Anda di halaman 1dari 37

PENGARUH PERAWATAN LUKA MODERN DRESSING TERHADAP

KUALITAS HIDUP PASIEN ULKUS DIABETIKUM


DI SURABAYA
PROPOSAL

Diajukan Oleh:
EKA ROZIKA

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan sindrom klinis kelainan metabolik,

ditandai dengan adanya peningkatan kadar gula darah yang disebabkan oleh

defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Insulin adalah

hormon penting yang diproduksi di pankreas dan mengangkut glukosa dari

aliran darah ke sel-sel tubuh tempat glukosa diubah menjadi energi (Aceh

Endocrinology & Diabetes Update, 2019).

Menurut Journal of Health Science and Prevention 2020, World

Health Organization (WHO) memprediksikan kenaikan jumlah penyakit

Diabetes melitus di Indonesia sekitar 21,3 juta pada tahun 2030, tingginya

angka tersebut menjadikan Indonesia menempati urutan ke empat, Prevelensi

diabetes melitus di Indonesia tahun 2018 sebanyak 8,5%. Di Provinsi Jawa

Timur mengalami kenaikan sebesar 8,4% pada tahun 2013 dan pada tahun

2018 menjadi 22,37%. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi

penderita ulkus diabetik di Indonesia sekitar 15% dengan risiko amputasi

sebesar 30%, angka mortalitas 32% dan ulkus diabetik merupakan penyebab

terbesar perawatan di rumah sakit yakni sebanyak 80%.

Penatalaksanaan yang tidak adekuat dan kurangnya pengetahuan

terhadap diabetes mellitus yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi,

dapat berupa komplikasi jangka pendek dan komplikasi jangka panjang.

Defek vaskular yang disebabkan oleh diabetes melitus yang dapat


menyebabkan ketidakseimbangan sirkulasi dalam darah, hal ini akan

meningkatkan kejadian ulkus kaki diabetes. Ulkus kaki diabetik dapat

didefinisikan sebagai infeksi, ulserasi dan atau penghancuran jaringan yang

berhubungan dengan kelainan neurologis dan berbagai penyakit pembuluh

darah perifer di tungkai bawah (Aceh Endocrinology & Diabetes Update,

2019).

Diabetes melitus menyebabkan berbagai komplikasi yang dibagi

menjadi dua, yaitu: mikrovaskuler dan makrovaskuler, sebanyak 1.785 orang

diabetes melitus di Indonesia dengan komplikasi meliputi 16% orang

komplikasi makrovaskuler, dan 27,6% komplikasi mikrovaskuler, sedangkan

angka kejadian neuropati diabetik termasuk komplikasi mikrovaskuler

sebanyak 63,5% (Yuhelma et al., 2015).

Neuropati diabetik adalah gangguan aktivitas saraf di seluruh tubuh

yang dapat mengubah fungsi otonom, motorik dan sensorik. Neuropati perifer

yaitu bentuk paling umum dari neuropati diabetes yang mempengaruhi distal

saraf tungkai, terutama kaki. Ini terutama mengubah fungsi sensorik secara

simetris dan menyebabkan perasaan tidak normal, mati rasa progresif yang

menyebabkan pengembangan borok (ulkus kaki diabetik) karena trauma

eksternal dan atau distribusi tekanan pada telapak kaki yang tidak normal

(Aceh Endocrinology & Diabetes Update, 2019).

Kerusakan jaringan yang terjadi pada ulkus kaki diabetik diakibatkan

oleh neuropati, akn tetapi tidak secara langsung menyebabkan ulkus kaki

diabetik, namun diawali dengan mekanisme penurunan sensasi nyeri,

perubahan bentuk kaki, atrofi otot kaki, pembentukan kalus, penurunan aliran
darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan (Smeltzer & Bare.

2015). Perbaikan perfusi jaringan dapat membuat kebutuhan oksigen dan

nutrisi diarea luka terpenuhi sehingga dapat membantu proses penyembuhan

luka (Gitarja, 2008).

Pada ulkus diabetik, perbaikan perfusi diperlukan karena sangat

membantu dalam pengangkutan oksigen dan darah ke jaringan yang rusak.

Bila perfusi perifer pada luka tersebut baik maka semakin cepat proses

penyembuhan luka tersebut. Penyebaran oksigen yang adekuat ke seluruh

lapisan sel merupakan unsur terpenting dalam proses penyembuhan luka

(Smletzer & Bare. 2015).

Perfusi yang adekuat dengan adanya waktu pengisian kapiler

(capillary refill time/CRT) dan juga saturasi oksigen yang normal. Perawat

memiliki peran penting dalam perbaikan ulkus diabetik. peran perawat adalah

melakukan perawatan luka serta melakukan pengkajian dan penilaian

terhadap perfusi jaringan luka(Gitarja. 2008). Tekhnik perawatan luka telah

banyak mengalami perkembangan, perawatan luka telah menggunakan

balutan yang lebih modern. Prinsip dari menejemen perawatan luka modern

adalah mempertahankan dan menjaga lingkungan luka tetap lembab untuk

memperbaiki proses penyembuhan luka, mempertahankan kehilangan cairan

jaringan dan kematian sel (Ismail. 2009).

Perawatan luka modern ini menggunakan balutan dengan kesesuaian

terhadap warna dasar luka, eksudat, dan ada tidaknya infeksi. Balutan yang

digunakan dapat bertahan lebih lama dalam menjaga kelembaban sekitar luka

sehingga meminimalkan penggantikan balutan dan biaya yang dikeluarkan


(Arisanty. 2013). Ulkus diabetikum dapat dikarenakan sifat luka yang kronik

sehingga dapat berdampak pada pengobatan dan terapi yang sedang dijalani

(Rahmat, 2010).

Menurut Mandagi (2010), faktor-faktor yang berhubungan dengan

kualitas hidup pada pasien DM diantaranya adalah usia, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, status pernikahan, lama menderita,

dan komplikasi DM. Ningtyas (2013), menyebutkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara komplikasi DM dengan kualitas hidup.

Diketahui sebagian besar komplikasi responden adalah gangguan kulit

(Ganggren, Ukus, dan gatal-gatal) Neuropati (6,67%), Pada penelitian lain

yang dilakukan oleh Utami (2014), sebanyak 9 responden dari total 16

responden memiliki komplikasi ulkus diabetikum. Dari 9 responden tersebut

memiliki kualitas hidup yang rendah (81,8%). Kualitas hidup juga penting

diketahui agar dapat menjadi arahan atau patokan dalam menentukan

intervensi yang sesuai dengan keadaan pasien (Yudianto, 2010).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil studi kasus

dengan judul Pengaruh Perawatan Luka Modern Dressing Terhadap Kualitas

Hidup Pasien Dengan Ulkus Diabetikum di Surabaya.

