BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang perlu ditangani
dengan seksama. Prevalensi DM meningkat setiap tahun, terutama dikelompok
resiko tinggi. DM yang tidak terkendali dapat menyebabkan komplikasi
metabolik ataupun komplikasi vaskuler jangka panjang, yaitu mikroangiopati,
sehingga rentan terhadap infeksi kaki luka yang kemudian dapat berkembang
menjadi gangren sehingga menimbulkan masalah gangguan integritas jaringan
kulit yang apabila tidak segera ditangani akan menimbulkan komplikasi dan hal
ini akan meningkatkan kasus amputasi (Kartika, 2017).
Menurut International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2015 jumlah
orang yang menderita Diabetes Mellitus di dunia mencapai 415 juta orang. Pada
tahun 2040 ini akan meningkat menjadi 2152 juta. Ada 10 juta kasus diabetes di
Indonesia pada tahun 2015. World Health Organization (WHO) pada tahun
2012 disebutkan bahwa angka kematian akibat Diabetes Mellitus mencapai 1,5
juta kematian. Indonesia menduduki peringkat ke 7 (7,6 juta penderita) dari 10
peringkat negara dengan kasus Diabetes Mellitus terbanyak di Dunia.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) 2013, prevalensi penderita
penyakit Diabetes Mellitus berdasarkan diagnosa dokter di Indonesia adalah
2,4%. Prevalensi penderita ulkus diabetik di Indonesia sekitar 15% dengan risiko
amputasi sebesar 30%, angka mortalitas 32% dan ulkus diabetik merupakan
penyebab terbesar perawatan di rumah sakit yakni sebanyak 80%, berdasarkan
data RSD dr Soebandi Jember angka prevalensi Diabetes Mellitus 11% pada
tahun 2013 (Agustin,2014), pada 6 bulan terakhir sejak bulan Januari sampai
bulan Juni tahun 2017 jumlah kasus Diabetes Mellitus sebanyak 73 pasien.
Faktor resiko tinggi terjadinya Diabetes Mellitus antara lain dislipedemia,
hipertensi, stres, rokok, obesitas, kurang olahraga, usia, riwayat keluarga serta
kebiasaan makan yang tidak sehat (Amu, 2014). Diabetes Mellitus terjadi ketika
sel beta tidak dapat memproduksi insulin (DM tipe 1) atau memproduksi dalam
jumlah yang tidak cukup (DM tipe 2). Salah satu komplikasi kronik yang
biasanya ditemukan pada penderita DM adalah adanya ulkus pada kaki yang
2
3
sering disebut dengan kaki diabetik, ulkus pada kaki penderita diabetes
disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias, yaitu iskemi, neuropati, dan
infeksi. DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima
(hiperplasia membran basalis arteri) pembuluh darah besar dan kapiler, sehingga
aliran darah jaringan tepi ke kaki terganggu dan nekrosis yang mengakibatkan
ulkus diabetikum sehingga menimbulkan masalah gangguan integritas jaringan
kulit (Kartika, 2017).
Pengelolaan holistic ulkus/gangren diabetic membutuhkan kerjasama
multidisipliner. Perawatan ulkus diabetes pada dasarnya terdiri dari 3 komponen
utama yaitu debridement, pengurangan beban tekanan pada kaki, dan
penanganan infeksi. Bentuk pencegahan ulkus yang dapat dilakukan adalah
dengan perawatan kaki. Perawatan kaki merupakan aktivitas sehari-hari pasien
diabetes melitus yang terdiri dari memeriksa kondisi kaki setiap hari, menjaga
kebersihan kaki, memotong kuku, memilih alas kaki yang baik, pencegahan
cedera pada kaki. Perawatan kaki yang baik dapat mencegah dan mengurangi
komplikasi diabetik hingga 50% (American Diabetic Association, 2012).
Manajemen diabetes melitus meliputi edukasi, diit perencanaan makan, latihan
jasmani, intervensi farmakologis dan monitoring keton dan gula darah (Perkeni,
2011).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik mengambil studi kasus
dengan judul Asuhan keperawatan klien yang mengalami diabetes mellitus (kaki
diabetik) dengan gangguan kerusakan integritas jaringan kulit di Ruang Instalasi
Bedah Sentral RSUP Persahabatan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien yang mengalami diabetes
mellitus (kaki diabetik) dengan gangguan kerusakan integritas jaringan kulit?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami Diabetes
Melitus (kaki diabetik) dengan gangguan kerusakan integritas jaringan kulit di
Ruang Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUP Persahabatan.
