Anda di halaman 1dari 50

LITERATURE REVIEW: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DIABETES MELITUS DENGAN PENERAPAN PERAWATAN LUKA


MENGGUNAKAN MODERN WOUND DRESSING TERHADAP
PENYEMBUHAN LUKA ULKUS DIABETIKUM

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Stase Peminatan


Keperawatan Medikal Bedah Program Studi Profesi Ners

Disusun Oleh :

FAUZY SEPTIAN
NIM: 21317043

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) YATSI TANGERANG
Jalan Aria Santika No. 42 A Bugel, Margasari, Karawaci
TANGERANG 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan
hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pankreas tidak dapat
memproduksi insulin secara adekuat yang atau karena tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang diproduksi secara efektif atau keduaduanya Diabetes melitus sampai
sekarang masih menjadi masalah Kesehatan yang utama. Penderita DM beresiko
mengalami perubahan kerusakan kulit yang disebabkan akibat adanya penurunan
neuropati, penurunan perfusi jaringan dari komplikasi kardiovaskular, dan infeksi.
WHO (world healt organitation) memprediksi adanya peningkatan jumlah
pasien DM tipe 2 di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta
pada tahun 2030. Predisi International Diabetes Federation (IDF) juga menunjukan
bahwa pada tahun 2019-2030 terdapat kenaikan jumlah pasien DM (PERKENI, 2021)
Berdasarkan data negara wilayah Arab, Afrika Utara, dan Pasifik Barat
menempati peringkat pertama dengan persentase 12,2% dan 11,4% di urutan ke-2
dengan prevalensi penderita DM pada penduduk yan berusia 20-79 tahun. Sedankan
wilayah Asia tenggara menempati perinkat ke-3 dengan prevalensi sebesar 11,3%. IDF
memproyeksikan jumlah penderita DM tertinggi di wilayah Asia tenggara adalah Cina
dengan prevalensi 116,4 juta penderita. Sedangkan Indonesia berada di urutan ke 7
dengan prevalensi 10,7 juta penderita DM (Infodatin-2020-Diabetes-Melitus, 2020).
Diabetes melitus menjadi masalah Kesehatan masyarakat utama karena
komplikasinya bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Defisiensi absolut dari
insulin menyeabkan ketoasidosis dan koma yang diikuti kematian. Hiperglikemia
jangka panjang memengaruhi system pembuluh darah kecil pada mata, ginjal, dan saraf
arteri yang lebih besar yang mengarah pada percepatan terjadinya aterosklerosis. Selain
itu, konsekuensi neuropati yang ditimbulkan oleh hiperglkemia jangka panjang
membawa dampak paling sering untuk dilakukan amputasi pada ekstremitas bawah
nontraumatic (Bilious & Donelly, 2022).
Neuropati akan mengakibatkan hilangnya sensitivatas dan rasa nyeri sehina
apabila penderita diabetes mengalami cidera tidak bisa dirasakan karena kakinya sudah
tidak peka. Sedanakan gangguan vascular menyebabkan sirkulasi pada ekstremitas
terganggu dan mengakibatkan proses penyembuhan luka menjadi lama, serta terjadi

1
2

gangren. Selain itu terdapat beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya ulkus
diabetic dan gangren, diantaranya: usia lebih dari 40 tahun, Riwayat ulkus kaki atau
amputasi, penurunan denyut nadi perifer, Riwayat merokok, deformitas anatomis atau
baian yang menonjol (seperti bunion dan kalus) (Supriyadi, 2017).
Ulkus diabetic merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya
komplikasi makroangiopati seingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, keadaan
lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat
berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. Risiko
amputasi pada penderita diabetes melitus adalah 10-30 kali lebih tinggi dengan populasi
umum. Sebagian besar amputasi ekstremitas (85%) dilakukan pada kaki yang
mengalami ulkus. Risiko sepanjang waktu pasien diabetes yang menalami ulkus atau
ulcerasi pada kaki adalah sekitar 25% (Supriyadi, 2017).
Penderita ulkus diabetic di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi 30%, angka
mortalitas 32% dan ulkus diabetic merupakan sebab perawatan rumah sakit yan
terbanyak sebesar 80% untuk penderita DM. penderita ulkus diabetik di Indonesia
memerlukan biaya yang tinggi sebesar 1,3 juta sampai 1,6 juta perbulan. Setiap tahun,
lebih dari satu juta orang kehilangan salah satu kakinya akibat dari komplikasi DM.
setiap 30 detik, satu tungkai bawah hilang (Oktorina et al., 2019).
Penatalaksanaan Ulkus diabetik memerlukan perawatan luka yang tepat. Saat
ini, tekhnik perawatan luka (wound care) telah banyak mengalami perkembangan,
dimana perawatan luka telah menggunakan balutan yang lebih modern. Prinsip dari
menejemen perawatan luka modern adalah mempertahankan dan menjaga lingkungan
luka tetap lembab untuk memperbaiki proses penyembuhan luka, mempertahankan
kehilangan cairan jaringan dan kematian sel (Barus et al., 2022a).
Menurut penelitian yang dilakukan Subandi et al., (2019) Perawatan luka
modern sangat aman pada saat sebelum dilakukan tindakanan dikarenakan luka
diobservasi dahulu baru dilakukan tindakan intensif dan tepat dikarenakan setiap luka
memiliki karekteristik yang berbeda-beda, pada perawatan luka konvesional biasanya
akan dilakukan amputasi pada ekstremitas yang terkena luka tanpa diobservasi terlebih
dahulu. Perawatan luka modern memperhatikan psikologi pasien kedepannya dan
meningkatkan kualitas hidup pasien. Beberapa pasien pun merasakan cemas berlebihan
pada saat awal observasi dikarena paradigma atau persepsi pasien akan di amputasi,
merasakan sakit pada saat perawatan dan menarik diri.
3

Barus et al., (2022) menyimpulkan bahwa perawatan luka ulkus diabetikum


pada pasien diabetes mellitus dengan tehnik modern wound dressing dapat
mempercepat pembentukan growth factor pada luka karena berperan pada proses
penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum dan angiogenesis. Dimana
produksi komponen akan terbentuk dalam lingkungan yang lembab sehingga
mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif, yang diikuti oleh makrofag, monosit
dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini. Perawatan luka modern untuk
mempertahankan dan menjaga lingkungan luka tetap lembab untuk memperbaiki proses
penyembuhan luka, mempertahankan kehilangan cairan jaringan dan kematian sel dan
mempercepat penyembuhan luka.
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, peneliti tertarik melakukan
penelitian mengenai Literatur Review asuhan keperawatan pada pasien diabetes melitus
dengan penerapan perawatan luka menggunakan modern wound dressing terhadap
penyembuhan luka ulkus diabetikum.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
“Bagimanakah efektifitas penerapan perawatan luka dengan menggunkan metode
modern wound dressing pada pasien ulkus kaki diabetik berdasarkan literatur review?”

1.3 Tujuan Karya Tulis Ilmiah


1.3.1 Tujuan umum
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah memberikan gambaran umum tentang
asuhan keperawatan pada pasien diabetes melitus dengan penerapan perawatan luka
menggunakan modern wound dressing terhadap penyembuhan luka ulkus diabetik.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Menganalisa data dan Merumuskan diagnose prioritas pada pasein diabetes melitus
2. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien diabetes melitus dengan luka
ulkus diabetikum
3. Memberikan gambaran implementasi keperawatan dengan penerapan perawatan
luka menggunakan metode modern wound dressing pada pasien diabetes melitus
4

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah


1.4.1 Manfaat bagi penulis
Merupakan kesempatan untuk penulis agar dapat melaksanakan dan mempraktekkan
teori-teori yang didapat selama pembelajaran untuk diterapkan langsung ke manyarakat
luas.
1.4.2 Manfaat bagi institusi
Bagi institusi pendidikan yang terkait dapat digunakan sebagai bahan masukan terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Keperawatan Medikal Bedah dalam kasus
ulkus kaki diabetik.
1.4.3 Manfaat bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi bagi pasien untuk memilih
layanan yang tepat dalam meningkatkan status kesehatan.
BAB II
TINJAU PUSTAKA
3.1 Diabetes melitus
2.1.1 Definisi
Diabetes melitus adalah penyakit yang disebabkan tubuh tidak dapat
melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat sehingga kadar glukosa (gula
sederhana) di dalam darah tinggi (Suryati, 2021).
Diabetes melitus (DM) merupakan penyait kronis yang umum terjadi pada
dewasa yang membutuhkan supervise medis berkelanjutan dan edukasi perawatan
mandiri pada pasien. Namun, bergantung pada tipe DM dan usia pasien, kebutuhan
dan asuhan keperawatan pasien dapat sangat berbeda (Maria, 2021)

2.1.2 Faktor resiko DM


Menurut PERKENI (2021) kelompok resiko tinggi yaitu:
a. Kelompok dengan berat badan lebih (IMT ≥ 23 kg/m 2) yang disertai dengan satu
atau lebih faktor resiko sebagai berikut:
1. Aktivitas yang kurang
2. First-degre relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga)
3. Kelompok ras/etnis tertentu
4. Perempuan yang memiliki Riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4kg atau
mempunyai Riwayat diabetes melitus gestasional (DMG)
5. Hipertensi (≥ 140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi)
6. HDL < 35mg/dL dan atau trigiserida > 250mg/dL
7. Wanita sindrom polikistik ovarium
8. Riwayat pre-diabetes
9. Obesitas berat, akantonis nigricans
10. Riwayat penyakit kardiovaskular
b. Usia > 45 tahun tanpa faktor resiko diatas

2.1.3 Klasifikasi dan penyebab diabetes melitus


Diabetes melitus diklasifikasikan, baik sebagai insuline dependent diabetes
melitus (IDDM) maupun non-insuline dependent diabetes melitus (NIDDM).
Dengan penggunaan terapi insulin yang sudah biasa dengan kedua tipe DM, IDDM