1.1 Perumusan Masalah


Bagaimana pengaruh perawatan luka modern dressing terhadap kualitas
hiidup pasien ulkus diabetikum di Surabya?
1.2 Tujuan Penulisan

1.3.1. Tujuan umum

Menganalisis pengaruh perawatan luka modern dressing terhadap

kualitas hidup pasien ulkus diabetikum di Surabaya.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Menganalisis pengaruh perawatan modern dressing terhadap


penigkatan kualitas hidup pasien ulkus kaki diabetikum
2. Menganalisis pengaruh pemberian perawatan luka modern
dressing terhadap kualitas hidup pasien ulkus diabetikum
3. Menganalisis klompok intervensi pemberian perawatan luka
modern dressing terhadap kualitas hidup pasien ulkus kaki
diabetikum

1.3 Manfaat Penulisan


Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat
untuk mengatasi masalah ulkus kaki diabetik pada penderita diabetes melitus
antara lain:.
1. Manfaat pelayanan keperawatan dan kesehatan
Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi
bidang keperawatan dan pelayanan kesehatan di Rumah sakit terkait
intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan
masalah ulkus kaki diabetik pada penderita diabetes melitus.
2. Manfaat Keilmuan
Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi bidang
pendidikan keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah maupun
bagi peneliti selanjutnya. Bagi pendidikan hasil laporan ini dapat dijadikan
sebagai data dasar untuk pengembangan ilmu mengenai intervensi
keperawatan pada diabetes melitus yang mengalami ulkus diabetikum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Diabetes Melitus


2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas


tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah,
atau glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif
menggunakan insulin yang dihasilkan (World Health Organization,
2016).

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang


mengakibatkan peningkatan kadar glukosa dalam darah dikarenakan
tubuh tidak dapat menghasilkan cukup insulin atau tidak dapat
menggunakan insulin secara efektif (International Diabetes
Federation, 2017).

Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolik yang


ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia)
akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya
(Brunner & Suddarth, 2015).

2.1.2 Penyebab Diabetes Melitus

Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati,

neuropati, dan infeksi. Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot

tungkai sehingga mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi

kaki. Angiopati akan mengganggu peredaran darah ke kaki, penderita

dapat merasa nyeri tungkai pada saat berjalan atau sesudah berjalan

dengan jarak tertentu. Infeksi merupakan komplikasi akibat

berkurangnya aliran darah atau neuropati. Ulkus kaki diabetik bisa


menjadi gangren kaki diabetik. Penyebab timbulnya gangren pada

penderita DM adalah bakteri anaerob, yang tersering Clostridium.

Bakteri ini akan menghasilkan gas, yang disebut dengan gas gangren

(Kartika, 2017).

Identifikasi faktor risiko penting, biasanya diabetes lebih dari

10 tahun mengakibatkan, kontrol gula darah buruk, ada komplikasi

kardiovaskuler, retina, dan ginjal. Hal-hal yang meningkatkan resiko

antara lain neuropati perifer dengan hilangnya sensasi protektif,

perubahan biomekanik, peningkatan tekanan pada kaki. Penyakit

vaskular perifer (penurunan pulsasi arteri dorsalis pedis), riwayat

ulkus atau amputasi (Kartika, 2017).

2.1.3 Tanda dan Gejala Diabetes Melitus


Menurut Brunner & Suddarth (2015) manifestasi klinis DM antara

lain:

1. Poliuri , polidipsi, dan polifagia

2. Keletihan dan kelemahan, perubahan pandangan secara mendadak,

sensasi kesemutan atau kebas di tangan atau kaki, kulit kering, lesi

kulit atau luka yang lambat sembuh, atau infeksi berulang

3. Awitan diabetes tipe 1 dapat disertai dengan penurunan berat badan

mendadak, mual muntah dan nyeri ulu hati.

4. Diabetes tipe 2 disebabkan oleh intoleransi glukosa yang progresif

dan berlangsung perlahan (bertahun-tahun) dan mengakibatkan

komplikasi jangka panjang apabila diabetes tidak terdeteksi selama

bertahun-tahun (menyebabkan, penyakit mata, neuropati perifer,

penyakit vaskuler perifer).


5. Tanda dan gejala ketoasidosis diabetes (DKA) mencakup nyeri

abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, dan nafas berbau keton.

DKA yang tidak tertangani dapat menyebabkan perubahan tingkat

kesadaran, koma dan kematian.

2.1.4 Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut Tarwoto & Wartonah (2012) klasifikasi dari Diabetes

Mellitus antara lain:

1. Klasifikasi klinis

a. Diabetes mellitus

1) Tipe tergantung insulin (DM Tipe 1): IDDM (insulin-dependent

diabetes mellitus)

Diabetes tipe 1 disebabkan karena kerusakan sel beta pankreas

yang menghasilkan insulin. Ketidakmampuan sel beta

menghasilkan insulin mengakibatkan glukosa yang berasal

makanan dan tidak dapat disimpan dalam hati dan tetap berada

dalam darah sehingga menimbulkan hiperglikemia.

2) Tipe tidak tergantung insulin (DM Tipe 2): NIDDM (non-insulin-

dependent diabetes mellitus)

DM tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin

(resistensi insulin) atau akibat penurunan produksi insulin.

Normalnya insulin terikat oleh reseptor khusus pada permukaan sel

dan mulai terjadi rangkaian reaksi termasuk metabolisme glukosa.

Pada diabetes tipe 2 reaksi dalam sel kurang efektif karena

kurangnya insulin yang berperan dalam menstimulasi glukosa


masuk ke jaringan dan pengaturan pelepasan glukosa di hati.

Adanya insulin juga dapat mencegah pemecahan lemak yang

menghasilkan badan keton.

b. Diabetes karena malnutrisi

Golongan diabetes ini terjadi akibat malnutrisi, biasanya pada

penduduk yang miskin. Diabetes tipe ini dapat ditegakkan jika

ada gejala dari 3 gejala yang mungkin yaitu: adanya gejala

malnutrisi seperti badan kurus, berat badan kurang dari 80% berat

badan ideal, adanya tanda-tanda malabsorbsi makanan, usia antara

15-40 tahun, memerlukan insulin untuk regulasi DM dan

menaikkan berat badan, nyeri perut berulang.

c. Diabetes mellitus gestasional (Diabetes kehamilan)

Diabetes mellitus gestasional yaitu DM yang terjadi pada masa

kehamilan, dapat didiagnosa dengan menggunakan test toleran

glukosa, terjadi pada kira-kira 24 minggu kehamilan. Individu

dengan DM gestasional 25% akan berkembang menjadi DM.

