Disusun Oleh :
FAUZY SEPTIAN
NIM: 21317043
1
2
gangren. Selain itu terdapat beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya ulkus
diabetic dan gangren, diantaranya: usia lebih dari 40 tahun, Riwayat ulkus kaki atau
amputasi, penurunan denyut nadi perifer, Riwayat merokok, deformitas anatomis atau
baian yang menonjol (seperti bunion dan kalus) (Supriyadi, 2017).
Ulkus diabetic merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya
komplikasi makroangiopati seingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, keadaan
lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat
berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. Risiko
amputasi pada penderita diabetes melitus adalah 10-30 kali lebih tinggi dengan populasi
umum. Sebagian besar amputasi ekstremitas (85%) dilakukan pada kaki yang
mengalami ulkus. Risiko sepanjang waktu pasien diabetes yang menalami ulkus atau
ulcerasi pada kaki adalah sekitar 25% (Supriyadi, 2017).
Penderita ulkus diabetic di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi 30%, angka
mortalitas 32% dan ulkus diabetic merupakan sebab perawatan rumah sakit yan
terbanyak sebesar 80% untuk penderita DM. penderita ulkus diabetik di Indonesia
memerlukan biaya yang tinggi sebesar 1,3 juta sampai 1,6 juta perbulan. Setiap tahun,
lebih dari satu juta orang kehilangan salah satu kakinya akibat dari komplikasi DM.
setiap 30 detik, satu tungkai bawah hilang (Oktorina et al., 2019).
Penatalaksanaan Ulkus diabetik memerlukan perawatan luka yang tepat. Saat
ini, tekhnik perawatan luka (wound care) telah banyak mengalami perkembangan,
dimana perawatan luka telah menggunakan balutan yang lebih modern. Prinsip dari
menejemen perawatan luka modern adalah mempertahankan dan menjaga lingkungan
luka tetap lembab untuk memperbaiki proses penyembuhan luka, mempertahankan
kehilangan cairan jaringan dan kematian sel (Barus et al., 2022a).
Menurut penelitian yang dilakukan Subandi et al., (2019) Perawatan luka
modern sangat aman pada saat sebelum dilakukan tindakanan dikarenakan luka
diobservasi dahulu baru dilakukan tindakan intensif dan tepat dikarenakan setiap luka
memiliki karekteristik yang berbeda-beda, pada perawatan luka konvesional biasanya
akan dilakukan amputasi pada ekstremitas yang terkena luka tanpa diobservasi terlebih
dahulu. Perawatan luka modern memperhatikan psikologi pasien kedepannya dan
meningkatkan kualitas hidup pasien. Beberapa pasien pun merasakan cemas berlebihan
pada saat awal observasi dikarena paradigma atau persepsi pasien akan di amputasi,
merasakan sakit pada saat perawatan dan menarik diri.
3
5
6
sekarang disebut sebagai DM tipe 1 (juvenile onset) dan NIDDM sebagai DM tipe 2
(maturity onset)
a. DM tipe 1
Diesebabkan struktur sel beta autoimun biasanya memicu terjadinya defisiensi
insulin absolut. Diabetes tipe 1 atau yang disebut Diabetes Insulin-Dependent
merupakan penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya gangguan pada
sistem imun atau kekebalan tubuh yang mengakibatkan rusaknya pankreas.
Kerusakan pada pankreas pada diabetes tipe I dapat disebabkan karena genetika
(keturunan)
b. DM tipe 2
Pada DM tipe ini ditandai dengan hiperglikemia yang terjadi karena
ketidakmampuan sel-sel tubuh untuk merespon insulin, sehingga mendorong
tubuh untuk meningkatkan produksi insulin. Terjadinya DM tipe 2 ada
hubungannya dengan kelebihan berat badan, obesitas, usia, etnis dan riwayat
keluarga. Upaya promosi gaya hidup sehat dengan diet seimbang, aktifitas fisik
teratur, berhenti merokok dan pemeliharaan berat badan ideal dapat dilakukan
dalam pengelolaan DM tipe ini. Injeksi insulin dapat diberikan ketika terapi obat
per oral tidak dapat mengontrol hiperglikemi.