5
6

sekarang disebut sebagai DM tipe 1 (juvenile onset) dan NIDDM sebagai DM tipe 2
(maturity onset)
a. DM tipe 1
Diesebabkan struktur sel beta autoimun biasanya memicu terjadinya defisiensi
insulin absolut. Diabetes tipe 1 atau yang disebut Diabetes Insulin-Dependent
merupakan penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya gangguan pada
sistem imun atau kekebalan tubuh yang mengakibatkan rusaknya pankreas.
Kerusakan pada pankreas pada diabetes tipe I dapat disebabkan karena genetika
(keturunan)
b. DM tipe 2
Pada DM tipe ini ditandai dengan hiperglikemia yang terjadi karena
ketidakmampuan sel-sel tubuh untuk merespon insulin, sehingga mendorong
tubuh untuk meningkatkan produksi insulin. Terjadinya DM tipe 2 ada
hubungannya dengan kelebihan berat badan, obesitas, usia, etnis dan riwayat
keluarga. Upaya promosi gaya hidup sehat dengan diet seimbang, aktifitas fisik
teratur, berhenti merokok dan pemeliharaan berat badan ideal dapat dilakukan
dalam pengelolaan DM tipe ini. Injeksi insulin dapat diberikan ketika terapi obat
per oral tidak dapat mengontrol hiperglikemi.
c. DM gestasional
DM tipe ini hiperglikemi terjadi dan terdiagnosa pertama kali pada masa
kehamilan, biasanya terjadi setelah kehamilan 24 minggu. Faktor risiko
terjadinya DM jenis ini, diantaranya kehamilan di usia tua, penambahan berat
badan berlebih selama kehamilan, sindrom ovarium polikistik dan riwayat
melahirkan bayi dengan kelainan bawaan. DM gestasional bersifat sementara
selama kehamilan, namun memiliki risiko untuk menderita DM yang menetap
dalam jangka waktu 3-6 tahun setelah melahirkan
d. DM tipe lain
Yang termasuk dalam DM tipe ini adalah Diabetes monogenetik, yang
merupakan hasil dari satu gen dari kontribusi beberapa gen dan faktor
lingkungan seperti yang terlihat pada DM tipe 1 dan DM tipe 2. Diabetes tipe ini
jarang terjadi, namun dapat berfungsi memberikan wawasan tentang patogenesis
diabetes, sehingga dalam beberapa kasus terapi dapat disesuaikan dengan cacat
genetiknya.
7

2.1.4 Manifestasi klinis


Peningkatan kadar glukosa darah, disebut hiperglikemia. Pada DM tipe 1,
onset manifestasi klinis mungkin tidak kentara dengan kemungkinan situasi yang
mengancam hidup yang biasanya terjadi (missal, ketoasidosis diabetikum). Pada DM
tipe 2, onset manifestasi klinis mungkin berkembang secara bertahap yang klien
mung mencatat sedikit atau tanpa manifestasi klinis selama beberapa tahun. Secara
keseluruhan manifestasi pada DM adalah peningkatan frekuensi buang air kecil
(polyuria), peningkatan rasa haus dan minum (polidipsi) dan karena penyakit
berkembang, penurunan berat badan meskipun lapar dan peingkatan makan
(polifagi) (Maria, 2021)
Tebel 2.1 Manifestasi klinis terpilih DM saat diagnosis
Manifestasi klinis DM Tipe 1 DM tipe 2
Dasar patofisiologi
Manifestasi utama +++ +
Polyuria (sering Air tidak diserap Kembali oleh
BAK) tubulus ginjal sekunder untuk
aktivitas glukosa, mengarah kepada ++ +
kehilangan air, glukosa dan
elektrolit
Poilidipsi (haus Dehidrasi sekunder terhadap
++ +
berlebihan) polyuria menyebabkan haus
Polifagi (lapar Kelaparan sekunder terhadap
berlebihan) katabolisme jaringan menyebabkan ++ -
rasa lapar
Penurunan berat Kehilangan awal sekunder terhadap
badan penipisan simpanan air, glukosa,
dan trigliserid; kehilangan kronis
sekunder terhadap penurunan massa ++ -
otot karena asam amino dialihkan
untuk membentuk glukosa dan
keton
Pandangan kabur Sekunder terhadap paparan kronis
berulang retina dan lensa mata terhadap + ++
cairan hyperosmolar
8

Pruritus, infeksi Infeksi jamur dan bakteri pada kulit


kulit, vaginitis terlihat lebih umum, hasil penelitian + ++
masih bertentangan
Ketonuria Ketika glukosa tidak dapat
digunakan untuk energi oleh sel
tergantung insulin, asam lemak
digunakan untuk energi; asam
lemak dipecah menjadi keton dalam
++ -
darah dan disekresikan oleh ginjal;
pada DM tipe 2, insulin cukup
untuk menekan berlebihan
penggunaan asam lemak tapi tidak
cukup untuk penggunaan glukosa
Lemah dan letih, Penurunan isi plasma mengarah
pusing kepada posturial hipertensi,
++ +
kehilangan dan katabolisme protein
berkontribusi terhadap kelemahan
Sering asimtomatik Tubuh dapat “beradaptasi” terhadap
peningkatan pelan-pelan kadar
glukosa darah sampai tingkat lebih - ++
besar dibandingkan peningkatan
yang cepat
Sumber: Maria (2021)

2.1.5 Diagnosis Diabetes melitus


Diagnosis DM ditegakan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah dan
HbA1c. pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan glucometer.
Table 2.2 Kriteria diagnosis diabetes melitus
Pemerikasaan glukosa puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam
Atau
9

Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dL 2-jam setelah Tes toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL dengan keluhan klasik atau
krisis hiperglikemia
Atau
Pemeriksaan HBA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi
oleh national Glycohaemoglobin standardization Program (NGSP) dan Diabetes
Control and Complication trial assay (DCCT)
Sumber: PERKENI (2021)

2.1.6 Komplikasi
Kadar gula darah pasien DM yang tidak terkontrol, dapat menimbulkan
komplikasi. Komplikasi Diabetes Melitus menurut Black & Hawks (2021), Maria (2021)
dan PERKENI, 2021) adalah:
a. Komplikasi Akut, yaitu suatu keadaan dimana terjadi penurunan atau kenaikan
glukosa darah secara drastis dalam waktu singkat.
1. Hipoglikemia, yaitu kondisi dimana terjadi penurunan kadar gula darah
<70mg/dl. Penyebab tersering karena konsumsi obat penurun gula darah
berlebih atau terlambat makan. Gejalanya meliputi penglihatan kabur, detak
jantung cepat, sakit kepala, gemetar, keringat dingin dan kejang. Kadar gula
darah yang terlalu rendah bisa menyebabkan pingsan, kejang bahkan koma.
2. Ketoasidosis Diabetik (KAD), yaitu kondisi kegawatan medis akibat
peningkatan kadar gula darah yang terlalu tinggi (300-600 mg/dl) dan tubuh
tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber bahan bakar sehingga
tubuh mengolah lemak dan menghasilkan zat keton sebagai sumber energi.
Kondisi ini dapat menimbulkan penumpukan zat asam yang berbahaya
didalam darah, sehingga menyebabkan dehidrasi, koma, sesak nafas, bahkan
kematian jika tidak segera mendapat penanganan medis.
3. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH), yaitu suatu keadaan dimana
terjadi peningkatan glukosa darah terlalu tinggi (600- 1200mg/dl), tanpa
tanda dan gejala asidosis, terjadi peningkatan osmolaritas plasma terlalu
10

tinggi (330-380mOs/ml). Untuk mencegah agar tidak jatuh ke keadaan lebih


parah, kondisi ini harus segera mendapat penatalaksanaan yang memadai.
b. Komplikasi Kronik, yaitu komplikasi vaskuler jangka panjang yang
berkontribusi munculnya penyakit serius lain. Dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Makroangiopati, yaitu komplikasi yang mengenai pembuluh darah besar.
Jika mengenai pembuluh darah jantung muncul penyakit jantung koroner,
jika mengenai pembuluh darah tepi muncul ulkus iskemik pada kaki dan jika
mengenai pembuluh darah otak akan terjadi stroke iskemik atau stroke
hemoragik.
2. Mikroangiopati, yaitu komplikasi yang mengenai pembuluh darah kecil. Jika
mengenai kapiler dan arteriola retina akan terjadi retinopati diabetik, jika
mengenai saraf perifer akan muncul neuropati diabetik dan jika menyerang
saraf diginjal akan terjadi nefropati diabetik.

2.1.7 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan menurut PERKENI (2021) meliputi:
a. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi komplikasi akut
b. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya mordibiditas dan mortalitas DM
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus meliputi 5 pilar, 5 pilar tesebut
dapat mengendalikan kadar glukosa darah pada kasus Diabetes Mellitus (Black &
Hawks, 2021). 5 pilar tersebut meliputi : edukasi, terapi nutrisi medis, latihan jasmani,
terapi farmakologi dan pemantauan glukosa darah sendiri
a. Edukasi
Edukasi merupakan tujuan promosi hidup sehat, sehingga harus dilakuakan
sebagai upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting bagi
pengelolaan glukosa darah pada kasus DM secara holistik. Diabetes Mellitus
Tipe 2 umumnya terjadi pada saat gaya hidup dan prilaku yang kurang baik telah
11

terbentuk dengan kokoh. Untuk mencapai keberhasilan perubahan prilaku,


dibutuhkan edukasi yang komprehensif yang meliputi pemahaman tentang :
1. Penyakit Diabetes Mellitus
2. Makna dan perlunya pengendalian serta pemantauan Diabetes Mellitus
3. Penyulit Diabetes Mellitus
4. Intervensi farmakologis dan non-farmakologis
5. Hipoglikemia
6. Masalah khusus yang dialami
7. Cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan ketrampilan
8. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah
merupakan inti perubahan prilaku yang berhasil. Adapun prilaku yang
diinginkan antara lain adalah :
1. Mengikuti pola makan sehat
2. Meningkatkan kegiatan jasmani
3. Menggunakan obat Diabetes pada keadaan khusus secara aman dan teratur
4. Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan data yang ada
b. Terapi nutrisi
Faktor yang dapat berpengaruh terhadap respon glikemik makanan yaitu cara
memasak, proses penyiapan makanan, bentuk makanan serta komposisi yang
terdapat pada makanan (karbohidrat, lemak dan protein), yang dimaksud dengan
karbohidrat adalah gula, tepung dan serat.
c. Latihan jasmani
Latihan jasmani merupakan suatu gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan
anggota gerak tubuh lainnya yang memerlukan energi disebut dengan latihan
jasmani. Latihan jasmani yang dilakukan setiap hari dan teratur (3-4 kali 10
seminggu selama kurang lebih 30-45 menit) merupakan salah satu pilar dalam
pengendalian Diabetes Mellitus Tipe 2. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani.
d. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi diberikan secara bersamaan dengan terapi nutrisi yang
dianjurkan serta latihan jasmani. Terapi farmakologi terdiri atas obat oral dan
12

injeksi. Berdasarkan cara kerjanya, Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dapat dibagi
menjadi 3 yaitu :
1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfniturea dan glinid
2. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin dan tiazolidindon
3. Penghambat absorbs glukosa di saluran pencernaan : penghambat
glucosidase alfa.
4. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
5. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)
e. Dan pemantauan glukosa darah sendiri (PGDS)
PGDS dapat memberikan informasi tentang variabilitas glukosa darah harian
seperti glukosa darah setiap sebelum makan, satu atau dua jam setelah makan,
atau sewaktu-waktu pada kondisi tertentu. kunci manajemen dm adalah menjaga
kadar glukosa darah senormal mungkin atau dalam kisaran target yang disepakati
oleh klien dan penyedia pelayanan Kesehatan.