2. Klasifikasi risiko statistik

Klasifikasi risiko statistik menurut Rendy (2012) antara lain:

a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa

b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

c. Pada diabetes mellitus tipe 1 sel-sel β pankreas yang secara

normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses

autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan

untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes melitus


tipe 1 ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi

pada usia 30 tahun.

d. Diabetes melitus tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas

terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan

jumlah produksi insulin.

2.1.5 Patofisiologi Diabetes Melitus

Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan


mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10%
menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada
diabetes mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat
defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan proses
metabolisme yang terjadi menjadi terganggu. Keadaan ini
menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi
darah sehingga terjadi hiperglikemia (Rendy, 2012).

Penyakit diabetes mellitus disebabkan oleh karena gagalnya


hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat
diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan
terjadi hiperglikemia. Saat kadar glukosa darah meningkat, jumlah
yang difiltrasi oleh glomerulus ginjal melampaui kemampuan tubulus
untuk melakukan reabsorpsi glukosa. Akibatnya terjadi ekskresi
glukosa dalam urine yang disebut glukosuria. Kandungan glukosa
yang tinggi juga menimbulkan tekanan osmotik yang tinggi secara
abnormal dalam filtrat ginjal sehingga terjadi diuresis osmotik, yang
menyebabkan ekskresi air dan elektrolit secara berlebihan.

Produksi insulin yang kurang juga dapat menyebabkan


menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan
makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam
tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak
makan yang disebut polyphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar
maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan
keasaman darah meningkat atau asidosis (Casanova, 2014).

Penderita diabetes juga menderita kelainan vaskular berupa


iskemik. Hal ini disebabkan proses makroangiopati dan menurunnya
sirkulasi jaringan yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut
nadi arteri dorsalis pedis, arteri tibialis, dan arteri poplitea;
menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang
biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai (Kartika, 2017).
2.1.6 Pathway Diabetes Melitus

Gambaran 2.1 DM menurut Rendy (2014); Krtika (2017)


Factor genetic, imunologi, factor lingkungan

Perubahan fisiologis pankreas

Sel beta pangkreas rusak

Defisiensi insulin

Metabolism karbohidrat, lemak dan protein


terganggu

lemak
karbohidrat protein

Lipolysis meningkat
lipolysis meningkat
Glikolisis menurun Anabolisme protein
Glukogenelisis menurun
meningkat

Sisa proten menurun


Simpanan
lemak menurun
hiperglikemia
Leukosit menurun
BB menurun
Gula darah tidak
dapat diserap tubuh
Sel tubuh Kekebalan tubuh menurun
kekurangan nutrisi

Melebihi batas
Resiko infeksi b/d
ambang ginjal
trauma pada
Nutrisi kurang jaringan
dari kebutuhan
Glukosuria b/d gangguan
diuresis osmotik keseimbangan Lemak bebas
insulin meningkat
poliuria

Gula terbawa Pembentukan


bersama urin badan keton
Kekurangan
volume cairan
elektrolit berlebih
Merangsang Ketoasidosis
Kekurangan diabetikum
volume ciran hipotalamus
elektrolit b/d
gejala polyuria
dan dehidrasi
Sel kekurangan Badan keton
bahan untuk meningkat
metabolisme
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Kadar glukosa darah
Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)

Kadar gula darah sewaktu DM Belum pasti DM

Plasma vena >200 100-200

Darah kapiler >200 80-100

Sumber : Kapita Selekta Kedokteran FKUI (2008)

Tabel 2.2 Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)


Kadar gula darah puasa DM Belum pasti DM

plasma vena >120 110-120

Darah kapiler >110 90-110

Sumber : Kapita Selekta Kedokteran FKUI (2008)

b. Kriteria diagnostik who untuk diabetes melitus pada sedikitnya 2


kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl(11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl(7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma yang diambil dari 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gram karbohidrat (2 jam post prandial
(pp)>200 mg/dl)
c. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostik,
tes pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.
d. Tes saring
Tes saring pada DM adalah:
1. GDP, GDS
2. Tes glukosa urin:
a) Tes konvensional (metode reduksi/benedict)
b) Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase)
e. Tes diagnostic
Tes diagnostik pada DM adalah:GDP, GDS, GD2PP(glukosa darah
2 jam post prandial), glukosa jam ke-2 TTGO
f. Tes monitoring terapi
Tes-tes monitoring tarapi DM adalah:
1. GDP: plasma vena, darah kapiler
2. GD2PP: plasma vena
3. A1c: darah vena, darah kapiler
g. Tes untuk mendeteksi komplikasi
Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah:
1. Mikroalbuminuria : urin
2. Ureum, kreatinin, asam urat
3. Kolesterol total : plasma vena (puasa)
4. Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
5. Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
6. Trigliserida : plasma vena (puasa)
2.1.8 Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di
Indonesia 2011, penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan
pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis,
latihan jasmani dan intervensi farmakologis (Ndraha, 2014).
a. Edukasi
Tujuan dari edukasi diabetes yaitu memberikan dukungan pada
pasien diabetes untuk mengerti perjalanan alamiah penyakitnya dan
pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan komplikasi yang
mungkin timbul secara dini saat masih reversible, ketaatan perilaku
pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan
perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan.
b. Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada pasien diabetes seperti makanan
yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing
individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis
dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri
dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%- 25%, protein 10%-20%,
Natrium kurang dari 3 g, dan diet cukup serat sekitar 25 g/hari.
c. Latihan Fisik
Latihan fisik secara teratur 3-4 kali seminggu, masing- masing
selama kurang lebih 30 menit. Latihan fisik dianjurkan yang
bersifat aerobik seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan
berenang. Latihan fisik selain dapat menjaga kebugaran, juga dapat
menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitivitas insulin.
d. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologi diberikan dengan peningkatan pengetahuan
pasien, pengaturan makanan, dan latihan fisik.
Terapi farmakologi diberikan melalui dua cara peroral dan
parenteral yaitu:
1. Obat hiperglikemia oral (OHO)
2. Meningkatkan sekresi insulin: Sulfonilurea dan glinid
3. Meningkatkan sensitivitas insulin : biguanid dan
tiazolidinedionas
4. Penghambat gluconeogenesis biguanid (metformin)
5. Menghambat glukosid alfa : acarbose
6. Insulin
2.1.9 Komplikasi Diabetes Melitus