c. DM gestasional
DM tipe ini hiperglikemi terjadi dan terdiagnosa pertama kali pada masa
kehamilan, biasanya terjadi setelah kehamilan 24 minggu. Faktor risiko
terjadinya DM jenis ini, diantaranya kehamilan di usia tua, penambahan berat
badan berlebih selama kehamilan, sindrom ovarium polikistik dan riwayat
melahirkan bayi dengan kelainan bawaan. DM gestasional bersifat sementara
selama kehamilan, namun memiliki risiko untuk menderita DM yang menetap
dalam jangka waktu 3-6 tahun setelah melahirkan
d. DM tipe lain
Yang termasuk dalam DM tipe ini adalah Diabetes monogenetik, yang
merupakan hasil dari satu gen dari kontribusi beberapa gen dan faktor
lingkungan seperti yang terlihat pada DM tipe 1 dan DM tipe 2. Diabetes tipe ini
jarang terjadi, namun dapat berfungsi memberikan wawasan tentang patogenesis
diabetes, sehingga dalam beberapa kasus terapi dapat disesuaikan dengan cacat
genetiknya.
7
Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dL 2-jam setelah Tes toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL dengan keluhan klasik atau
krisis hiperglikemia
Atau
Pemeriksaan HBA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi
oleh national Glycohaemoglobin standardization Program (NGSP) dan Diabetes
Control and Complication trial assay (DCCT)
Sumber: PERKENI (2021)
2.1.6 Komplikasi
Kadar gula darah pasien DM yang tidak terkontrol, dapat menimbulkan
komplikasi. Komplikasi Diabetes Melitus menurut Black & Hawks (2021), Maria (2021)
dan PERKENI, 2021) adalah:
a. Komplikasi Akut, yaitu suatu keadaan dimana terjadi penurunan atau kenaikan
glukosa darah secara drastis dalam waktu singkat.
1. Hipoglikemia, yaitu kondisi dimana terjadi penurunan kadar gula darah
<70mg/dl. Penyebab tersering karena konsumsi obat penurun gula darah
berlebih atau terlambat makan. Gejalanya meliputi penglihatan kabur, detak
jantung cepat, sakit kepala, gemetar, keringat dingin dan kejang. Kadar gula
darah yang terlalu rendah bisa menyebabkan pingsan, kejang bahkan koma.
2. Ketoasidosis Diabetik (KAD), yaitu kondisi kegawatan medis akibat
peningkatan kadar gula darah yang terlalu tinggi (300-600 mg/dl) dan tubuh
tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber bahan bakar sehingga
tubuh mengolah lemak dan menghasilkan zat keton sebagai sumber energi.
Kondisi ini dapat menimbulkan penumpukan zat asam yang berbahaya
didalam darah, sehingga menyebabkan dehidrasi, koma, sesak nafas, bahkan
kematian jika tidak segera mendapat penanganan medis.
3. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH), yaitu suatu keadaan dimana
terjadi peningkatan glukosa darah terlalu tinggi (600- 1200mg/dl), tanpa
tanda dan gejala asidosis, terjadi peningkatan osmolaritas plasma terlalu
10
2.1.7 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan menurut PERKENI (2021) meliputi:
a. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi komplikasi akut
b. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya mordibiditas dan mortalitas DM
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus meliputi 5 pilar, 5 pilar tesebut
dapat mengendalikan kadar glukosa darah pada kasus Diabetes Mellitus (Black &
Hawks, 2021). 5 pilar tersebut meliputi : edukasi, terapi nutrisi medis, latihan jasmani,
terapi farmakologi dan pemantauan glukosa darah sendiri
a. Edukasi
Edukasi merupakan tujuan promosi hidup sehat, sehingga harus dilakuakan
sebagai upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting bagi
pengelolaan glukosa darah pada kasus DM secara holistik. Diabetes Mellitus
Tipe 2 umumnya terjadi pada saat gaya hidup dan prilaku yang kurang baik telah
11
injeksi. Berdasarkan cara kerjanya, Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dapat dibagi
menjadi 3 yaitu :
1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfniturea dan glinid
2. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin dan tiazolidindon
3. Penghambat absorbs glukosa di saluran pencernaan : penghambat
glucosidase alfa.
4. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
5. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)
e. Dan pemantauan glukosa darah sendiri (PGDS)
PGDS dapat memberikan informasi tentang variabilitas glukosa darah harian
seperti glukosa darah setiap sebelum makan, satu atau dua jam setelah makan,
atau sewaktu-waktu pada kondisi tertentu. kunci manajemen dm adalah menjaga
kadar glukosa darah senormal mungkin atau dalam kisaran target yang disepakati
oleh klien dan penyedia pelayanan Kesehatan.
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu
dan menarik diri dari pergaulan.
9. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada pembuluh darah diorgan reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas maupun ereksi seta
memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya perdangan
pada vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. Risiko
lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropatai.
10.Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat menyebabkan penderita
tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang kontruktif/adaptif.
11.Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengarui pola ibadah penderita.
c. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah
dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi
dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi
infeksi.
2. Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi
kulit terasa gatal.
3. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran
kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure)
normal 5-2 cmH2.
4. Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat
dan dalam.
15
Edukasi:
1. Anjurkan kadar glukosa darah
secara mandiri
2. Anjurkan kepatuhan diet dan
olahraga
3. Ajarkan pengelolaan diabetes
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian insulin, jika
perlu
Kolaborasi pemberian cairan IV,
jika perlu
Kolaborasi pemberian kalium, jika
perlu
2. D.0077: Nyeri akut L.08066: Tingkat nyeri I.08238: Manajemen nyeri
Kategori: psikologis Setelah dilakukan Observasi:
Subkategori: nyeri dan intervensi keperawatan 1. Identifikasi skala nyeri
kenyamanan selama 3x24jam diharapkan 2. Ientifikasi respon nyeri non verbal
tingkat nyeri menurun Terapeutik:
dengan kriteria hasil: 1. Berikan Teknik non farmakologis
1. Kemampuan untuk mengurangi nyeri
menuntaskan aktivitas 2. Fasilitasi istirahat dan tidur
meningkat Edukasi:
2. Keluhan nyeri menurun 1. Anjurkan menggunakan analgetic
3. Galisah menurun 2. Anjurkan taknik non farmakologi
4. Kesulitan tidur untuk mengurangi nyeri
menurun Kolaborasi:
5. Perilaku membaik 1. Kolaborasi pemberian analgetic,
jika perlu
3. D.0142: Resiko infeksi L.14137: Tingkat infeksi I.14539: Pencegahan infeksi
Kategori: lingkungan Setelah dilakukan Observasi:
Subkategori: keamanan intervensi keperawatan 1. Meminimalisir risiko terjadinya
dan lingkungan selama 3x24jam diharapkan infeksi
Tingkat infeksi menurun Terapeutik:
dengan kriteria hasil: 1. Memberikan Tindakan pencegahan
1. Kebersihan badan infeksi
meningkat 2. Mempertahankan kebersihan saat
17
3. Perasaan lemah
menurun
f. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai keberhasilan dari intervensi yang
sudah dilakukan sehingga dapat dinilai apakah intervensi dilanjutkan atau
dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. Evaluasi berfokus pada kriteria hasil
yang sudah ditetapkan dalam renpra. Jika semua target sudah sesuai dengan
luaran maka intervensi dapat dihentikan (Jainurakhma et al., 2021)
dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob.