2.1.8 Rencana asuhan keperawatan


a. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian
perlu dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang diagnosa. Data
tersebut harus seakurat akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap berikutnya,
meliputi nama pasien,umur, keluhan utama (Maria, 2021)
1. Riwayat Kesehatan: Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri,
kesemutan pada esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit kepala,
menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi,
koma dan bingung.
2. Riwayat kesehatan lalu: Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi,
penyakit jantung seperti Infark miokard
3. Riwayat kesehatan keluarga: Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang
menderita DM
b. Pengkajian Pola Gordon
1. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tatalaksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren pada
kaki diabetik, sehingga menimbulkan persepsi negatif terhadap diri dan
13

kecendurangan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan


yang lama,lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan
terjadinya resiko kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi.
2. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun
dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengarui status kesehatan penderita.
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual muntah.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4. Pola ativitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai
terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot pada tungkai
bawah menyebabkan penderita tidak mampu melakukan aktivitas sehari hari
secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang luka,sehingga klien
mengalami kesulitan tidur
6. Kongnitif persepsi
Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan.
7. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh , lamanya
perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan menyebabkan
pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self
esteem)
8. Peran hubungan
14

Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu
dan menarik diri dari pergaulan.
9. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada pembuluh darah diorgan reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas maupun ereksi seta
memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya perdangan
pada vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. Risiko
lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropatai.
10.Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat menyebabkan penderita
tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang kontruktif/adaptif.
11.Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengarui pola ibadah penderita.
c. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah
dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi
dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi
infeksi.
2. Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi
kulit terasa gatal.
3. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran
kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure)
normal 5-2 cmH2.
4. Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat
dan dalam.
15

5. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)


Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
6. Pemeriksaan Abdomen Dalam batas normal
7. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Sering BAK
8. Pemeriksaan Muskuloskeletal Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas,
sering merasa kesemutan
9. Pemeriksaan Ekstremitas Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa
terasa nyeri, bisa terasa baal
10.Pemeriksaan Neurologi GCS :15, Kesadaran Compos mentis
Cooperative(CMC)
d. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik
3. Resiko Infeksi b.d peningkatan Leukosit
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas
e. Intervensi keperawatan
Tabel 2.3 Rencana Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. D.0027: Ketidakstabilan L.03022: Kestabilan kadar I.03115: Manajemen hiperglikemia
kadar glukosa darah glukosa darah Observasi:
Kategori: fisiologis Setelah dilakukan 1. Monitor kadar glukosa darah
Subkategori: nutrisi dan intervensi keperawatan 2. Monitor tanda dan gejala
cairan selama 3x24jam diharapkan hiperglikemia (polyuria, polifagi,
Kestabilan kadar glukosa polidipsi, malaises)
darah meningkat dengan 3. Monitor intake dan output cairan
kriteria hasil:
4. Monitor keton urin, kadar Analisa
1. Lelah/lesu menurun
gas darah, elektrolit, tekanan darah
2. Keluhan lapar menurun
ortostatik dan frekuensi nadi
3. Rasa haus menurun
Terapeutik:
4. Kadar glukosa dalam
1. Berikan asupan cairan oral
darah membaik
2. Konsultasi dengan medis jika tanda
5. Palpitasi membaik
dan gejala hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
16

Edukasi:
1. Anjurkan kadar glukosa darah
secara mandiri
2. Anjurkan kepatuhan diet dan
olahraga
3. Ajarkan pengelolaan diabetes
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian insulin, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian cairan IV,
jika perlu
 Kolaborasi pemberian kalium, jika
perlu
2. D.0077: Nyeri akut L.08066: Tingkat nyeri I.08238: Manajemen nyeri
Kategori: psikologis Setelah dilakukan Observasi:
Subkategori: nyeri dan intervensi keperawatan 1. Identifikasi skala nyeri
kenyamanan selama 3x24jam diharapkan 2. Ientifikasi respon nyeri non verbal
tingkat nyeri menurun Terapeutik:
dengan kriteria hasil: 1. Berikan Teknik non farmakologis
1. Kemampuan untuk mengurangi nyeri
menuntaskan aktivitas 2. Fasilitasi istirahat dan tidur
meningkat Edukasi:
2. Keluhan nyeri menurun 1. Anjurkan menggunakan analgetic
3. Galisah menurun 2. Anjurkan taknik non farmakologi
4. Kesulitan tidur untuk mengurangi nyeri
menurun Kolaborasi:
5. Perilaku membaik 1. Kolaborasi pemberian analgetic,
jika perlu
3. D.0142: Resiko infeksi L.14137: Tingkat infeksi I.14539: Pencegahan infeksi
Kategori: lingkungan Setelah dilakukan Observasi:
Subkategori: keamanan intervensi keperawatan 1. Meminimalisir risiko terjadinya
dan lingkungan selama 3x24jam diharapkan infeksi
Tingkat infeksi menurun Terapeutik:
dengan kriteria hasil: 1. Memberikan Tindakan pencegahan
1. Kebersihan badan infeksi
meningkat 2. Mempertahankan kebersihan saat
17

2. Demam menurun melakukan perawatan luka


3. Kemerahan menurun Edukasi:
4. Nyeri menurun 1. Meningkatkan penetahuan tentang
5. Kadar sel darah putih tanda dan gejala infeksi
membaik
6. Drainase purulent
menurun
4. D.0056: Intoleransi L.05047: Toleransi I.02060: pemantauan tanda-tanda vital
aktivitas aktivitas Observasi:
Kategori: fisiologis Setelah dilakukan 1. Monitor tekanan darah
Subkategori: intervensi keperawatan 2. Monitor nadi
aktivitas/istirahat selama 3x24jam diharapkan 3. Monitor pernapasan
toleransi aktivitas 4. Monitor suhu tubuh
meningkat dengan kriteria Terapeutik:
hasil: 1. Atur interval sesuai kondisi pasien
1. Keluhan Lelah 2. Dokumentasikan hasil pemantauan
menurun Kolaborasi:
2. Kekuatan tubuh bagian 1. Informasikan hasil pemantauan, jika
bawah meningkat perlu

3. Perasaan lemah
menurun

f. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai keberhasilan dari intervensi yang
sudah dilakukan sehingga dapat dinilai apakah intervensi dilanjutkan atau
dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. Evaluasi berfokus pada kriteria hasil
yang sudah ditetapkan dalam renpra. Jika semua target sudah sesuai dengan
luaran maka intervensi dapat dihentikan (Jainurakhma et al., 2021)

3.2 Ulkus diabetikum


2.2.1 Definisi
Ulkus diabetic merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya
komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vascular insusifiensi dan neuropati,
keadaan lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak drasakan, dan
18

dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob.
(Supriyadi, 2017)

2.2.2 Etiologi dan Klasifikasi


Menurut Ardhiansyah (2021) Penderita diabetes melitus beresiko tinggi
untuk mengalami infeksi pada kaki, tungkai atas , maupun tungkai bawah. Kaki
merupakan daerah yang paling sering mengalami ulkus atau gangrene diabetikum
karena beberapa sebab yaitu:
1. Sering mendapat trauma karena gesekan sepatu atau alas kaki
2. Hygiene yang kurang
3. Adanya neuropati diabetikum dapat menyebabkan penderita tidak merasakan
nyeri bila terdapat luka di kaki
4. Adanya angiopati diabetikum yan menyebabkan iskemia jaringan
5. Hiperglikemia akan mnyebabkan hiperviskositas darah, memperlama inflamasi,
dan meningkatkan radikal bebas, sehinga mnyulitkan penyembuhan luka
Tabel 2.4 Klasifikasi ulkus diabetik menurut kriteria Wagner
Derajat 0: Tidak ada lesi, deformitas, selulitis
Derajat 1: Ulkus superfisial, sebagai lapisan atau seluruh lapisan kulit
Derajat 2: Ekstensi ulkus ke ligament, tendon, kapsul sendi, atau fascia tanpa
abses atau osteomyelitis
Derajat 3: Ulkus dalam, dengan abses, osteomyelitis, atau sepsis sendi
Derajat 4: Gangrene terlokalisasi pada bagian kaki depan atau tumit
Derajat 5: Gangrene ekstensif menyangkut seluruh kaki
Sumber: Ardhiansyah (2021)

2.2.3 Manifestasi klinis


Menurut Andrianto (2021) karena kadar glukosa di dalam darah sangat
tinggi, keadaan ini akan merusak urat saraf penderita, lebih-lebih jika prosesnya
berlangsung lama. Rusaknya urat saraf ini akan berakibat luas. Kelaian urat saraf
akibat dari penyakit DM disebut dengan neuropathy diabetic. Gejala yang sering
muncul pada penderita adalah:
1. Kesemutan
2. Rasa panas atau rasa tertusuk-tusuk jarum
19

3. Merasa tebal ditelapak kaki


4. Keram
5. Badan sakit semua terutama pada malam hari
6. Bila kerusakan ini terjadi pada banyak urat saraf yan disebut polineuriphaty
diabetic, jalan penderita akan pincang dan otot-otot kakinya mengecil yang
disebut atrofi
Semua kelainan saraf akibat DM dapat diatasi bila keadaan belum terlambat,
karena penerita serin lena biasanya kelainan urat saraf, sehingga memperlambat
kesembuhan. Karena itu pencegahan dan perawatan sedini mungkin merupakan cara
yang paling ampuh untuk mengatasinya (Andrianto, 2021)

2.2.4 Patofisiologi
Neuropati menjadi faktor penting yang mendasari terjadinya neuropati pada
lebih dari 60% kasus ulkus diabetic. Kondisi ini berkaitan dengan abnormalitas
metabolism akibat hiperglikeia, khususnya melalui jalur poliol. Hiperglikemia dapat
mencetuskan peningkatan aktivitas enzim aldose reductase dan sorbitol
dehydrogenase yang menyebabkan konversi glukosa intraselular menjadi sorbitol
dan fruktosa. Akumulasi kedua produk ini dalam neuron dapat menurunkan sintesis
mionositol, suatu molekul yang dibutuhkan dalam kondisi saraf normal.
Neuropati pada diabetes dapat mengenai saraf motoric, sensorik dan otonom.
Gangguan sraf motoric yang menginervasi otot-otot pedis dapat menyebabkan
ketidakseimbangan Gerakan fleksi dan ekstensi. Selanjutnya hal ini menyebabkan
deformitas pedis ditandai dengan terbentuknya penonjolan tulang abnormal yang
meningkatkan risiko timbulnya kalus dan ulserasi kulit. Gangguan saraf sensorik
dapat memperparah terjadinya ulkus. Pasien akan kehilangan sensasi nyeri, panas,
dan proprioseptif, sehingga seringkali tidak menyadari adanya trauma pada
ekstremitas bawah. Dengan demikian, adanya tekanan atau trauma berulang pada
area luka akan semakin memperburuk ulkus. Gangguan saraf otonom dapat
menyebabkan penurunan funsi kelenjar minyak sehinga kulit cenderung kering.
Akibatnya, luka lebih mudah terbentuk dengan risiko infeksi yang meningkat
(Andrianto, 2021)