Menurut Rendy (2012) komplikasi dari diabetes mellitus adalah

1. Akut

a. Hipoglikemia dan hiperglikemia


b. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar,

penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit

pembuluh darah kapiler) dan menyebabkan kematian.

c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil,

retinopati, nefropati

d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstremitas),

saraf otonom berpengaruh pada gastrointestinal,

kardiovaskuler

2. Komplikasi menahun diabetes melitus

a. Neuropati diabetik

b. Retinopati diabetik

c. Nefropati diabetik

d. Proteinuria

e. Kelainan koroner

f. Ulkus/gangren

2.2 Konsep Ulkus Kaki Diabetik


2.2.1 Pengertian Ulkus Kaki Diabetik
Ulkus kaki diabetik adalah luka yang terjadi karena adanya
kerusakan syaraf, kerusakan pembuluh darah dan adanya infeksi. Bila
infeksi tidak diatasi dengan baik, hal ini dapat berlanjut menjadi
pembusukan bahkan mengakibatkan amputasi (Wijaya dan Putri,
2013).
Ulkus diabetikum adalah salah satu komplikasi jangka panjang
dari diabetes melitus yang sering terjadi. Ulkus diabetikum terjadi
karena adanya hiperglikemia pada pasien diabetes melitus yang
kemudian menyebabkan kelainan neuropati dan pembuluh darah.
Kelainan neuropati mengakibatkan berbagai perubahan kulit serta
otot, kemudian menyebabkan terjadi perubahan distribusi tekanan
pada telapak kaki sehingga mempermudah terjadinya ulkus. Adanya
risiko ulkus yang terinfeksi, maka kemungkinan untuk amputasi
menjadi lebih besar (Akbar et.al., 2014).
2.2.2 Tanda dan Gejala Ulkus Kaki Diabetik
Gangren diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga gangren panas
karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa
hangat oleh peradangan , dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian
distal. Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki sedangkan
secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5P,
yaitu :
1. Pain (nyeri)
2. Planess (kepucatan)
3. Paresthesia (parestesia dan kesemutan)
4. Pulselessness (denyut nadi hilang )
5. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut
pola dari fontaine (Rendy, 2014).
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermitten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istirahat
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus) .
2.2.3 Penyebab Ulkus Kaki Diabetik
Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya ulkus kaki diabetic
dibagi menjadi dua faktor , faktor instrogen dan ekstrogen:
1. Faktor endogen: faktor genetic, metablik, angiopati diabetik,

neuropati diabetik.

2. Faktor eksogen : trauma, infeksi, obat.

Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus kaki

diabetik adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Terdapat

neuropati perifer yang dapat menyebabkan hilang atau


menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga dapat mengalami

trauma yang tidak dirasakan dan mengakibatkan terjadinya ulkus

pada kaki, gangguan motorik juga bisa mengakibatkan terjadinya

atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu ulserasi pada

kaki klien. Apabila terjadi penyumbatan pada pembuluh darah

yang lebih besar maka penderita akan merasakan sakit di tungkai

saat atau sesudah berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati

tersebut menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi,

oksigen serta antibiotik sehingga dapat mengakibatkan terjadinya

luka yang sukar sembuh (Wijaya, Putri, 2013).

2.2.4 Klasifikasi Ulkus Kaki Diabetik


Menurut Jain (2012) Klasifikasi Wagner-Meggit menjadi sistem
penilaian yang paling banyak digunakan secara universal untuk lesi
pada ulkus kaki diabetik. Sistem penilaian lesi ini memiliki enam
kelas penilaian. Empat kelas pertama (Kelas 0,1,2, dan 3) didasarkan
kedalaman pada fisik lesi dan jaringan lunak kaki. Dua nilai terakhir
(kelas 4 dan 5) didasarkan tingkat gangren dan perfusi yang hilang.
Kelas 4 mengacu pada gangren kaki parsial dan kelas 5 mengacu pada
gangren keseluruhan. Luka superfisial yang terinfeksi atau di vaskular
tidak dapat diklasifikasikan oleh sistem ini. Klasifikasi ini terbatas
untuk identifikasi serta menggambarkan penyakit vaskular sebagai
faktor risiko independen.
a. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan

kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki :

b. Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit.

c. Derajat II : abses dalam, dengan atau tanpa osteomyelitis

d. Derajat III : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan
atau tanpa selulitis.

e. Derajat IV : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Gambar 2.2 Klasifikasi Ulkus Kaki Diabetik

Sedangkan menurut Wijaya & Putri, 2017 membagi

gangren kaki menjadi dua golongan : Kaki diabetik akibat

iskemia (KDI). Disebabkan penurunan aliran darah tungkai

akibat adanya angiopati (aterosklerosis) pada pembuluh darah

besar di tungkai, terutama di daerah betis. Gambaran klinis :

a. Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat

b. Pada perabaan terasa dingin

c. Pulsasi pembuluh darah kurang kuat

d. Didapatkan ulkus sampai gangren

e. Kaki diabetik akibat neuropati (KDN


2.2.5 Patofisiologi Ulkus Kaki Diabetik
Terjadinya masalah pada kaki diawali dengan hiperglikemia
pada penderita DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan
kelainan pada pembuluh darah. Neuropati sensorik maupun motorik
dan automatik yang mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan
otot dan menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada
telapak kaki, kemudian mempermudah terjadinya ulkus kaki. Adanya
kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah menyebar
menjadi infeksi yang luas. Ketidakefektifan aliran darah berpengaruh
pada perawatan ulkus kaki diabetes (Novico, 2017)
Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada
daerah kaki yang mengalami peningkatan pada kaki. Neuropati
sensorik perifer berulang yang mengakibatkan terjadinya kerusakan
jaringan area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus.
Terjadinya iskemia dan penyembuhan luka abnormal menghalangi
resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi di
daerah ini. Drainase yang tidak seimbang menimbulkan closed space
infection yang mengakibatkan sebagai konsekuensi sistem imun yang
abnormal, bakteri sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan
sekitarnya.
Penyakit neuropati dan vaskular merupakan faktor utama yang
mengakibatkan terjadinya luka. Luka yang terjadi pada pasien dengan
diabetik yang mempengaruhi saraf pada kaki biasanya dikenal dengan
neuropati perifer. Pada pasien dengan diabetik sering kali mengalami
gangguan pada sirkulasi. Gangguan sirkulasi yang berhubungan
dengan “peripheral vascular diseases”.efek sirkulasi inilah
menyebabkan kerusakan pada saraf. Hal ini terkait dengan diabetik
neuropati yang berdampak pada sistem saraf otonom, yang dapat
mengontrol fungsi oto-otot halus, kelenjar dan organ viseral.
Terjadinya gangguan pada saraf otonom dapat terjadinya
perubahan tonus otot menyebabkan abnormalnya aliran darah.
Dengan demikian kebutuhan akan nutrisi dan oksigen maupun
pemberian antibiotik tidak mencukupi atau tidak dapat mencapai
jaringan perifer, dan tidak memenuhi kebutuhan metabolisme pada
lokasi tersebut. Efek yang terjadi pada otonomik neuropati ini
menyebabkan kulit menjadi kering, anhidrosis, kulit menjadi rusak
dan resiko terjadinya gangren. Dampak lain adalah disebabkan oleh
neuropati perifer yang mempengaruhi saraf sensorik dan sistem motor
yang mengakibatkan hilangnya sensasi nyeri, tekanan dan perubahan
temperatur (Novico, 2017).
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah :
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun,
sehingga kulit kaki kering, pecah, kaki / jari (-), kalus, claw toe
ulkus tergantung saat ditemukan (0-5).
2) Palpasi
a) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal.
b) Oklusi arteri dingin, pulsasi (-)
c) Ulkus: kalus tebal dan keras
b. Pemeriksaan Vaskuler
Tas vaskuler non invasive : pengukuran oksigen transkutanneus,
ankle brachial index (ABI), absolute toe systolic pressure. ABI :
tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan.
c. Pemeriksaan radiologis : gas subkutan, benda asing, osteomielitis.
d. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeiksaan darah meliputi : GDS > 200 mg /dl, gula darah
puasa > 120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urin
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara benedict (reduksi). Hasil
dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau (+)
kuning (++), merah (+++), dan merah bata(++++).
3) Kultur Pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.

2.2.7 Penatalaksanaan Ulkus kaki Diabetik


a. Pengobatan

Pengobatan ulkus kaki diabetik sangat dipengaruhi oleh

derajat dan dalamnya ulkus, apabila ditemukan ulkus yang

dalam harus dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk

menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya debridement

yang akan dilakukan. Dari penatalaksanaan perawatan luka

diabetik ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain :

1. Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab


2. Mengurangi faktor resiko, misalnya olahraga secara rutin,
menggerakkan bagian ekstremitas
3. Mengoptimalisasi suasana lingkungan luka dan kondisi lembab
4. Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, kontrol diabetes
melitus dan kontrol faktor penyerta)
5. Meningkatkan edukasi klien dan keluarga.
b. Perawatan luka diabetik

1. Mencuci luka diabetik

Merupakan hal utama yang dapat meningkatkan,

memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka

serta menghindari kemungkinan terjadinya infeksi. Proses

pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan

nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisi balutan yang


digunakan dalam sisi metabolik tubuh pada permukaan

luka.Cairan yang digunakan dan teraman untuk mencuci

luka adalah yang non toksik pada proses penyembuhan luka

(misalnya naCl 0,9%)

2. Debridement

Debridement merupakan pembuangan jaringan

nekrosis atau slough pada luka. Debridement dilakukan

untuk menghindari terjadinya infeksi atau selulitis, karena

jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan adanya

peningkatan jumlah bakteri. Setelah di debridement, jumlah

bakteri akan menurun dengan sendirinya yang diikuti dengan

kemampuan tubuh secara efektif melawan infeksi

3. Terapi diabetes
Pemberian antibiotik per oral bersifat menghambat kuman
gram positif dan gram negatif. Apabila tidak dijumpai perbaikan
pada luka tersebut, maka terapi antibiotik dapat diberikan per
parenteral yang sesuai dengan kepekaan kuman.
4. Nutrisi
Nutrisi merupakan salah satu faktor penting berperan
dalam penyembuhan luka. Yaitu 60 % kalori karbohidrat, 20%
kalori protein.
5. Pemilihan jenis balutan
Tujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis
balutan yang dapat mempertahankan suasana lingkungan luka
keadaan lembab, mempercepat proses penyembuhan hingga 50
%. Absorbsi eksudat/cairan luka yang keluar, membuang
jaringan nekrosis / slough (support autolysis), kontrol rasa
sakit saat mengganti balutan menurunkan jumlah biaya dan
waktu perawatan. Jenis balutan : absorbent dressing,
hydroactive gel, hydrocoll. Untuk mencegah terjadinya ulkus
kaki diabetik dibutuhkan kerjasama antara dokter, perawat dan
penderita sehingga tindakan pencegahan, deteksi dini serta
terapi yang rasional bisa dilaksanakan dengan harapan biaya
yang besar, morbiditas penderita gangren dapat ditekan
serendah-rendahnya.
Upaya untuk pencegahan dapat dilakukan dengan cara edukasi
masing-masing profesi mempunyai peran yang saling
menunjang. (Wijaya dan Putri, 2013).