3
4
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami Diabetes
Mellitus (kaki diabetik) dengan gangguan kerusakan integritas jaringan
kulit di Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUP Persahabatan.
b. Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien yang mengalami Diabetes
Mellitus (kaki diabetik) dengan gangguan kerusakan integritas jaringan
kulit di Instalasi Bedah Sentral RSUP Persahabatan.
c. Menyusun perencanaan keperawatan pada klien yang mengalami
Diabetes Mellitus (kaki diabetik) dengan gangguan kerusakan integritas
jaringan kulit di Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUP Persahabatan.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien yang mengalami
Diabetes Mellitus (kaki diabetik) dengan gangguan kerusakan integritas
jaringan kulit di Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUP Persahabatan.
e. Melakukan evaluasi pada klien yang mengalami Diabetes Mellitus (kaki
diabetik) dengan gangguan kerusakan integritas jaringan kulit di Ruang
Instalasi Bedah Sentral RSUP Persahabatan.
1.4 .Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambahkan ilmu
pengetahuan tentang asuhan keperawatan terutama pada klien yang
mengalami Diabetes Mellitus (kaki diabetik) dengan gangguan
kerusakan integritas jaringan kulit di Ruang Adenium RSD
dr.Soebandi Jember, sehingga penulis dapat memperkaya ilmu
keperawatan secara umum.
4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
6
7
5. Klasifikasi
Menurut Tarwoto (2012) klasifikasi dari Diabetes Mellitus antara lain:
1. Klasifikasi klinis
a. Diabetes mellitus
7
8
8
9
6. Komplikasi
Menurut Rendy (2012) komplikasi dari diabetes mellitus adalah
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Penyakit makrovaskuer : mengenai pembuluh darah besar, penyakit
jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah
kapiler) dan menyebabkan kematian.
c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil,
retinopati, nefropati
9
10
3. Jenis Debridement
a. Debridement Autolitik
10
11
11
12
a) Kerjanya cepat
b) Minimal atau tanpa kerusakan jaringan sehat dengan penggunaan
yang tepat.
3) Kerugian
a) Mahal
b) Penggunaan harus hati-hati hanya pada jaringan nekrotik.
c) Memerlukan balutan sekunder
d) Dapat terjadi inflamasi dan rasa tidak nyaman.
b. Debridement Mekanik
Dilakukan dengan menggunakan balutan seperti anyaman yang melekat
pada luka. Lapisan luar dari luka mengering dan melekat pada balutan
anyaman. Selama proses pengangkatan, jaringan yang melekat pada
anyaman akan diangkat. Beberapa dari jaringan tersebut non-viable,
sementara beberapa yang lain viable.
Debridement ini nonselektif karena tidak membedakan antara jaringan
sehat dan tidak sehat. Debridement mekanikal memerlukan ganti balutan
yang sering. Proses ini bermanfaat sebagai bentuk awal debridement atau
sebagai persiapan untuk pembedahan. Hidroterapi juga merupakan suatu
tipe debridement mekanik.Keuntungan dan risikonya masih diperdebatkan.
1) Indikasi
Luka dengan debris nekrotik moderat.
2) Keuntungan
Materialnya murah (misalnya tule)
3) Kerugian
a) Non-selective dan dapat menyebabkan trauma jaringan sehat atau
jaringan penyembuhan
b) Proses penyembuhan lambat
c) Nyeri
12
13
13
14
14
15
2. Pola Kebiasaan
a Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot
Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma
b Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut
Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung
c Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen
Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.