2.2.5 Komplikasi
20

Ulkus DM merupakan luka yang disebabkan dari komplikasi penderita


diabetses, terutama disebabkan oleh neuropati motoric, sensorik, dan otonom.
Neuopati sensorik seringkali membuat penderita DM menjadi “buta dan tuli” yaitu
tidak bisa merasakan apapun. Apabila ulkus berlangsung lama, dan ulkus tersebut
tidak dilakukan penanganan secara serius dan tidak kunjung sembuh, luka akan
terinfeksi. Ulkus kaki, infeksi, komplikasi pada sendi kaki yang menebal akibat
cedera kaki (neuropathy), dan penyakit arteri perifer yang sering mengakibatkan
gangrene sampai diamputasi (Annisa et al., 2022)

2.2.6 Pemeriksaan penunjang


Pengkajian keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien yang mengalami
ulkus diabetikum antara lain (Annisa et al., 2022):
a. Riwayat Kesehatan
Pengkajian Riwayat Kesehatan difokuskan pada kapan mulai muncul ulkus, dan
Tindakan apa yang sudah dilakukan. Gaya hidup dan pola makan pasien juga
perlu dikaji. Selain itu riwayat keluarga apakah ada yang menderita DM atau
tidak juga perlu ditekankan
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pengukuran tinggi dan berat badan,
pengukuran tekanan darah posisi berdiri dan tidur untuk mengetahahui
kemungkinan hipotensi ortostatis. Pemeriksaan palpasi nadi, pemeriksaan kulit.
Pemeriksaan harus mencakup pemeriksaan ekstremtas bawah yang menyeluruh
dan sistematis. Pemeriksaan menyeluruh meliputi ukuran dan kedalaman ulkus,,
warna bau dan kondisi luka. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan adanya
nekrosis, selulitis, atau infeksi
c. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan diabetes meliputi pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS),
gula darah puasa (GDP), gula darah 2 jam setelah makan (GD2PP) dan HbA1c.
1. Pemeriksaan gula darah sewaktu diama pasien tidak perlu puasa terlebih
dahulu
2. Pemeriksaan gula darah puasa, pasien perlu puasa 8-10 jam sebeum
pengambilan sampel darah
21

3. Pemeriksaan gula darah 2 jam setelah makan, setelah dialkukan pemeriksaan


gula darah puasa, pasien dianjurkan makan dan minum. Setelah 2 jam,
sampel darah diambil lagi untuk pemeriksaan
4. Pemeriksaan HbA1c
5. Pemeriksaan penyaring berupa tes toleransi glukosa oral (TTGO), dilakukan
pada pasien yang hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal
ataupun kriteria DM, pasien diharuskan puasa 8 jam sebelum pemeriksaan.
d. Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetic dapat menunjukan demineralisasi
dan sendi charcot serta adanya ostomielitis.
2. Comuputed tomographic (CT) scan dan magnetic resonance imanging
(MRI): meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis abses
dengan pemeriksaan fisik, CT-scan atau MRI dapat digunakan untuk
membantu diagnosis abses apabila pemeriksaan fisik tidak jelas
3. Arteriografi konvensional: untuk memperlihatkan luas dan makna penyakit

2.2.7 Penatalaksaan
Ulkus kaki diabetic sangat rawan terinfeksi karena penurunan respons sel
darah putih. Sebagian besar selulitis dan fasitis terjadi karena ulkus jenis ini.
Osteomyelitis dapat terjadi dan sering memerlukan Tindakan amputasi jika tidak
sembuh. Intervensi terapeutik yang dapat dilakukan meliputi (Hammond et al.,
2017):
1. Identifikasi jaringan nekrotik baru atau jaringan yang tidak sehat untuk
dilakukan debridement
2. Dokumentasi derajat neuropati dan mekanisme trauma
3. Berikan antibiotic dan observasi ketat terhadap tanda-tanda infeksi pada luka
4. Lakukan perawatan luka yang sesuai, penggunaan alas kaki yang sesuai, serta
lakukan pengkajian luka
5. Gunakan alat pelindung kaki Ketika berjalan seperti sandal atau sepatu
6. Kontrol gula darah dapat mempercepat penyembuhan, kaji level HgA1c dan
kepatuhan minum obat pengontrol gula darah
Penatalaksanaan Menurut Black & Hawks, (2021) ada beberapa penatalaksanaan pada
pasien ulkus diabetikum, antara lain :
a. Pengobatan
22

Pengobatan dari gangren diabetik sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya
ulkus, apabila dijumpai ulkus yang dalam harus dilakukan pemeriksaan yang
seksama untuk menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya debridement yang
akan dilakukan. Dari penatalaksanaan perawatan luka diabeti ada beberapa
tujuan yang ingin dicapai antara lain:
1. Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
2. Optimalisasi suasana lingkungan luka dalam kondisi lembab
3. Dukungan kondisi klien atau host ( nutrisi, control diabetes melitus dan
control faktor penyerta )
4. Meningkatkan edukasi klien dan keluarga
b. Perawatan luka diabetic
1. Mencuci luka
Merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat
proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan terjadinya infeksi.
Proses pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan
luka yang berlebihan, sisi balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh
pada permukaan luka.
2. Debridement
Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slough pada luka.
Debridement dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi atau selulitis,
karena jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan adanya peningkatan
jumlah bakteri.
3. Terapi antibiotikka Pemberian antibiotic biasanya diberi peroral yang bersifat
menghambat kuman garam positi fan gram negatif.
4. Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam
penyembuhan luka. Penderita ganggren diabetik biasanya diberikan diet B1
dengan gizi : yaitu 60 % kalori karbohidrat, 20 % kalori lemak, 20 % kalori
protein.
c. Manajemen umum luka kaki diabetik
1. Jangan merokok
2. Berjalan dengan alas kaki
3. Inspeksi sepatu sebelum dan setelah digunakan
4. Gunakan proteksi (spatu kulit) dengan area khusus pada jari
23

5. Cuci kaki tiap hari dengan air hangat, keringkan segera


6. Jangan gosok kaki terlalu keras
7. Hindari pemakaian bahan kimia atau plester yang kuat
8. Potong kuku jari kaki rata
9. Pengikisan kallus
10. Beri pelembab tetapi hindari penggunaan di sela jari kaki
11. Inspeksi kaki setiap hari (guanakn cermin untuk are yang sulit terjangkau)
12. Rasakan perubahan temperature
13. Hindari kontak dengan benda panas atau terlalu dingin
14. Segera pergi ke fasilitas Kesehatan bila menemukan perubahan kulit,
tergores, ada bullae ataupun luka baru
15. Kontrol gula darah
16. Kontrol tekanan darah
17. Diit (Aminuddin et al., 2020)

2.2.8 Rencana asuhan keperawatan


a. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan: Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri,
kesemutan pada esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit kepala,
menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma dan bingung.
2. Riwayat Kesehatan lalu: Biasanya klien DM mempunyai Riwayat
hipertensi, penyakit jantung seperti Infark miokard
3. Riwayat Kesehatan keluarga: Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang
menderita DM
b. Pengkajian pola Gordon
1. Pola presepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan
tatalaksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren pada kaki diabetik, sehingga menimbulkan persepsi negatif
terhadap diri dan kecendurangan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama
2. Pola nutrisi metabolik
24

Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan
menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengarui
status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor
kulit jelek , mual muntah
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan
4. Pola ativitas dan Latihan
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melakukan aktivitas
sehari hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang luka,sehingga
klien mengalami kesulitan tidur
6. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan.
7. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh ,
lamanya perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem)
8. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu
dan menarik diri dari pergaulan.
9. Seksualitas
25

Angiopati dapat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi sehingga


menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas maupun ereksi seta
memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme.
10. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
kontruktif/adaptif
11. Nilai keperacayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengarui pola ibadah penderita.
c. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan vital sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah
dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal,
Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika
terjadi infeksi.
2. Pemeriksaan kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi
kulit terasa gatal.
3. Pemeriksaan jantung
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
4. Pemeriksaan musculoskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan
5. Pemeriksaan ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa
baal
6. Pemeriksaan neurologi
GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)
d. Diagnosa keperawatan
26

1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah


ke perifer, proses penyakit DM
2. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik jaringan, penumpukan pus/eksudat
3. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan timbulnya nekrotik
pada jaringan gangrene
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh

Table 2.5 Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa keperawtan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
D.0009: Perfusi perifer L.02011: Perfusi perifer I.06204: Perawatan neurovascular
tidak efektif Setelah dilakukan Observasi:
Kategori: fisiologis intervensi keperawatan 1. Monitor perubahan warna kulit
Subaktegori: respirasi selama 3x24jam abnormal
diharapkan perfusi perifer 2. Monitor keterbatasan gerak
meningkat dengan kriteria ekstremitas
hasil: 3. Monitor perubahan sensasi
1. Edema perifer menurun ekstremitas
2. Nyeri ekstremitas 4. Monitor adanya pembengkakan
menurun 5. Monitor capillary refill time
3. Kelemahan otot 6. Monitor adanya nyeri
menurun 7. Monitor adanya tanda-tanda
4. Kram otot menurun sindrom kompartemen
5. Nekrosis menurun Terapeutik:
1. Elevasikan ekstremitas
2. Pertahankan kesejajaran (align
ment) anatomis ekstremitas
Edukasi:
1. Jelaskan pentingnya melakukan
pemantauan neurovaskuler
2. Anjurkan menggerakan ekstremitas
secara rutin
3. Ajarkan Latihan rentang gerak
D.0077: Nyeri akut L.08066: Tingkat nyeri I.08238: Manajemen nyeri
27

Kategori: psikologis Setelah dilakukan Observasi:


Subkategori: nyeri dan intervensi keperawatan 1. Identifikasi skala nyeri
kenyamanan selama 3x24jam 2. Ientifikasi respon nyeri non verbal
diharapkan tingkat nyeri Terapeutik:
menurun dengan kriteria 1. Berikan Teknik non farmakologis
hasil: untuk mengurangi nyeri
1. Kemampuan 2. Fasilitasi istirahat dan tidur
menuntaskan aktivitas Edukasi:
meningkat 1. Anjurkan menggunakan analgetic
2. Keluhan nyeri 2. Anjurkan taknik non farmakologi
menurun untuk mengurangi nyeri
3. Galisah menurun Kolaborasi:
4. Kesulitan tidur 1. Kolaborasi pemberian analgetic,
menurun jika perlu
5. Perilaku membaik
D.0129: Gangguan L.14125: Integritas kulit I.14564: Perawatan luka
integritas kulit dan jaringan Observasi:
Kategori: lingkungan Setelah dilakukan 1. Monitor karakteristik luka
Subkategori: kemanan dan intervensi keperawatan 2. Monitor tanda-tanda infeksi
proteksi selama 3x24jam Terapeutik:
diharapkan integritas kulit 1. Lepaskan balutan dan plester secara
dan jaringan meningkat perlahan
dengan kriteria hasil: 2. Bersihkan dengan cairan NaCl atau
1. Perfusi jaringan pembersih nontoksik, sesuai
meningkat kebutuhan
2. Kerusakan jaringan 3. Bersihkan jaringan nekrotik
menurun 4. Berikan salep yang sesuai ke
3. Kerusakan lapisan kulit kulit/lesi jika perlu
menurun 5. Pasang balutan sesuai jenis luka
4. Nekrosis menurun 6. Pertahankan Teknik steril saat
5. Sensasi membaik melakukan perawatan luka
6. Tekstur membaik 7. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat
dan drainase
Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi makanan
28

tinggi kalori
3. Ajarkan prosedur perawtan luka
secara mandiri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi prosedur debridement
2. Kolaborasi pemberian antibiotik
D.0054: Gangguan L.05042: Mobilitas fisik I.05173: Dukungan mobilisasi
mobilitas fisik Setelah dilakukan Observasi:
Kategori: fisiologis intervensi keperawatan 1. Identifikasi adanya nyeri atau
Subkategori: selama 3x24jam kebutuhan fisik lainnya
aktivitas/istirahat diharapkan mobilitas fisik 2. Identiikasi toleransi fisik melakukan
meningkat dengan kriteria pergerakan
hasil: 3. Monitor kondisi umum selama
1. Pergerakan ekstremitas melakukan mobilisasi
meningkat Terapeutik:
2. Kekuatan otot 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
meningkat alat bantu
3. Nyeri menurun 2. Fasilitasi melakukan pergerakan
4. Kecemasan menurun 3. Libatkan keluarga untuk membantu
5. Kelemahan fisik pasien dalam meningkatkan
menurun pergerakan
Edukasi:
1. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan
D.0083: Gangguan citra L.09067: Citra tubuh I.09312: Promosi koping
tubuh Setelah dilakukan Observasi:
Kategori: psikologis intervensi keperawatan 1. Identifikasi pemahaman proses
Subkategori: integritas ego selama 3x24jam penyakit
diharapkan citra tubuh 2. Identifikasi kebutuhan dan
meningkat dengan kriteria keinginan terhadap duungan sosial
hasil: Terapeutik:
1. Verbalisasi perasaan 1. Gunakan pendekatan yang tenang
negative tentang dna meyakinkan
perubahan tubuh 2. Fasilitasi memperoleh informasi
menurun yang dibutuhkan
2. Menyembunyikan Edukasi:
bagian tubuh 1. Anjurkan penggunaan sumber
29

berlebihan menurun spiritual


3. Respon nonverbal pada 2. Anjurkan mengungkapkan perasaan
perubahan tubuh dan persepsi
membaik 3. Latihan penggunaan Teknik
relaksasi

e. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah luka secara umum dapat dinilai dari adanya
sempurnanya proses penyembuhan luka, tidak ditemukan tanda adanya
peradangan, tidak ada perdarahan, luka dalam keadaan bersih, dan penampilan
luka baik (Jainurakhma et al., 2021)

2.3 Fisiologi penyembuhan luka


2.3.1 Definisi
Luka adalah terjadinya kerusakan integritas dari kulit atau diskontinuitas
jaringan. Luka dapat dibagi menjadi luka akut maupun luka kronis (Perdanakusuma &
Hariani, 2015):
a. Luka akut. Yaitu luka baru, mendadak, dan penyembuhannya adalah luka sayat,
luka bakar dan luka tusuk
b. Luka kronis yaitu luka yang gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak
berespons baik terhadap terapi dan mempunyai tedensi untuk timbul Kembali.
Contohnya adalah ulkus decubitus, ulkus diabetikum, dan ulkus varikosum
Penyembuhan luka merupakan suatu proses instrinsik dimana jaringan kulit
atau organ lainnya berupaya untuk memperbaiki diri setelah terjadi luka dimana
akan terjadi suatu proses fisiologis yang kompleks. Komponen utama dalam proses
pnyembuhan luka adalah jaringan ikat atau kolagen, pembuluh darah dan epitel.
Fisiologis penyebuhan luka secara alami akan mengalami beberapa fase yaitu
(Perdanakusuma & Hariani, 2015):
a. Fase inflamasi: dimulai sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Segera setelah
luka, pembuluh darah yang putus mengalami konstriksi dan reaksi hemostasis
karena agregasi trombosit yang Bersama jala fibrin membekukan darah.
b. Fase poliferasi atau fibroplasi: fase ini dimulai pada akhir fase inflamasi (sekitar
hari ke-5) dan berlangsung sampai sekitar 3 minggu.
30

c. Fase remodelling atau maturase: fase yang terakhir dan terpanjang pada proses
penyembuhan luka terjadi pada masa ini. Pada fase ini terjadi upaya untuk
memulihkan struktur jaringan normal. tanda inflamasi pada fase ini mulai
menghilang. Tubuh berusaha menormalkan Kembali semua keadaan yang
abnormal karena proses penyembuhan luka.

2.3.2 Tujuan perawatan luka


a. Kontrol bakteri
Infeksi luka ditentukan oleh keseimbangan daya tahan luka dengan jumlah
mikroorganisme. Bila mikroorganisme < 104/gram jarigan kemungkinan terjadi
infeksi adalah 6%, bila >104/gram jaringan kemungkinan infeksi 89% dan bila
>105/gram jaringan hamper dapat dipastikan terjadi infeksi dan penutupan luka
akan gagal.(Rehatta, 2020)
b. Mengelola eksudat
Mengatasi eksudat merupakan hal yang penting dalam pengelolaan luka. Cara
terbaik untuk melihat bed luka yang tidak sembuh pada luka kronik adalah
dengan menilai jumah eksudat. Pengelolaan eksudat dapat dilakukan dengan:
1. Direct: dilakukan balut tekan disertai highly absorbent dressing atau system
vacum mechanical. Bisa juga dilakukan dengan oencucian dan irigasi
menggunakan Nacl 0,9% atau air steril. Tindakan ini tidak hanya membuang
eksudat dan seluler debris tetapi dapat menurunkan jumlah bakteri yang
sering menyebabkan berlebihnya jumlah eksudat.
2. Indirect: prosedur ini ditunjukan untuk mengurangi penyebab yang
mendasari koloni bakteri (Rehatta, 2020)
c. Dressing luka
Bertujuan melindungi luka dari trauma dan infeksi. Dalam kondisi lembab
penyembuhan luka lebih cepat 50% disbanding luka kering. Pembalut modern
bila digunakan sesuai dan dilakukan dengan algoritma yang valid bisa
mengurangi biaya dan lebih efektif dalam perawatan luka. Perawatan luka dalam
suasana lembab akan membantu pnyembuhan luka dengan memberikan suasana
yang dibutuhkan untuk pertahanan local oleh makrofag, akselerasi angiogenesis
dan mempercepat penyembuhan luka. Suasana lelmbab membuat suasana yang
optimal untuk akselerasi penyembuhan dan memacu pertumbuhan jaringan.
(Rehatta, 2020)
31

Tujuan dari penggunaan wound dressing adalah menyediakan lingkungan yang


ideal untuk terjadinya penyembuhan luka. Syarat dari wound dressing yang baik
adalah (Soeselo et al., 2021):
a. Dapat menghasilkan lingkungan yang lembab
b. Menyerap kelebihan eksudat
c. Dapat mencegah desikasi/kekeringan
d. Memungkinkan terjadinya pertukaran gas
e. Impermeable terhadap mikroorganisme
f. Thermally insulating
g. Mencegah kontaminasi
h. Nontoksik
i. Dapat memberikan proteksi secara mekanik
j. Nontraumatic
k. Mudah digunakan
l. Cost-efficent

2.3.3 Pencegahan
Prinsip pencegahan terjadinya abnormalitas dalam penyembuhan luka antara lain
(Soeselo et al., 2021):
a. Hindari/kurangi regangan/tension
b. Jaga kelembapan
c. Beri penekanan dengan taping/plaster dan pressure garment
Kondisi luka dengan regangan tinggi (tegak lurus dari garis langer) regangan
tinggi saat penutupan, dan area anatomi tertentu (deltoid dan sternal) memiliki risiko
tinggi untuk terjadinya abnormalitas penyembuhan luka. Parut luka dapat dicegah
sejak awal dengan upaya-upaya tersebut diatas, antara lain dengan post surgical
taping pada luka selama minimal 3 bulan hingga fase remodeling berakhir berakhir
dan parut luka sudah matur. Penggunaan lotion pelembab dan dressing yang meretensi
kelebaban (gel dan silicone sheets) dapat juga memperbaiki tampilan bekas
luka.edukasi pasien untuk menghindari paparan sinar matahari dan menggunakan
tabir surya selama 1 tahun setelah luka (Soeselo et al., 2021).

2.3.4 Jenis Dressing


32

Soeselo et al (2021) mengatakan terdapat dua tipe dressing, yaitu dressing


konvesional dan dressing modern. Dressing konvensional terdiri dari beberapa produk
seperti kassa, plester, serat, perban (natual/sintetis), dan kain katun. Dressing
konvesionel bersifat kering dan digunakan sebagai dressing primer atau sekunder
untuk melingungi luka dari kontaminasi. Dressing kasa terbuat dari anyaman serat
katun, rayon, polister. Dressing konvensional harus sering diganti untuk mencegah
maserasi dari jaringan yang sehat. Apabila luka menghasilkan banyak cairan drainase,
dressing akan menjadi lembab, lalu mengering, dan cenderung menempel pada luka
sehingga akan menimbulkan nyeri saat dilepas.
Adapun jenis dressing modern adalah sebagai berikut (Soeselo et al., 2021):
a. Non-adherent: dressing ini untuk menyerap cairan dari luka tanpa terjadi
perlekatan antara dressing dan luka sehingga mengurangi rasa nyeri saat dilepas.
Kandungan petroleum
b. Occlusive dan semi occlusive: occlusive dressing bersifat non-permeable sehingga
tidak membiarkan pertukaran udara dan cairan antara luka dan lingkungan. Semi
occlusive dressing bersifat semi-permeable sehingga pertukaran udara antara luka
dan lingkungan dapat terjadi meskipun pertukaran cairan tidak. Dressing ini
berguna untuk mencegah kontaminasi, mempertahankan kelembaban, dan
mencegah terjadinya infeksi dari luar luka. Dressing ini sesuai untuk luka
seperfisial dengan eksudat minimal
c. Hidrofilik dan hidrofobik: dressing ini terbentuk dari foam hidrofobik dan
hidrofolik dimana sifat hidrofolik membantu penyerapan dan sifat hidrofobik
melindungi bagian luar luka dari cairan tapi tetap membiarkan pertukaran udara
terjadi. Diindikasikan untuk luka dengan eksudat yang sangat banyak
d. Hidrokoloid: dressing ini membentuk gel yang berfungsi untuk melembabkan
daerah luka agar jaringan granulasi terlindungi. Luka dengan eksudat ringan dan
sedang dapat menggunakan ditutup dengan hidrokoloid. Hidrokoloid tidak
dianjurkan pada luka dengan eksudat tinggi.
e. Hodrogel: dressing ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan luka yang lembab
dan memungkinkan terjadinya debridemen autolitik. Hydrogel beerja optimal
dalam waktu tiga hari
f. Alginate: dressing ini dipakai untuk menyerap eksudat dalam jumlah banyak dan
memerlukan hemostasis. Alginate dipakai pada luka dengan eksudat sedang
hingga banyak.
33

g. Negative pressure wound therapy: foam absorbent disambungkan dengan alat


vakum yang memberi tekanan negative untuk menarik cairan eksudat dari luka
dan menjaga luka tertutup agar penyembuhan luka berjalan lebih cepat. Efektf
pada luka terbuka dan luka trauma yang telah dilakukan debrideben sebelumnya.