2.3 Konsep Modern Dressing


Metode perawatan luka modern dressing dalam beberapa
literature mengatakan dengan menggunakan prinsip ini akan lebih efektif
untuk proses penyembuhan luka bula dibandikan dengan metode
komvensional. Perkembangan pengetahuan tentang modern dressing dalam
perawatan luka ulkus diabetikum yang berdampak pada kebutuhan
peningkatan kualitas peningkatan kemampuan dan keterampilan didunia
kesehatan (Bryan,2000).
Perawatan luka modrn dressing menggunakan system
perawatan yang lembab pada pemilihan jenis dressing, untuk mempercepat
penyembuhan luka dengan memfasilitasi luka untuk melakukan pemulihan
jaringan melalui granulasi dan epitelisasi, mempercepat fibronolisis,
mempercepat angiogenesis, menurunkan risiko infeksi dan mempercepat
pembentukan growt factor (Suriadi,2015).
1. Foam/Busa
Balutan dapat menyerap eksudat yang keluar dari luka dan
menggunakan bahan silicon yang dapat direkatkan pada permukaan
kulit pada area luka yang hasilnyadapat mengurangi trauma yang terjadi
pada luka dan membantunproses penyembuhan.
2. Alginate
Balutan yang dapat menyerap eksudat pada luka dan menghentikan
perdarahan yang terjadi dengan membentuk jeli yang lembut pada
permukaan luka yang dapat membantu pada saat penggantian balutan
selanjutnya tanpa meninmbulkan trauma (Briyant & Nix 2007; Brunner
& Sudart, 2005; Lemobe & Burke, 2004; Suriadi, 2015).
3. Hydro active gel
Hydrogel memberikan rehidrasi dan melunakkan jaringan nekrotik yang
keras dan menyebabkan proses autolyc debridement tanpa merusak
granulasi baru yang terbentuk. Hydrogel terdiri dari serat-serat polymer
yang berbahan dasar gliserin dan air, kandungan air pada hydrogel
adalah 80-90% dan bersifat non adheren. Hydrogel meningkatkan
rehidrasi wound bad dan mengurangi rasa nyeri. Dapat digunakan pada
luka infeksi bersama obat-obat topical (Baronoski, 2008).
Hydrogel terdiri dari air dan gliserin digunakan untuk luka partial, full
thicknes, luka kering sampai eksudat minimal, luka infeksi, luka
nekrotik dalam penggunaannya dapat dikombinasikan dengan material
balutan yang lain. Keuntungan dari hydrogel adalah meningkatkan
pertumbuhan jaringan, autolysis, dan mengurangi nyeri. Hydrogel tidak
dapat diberikan pada luka yang banyak eksudat, monitor sekitar luka
untuk mencegah terjadinya meserasi (Bryan RA & Nic DP, 2007).
Hasil riset yang dilakukan oleh Eko (2014), penyembuhan ulkus
diabetikum dengan hydrogel 3x lebih efektif disbanding dengan NACL
0,9% dengan mean 45.08;15,92 dengan nilai Z: 6,482 dengan niali p
value 0,000, (α <0,05).
4. Hydrocolloid
Bentuk balutan yang lembab, powder, pasta balutan ini dapat menyerap
sedikit hingga sedang eksudat (Gitarja, 2016). Balutan ini berfungsi
mempertahankan luka dalam suasan lembab, melindungi luka dari
risiko infeksi. Sebagai dressing primer atau skunder, siport autolys
untuk mengikat jaringan nekrotik atau sign terbuat dari pectin, gelatin,
carboxymethylcellulose dan elastomers, indikasi luka berwarna merah
dan epitelisasi, kontra indikasi tidak digunakan pada luka yang banyak
mengandung eksudat (Bryan RA & Nic DP, 2007).
Cara pemakaian dressing hydrocolloid adalah sama dengan perawatan
menggunakan hydrogel, bersihkan luka dengan cairan NaCL kemudian
keringkan kulit sekitar luka dengan kassa steril, pussatkan dressing
diatas tempat luka dan berikan pada kulit disekitarnya dengan gerakan
rolling dan buat bingkai dengan dressing tape (Juanda, 2011).
Hasil riset yang dilakukan oleh Ardiani (2016), penyembuhan ulkus
diabetikum sebelum diberikan modern dressing (hydrocolloid) adalah
37,40. Rata-rata penyembuhan luka dengan modern dressing
hydrocolloid adalah 35,53, pengaruh penggunaan modern dressing pada
ulkus diabetikum di Ruangan rawat inap Interne RSUD Achmad
Mochtar Bukit Tinggi signifikan dengan p value= 0,000 (p,0,05).
2.4 Konsep Kualitas Hidup
2.4.1 Defini Kualitas Hidup
Kualitas hidup adalah sesuatu yang subjektif dan pengalaman
multidimensi dari kesejahteraan yang dibangun secara budaya
sebagai pecarian keselamatan dan keimindividu, rasa integritas dan
makna hidup dan rasa memiliki dalam sosial (Adriani, 2018). Kualitas
hidup adalah konsep analisis kemampuan individu untuk mendapat
mendapatkan hidup yang normal dengan tujuan, standart, harapan
dan perhatian secara spesifik terhadap kehidupan yang dialami yang
dipengarhui oleh nilai dan budaya pada suau lingkungan individu
tersebut (Nursalam, 2014).
Kualitas hidup adalah bagaimana individu mempersepsikan
kebaikan dari beberapa aspek dalam mempertahankan individu
untuk dapat hidup dengan baik dengan perawatan dan dukungan
hingga datangnya kematian (Bowling, 2014). Pembahasan kualitas
hidup menjadi semakin sering dibahas dalam masalah kesehatan
karena berbagai alas an hubungan biaya dan nilaiz dan pelayanan
kesehatan yang didapatkan.
Kualitas hidup yang menggambarkan kelompok pasien atau
daerah yang relevan dalam penilaian kebutuhan kesehatan populasi
sehingga kualitas hidup menjadi sebuah patokan untuk menilai
kesehatan pasien. Konsep yang digunakan untuk mengukur kualitas
hidup adalah hasil dari kuisioner pada pasien yang bersifat
multidimensi dan mencakup keadaan secara fisik, kognitif, emosional,
sosial, pekerjaan, aspek spiritual yang dikaitkan dengan suatu
penyakit (Nursalam, 2014).
2.4.2 Faktor yang mempengaruhu Kualitas Hidup
Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup Faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup yaitu :
