. Menganjurkan klien memakai pelembab wajah
4. Melakukan kolaborasi dalam pemberian analgetik : Paracetamol
3x500mg
F. Evaluasi
Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik
S : pasien mengatakan nyeri sendi yang dirasakan di tangan dan lutut
berkurang
O : skala nyeri 4, pasien tampak rileks ditandai dengan hemodinamika
stabil, pasien dapat melakukan tehnik relaksasi.
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan

BAB V
PENUTUP

30
A. Kesimpulan
Lupus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan
sistem imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem
tubuh. Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara
jaringan tubuh sendiri dan organisme asing (misalnya bakteri, virus) karena
autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi tubuh
dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang
terikat pada antigen) di dalam jaringan. SLE atau lupus menyerang perempuan
kira-kira delapan kali lebih sering daripada laki-laki.
Hubungan antara lupus dan patogenesis masih kontroversial, karena
komponen komplemen dan imunoglobulin, termasuk kompleks penghancur
membran, dapat dijumpai kedua kulit non-lesi dan lesi pada pasien lupus
eritematosus sistemik. Patogenesis melibatkan gangguan mendasar dalam
pemeliharaan self-tolerance bersama aktivasi sel B. Hal ini dapat terjadi sekunder
terhadap beberapa faktor antara lain: efek herediter dalam pengaturan proliferasi
sel B, hiperaktivitas sel T helper, dan kerusakan pada fungsi sel T supresor.
Penyebab lupus dapat dikategorikan dalam 3 faktor yaitu: genetik,
hormonal dan lingkungan. Beberapa faktor lingkungan diduga berperan kuat
mencetuskan lupus, diantaranya adalah: infeksi, zat kimia, racun, rokok dan sinar
matahari.
Dalam upaya melakukan preventif terhadap penyakit lupus perlu
ditingkatkan pelayanan kesehatan di Indonesia, baik oleh pemerintah maupun
semua pihak yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Pasien juga harus diberi
penyuluhan tentang apa itu lupus, apa bahayanya dan bagaimana gejalanya agar
pasien bisa turut berperan aktif dalam upaya pencegahan penyakit lupus.Adapun
jenis-jenis penyakit lupus antara lain: Lupus Eritematosis Diskoid (DLE), Lupus
Eritematosus Sistemik (SLE) dan Lupus Eritematosus yang disebabkan oleh obat.

Diagnosis SLE harus memenuhi 4 dari 11 gejala spesifik yang ditetapkan


seperti Malar Rash/Butterfly Rash, Discoid Rash, Fotosensitif, Luka di mulut dan
lidah seperti sariawan (oral ulcers), Nyeri pada sendi-sendi, Gejala pada paru-paru

31
dan jantung berupa selaput pembungkusnya terisi cairan, gangguan pada ginjal.
Gangguan pada otak atau sistem saraf mulai dari depresi, kejang, stroke, dan lain-
lain. Kelainan pada sistem darah di mana jumlah sel darah putih dan trombosit
berkurang. Dan biasanya terjadi juga anemia. Tes ANA (Antinuclear Antibody),
sebagai pertanda aktifnya lupus bila ditemukan dalam darah pasien, dan gangguan
sistem kekebalan tubuh. Cara diagnosis Lupus atau SLE (Lupus Eritematosus
Sistemik) dengan Uji Imunologik.
Penatalaksanaan lupus dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu ringan, sedang, dan
berat, sesuai dengan berat ringannya gejala yang muncul. Lupus ringan, gejala
tersebut cukup dikontrol oleh analgesik dan mengurangi paparan sinar matahari
dengan menggunakan tabir surya, dan Hidroksikloroquin. Lupus sedang, terapi
steroid biasanya sudah dibutuhkan, Hidroksikloroquin sudah memadai sebagai
tambahan steroid, tapi kadang obat imunosuppressan juga dibutuhkan seperti:
Azathioprine, dan Methotrexate. Lupus berat, steroid sangat dibutuhkan dalam
tahap ini dengan tambahan obat immunosupresan. Pengobatan tambahan yang
digunakan untuk lupus berat meliputi immunoglobulin intravena, plasma
exchange, dan antibodi monoclonal (agen biologi) terutama rituximab. Pada
pengobatan Lupus digunakan dua kategori obat yaitu Kortikosteroid dan
Nonkortikosteroid.

B. Saran
Setelah mengetahui dan memahami sistem imunologi diharapkan perawat
mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada sistem imunologi sesuai
dengan standar yang berlaku dengan berfikir kreatif dan inovatif sehingga
menghasilkan pelayanan yang efisien dan efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Aulawi, Dede Farhan (2008), Mengenal Penyakit Lupus, Diakses 20 April 2020

32
(http://www.panduankesehatan.com).
Djoerban, Zubairi, Prof.dr.Sp.Pd.KHOM 2002, Systemic Lupus Erythematosus,
Jakarta.
Redaksi Halodoc. (2019, juli 12). Ini Jenis-Jenis Lupus yang Perlu Diketahui.
Diakses pada 23 April 2020 dari https://www.halodoc.com/jenis-lupus-yang-
perlu-diketahui
Roviati, E. (2012). Systemic Lupus Erithematosus (SLE): Kelainan Autoimun
Bawaan Yang Langka Dan Mekanisme Biokimiawinya. Scientiae Educatia:
Jurnal Pendidikan Sains, 1(2).
Wallace, J.D 2007, The Lupus Book: Panduan Lengkap Bagi Penderita Lupus dan
Keluarganya, B first, Jakarta.Yayasan Lupus Indonesia, Jakarta.Yogyakarta.

33

Anda mungkin juga menyukai