(Supriyadi, 2017)
2.2.4 Patofisiologi
Neuropati menjadi faktor penting yang mendasari terjadinya neuropati pada
lebih dari 60% kasus ulkus diabetic. Kondisi ini berkaitan dengan abnormalitas
metabolism akibat hiperglikeia, khususnya melalui jalur poliol. Hiperglikemia dapat
mencetuskan peningkatan aktivitas enzim aldose reductase dan sorbitol
dehydrogenase yang menyebabkan konversi glukosa intraselular menjadi sorbitol
dan fruktosa. Akumulasi kedua produk ini dalam neuron dapat menurunkan sintesis
mionositol, suatu molekul yang dibutuhkan dalam kondisi saraf normal.
Neuropati pada diabetes dapat mengenai saraf motoric, sensorik dan otonom.
Gangguan sraf motoric yang menginervasi otot-otot pedis dapat menyebabkan
ketidakseimbangan Gerakan fleksi dan ekstensi. Selanjutnya hal ini menyebabkan
deformitas pedis ditandai dengan terbentuknya penonjolan tulang abnormal yang
meningkatkan risiko timbulnya kalus dan ulserasi kulit. Gangguan saraf sensorik
dapat memperparah terjadinya ulkus. Pasien akan kehilangan sensasi nyeri, panas,
dan proprioseptif, sehingga seringkali tidak menyadari adanya trauma pada
ekstremitas bawah. Dengan demikian, adanya tekanan atau trauma berulang pada
area luka akan semakin memperburuk ulkus. Gangguan saraf otonom dapat
menyebabkan penurunan funsi kelenjar minyak sehinga kulit cenderung kering.
Akibatnya, luka lebih mudah terbentuk dengan risiko infeksi yang meningkat
(Andrianto, 2021)
2.2.5 Komplikasi
20
2.2.7 Penatalaksaan
Ulkus kaki diabetic sangat rawan terinfeksi karena penurunan respons sel
darah putih. Sebagian besar selulitis dan fasitis terjadi karena ulkus jenis ini.
Osteomyelitis dapat terjadi dan sering memerlukan Tindakan amputasi jika tidak
sembuh. Intervensi terapeutik yang dapat dilakukan meliputi (Hammond et al.,
2017):
1. Identifikasi jaringan nekrotik baru atau jaringan yang tidak sehat untuk
dilakukan debridement
2. Dokumentasi derajat neuropati dan mekanisme trauma
3. Berikan antibiotic dan observasi ketat terhadap tanda-tanda infeksi pada luka
4. Lakukan perawatan luka yang sesuai, penggunaan alas kaki yang sesuai, serta
lakukan pengkajian luka
5. Gunakan alat pelindung kaki Ketika berjalan seperti sandal atau sepatu
6. Kontrol gula darah dapat mempercepat penyembuhan, kaji level HgA1c dan
kepatuhan minum obat pengontrol gula darah
Penatalaksanaan Menurut Black & Hawks, (2021) ada beberapa penatalaksanaan pada
pasien ulkus diabetikum, antara lain :
a. Pengobatan
22
Pengobatan dari gangren diabetik sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya
ulkus, apabila dijumpai ulkus yang dalam harus dilakukan pemeriksaan yang
seksama untuk menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya debridement yang
akan dilakukan. Dari penatalaksanaan perawatan luka diabeti ada beberapa
tujuan yang ingin dicapai antara lain:
1. Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
2. Optimalisasi suasana lingkungan luka dalam kondisi lembab
3. Dukungan kondisi klien atau host ( nutrisi, control diabetes melitus dan
control faktor penyerta )
4. Meningkatkan edukasi klien dan keluarga
b. Perawatan luka diabetic
1. Mencuci luka
Merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat
proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan terjadinya infeksi.
Proses pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan
luka yang berlebihan, sisi balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh
pada permukaan luka.
2. Debridement
Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slough pada luka.
Debridement dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi atau selulitis,
karena jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan adanya peningkatan
jumlah bakteri.
3. Terapi antibiotikka Pemberian antibiotic biasanya diberi peroral yang bersifat
menghambat kuman garam positi fan gram negatif.
4. Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam
penyembuhan luka. Penderita ganggren diabetik biasanya diberikan diet B1
dengan gizi : yaitu 60 % kalori karbohidrat, 20 % kalori lemak, 20 % kalori
protein.
c. Manajemen umum luka kaki diabetik
1. Jangan merokok
2. Berjalan dengan alas kaki
3. Inspeksi sepatu sebelum dan setelah digunakan
4. Gunakan proteksi (spatu kulit) dengan area khusus pada jari
23
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan
menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengarui
status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor
kulit jelek , mual muntah
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan
4. Pola ativitas dan Latihan
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melakukan aktivitas
sehari hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang luka,sehingga
klien mengalami kesulitan tidur
6. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan.
7. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh ,
lamanya perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem)
8. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu
dan menarik diri dari pergaulan.
9. Seksualitas
25
tinggi kalori
3. Ajarkan prosedur perawtan luka
secara mandiri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi prosedur debridement
2. Kolaborasi pemberian antibiotik
D.0054: Gangguan L.05042: Mobilitas fisik I.05173: Dukungan mobilisasi
mobilitas fisik Setelah dilakukan Observasi:
Kategori: fisiologis intervensi keperawatan 1. Identifikasi adanya nyeri atau
Subkategori: selama 3x24jam kebutuhan fisik lainnya
aktivitas/istirahat diharapkan mobilitas fisik 2. Identiikasi toleransi fisik melakukan
meningkat dengan kriteria pergerakan
hasil: 3. Monitor kondisi umum selama
1. Pergerakan ekstremitas melakukan mobilisasi
meningkat Terapeutik:
2. Kekuatan otot 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
meningkat alat bantu
3. Nyeri menurun 2. Fasilitasi melakukan pergerakan
4. Kecemasan menurun 3. Libatkan keluarga untuk membantu
5. Kelemahan fisik pasien dalam meningkatkan
menurun pergerakan
Edukasi:
1. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan
D.0083: Gangguan citra L.09067: Citra tubuh I.09312: Promosi koping
tubuh Setelah dilakukan Observasi:
Kategori: psikologis intervensi keperawatan 1. Identifikasi pemahaman proses
Subkategori: integritas ego selama 3x24jam penyakit
diharapkan citra tubuh 2. Identifikasi kebutuhan dan
meningkat dengan kriteria keinginan terhadap duungan sosial
hasil: Terapeutik:
1. Verbalisasi perasaan 1. Gunakan pendekatan yang tenang
negative tentang dna meyakinkan
perubahan tubuh 2. Fasilitasi memperoleh informasi
menurun yang dibutuhkan
2. Menyembunyikan Edukasi:
bagian tubuh 1. Anjurkan penggunaan sumber
29
e. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah luka secara umum dapat dinilai dari adanya
sempurnanya proses penyembuhan luka, tidak ditemukan tanda adanya
peradangan, tidak ada perdarahan, luka dalam keadaan bersih, dan penampilan
luka baik (Jainurakhma et al., 2021)
c. Fase remodelling atau maturase: fase yang terakhir dan terpanjang pada proses
penyembuhan luka terjadi pada masa ini. Pada fase ini terjadi upaya untuk
memulihkan struktur jaringan normal. tanda inflamasi pada fase ini mulai
menghilang. Tubuh berusaha menormalkan Kembali semua keadaan yang
abnormal karena proses penyembuhan luka.