1. Jenis kelamin
Wanita cenderung mempunyai kualitas hidup lebih rendah
dibandingkan dengan pria.Jenis kelamin dilihat secara bermakna
dari fungsi perannya pria mempunyai fungsi peran lebih tinggi
dibandingkan wanita. (Gautama et al dalam Yusra, 2011).
2. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan mempengaruhi kebiasaan dan aktivitas
seseorang terhadap suatu kebiasaan yang buruk. Tingkat
pendidikan merupakan faktor yang penting pada penderita DM
dalam mengelola penyakitnya berdasarkan pengetahuan yang di
milikinya (Gautamet al dalam Yusra, 2011). Hasil penelitian
didapatkan nilai variabel pendidikan adalah 4,9 lansia yang
berpendidikan dasar berpeluang 4,9 kali lebih besar memiliki
kualitas hidup buruk dibandingkan lansia yang berpendidikan
tinggi (Indrayani, Ronoadmodjo, 2017).
3. Pekerjaan
Pekerjaan akan berpengaruh terhadap kualitas hidup.
Pekerjaanakan membuat seseorang mendapatkan upah atau gaji
untuk biaya pengobatan. Kualitas hidup meningkat seiiring
dengan adanya pekerjaan yang dimiliki seseorang (Murdiningsih
& Ghofur dalam Tamara, 2014). Variabel pekerjaan dengan OR
hasil 3,5 yang artinya lansia yang tidak bekerja berpotensi
memiliki kualitas hidup yang buruk dibandingkan lansia yang
bekerja.
4. Usia
Semakin tua usia seseorang kualitas hidup yang dimiliki
semakin berkurang. Penderita diabetes cenderung meningkat
pada usia 45- 65 tahun yang memiliki faktor keturunan dan
obesitas (Smesltzer & Bare, 2008)
5. Dukungan keluarga
Dukungan keluarga yang kurang memiliki 5,7 kali peluang
untuk memiliki kualitas hidup yang buruk dibandigkan lansia
yang mendaptkan dukungan keluarga (Indrayani, Ronoadmodjo,
2017).
6. Komplikasi
Semakin banyak komplikasi yang diderita seperti ulkus
diabetikum dapat mengurangi kualitas hidup seseorang
(Smesltzer & Bare, 2008.
2.4.3 Pengukuran Kualitas Hidup
Penilaian kualitas hidup dikembangkan oleh WHO yang
disebut dengan WHOQOL dan DQOL.
1. WHOQOL bertujuan untuk mengembangkan assesmen
kualitas hidup dan promosi terus- menerus dari pendekatan
holistic terhadap kesehatan dan perawatan kesehatan.
WHOQOL diharapkan menjadi suatu standart penilaian
dimana prognosis suatu penyakit sehingga perwatan juga
bersifat paliatif bukan hanya berfokus pada kuratif.
(Nursalam, 2014).
Pengukuran WHOQOL memiliki empat domain skor yang
menunjukkan suatu persepsi individu tentang persepsi
individu terhadap kualitas hidup mereka disetiap domain
tertentu. Domain skor berskala ke arah positif jika skor yang
tinggi sehingga menunjukkan kualitas individu tinggi. Skala
diukur dari nilai 0-100 dimana nilai tinggi menunjukkan
kualitas hidup yang tinggi pula. Domain yang digunakan
untuk mengukur skala tersebut adalah domain kesehatan
fisik, domain psikologis, domain hubungan social, domain
lingkungan.
Domain kesehatan fisik yang dijabarkan dengan berbagai
aspek yaitu, kegiatan kehidupan sehari-hari, ketergantungan
pada bahan obat dan bantuan medis, energi dan kelelahan,
mobilitas, rasa sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan
istirahat . Domain psikologis yang dijabarkan dengan
berbagai aspek yaitu bentuk dan tampilan, perasaan
negative, perasaan positif, penghargaan diri, spiritual agama
atau keyakinan pribadi, berpikir, belajar, memori, dan
konsentrasi (Nursalam, 2014).
Domain hubungan sosial yang dijabarkan dengan berbagai
aspek yaitu hubungan pribadi, dukungan sosial dan aktivitas
seksual. Domain lingkungan yang dijabarkan dengan
berbagai aspek yaitu sumber daya keuangan, kebebasan,
keamanan dan kenyamanan fisik, kesehatan dan
kepeduliaan sosial: aseksabilitas dan kualitas, lingkungan
rumah, peluang untuk memperoleh informasi dan
keterampilan baru, partisipasi dan kesempatan untuk
rekreasi dan keterampilan baru, lingkungan fisik (polusi,
kebisingan, lalu lintas, iklim), transportasi (Nursalam, 2014).
WHQOL-BREEF memiliki 26 jenis pertanyaan dengan skor
terkecil 1 dan terbesar 5. Pertanyaan sangat buruk diberikan
nilai 1, buruk diberikan nilai 2, biasa-biasa saja diberikan 3,
baik dengan nilai 4 dan sangat baik diberikn nilai 5. Setiap
domain memiliki rumus masing-masing yaitu domain 1
memiliki rumus (6-Q3)+ (6-Q4)+ Q10+Q15+Q17+ Q18
kemudian di jumlah hasilnya.
Domain 2 dengan rumus Q5+Q6+Q7+Q11+Q29+ (6-Q26)
kemudian dijumlahkan hasilnya. Domain 3 dengan rumus
Q20+Q21+Q22 kemudian di jumlahkan hasilnya dan
domain4Q8+Q9+Q12+Q13Q14+Q23 +Q25+Q25 kemudian
hasilnya di jumlah. Skor total jawaban dikategorikan sangat
buruk jika 0-21, buruk 21-40, sedang: 41- 60 dang sangat
baik:81-100 (Nursalam, 2014).
2. DQOL ( Diabetes Quality of Life) DQOL adalah instrumen ini
memiliki 46 item inti yang terdiri dari empat indikator, yaitu
kepuasan dengan pengobatan (15 item), dampak
pengobatan (20 item), kekhawatiran tentang dampak masa
depan diabetes (empat item), dan kekhawatiran tentang isu-
isu sosial dan pekerjaan (tujuh item).
Instrumen ini juga terdiri dari item kesehatan secara
keseluruhan. Dimensi dan skor total DQoL (skor rata-rata di
empat dimensi) yang mencetak 0-100 dimana 0 mewakili
kualitas serendah mungkin hidup dan 100 yang tertinggi
(Asseltyne, 2011) DQoL menggunakan skala model Likert
dengan lima pilihan jawaban, adapun beberapa bentuk
pilihan jawabannya yaitu; sangat puas-sangat tidak puas,
sangat berdampak-sangat tidak berdampak, dan tidak
pernah-selalu.
2.5 Konsep Teori