2.3.5 Perawatan luka


Perawatan luka merupakan Tindakan untuk merawat luka dan melakukan
pembalutan dengan tujuan mencegah infeksi silang (masuk melalui luka) dan
mempercepat proses penyembuhan luka
Tabel 2.6 persiapan alat dan prosedur pelaksanaan
Persiapan alat dan bahan Prosedur pelaksanaan
1. Bak instrumen steril berisi: 1. Periksa program perawatan luka/ penggantian balutan yang
 1 buah gunting jaringan direkomendasikan.
tajam 2. Letakkan under pad di bawah area luka.
 1 buah pinset anatomis 3. Atur posisi klien sesuai lokasi luka dan memudahkan prosedur
 1 buah pinset chirrurgis perawatan.
2. Korentang jar dan korntang: 4. Tempatkan kantung sampah di dekat area kerja.
1 set 5. Cuci tangan secara medikal asepsis.
3. Neerbeken 6. Pakai schort (gown) atau apron dan gloves pada kedua tangan
4. Gloves/sarung tangan sesuai 7. Usapkan alkohol 70% atau adhesive remover pada plester
ukuran: 2 pasang balutan yang menempel di kulit pasien.
5. Normal saline (NaCl 0,9%) 8. Lepaskan/angkat perekat balutan secara hati-hati.
500 ml dalam botol 9. Basahi kasa (balutan primer) dengan normal saline bila kasa
6. Topikal terapi sesuai kondisi lengket di dasar luka.
luka: 10. Buang kasa pembalut luka ke dalam kantung sampah.
 Hydrogel (GEL) 11. Lepaskan gloves jika kotor buang ke kantung sampah.
 Salep Luka 12. Kenakan gloves baru yang bersih.
7. Pembalut/dressing luka 13. Bilas luka dengan NaCl 0,9% dan gosok jaringan nekrosis
(absorbent dressing)sesuai secara lembut dengan ujung jari sampai bersih dengan
dengan kondisi: menggunakan sabun cuci luka,
 Transparant film 14. Keringkan luka dengan cara di tekan ringan dan lembut (bukan
dreesing digosok) dengan kasa.
15. Kaji jumlah, jenis, viskositas dan bau exudate; warna dasar
 Kasa
luka; ukuran luka; jaringan granulasi/ fibrorik, dan tanda
8. Underpad
infeksi.
9. Sabun Cuci Luka
16. Bersihkan kulit sekitar luka sampai radius ± 5 cm dari tepi luka
10. Perekat balutan non-woven
17. Kaji luka tentang ukuran (panjang, lebar, kedalaman dalam
(hipafix / micropore, dll)
centimeter), bau, exudate, warna dasar, debris dan tanda infeksi.
11. Gunting verband: 1 buah
18. Lakukan debridement tajam (CSWD) untuk melepas dan
12. Kantung sampah medis.
membuang jaringan nekrotik (jika jaringan nekrotik telah lepas
13. Penggaris luka
dari dasar luka) dengan gunting tajam dan pinset.
19. Bilas dengan NaCl 0,9% dan keringkan dengan kassa.
20. Aplikasikan antibiotika topikal (metronidazole powder-jika
perlu) dan Gel di permukaan luka secara merata. Jika ada
rongga dalam, isi rongga dengan Gel sampai ½ kedalamannya.
21. Tutup gel dengan balutan penyerap exudate sebagai primary
dressing.
22. Tutup balutan dengan Transparent film dressing (tepi pembalut
34

melingkupi 3 - 4 cm dari tepi luka) atau


23. Tutup dengan beberapa lapis kasa dan tutup seluruh permukaan
kasa dengan plester non-woven (misal Hipafix)
24. Letakkan instrumen yang telah terpakai dan kotor di dalam kom
berisi larutan desinfektan.
25. Rapikan klien dan angkat underpad.
26. Cuci peralatan kotor dan merapikan kembali di tempatnya
semula.
27. Lepaskan gloves (bagian dalam di luar), buang ke kantung
sampah. Lepaskan gown/ apron.
28. Cuci tangan secara medical asepsis
29. Catat di chart tentang penggantian balutan luka,
penampilan/ukuran luka dan exudate.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Tinjauan Kasus
Seorang laki-laki berusia 60 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan Diabetes
melitus dengan luka gangrene pada tungkai kanan. Pasien mengatakan ingin cepat
sembuh dari sakitnya. Perawat mengkaji luka dengan panjang 15cm, lebar 7cm dan
kedalaman 3inchi. Luka tampak kotor, berbau, terdapat jaringan nekrotik yang
menutupi permukaan luka luka serta pus dibeberapa sisi luka. Hasil pemeriksaan
menunjukan tekanan darah 120/80mmHg, frekuensi nadi 80x/menit, frekuensi napas
24x/menit, suhu 37°C. hasil pemeriksaan gula darah sewaktu 340mg/Dl

3.2 Analisa data


Data fokus Masalah keperawatan Etiologi
DS: D.0129: Gangguan integritas Nekrosis luka
 Pasien megatakan kulit ↓
lukanya berbau Kategori: lingkungan Gangrene
Subkategori: kemanan dan
 Pasien mengatakan ↓
proteksi
ingin cepat sembuh Timbulnya nekrotik dalam
DO: jaringan
 Tampak luka gangren ↓
pada tungkai kanan . Gangguan kerusakan

 Luka tampak kotor dan integritas kulit/jaringan

berbau
 Panjang luka 15cm,
lebar7cm, dan
kedalaman 5inchi
 Tampak jaringan
nekrotik yang
menutupi luka serta
pus dibeberapa sisi
luka
DS: D.0027: Ketidakstabilan Kerusakan sel α dan β
 Pasien mengatakan kadar glukosa darah pancreas

35
36

ingin cepat sembuh Kategori: fisiologis ↓


DO: Subkategori: nutrisi dan Defisiensi insulin
 Hasil pemeriksaan cairan ↓
GDS 340mg/dL Gangguan metabolisme
karbohidrat, protein dan
lemak

Hiperglikemia

Ketidakstabilan glukosa
darah
DS: D.0112: Kesiapan
 Pasien mengatakan peningkatan manajemen
ingin cepat sembuh Kesehatan
DO: Kategori: perilaku
 Keadaan umum lemah Subkategori: penyuluhan
kesadaran compos dan pembelajaran
mentis GCS:15
 Tampak luka gangrene
pada tungkai kanan
 TD: 120/80mmHg
N: 80x/menit
S: 37°C.
RR: 24x/menit
 Hasil pemeriksaan
gula darah sewaktu
340mg/dL

3.3 Diagnosa keperawatan


1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan neuropati perifer ditandai dengan
kerusakan jaringan/lapisan kulit
2. Ketidakstabilan gula darah Ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengan
Retensi insulin ditandai dengan hiperglikemia, letih/lesu
37

3. kesiapan peningkatan manajemen kesehatan berhubungan dengan kondisi klinis


diabetes melitus ditandai dengan ekspresi keinginan untuk mengelola masalah
Kesehatan

3.4 Intervensi keperawatan


Tabel 3.2 Rencana asuhan keperawatan
Diagnosa keperawtan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
D.0129: Gangguan L.14125: Integritas kulit I.14564: Perawatan luka
integritas kulit dan jaringan Observasi:
Kategori: lingkungan Setelah dilakukan 1. Monitor karakteristik luka
Subkategori: kemanan dan intervensi keperawatan 2. Monitor tanda-tanda infeksi
proteksi selama 3x24jam Terapeutik:
diharapkan integritas kulit 1. Lepaskan balutan dan plester secara
dan jaringan meningkat perlahan
dengan kriteria hasil: 2. Bersihkan dengan cairan NaCl atau
1. Perfusi jaringan pembersih nontoksik, sesuai
meningkat kebutuhan
2. Kerusakan jaringan 3. Bersihkan jaringan nekrotik
menurun 4. Berikan salep yang sesuai ke
3. Kerusakan lapisan kulit kulit/lesi jika perlu
menurun 5. Pasang balutan sesuai jenis luka
4. Nekrosis menurun 6. Pertahankan Teknik steril saat
5. Sensasi membaik melakukan perawatan luka
6. Tekstur membaik 7. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat
dan drainase
Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi makanan
tinggi kalori
3. Ajarkan prosedur perawtan luka
secara mandiri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi prosedur debridement
2. Kolaborasi pemberian antibiotik
D.0027: Ketidakstabilan L.03022: Kestabilan kadar I.03115: Manajemen hiperglikemia
38

kadar glukosa darah glukosa darah Observasi:


Kategori: fisiologis Setelah dilakukan 1. Monitor kadar glukosa darah
Subkategori: nutrisi dan intervensi keperawatan 2. Monitor tanda dan gejala
cairan selama 3x24jam hiperglikemia (polyuria, polifagi,
diharapkan Kestabilan polidipsi, malaises)
kadar glukosadarah 3. Monitor intake dan output cairan
meningkat dengan kriteria
4. Monitor keton urin, kadar Analisa
hasil:
gas darah, elektrolit, tekanan darah
1. Lelah/lesu menurun
ortostatik dan frekuensi nadi
2. Keluhan lapar menurun
Terapeutik:
3. Rasa haus menurun
1. Berikan asupan cairan oral
4. Kadar glukosa dalam
2. Konsultasi dengan medis jika tanda
darah membaik
dan gejala hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
Edukasi:
1. Anjurkan kadar glukosa darah
secara mandiri
2. Anjurkan kepatuhan diet dan
olahraga
3. Ajarkan pengelolaan diabetes
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian insulin, jika
perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan IV,
jika perlu
3. Kolaborasi pemberian kalium, jika
perlu
D.0112: Kesiapan L.12106: Pemeliharaan I.12468: Promosi kepatuhan pengobatan
peningkatan manajemen Kesehatan Observasi:

Kesehatan Setelah dilakukan 1. Identifikasi tingkat pemahaman


intervensi keperawatan pada penyakit, komplikasi dan
Kategori: perilaku
selama 3x24jam pengobatan yang dianjurkan
Subkategori: penyuluhan
diharapkan pemeliharaan 2. Identifikasi perubahan kondisi
dan pembelajaran
kesehatan meningkat Kesehatan yang baru dialami
dengan kriteria hasil: Terapeutik:
1. Menunjukan perilaku 1. Sediakan informasi tertulis tentang
39

adaptif meningkat jadwal pengobatan


2. Menunjukan minat 2. Libatkan keluarga sebagai pengawas
meningkat minum obat
3. Memiliki system Edukasi:
pendukung meningkat 1. Jelaskan pentingnya mengikuti
pengobatan sesuai dengan program
2. Ajarkan strategi untuk
mempertahankan atau memperbaiki
kepatuhan pengobatan

3.5 Implementasi
Table 3.3 Implementasi keperawatan
Tgl/waktu Diagnose Implementasi Evaluasi ttd
6 juni 2022 Gangguan 1. Melakukan perawatan S: keluhan luka
Pkl 08:00 integritas luka gangrene menimbulkan bau
kulit/jaringan 2. Memonitor menurun
karakteristik luka O: tidak ada tanda-tanda
Hasil: luka tampak infeksi pada luka
kotor, bau dan A: gangguan integritas
terdapat pus pada sisi kulit/jaringan
luka P: integritas kulit
3. Memonitor tanda- meningkat dengan
tanda infeksi kriteria:
Hasil: tidak ada - Perfusi jaringan
tanda-tanda infeksi meningkat
pada luka - Kerusakan jaringan
menurun
- Kerusakan lapisan
kulit menurun
- Nekrosis menurun
- Sensasi membaik
- Tekstur membaik
6 juni 2022 Ketidakstabilan - Memonitor kadar S: keluahan rasa haus da,
Pkl 08:00 kadar gula darah glukosa darah lapar berlebihan
Hasil: GDS 305 O: hasil pemeriksaan
mg/dL GDS: 305 mg/dL
40

- Memonitor tanda dan A: Ketidakstabilan kadar


gejala hiperglikemia glukosa darah
Hasil: pasien tampak P: kadar glukosa darah
lemah, membaik dengan kriteria:
- Lelah/lesu menurun
- Keluhan lapar
menurun
- Rasa haus menurun
- Kadar glukosa dalam
darah membaik: GDS
305 mg/dL
6 juni 2022 Kesiapan - Memberikan edukasi S: pasien mengatakan
Pkl 08:00 penigkatan dan informasi ingin cepat sembuh dari
manajemen penyakit yang di penyakitnya.
Kesehatan alami pasien O:
Hasil: pasien tampak - keadaan umum
mengerti lemah, kesadaran
- Menganjurkan pasien compos mentis, GCS:
untuk melakukan 15
pengelolaan diabetes - TTV:
Hasil: pasien tampak - TD: 128/80 mmHg
mengerti - RR: 24x/menit
- Memberikan - N: 80x/menit
informasi manajemen - S: 37°C.
kaki diabetes A: Kesiapan peningkatan
Hasi: pasien mampu manajemen Kesehatan
mengulangi yang P: Hentikan intervensi
sudah dijelaskan
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Literature review
Kata kunci yang digunakan untuk mendapatkan artikel yang relevan pada literature
review menggunakan kata kunci: “Ulkus diabetikum”, “Modern Wound Dressing”,
dan “Diabetes melitus”. Periode publikasi dibatasi sampai Mei tahun 2021.
Rancangan literatur review menggunakan format PICO yang terdiri dari:
Population/problem : Ulkus diabetikum
Intervention : Modern wound dressing
Comparasion : tidak ada
Outcome : penyembuhan luka

Table 4.1 hasil pencarian artikel


No Judul Peneliti Sampel Sumber Kesimpulan
1. Efektivitas (Rismayant besar sampel https:// Hasil uji paired t test
Perawatan Ulkus i et al., sebanyak 30 journal.ipm2 menunjukkan bahwa ada
Diabetikum 2020) orang, kpe.or.id/ perbedaan yang signifikan
Terhadap dengan index.php/ penyembuhan luka diabetes
Penerimaan Diri pembagian JKS/article/ mellitus grade 2 sebelum dan
Pasien Diabetes kelompok view/1773 setelah diberikan modern
Melitus Tipe II kontrol dan dressing
kelompok
intervensi
masing-
masing 15
orang
2. Pengaruh Tehnik (Barus et 13 http:// Hasil penelitian yang
Modern Wound al., 2022b) Responden www.ejurnal didapatkan dari 13 responden
Dressing malahayati.a dengan ulkus diabetikum
Terhadap Proses c.id/ diperoleh hasil bahwa ada
Penyembuhan index.php/ perubahan katagori luka
Luka Ulkus manuju/ sebelum dan sesudah
Diabetikum Pada article/ perawatan luka dengan tehnik
Pasien Diabetes view/5913 modern wound dressing
Mellitus Di

41
42

Klinik Wound &


Footcare Rsud Al
Ihsan Provinsi
Jawa Barat
3. Efektivitas (Irwan et 36 responden http:// Pada perawatan luka modern
Perawatan Luka al., 2022) ojs.lppmunip mempunyai perkembangan
Modern Dan rima.org/ perbaikan luka yang lebih baik
Konvensional index.php/ di bandingkan dengan
Terhadap Proses mappadising/ kelompok perawatan luka
Penyembuhan article/ konvensional.
Luka Diabetik view/291
4. Pengaruh modern (Khoirunisa 18 responden http:// Modern dressing ini mampu
dressing terhadap et al., 2020) jurnal.unissul menurunkan skor
rerata skor a.ac.id/ penyembuhan luka ulkus
penyembuhan index.php/ diabetikum. Intervensi ini
luka ulkus jnm/article/ dapat direkomendasikan untuk
diabetikum view/12967 pasien ulkus diabetikum
5. Proses (Primadani 2 orang https:// Hasil yang didapatkan adalah
Penyembuhan & Safitri, responden jurnal.unimu adanya perbaikan luka yang
Luka Kaki 2021) s.ac.id/ ditujukkan dengan peningkatan
Diabetik Dengan index.php/ skor pada lembar assessment
Perawatan Luka nersmuda/ dengan rerata selisih sebanyak
Metode Moist article/ 4 poin. Teknik moist wound
Wound Healing view/6255 healing mempercepat
penyembuhan luka diabetik
6. Efektifitas (Subandi et 15 responden https:// Menggunakan balutan secara
Modern Dressing al., 2019b) jurnal.stikesc modern dirasa nyaman, aman,
Terhadap Proses irebon.ac.id/ dan melindung luka dari
penyembuhan index.php/ paparan bakteri dan
Luka Diabetes kesehatan/ mikroorganisme yang dapat
Melitus Tipe 2 article/ mengenai luka. Metode
download/ modern dressing effektif untuk
7/7 proses penyembuhan luka
dibandingkan dengan metode
konvensional.
43

4.2 Hasi pencarian artikel


Dari 6 artikel yang ditemukan hasilnya ialah Kekuatan (Strenghs) yang ada
pada penelitian ini yaitu terdapat hasil efek positif dari penerapan perawtan luka
dengan menggunakan metode modern wound dressing terhadap proses penyembuhan
luka pada pasien dengan ulkus diabetikum. Untuk Kelemahan (Weaknesses) biaya
yang dikeluarkan oleh penderita sedikit lebih mahal dibandingkan dengan perawatan
luka konvensional. Dari penjelasan diatas didapatkan Peluang (Opportunities) yaitu
adanya Literatur Riview ini perawat dapat menerapkan metode perawatan luka
modern wound dressing untuk proses penyembuhan luka ulkus diabetikum.
Hambatan/ancaman (Threts) yang terjadi pada saat pencarian artikel adalah
memperoleh akses untuk mengunduh artikel.
Luka akut maupun luka kronis, keduanya membutuhkan perawatan dan
penanganan luka yang baik. Penatalaksanaan luka adalah tindakan perawatan luka
yang mencakup semua elemen termasuk kontrol komorbid dan komplikasi yang dapat
terjadi akibat luka tersebut. Rangkaian kegiatan tersebut antara lain membersihkan
luka dan mengganti balutan.
Dalam artikel pertama yang penelitian yang dilakukan oleh Rismayanti et
al., (2020) 10 orang pasien penderita Diabetes Mellitus grade 2 di Griya Utami Care
Bali, ditemukan sebanyak 5 orang yang lukanya membaik dan 5 orang yang lukanya
masih masih dalam lingkup grade 2. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, sebelum diberikan modern dressing dengan metode foam dressing pada
kelompok eksperimen, diketahui bahwa frekuensi penyembuhan luka mayoritas
responden termasuk dalam kategori kematian jaringan tipe 1. Hasil penelitian pre-test
pada kelompok kontrol didapatkan hasil frekuensi penyembuhan luka mayoritas
responden masuk dalam kategori wound dressing tipe 1.
Dalam artikel ke dua penelitian yang dilakukan oleh Barus et al., (2022)
dengan melibatkan 13 responden penderita ulkus diabetikum hasil penelitian yang
telah dilakukan terhadap 13 responden sebelum dilakukan perawatan luka dengan
modern wound dressing dengan pendekatan BWAT sebagian besar yaitu 11 orang
(84,6%) berada pada katagori regenerasi luka dengan nilai luka diantara 13-59, dan
sebagian kecil lainnya yaitu 2 orang (15,3%) berada pada katagori degenerasi luka
dengan nilai luka ≥60.
Dalam artikel ke-3 penelitian yang dilakukan oleh Irwan et al., (2022)
dengan melibatkan 16 responden hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan
44

rerata selisih skor perkembangan perbaikan luka yang signifikan (ρ=0,002) pada dua
Kelompok. Pada perawatan luka modern mempunyai perkembangan perbaikan luka
yang lebih baik di bandingkan dengan kelompok perawatan luka konvensional.
Dalam artikel ke-4 penelitian yang dilakukan oleh Khoirunisa et al., (2020)
dengan melibatkan 18 responden penderita ulkus diabetikum hasil penelitian yang
telah dilakukan di Wocare Bogor bahwa modern dressing dengan hydrogel,
metcovazin, foam, allginet, hydrocolloid mampu menurunkan rerata skor
penyembuhan luka dengan hasil signifikan p value sebesar 0,000.
Dalam artikel ke-5 penelitian yang telah dilakukan oleh Primadani & Safitri,
(2021) melibatkan 2 responden dengan melakukan 3 hari kunjungan hasil penelitian
didapatkan nilai Skoring Perkembangan Penyembuhan luka diabetic Pada pasien 1
mendapat penurunan skor sebanyak 3 poin. Sedangkan pasien 2 mendapat penurunan
skor sebanyak 5 poin. Hal tersebut menunjukkan bahwa perjadi penurunan skor yang
berarti juga ada perbaikan jaringan luka.
Dalam artikel ke-6 penelitian yang dilakukan oleh Subandi et al., (2019b)
melibatkan 15 resoponden hasil penelitian didapatkan diketahui bahwa proses
penyembuhan luka pada responden sesudah setelah dilakukan intervensi selama 45
hari, hasil data penelitian menunjukkan bahwa kelompok kontrol yang menggunakan
perawatan luka konvensional yaitu dengan kategori proses penyembuhan luka
regenerasi luka sebanyak 15 responden atau masih tidak jauh beda diangkat pada saat
observasi pertama. Sedangkan pada kelompok eksperimen yang diberikan intervensi
modern dressing yaitu menunjukan bahwa proses penyembuhan luka dengan kategori
regenerasi luka sebanyak 7 responden atau sekitar 46,7% dan kategori jaringan sehat
sebanyak 8 responden atau sebesar 53,3%.