2.3.3 Pencegahan
Prinsip pencegahan terjadinya abnormalitas dalam penyembuhan luka antara lain
(Soeselo et al., 2021):
a. Hindari/kurangi regangan/tension
b. Jaga kelembapan
c. Beri penekanan dengan taping/plaster dan pressure garment
Kondisi luka dengan regangan tinggi (tegak lurus dari garis langer) regangan
tinggi saat penutupan, dan area anatomi tertentu (deltoid dan sternal) memiliki risiko
tinggi untuk terjadinya abnormalitas penyembuhan luka. Parut luka dapat dicegah
sejak awal dengan upaya-upaya tersebut diatas, antara lain dengan post surgical
taping pada luka selama minimal 3 bulan hingga fase remodeling berakhir berakhir
dan parut luka sudah matur. Penggunaan lotion pelembab dan dressing yang meretensi
kelebaban (gel dan silicone sheets) dapat juga memperbaiki tampilan bekas
luka.edukasi pasien untuk menghindari paparan sinar matahari dan menggunakan
tabir surya selama 1 tahun setelah luka (Soeselo et al., 2021).
berbau
Panjang luka 15cm,
lebar7cm, dan
kedalaman 5inchi
Tampak jaringan
nekrotik yang
menutupi luka serta
pus dibeberapa sisi
luka
DS: D.0027: Ketidakstabilan Kerusakan sel α dan β
Pasien mengatakan kadar glukosa darah pancreas
35
36
3.5 Implementasi
Table 3.3 Implementasi keperawatan
Tgl/waktu Diagnose Implementasi Evaluasi ttd
6 juni 2022 Gangguan 1. Melakukan perawatan S: keluhan luka
Pkl 08:00 integritas luka gangrene menimbulkan bau
kulit/jaringan 2. Memonitor menurun
karakteristik luka O: tidak ada tanda-tanda
Hasil: luka tampak infeksi pada luka
kotor, bau dan A: gangguan integritas
terdapat pus pada sisi kulit/jaringan
luka P: integritas kulit
3. Memonitor tanda- meningkat dengan
tanda infeksi kriteria:
Hasil: tidak ada - Perfusi jaringan
tanda-tanda infeksi meningkat
pada luka - Kerusakan jaringan
menurun
- Kerusakan lapisan
kulit menurun
- Nekrosis menurun
- Sensasi membaik
- Tekstur membaik
6 juni 2022 Ketidakstabilan - Memonitor kadar S: keluahan rasa haus da,
Pkl 08:00 kadar gula darah glukosa darah lapar berlebihan
Hasil: GDS 305 O: hasil pemeriksaan
mg/dL GDS: 305 mg/dL
40
41
42
rerata selisih skor perkembangan perbaikan luka yang signifikan (ρ=0,002) pada dua
Kelompok. Pada perawatan luka modern mempunyai perkembangan perbaikan luka
yang lebih baik di bandingkan dengan kelompok perawatan luka konvensional.
Dalam artikel ke-4 penelitian yang dilakukan oleh Khoirunisa et al., (2020)
dengan melibatkan 18 responden penderita ulkus diabetikum hasil penelitian yang
telah dilakukan di Wocare Bogor bahwa modern dressing dengan hydrogel,
metcovazin, foam, allginet, hydrocolloid mampu menurunkan rerata skor
penyembuhan luka dengan hasil signifikan p value sebesar 0,000.
Dalam artikel ke-5 penelitian yang telah dilakukan oleh Primadani & Safitri,
(2021) melibatkan 2 responden dengan melakukan 3 hari kunjungan hasil penelitian
didapatkan nilai Skoring Perkembangan Penyembuhan luka diabetic Pada pasien 1
mendapat penurunan skor sebanyak 3 poin. Sedangkan pasien 2 mendapat penurunan
skor sebanyak 5 poin. Hal tersebut menunjukkan bahwa perjadi penurunan skor yang
berarti juga ada perbaikan jaringan luka.
Dalam artikel ke-6 penelitian yang dilakukan oleh Subandi et al., (2019b)
melibatkan 15 resoponden hasil penelitian didapatkan diketahui bahwa proses
penyembuhan luka pada responden sesudah setelah dilakukan intervensi selama 45
hari, hasil data penelitian menunjukkan bahwa kelompok kontrol yang menggunakan
perawatan luka konvensional yaitu dengan kategori proses penyembuhan luka
regenerasi luka sebanyak 15 responden atau masih tidak jauh beda diangkat pada saat
observasi pertama. Sedangkan pada kelompok eksperimen yang diberikan intervensi
modern dressing yaitu menunjukan bahwa proses penyembuhan luka dengan kategori
regenerasi luka sebanyak 7 responden atau sekitar 46,7% dan kategori jaringan sehat
sebanyak 8 responden atau sebesar 53,3%.