d Makanan/cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus
Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen
e Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang
f Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi
g Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum
Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasan
h Seksualitas
Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
i Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, hipertensi
3. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan pre operasi:
1) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
2) Nyeri akut berhubugan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
3) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren
pada daerah luka
15
16
16
17
4. Intervensi Keperawatan
DiagnosaKeperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil RencanaTindakan Rasional
Pre Operasi Setelah diberikan asuhan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Tanda-tanda vital dapat
Ansietas berhubungan keperawatan selama…x 24 jam menggambarkan kondisi
dengan kurang diharapkan masalah ansietas kecemasan yang dialami pasien
pengetahuan dengan pasien berkurang dengan 2. Bantu pasien untuk 2. Ekspresi yang dikeluarkan oleh
prosedur pembedahan Kriteria Hasil: mengekspresikan rasa pasien merupakam suatu
1) Pasien mengatakan kecemasan kecemasan pasien
kecemasannya berkurang 3. Jelaskan tentang prosedur 3. Penjelaskan yang diberikan
2) Pasien mampu mengenali pembedahan sesuai jenis operasi sebelum tindakan dilakukan
perasaan ansietasnya yang akan dilakukan sangat penting, sehingga
3) Pasien mampu mengurangi kecemasa pasien
mengidentifikasi penyebab 4. Beri lingkungan yang tenang 4. Kondisi lingkungan dapat
atau faktor yang dan suasana yang aman mengurangi kecemasan yang
mempengaruhi ansietas dialami pasien
4) Pasien koopertif terhadap
tindakan yang akan
dilakukan
5) Wajah pasien tampak rileks
Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Tanda-tanda vital dapat
17
18
Kerusakan integritas kulit Setelah diberikan asuhan 1. Observasi luka : perkembangan, 1. proses penyembuhan luka dapat
18
19
19
20
Risiko infeksi area Setelah diberikan asuhan 1. Kaji tanda-tanda infeksi 1. Tanda-tanda infeksi seperti
pembedaahan keperawatan selama …x 24 jam kemerahan, bengkak, panas, dan
berhubungan dengan diharapkan masalah risiko penurunan fungsi harus di kaji
adanya luka debridement infeksi area pembedahan tidak 2. Pertahankan teknik aseptif 2. Teknik aseptif merupakan yang
terjadi dengan paling penting dilakukan dalam
Kriteria Hasil: melakukan tindakan untuk
1) Pasien bebas dari tanda mencegah terjadinya infeksi
gejala infeksi 3. Lakukan cuci tangan sebelum 3. Cuci tangan encegah penyebaran
2) Menunjukkan kemampuan dan sesudah tindakan infeksi
untuk mencegah timbulnya keperawatan
infeksi. 4. Gunakan teknik gauning dengan 4. Teknik gauning yang benar dapat
benar mencegah penularan infeksi
3) Jumlah lekosit dlam batas 5. Lakukan desinfeksi pada area 5. Desinfeksi teknik pembersihan
20
21
21
22
DAFTAR PUSTAKA
22
23
Lebrun E, Tomic-Canic M, Kirsner RS. (2010). The Role of Surgical Debridement in Healing of Diabetic Foot Ulcers. Wound
Repai and Regeneration.
Alexiadou K, Doupis J. (2012). Management of Diabetic Foot Ulcers. Diabetes Ther.
Brunner and Sudarth.(2001). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC.
Riyadi, Sujono. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
NANDA.(2018). Diagnosis Keperawatan (Edisi 11). Jakarta: EGC
23
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama yang penulis lakukan di dalam proses
perawatan. Pengkajian ini melalui pengkajian pola fungsional menurut Gordon,
pemeriksaan fisik dengan metode head to toe, dan pengumpulan informasi atau
data – data ini diperoleh dari wawancara dengan pasien, keluarga pasien,
melakukan observasi, catatan keperawatan, dan pemeriksaan fisik.
Menurut NANDA (2012 - 2014) tanda gejala yang dapat muncul pada
pasien Ulkus Diabetes Melitus yaitu pola eliminasi terutama pada pola BAK
malam hari lebih sering, gula darah di atas normal dengan rentan normal (80 –
100 g/ dL), terdapat perlukaan, panjang x lebar x kedalaman luka tersebut, terjadi
infeksi atau tidak. Berdasarkan hal tersebut penulismelakukan pengkajian tidak
berbeda jauh jika dibandingkan dengan tinjauan teori yang ada. Hanya saja saat
dilakukan pengkajian pola BAK pasien sudah mulai normal dan maksimal hanya
satu kali terbangun untuk BAK pada malam hari.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu keputusan klinik yang diberikan
kepada pasien mengenai respon individu untuk menjaga penurunan kesehatan,
status, dan mencegah serta merubah. (NANDA,2011). Berdasarkan hal tersebut
penulis dalam kasus asuhan keperawatan pada pasien dengan post debridement
ulkus diabetes melitus menegakkan sebanyak tiga diagnosa dan ada dua diagnose
yang tidak penulis tegakkan.