Berdasarkan hasil dari ke-6 artikel yang telah ditemukan menunjukan bahwa
perawatan luka dengan menggunakan metode wound dressing menunjukan adanya
perbaikan atau proses penyembuhan pada luka yang lebih cepat dibandingkan dengan
metode perawtan luka konvensional. teknik modern dressing ini menjadikan luka
lembab agar sel-sel pada tubuh dapat bekerja untuk proses penyembuhan luka dan
luka dapat teratasi. Teknik modern dressing ini efektif karena banyaknya jenis balutan
untuk luka dan setiap luka memiliki sifat atau kharakteristik yang berbeda-beda maka
dari itu teknik mdern dressing ini lebih cepat terhadap proses penyembuhan luka
45

dibandingkan dengan perawatan luka konvesional yang hanya menggunakan betadin,


NaCl, dan kasa. Proses penyembuhan luka dengan metode modern dressing lebih
cepat karena balutan
yang oklusif yaitu balutan yang tepat untuk luka agar tetap lembab dan
terhindar dari bahaya mikroorganisme dari luar.
Intervensi yang diberikan pada subjek studi kasus adalah perawatan luka
(I.14564) dengan kriteria hasil penyatuan tepi jaringan luka meningkat, jaringan
granulasi meningkat, jaringan parut menigkat, nyeri menurun, eksudat menurun,
infeksi menurun dan inflamasi menurun (PPNI, 2018a). Rencana tindakan adalah kaji
luka dan tanda infeksi, merawat luka dengan bersih dan lembab, memberikan balutan
yang sesuai, edukasi peningkatan nutrisi adekuat, edukasi pengontrolan gula darah,
dan edukasi manajemen stres, serta berkolaborasi pemberian antibiotik, kolaborasi
ahli gizi untuk diit yang sesuai dengan kondisi pasien.(PPNI, 2018b).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Ulkus diabetic merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya
komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vascular insusifiensi dan neuropati,
keadaan lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak drasakan, dan
dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob.
Perawatan luka dengan menggunakan metode wound dressing menunjukan adanya
perbaikan atau proses penyembuhan pada luka yang lebih cepat hal ini dibuktikan
dengan ke-6 artikel penelitian yang ditemukan

5.2 Saran
5.2.1 Profesi
Menyediakan kegiatan pengabdian pada masyarakat berupa penyuluhan pada pasien
diabetes melitus khusunya dengan ulkus diabetikum untuk informasi tentang
manajemen kaki diabetic serta menerapkan perawatan luka dengan metode modern
wound dressing.
5.2.2 Institusi
Melakukan penelitian dengan variabel yang berbeda tentang penerapan perawatan
luka dengan metode wound dressing
5.2.3 Responden
Mencari tau sebanyak-banyaknya informasi tentang ulkus diabetikum serta efektivitas
penerapan luka dengan menggunkan metode modern wound dressing

46
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin, M., Mayusef, S., Nopriyanto, D., & Sholichin. (2020). MODUL PERAWATAN
LUKA. Gunawan lestari.

Andrianto. (2021). BUKU AJAR KARDIODIABETOLOGI KLINIS (B. S. Pikir, Ed.). Airlangga
University Press.

Annisa, R., Muflidah, A., & Syokumawena. (2022). KEPERAWTAN MEDIKA BEDAH (A.
Munandar, D. Putry, & S. Nugraha, Eds.; 1st ed.). Media Sains Indonesia.
https://www.google.co.id/books/edition/Keperawatan_Medikal_Bedah/YzRxEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=0

Ardhiansyah, A. O. (2021). KOPETENSI BEDAH UNTUK DOKTER UMUM. Airlangga


University Press.

Barus, S., Tampubolon, B., & Aminah, S. (2022a). Pengaruh Tehnik Modern Wound Dressing
Terhadap Proses Penyembuhan Luka Ulkus Diabetikum Pada Pasien Diabetes Mellitus di
Klinik Wound & Footcare RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat. Malahayati Nursing Journal,
5(2), 420–431. https://doi.org/10.33024/mnj.v5i2.5913

Barus, S., Tampubolon, B., & Aminah, S. (2022b). Pengaruh Tehnik Modern Wound Dressing
Terhadap Proses Penyembuhan Luka Ulkus Diabetikum Pada Pasien Diabetes Mellitus di
Klinik Wound & Footcare RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat. Malahayati Nursing Journal,
5(2), 420–431. https://doi.org/10.33024/mnj.v5i2.5913

Bilious, R., & Donelly, R. (2022). Buku Pegangan Diabetes. In B. Bariid (Ed.), Buku Peganan
Diabetes Melitus (4th ed., pp. 3–10). Bumi Medika.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2021). KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH: GANGGUAN


SISTEM ENDOKRIN (L. Erlina, N. A. Waluya, & I. M. Kariasa, Eds.; 9th ed.). Elsevier Healt
Sciences.
https://www.google.co.id/books/edition/Medical_Surgical_Nursing_Endocrine_Syste/
gfQlEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0

Hammond, B. B., Zimmermann, P. G., & Emergency Nurses Association. (2017). Sheehy’s
Emergency and Disaster Nursing (A. Kurniati, Y. Trisyani, & S. I. M. Theresia, Eds.; 1
Bahasa Indonesia). ELSEVIER.
https://www.google.co.id/books/edition/Sheehy_s_Emergency_and_Disaster_Nursing/
sez3DwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1

Irwan, M., Indrawati, Maryati, Risnah, & Arafah, S. (2022). EFEKTIVITAS PERAWATAN
LUKA MODERN DAN KONVENSIONAL TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN
LUKA DIABETIK. Jurnal Ilmiah Mappadising, 4.
http://ojs.lppmuniprima.org/index.php/mappadising

Jainurakhma, J., Koerniawan, D., & Supriadi, E. (2021). Dasar-Dasar Asuhan Keperawatan
Penyakit Dalam dengan Pendekatan Klinis (A. Karim & D. D. Pratama, Eds.). Yayasan kita
48

menulis.
https://www.google.co.id/books/edition/Dasar_Dasar_Asuhan_Keperawatan_Penyakit/
ke0sEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1

Infodatin-2020-Diabetes-Melitus, (2020).

Khoirunisa, D., Hisni, D., & Widowati, R. (2020). Pengaruh modern dressing terhadap skor
penyembuhan luka ulkus diabetikum. NURSCOPE: Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Ilmiah
Keperawatan, 6(2), 74. https://doi.org/10.30659/nurscope.6.2.74-80

Maria, I. (2021). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus Dan Asuhan Keperawatan Stroke (D.
Novidiantoko, A. Rasyadany, & A. Y. Wati, Eds.). Deepublish Publisher.
https://www.google.co.id/books/edition/Asuhan_Keperawatan_Diabetes_Mellitus_Dan/
u_MeEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0

Oktorina, R., Wahyuni, A., & Harahap, E. Y. (2019). Pencegahan Ulkus Diabetikum Pada
Penderita Diabetes Mellitus. REAL in Nursing Journal (RNJ), 2(3), 108–117.
https://ojs.fdk.ac.id/index.php/Nursing/index

Perdanakusuma, D. S., & Hariani, L. (2015). Modern Wound Management : Indication &
Application Pengetahuan Praktis, Informasi Produk dan Direktori. Revka Petra Media.
https://www.google.co.id/books/edition/Modern_Wound_Management_Indication_Appli/
F9WfDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=0

PERKENI. (2021). PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS


TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA-2021. PB PERKENI.

PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Keperawatan.
DPP PPNI.

PPNI. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definsii dan Kriteria Hasil keperawatan.
DPP PPNI.

Primadani, A. F., & Safitri, D. N. P. (2021). Proses Penyembuhan Luka Kaki Diabetik Dengan
Perawatan Luka Metode Moist Wound Healing. Ners Muda, 2(1), 9.
https://doi.org/10.26714/nm.v2i1.6255

Rehatta, M. (2020). PEDOMAN KETERAMPILAN MEDIK (F. S. I. Prihanto, Ed.; 3rd ed.).
Airlangga University Press.
https://www.google.co.id/books/edition/Pedoman_Keterampilan_Medik_3/
WKTIDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=0

Rismayanti, I. D. A., Sundayana, I. M., & Pratama, P. E. (2020). Penyembuhan Luka Grade 2
pada Pasien Diabetes Mellitus dengan Modern Dressing Wound Care. Jurnal Keperawatan
Silampari, 4(1), 222–230. https://doi.org/10.31539/jks.v4i1.1773

Soeselo, D. A., Handini, N. S. H., Seiawan, J., Realino, B., & Lonah. (2021). KETERAMPILAN
BEDAH SEDERHANA DI FASILITAS LAYANAN PRIMER (D. Seoselo & A. Yuwono, Eds.;
49

Vol. 1). Universitas Atma Jaya.


https://www.google.co.id/books/edition/Keterampilan_bedah_sederhana_di_fasilita/
kskyEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0

Subandi, E., Studi, P., Keperawatan, I., Tinggi, S., Cirebon, I. K., & Sanjaya, K. A. (2019a).
EFEKTIFITAS MODERN DRESSING TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN LUKA
DIABETES MELITUS TIPE 2. 10(1), 39. https://doi.org/10.38165/jk

Subandi, E., Studi, P., Keperawatan, I., Tinggi, S., Cirebon, I. K., & Sanjaya, K. A. (2019b).
EFEKTIFITAS MODERN DRESSING TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN LUKA
DIABETES MELITUS TIPE 2. 10(1), 39. https://doi.org/10.38165/jk

Supriyadi. (2017). PANDUAN PRAKTIS SKRINING KAKI DIABETES MELITUS. CV. Budi
Utama.

Suryati, I. (2021). BUKU KEPERAWATAN LATIHAN EFEKIF UNTUK PASIEN DIABETES


MELITUS BERBASIS HASIL PENELITIAN (Z. A. Sari, H. Rahmadhani, & M. Muarifah,
Eds.). DEEPUBLISH.
https://www.google.co.id/books/edition/Buku_Keperawatan_Latihan_Efektif_Untuk_P/
5BU3EAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1

Anda mungkin juga menyukai