Berdasarkan hasil dari ke-6 artikel yang telah ditemukan menunjukan bahwa
perawatan luka dengan menggunakan metode wound dressing menunjukan adanya
perbaikan atau proses penyembuhan pada luka yang lebih cepat dibandingkan dengan
metode perawtan luka konvensional. teknik modern dressing ini menjadikan luka
lembab agar sel-sel pada tubuh dapat bekerja untuk proses penyembuhan luka dan
luka dapat teratasi. Teknik modern dressing ini efektif karena banyaknya jenis balutan
untuk luka dan setiap luka memiliki sifat atau kharakteristik yang berbeda-beda maka
dari itu teknik mdern dressing ini lebih cepat terhadap proses penyembuhan luka
45
5.2 Saran
5.2.1 Profesi
Menyediakan kegiatan pengabdian pada masyarakat berupa penyuluhan pada pasien
diabetes melitus khusunya dengan ulkus diabetikum untuk informasi tentang
manajemen kaki diabetic serta menerapkan perawatan luka dengan metode modern
wound dressing.
5.2.2 Institusi
Melakukan penelitian dengan variabel yang berbeda tentang penerapan perawatan
luka dengan metode wound dressing
5.2.3 Responden
Mencari tau sebanyak-banyaknya informasi tentang ulkus diabetikum serta efektivitas
penerapan luka dengan menggunkan metode modern wound dressing
46
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin, M., Mayusef, S., Nopriyanto, D., & Sholichin. (2020). MODUL PERAWATAN
LUKA. Gunawan lestari.
Andrianto. (2021). BUKU AJAR KARDIODIABETOLOGI KLINIS (B. S. Pikir, Ed.). Airlangga
University Press.
Annisa, R., Muflidah, A., & Syokumawena. (2022). KEPERAWTAN MEDIKA BEDAH (A.
Munandar, D. Putry, & S. Nugraha, Eds.; 1st ed.). Media Sains Indonesia.
https://www.google.co.id/books/edition/Keperawatan_Medikal_Bedah/YzRxEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=0
Barus, S., Tampubolon, B., & Aminah, S. (2022a). Pengaruh Tehnik Modern Wound Dressing
Terhadap Proses Penyembuhan Luka Ulkus Diabetikum Pada Pasien Diabetes Mellitus di
Klinik Wound & Footcare RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat. Malahayati Nursing Journal,
5(2), 420–431. https://doi.org/10.33024/mnj.v5i2.5913
Barus, S., Tampubolon, B., & Aminah, S. (2022b). Pengaruh Tehnik Modern Wound Dressing
Terhadap Proses Penyembuhan Luka Ulkus Diabetikum Pada Pasien Diabetes Mellitus di
Klinik Wound & Footcare RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat. Malahayati Nursing Journal,
5(2), 420–431. https://doi.org/10.33024/mnj.v5i2.5913
Bilious, R., & Donelly, R. (2022). Buku Pegangan Diabetes. In B. Bariid (Ed.), Buku Peganan
Diabetes Melitus (4th ed., pp. 3–10). Bumi Medika.
Hammond, B. B., Zimmermann, P. G., & Emergency Nurses Association. (2017). Sheehy’s
Emergency and Disaster Nursing (A. Kurniati, Y. Trisyani, & S. I. M. Theresia, Eds.; 1
Bahasa Indonesia). ELSEVIER.
https://www.google.co.id/books/edition/Sheehy_s_Emergency_and_Disaster_Nursing/
sez3DwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1
Irwan, M., Indrawati, Maryati, Risnah, & Arafah, S. (2022). EFEKTIVITAS PERAWATAN
LUKA MODERN DAN KONVENSIONAL TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN
LUKA DIABETIK. Jurnal Ilmiah Mappadising, 4.