1. Diagnosa yang muncul
Berdasarkan data pengkajian yang diperoleh, penulis menegakkan diagnosa
yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan. Menurut
NANDA (2013), nyeri akut merupakan sensasi dan pengalaman yang tidak
menyenangkan serta muncul secara aktual maupun potensial terhadap kerusakan
jaringan, dengan rentang waktu nyeri kurang lebih setengah tahun dengan skala
yang berbeda –beda. Penulis menegakkan diagnosa ini karena pasien post
debridement hari pertama dengan skala nyeri 5 (0 - 10).
Diagnosa kedua yang muncul yaitu kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan post debridement ulkus dm. kerusakan integritas kulit merupakan
kerusakan yang terjadi pada jaringan kulit dan dapat meningkat dari epidermis
sampai jaringan subkutan jika tidak dilakukan perawatan secara multidisiplin
(Sunaryo, 2011). Alasan penulis menegakkan kerusakan integritas kulit ini
karena tindakan debridement dilakukan dengan pengangkatan jaringan mati pada
luka ulkus dan otomasi dilakukan berupa sayatan untuk menghilangkan bagian
jaringan mati tersebut dan hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh
Sunaryo, 2011.
Diagnosa ketiga yang muncul pada pasien yaitu resiko infeksi berhubungan
dengan post debridement ulkus diabetes melitus. Infeksi merupakan salah satu
penyulit pembedahan yang sering ditemui dalam praktek setiap waktu, diamana
infeksi luka dapat terbatas, menyebar atau sepsis, pada insisi pembedahan.
Diagnosa ketiga ini penulis munculkan karena pasien post debridement hari
pertama dan luka ulkus yang rentang dengan bakteri patologi yang mampu
menyebabkan timbulnya infeksi. (Dexa Media, 2007).
Berdasarkan hal di atas ,diagnosa yang muncul ada tiga dan untuk diagnosa
kedua dan ketiga overlap, dimana hanya memerlukan dignosa yang ketigasaja
karena ketia diagnose ketiga yaitu resiko infeksi berhubungan dengan post
debridement ulkus dm teratasi maka diagnose kedua yang merupakan kerusakan
integritas kulit juga akan teratasi, seharusnya diagnosa yang perlu muncul adalah
kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai penyakit
kronis yang diderita. Karena hal ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan
kepada pasien supaya mengetahui tanda gejala infesi, keterbukaan dalam
mendapatkan perawatan, dan lain sbagainnya. Namun penulis tidak
memunculkan diagnosa ini dikarenakan data – data yang tidak begitu kuat untuk
menegakkan diagnosa ini.
2. Diagnosa yang tidak muncul
Pada kasus pasien post debridement ulkus diabetes melitus, penulis tidak
memunculkan diagnosa sesuai dengan tinjauan teori dikarenakan data yang
diperoleh tidak menunjukkan adanya tanda – tanda yang mendukung diagnosa
ini dimunculkan. Diagnose yang tidak muncul pada kasus ini antara lain :
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri akut pada kaki .
Mobilitas fisik merupakan kemampuan seorang individu dalam menjalani
aktifitas secara maksimal atau keterbatasan pergerakan fisik secara mandiri
oleh sesorang (Carpenito, 2006). Diagnosa ini tidak penulis tegakkan karena
pasien mampu melakukan aktifitas secara normal, mampu berjalan, duduk,
bangun dari tempat tidur secara mandiri terkadang juga dibantu keluarga
untuk memegangi saja.
b. Diagnosa kedua yang tidak penulis munculkan yaitu ketidakstabilan kadar
glukosa dalam darah berhubungan dengan penurunan berat badan (Nanda,
2013). Ketidakstabilan glukosa dalam darah merupakan kenaikan glukosa
dalam darah karena glukosa tidak mampu masuk kedalam sel jadi
mengganggu kestabilan kadar glukosa dalam darah. Untuk mengatasi
ketidakstabilan glukosa dalam darah penulis memberikan terapi insulin
Novorapid. Dalam pemeberian terapi insulin Novorapid harus diperhatikan
5 benarpmberian obat antara lain ; benar obat, benar dosis, benar pasien,
benar waktu, benar
c. Perencanaan
Menurut UU perawat No. 38 Th. 2014, perencanaan merupakan semua
rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang
diberikan kepada pasien.