Ulkus Perawatan Luka


Diabetikum Modern Dressing

Faktor yang
mempengaruhi :

1. Usia
Kualitas Hidup 2. Tingkat
pendidikan
3. Pekerjaan
4. Jenis kelamin
5. Dukungan
keluarga
6. komplikasi

Skema 2.1 konsep Teori

(Indriyani 2014, Indriyani 2017)

2.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara untuk menjawab permasalahan


penelitian sampai terbukti melalui data yang telah diteliti dalam penelitian
ini Hipotesis yanh diambil adalah:

Ha: Terdapat pengaruh pemberian luka modern dressing terhadap kualitas


hidup pasien ulkus diabetikum.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini mengacu pada pendekatan penelitian kuantitatif.


Menurut Nana S. Sukmadinata (2010: 53), penelitian kuantitatif didasari pada
filsafat positivisme yang menekankan fenomena objektif yang dikaji secara
kuantitatif atau dilakukan dengan menggunakan angka, pengolahan statistik,
struktur, dan percobaan terkontrol. Sedangkan jenis penelitian yang
digunakan pada penelitian ini yaitu penelitian quasi eksperimental design.
Sugiyono (2007: 107) mendefinisikan bahwa penelitian eksperimen yaitu
penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu
terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali. Pendapat serupa juga
dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2000: 272) yang mendefinisikan
penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk
mengetahui ada tidaknya akibat dari treatment pada subjek yang diselidiki.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen tanpa kelompok


control yaitu untuk mengetahui Pengaruh Perawatan Luka Modern Dressing
terhadap Kualitas Hidup Pasien Ulkus Diabetikum.
DAFTAR PUSTAKA

Aceh Endocrinology & Diabetes Update. (2019). Fakultas Kedokteran Universitas


Syiah Kuala: Banda Aceh

Adriani. (2016). Penggunaan Baluta Modern (Hydrocolloid) untuk penyembuhan


luka Diabetes Melitus tipe II. Jurnal Ipteks Terapan V10.Ii (18-23)

Akbar G.T, Karimi J, Anggraini D. (2014). Pola Bakteri dan Resistensi Antibiotik
pada Ulkus Diabetik Grade Dua di RSUD Arifin Achmad Periode 2012, 1
(2), 1-15

Alexiadou K & Doupis J. (2012). Managemen Of Diabetic Foot Ulcer. Diabetes


Therapy. 3 (1), 6-15

American Diabetes Association. (2010). Diagnosis and Classification Of Diabetes


Mellitus. Diabetes Care

Arif M. (2008). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi III. Jakarta: Penerbitan
Media Aesculapius FKUI

Aumiller,D.W, & Dollahite, A. H. (2015). Pathogenesis and Management of


Diabetic Foot Ulcers. Journal Of The American Academy Of Physican
Asistans. Retrieved From www.JAAPA.com

Bararah. (2013). Asuhan keperawatan: panduan lengkap menjadi perawat


profesional, Jakarta : Prestasi pustakarya

Brunner & Suddart. (2015). Keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC

Bryant. (2000). Acute and cronic wounds. St Louis Mosty book

Bryant, R.A, & Nix, P.N. (2007). Acute And cronic wound : current management
concepts. St Louis. Mosby Elsevier, (online). (http://www.proquest.com)
diakses pada 18 Maret 2022.

Bulechek G.M, Butcher H.K, Dochterman J.M. (2016). Nursing Interventions


Classification (NIC) 6th Indonesian Edition. Elsevier. Singapore

Casanova. (2014). Asuhan keperawaatan medikal bedah penyakit dalam.


Yogyakarta : Nuha medika

Doengoes M.E, Moorhouse M.F, Geissler A.C. (2014). Rencana Asuhan


Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Elizabeth J. Corwin. (2019). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya


Medika
Gitarja. (2016). Perawatan Luka Certified Wound Care Clinician Associate.
Bogor: yayasan Wound Care Indonesia

Haryanto. (2011). Konsep Dasar Keperawatan Dengan Pemetaan Konsep


(Concept Mepping). Jakarta: Salemba Medika

Hidayat A.A. (2012). Pengantar Ilmu Keperawatan (buku 1). Jakarta: Salemba
Medika

International Diabetes Federation. (2017). IDF Diabetes Atlas-Eighth edition


2017.

Jain A.K.C. (2012). A New Classification Of Diabetic Foot Complications: A


Simple And Effective Teaching Tool. The Jurnal Of Diabetic Foot
Complications, Volume 4, ISSUE 1, No. 1, Pages 1-5

Jeffcoate W.J & Harding K.G (2005). Diabetic Foot Ulcers. The Lancet. DOI:
http;//dx.doi.org/10.1016/S0140-6736(03)1369-8

Kartika, R.W. (2017). Pengelolaan gangren kaki diabetik. Jurnal CDK-248,


44(1), 18-22

Katsilambros N, Dounis E, Tsapogas P, 7 Tentolouris N. (2003). Atlas Of The


Diabetic Foot, England: John Wiley & Sons, Ltd

Kowalak. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakatrta: EGC

Kozier. (2010). Buku Ajar Praktik Perawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta: EGC

Kristiyaningrum K, & Suwarto T. (2013). Efektifitas Penggunaan Larutan NaCl


Dibandingkan Dengan D40 Terhadap Proses Penyembuhan Luka Ulkus DM
di RSUD Kudus. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan, Vol. 4 (2)

Moorhed Sue, Johnson Marion, Maas M.L, Swanson E. (2016). Nursing


Outcomes Classification (NOC) 5th Indonesia Edition. Elsevier. Singapore

Ndraha S .(2014). Diabetes Melitus tipe 2 dan Tata Laksana Terkini. Medicinus
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Krida
Wacana, Vol. 27, (9-16)

Padila. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah. Jakarta: Salemba Medika

Rendy, M.C. (2012). Asuhan keperawaatan medikal bedah penyakit dalam.


Yogyakarta : Nuha medika

Salindeho, A., Mulyadi.,& Rottie. J. (2016). Pengaruh senam DM terhadap kadar


gula darah penderita DM tipe 2 di sanggaar senam persadia kabupaten
gorontalo. Ejournal keperawataan, 1(4), 1-7
Sudaryanto, dkk. (2014). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.

Sulistyowati. (2009). Prevalensi Hipertensi Dan Determinannya di Indonesia.


Jakarta: Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Tarwoto & Wartonah. (2012). Kebutuhan dasar manusia dan proses


keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

World Health Organization. (2016). Global Report On Diabetes. France : WHO


Library Cataloguing-in-Publication Data

Wijaya, A.,S dan Putri, Y.,M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2,


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep, Yogyakarta : Nuha Medika

Wilkinson, J.M, & Ahern, N.R. (2015). Buku saku diagnosis keperawatan. Edisi
9. Jakarta : EGC

Yuhelma, Yesi Hasneli, Fathra Annis Nauli. (2015). Identifikasi Dan Analisis
Komplikasi Makrovaskular Dan Mikrovaskular Pasien Diabetes Melitus.
Biblyography

Yunita, B & Kurniaawaty, E. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan


kejadian diabetes mellitus tipe 2. Jurnal Mojoriti 2(5), 27-30

Anda mungkin juga menyukai