http://ojs.lppmuniprima.org/index.php/mappadising
Jainurakhma, J., Koerniawan, D., & Supriadi, E. (2021). Dasar-Dasar Asuhan Keperawatan
Penyakit Dalam dengan Pendekatan Klinis (A. Karim & D. D. Pratama, Eds.). Yayasan kita
48
menulis.
https://www.google.co.id/books/edition/Dasar_Dasar_Asuhan_Keperawatan_Penyakit/
ke0sEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1
Infodatin-2020-Diabetes-Melitus, (2020).
Khoirunisa, D., Hisni, D., & Widowati, R. (2020). Pengaruh modern dressing terhadap skor
penyembuhan luka ulkus diabetikum. NURSCOPE: Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Ilmiah
Keperawatan, 6(2), 74. https://doi.org/10.30659/nurscope.6.2.74-80
Maria, I. (2021). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus Dan Asuhan Keperawatan Stroke (D.
Novidiantoko, A. Rasyadany, & A. Y. Wati, Eds.). Deepublish Publisher.
https://www.google.co.id/books/edition/Asuhan_Keperawatan_Diabetes_Mellitus_Dan/
u_MeEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0
Oktorina, R., Wahyuni, A., & Harahap, E. Y. (2019). Pencegahan Ulkus Diabetikum Pada
Penderita Diabetes Mellitus. REAL in Nursing Journal (RNJ), 2(3), 108–117.
https://ojs.fdk.ac.id/index.php/Nursing/index
Perdanakusuma, D. S., & Hariani, L. (2015). Modern Wound Management : Indication &
Application Pengetahuan Praktis, Informasi Produk dan Direktori. Revka Petra Media.
https://www.google.co.id/books/edition/Modern_Wound_Management_Indication_Appli/
F9WfDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=0
PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Keperawatan.
DPP PPNI.
PPNI. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definsii dan Kriteria Hasil keperawatan.
DPP PPNI.
Primadani, A. F., & Safitri, D. N. P. (2021). Proses Penyembuhan Luka Kaki Diabetik Dengan
Perawatan Luka Metode Moist Wound Healing. Ners Muda, 2(1), 9.
https://doi.org/10.26714/nm.v2i1.6255
Rehatta, M. (2020). PEDOMAN KETERAMPILAN MEDIK (F. S. I. Prihanto, Ed.; 3rd ed.).
Airlangga University Press.
https://www.google.co.id/books/edition/Pedoman_Keterampilan_Medik_3/
WKTIDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=0
Rismayanti, I. D. A., Sundayana, I. M., & Pratama, P. E. (2020). Penyembuhan Luka Grade 2
pada Pasien Diabetes Mellitus dengan Modern Dressing Wound Care. Jurnal Keperawatan
Silampari, 4(1), 222–230. https://doi.org/10.31539/jks.v4i1.1773
Soeselo, D. A., Handini, N. S. H., Seiawan, J., Realino, B., & Lonah. (2021). KETERAMPILAN
BEDAH SEDERHANA DI FASILITAS LAYANAN PRIMER (D. Seoselo & A. Yuwono, Eds.;
49
Subandi, E., Studi, P., Keperawatan, I., Tinggi, S., Cirebon, I. K., & Sanjaya, K. A. (2019a).
EFEKTIFITAS MODERN DRESSING TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN LUKA
DIABETES MELITUS TIPE 2. 10(1), 39. https://doi.org/10.38165/jk
Subandi, E., Studi, P., Keperawatan, I., Tinggi, S., Cirebon, I. K., & Sanjaya, K. A. (2019b).
EFEKTIFITAS MODERN DRESSING TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN LUKA
DIABETES MELITUS TIPE 2. 10(1), 39. https://doi.org/10.38165/jk
Supriyadi. (2017). PANDUAN PRAKTIS SKRINING KAKI DIABETES MELITUS. CV. Budi
Utama.