Perencanaan menurut Nanda (2013) pada kasus asuhan debridement
ulkus diabetes melitus dilakukan perdiagnosa. Diagnosa yang pertama yaitu
Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan. Perencanaan yang dilakukan
untuk diagnosa pertama ini yaitu mempertahankan tirah baring dan posisi
nyaman, mengkaji nyeri dengan metode PQRST, mengajarkan teknik relaksasi
nafas dalam untuk mengurangi nyeri, memonitor tanda – tanda vital untuk
mengetahui perkembangan kesehatan pasien, melakukan kolaborasi pemberian
analgetik untuk mengurangi nyeri. Berdasarkan perencanaan tersebut penulis
juga melakukan perencanaan yang tidak jauh berbeda dengan tinjauan teori yang
tersebut.
Diagnosa kedua, dalam perencaannya menurut Nanda (2013) adalah
menganjurkan pasien memakai pakaian longgar ntuk mencegah udara supaya
tidak lembab, menghindari kerutan di tempat tidur, menjaga kebersihan kulit,
dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut penulis melakukan perencanaan dalam
diagnosa ini juga sesuai karena untuk memaksimalkan asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien.
Perencaanaan untuk diagnosa terakhir yaitu resiko infeksi berhubungan
dengan post debridement ulkus diabetes melitu meliputi perawatan luka secara
streril, melakukan pemberian terapi untuk mencegah infeksi, mengobservasi
pasien bebas dari tanda gejala infeksi, serta mnunjukkan perilaku hidup sehat
dimana semua perencanaan tersebut terdapat pada Nanda (2013), dan penulis
melakukannya sesuai dengan anjuran.
Dari ketiga perencanaan keperawatan untuk tiga diagnosa yang
ditegakkan, penulis melakukan perencanaan yang tidak jauh beda dari masing –
masing diagnosa. Dimana dari masing diagnose mempunyai kriteria hasil yang
berbeda – beda. (Sunaryo, 2011).
d. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan suatu perwujudan dari perencanaan yang sudah
disusun pada tahap perencanaan sebelumnya (Nanda 2012). Berdasarkan hal
tersebut penulis dalam mengelola pasien dalam implementasi dengan masing –
masing diagnosa.
Agustin, M.T. (2014). Asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh pada pasien dengan diabetes mellitus. Prodi DIII keperawatan
Akademi kesehatan Rustida. Karya Tulis Ilmiah. Tidak dipublikasikan
Betteng, R., Pangemanan. D., & Mayulu. N. (2014). Analisis faktor resiko peenyebab
terjadinya diabetes mellitus tipe 2 pada wanita usia produktif di puskesmas
wwawonasa. Jurnal e-biomedik, 2(2), 404-412
Gustaviani, Reno. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Hidayat A.A. (2007) Metode penelitian kebidanan teknik analisis data. Jakarta:
Salemba medika
Kowalak. (2011). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta Pusat: Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Kuncoro, Benyamin Makes. (2010). Buku Ajar Patologi II (Khusus) Edisi I. Jakarta:
Sagung Seto
Maryunani, A. (2013). Perawatan luka modern praktis pada wanita dengan luka
diabets. Jakarta: CV.Trans Info Media
Nugroho, P.,dkk. (2015). Pengaruh depresi terhadap perbaikan infeksi ulkus kaki
diabetik. Jurnal penyakit dalam indonesia, 4(2), 212-216
Nurarif. (2012). Hidup secara mandiri dengan diabetes mellitus. Jakarta: FKUI
Perdana, A.A, Ichsan, B, & Rosyidaah, D.U. Agustus (2013). Hubungan tingkat
pengetahuan tentang penyakit DM dengan pengendalian kadar glukosa darah pada
pasien DM tipe 2 di RSU PICU Muhammadiyah Surakarta. Jurnal biomedika,
2(5), 17-21
Purwandari, H. (2014). Hubungan obesitas dengan kaadar gula darah pada karyawan
di RS tingkat Madiun. Jurnal, 25(1), 65-72
Salindeho, A., Mulyadi.,& Rottie. J. (2016). Pengaruh senam DM terhadap kadar gula
darah penderita DM tipe 2 di sanggaar senam persadia kabupaten gorontalo.
Ejournal keperawataan, 1(4), 1-7
SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia. Edisi 1. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Sudaryanto, dkk. (2014). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudoyo, Aru W. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Suyono, Slamet. (2008). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat: Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Wilkinson, J.M, & Ahern, N.R. (2015). Buku saku diagnosis keperawatan. Edisi 9.
Jakarta : EGC