ULKUS DIABETIKUM
Oleh :
Pembimbing
Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Grand case yang berjudul “Ulkus
Diabetikum” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian
Ilmu Penyakit Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang, Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Vendry Rivaldi, SpB(K)V sebagai
pembimbing dalam penyusunan Grand case ini beserta seluruh jajarannya dan semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan Grand case ini.
Penulis menyadari bahwa Grand case ini jauh dari sempurna, maka dari itu
sangat diperlukan saran dan kritik untuk kesempurnaan Grand case ini. Penulis
berharap agar Grand case ini bermanfaat dalam meningkatkan pengetauan terutama
bagi penulis sendiri dan bagi teman-teman dokter muda yang tengah menjalani
kepaniteraan klinik. Akhir kata, semoga Grand case ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit menahun yang menjadi salah satu prioritas
yang ditargetkan oleh dunia dalam pencegahan dan pengendalian. Data yang dihimpun dari
International Diabetes Federation (IDF), menunjukkan bahwa jumlah penderita diabetes melitus
secara global cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.1
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa
darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang
disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. Bila hal ini dibiarkan
tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka
panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati3,4.
Komplikasi ulkus diabetikum dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor risiko tersebut dapat
digolongkan menjadi faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi.
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi terdiri dari umur, jenis kelamin dan lama menderita DM.
Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi yaitu pada pasien dengan netropati, obesitas,
hipertensi, kadar (HbAIC), kadar glukosa darah, dislipidemia kebiasaan merokok,
ketidakpatuhan diet, latihan fisik, pengobatan DM, dan perawatan kaki.1
Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu debridement, offloading dan
kontrol infeksi.8 Ulkus kaki pada pasien diabetes harus mendapatkan perawatan karena ada
beberapa alasan, misalnya unfuk mengurangi resiko infeksi dan amputasi, memperbaiki fungsi
dan kualitas hidup, dan mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan.
1.2 Metode Penulisan
Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka yang mengacu kepada
beberapa literature.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Diabetes mellitus adalah kelainan yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang
melebihi normal (hiperglikemia) dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut, apabila
dibiarkan tidak terkendali dapat terjadinya komplikasi metabolik akut maupun komplikasi
vaskuler jangka panjang yaitu mikroangiopati dan makroangiopati4,5.
Ulkus kaki diabetik (UKD) merupakan salah satu komplikasi kronik dari DM tipe 2 yang
sering ditemui.UKD adalah penyakit pada kaki penderita diabetes dengan karakteristik adanya
neuropati sensorik, motorik, otonom dan atau gangguan pembuluh darah tungkai.3 Ulkus adalah
luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir disertai kematian jaringan, serta invasi
kuman saprofit. Ulkus diabetik adalah bentuk komplikasi kronik dari diabetes mellitus berupa
makroangiopati sehingga terjadi insusifiensi vaskular dan neuropati, luka pada penderita DM
sering tidak dirasakan, dan tanpa disadari dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh
bakteri aerob maupun anaerob.4
Epidemiologi
Menurut survei yang di lakukan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO), jumlah
penderita Diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2000 terdapat 8,4 juta orang, jumlah tersebut
menempati urutan ke-4 terbesar di dunia, sedangkan urutan di atasnya adalah India (31,7 juta),
Cina (20,8 juta), dan Amerika Serikat (17,7 juta). Jumlah penderita Diabetes Mellitus tahun 2000
di dunia termasuk Indonesia tercatat 175,4 juta orang.6,7
1. Jenis Kelamin
Laki-laki menjadi faktor predominan berhubungan dengan terjadinya ulkus.
2. Lamanya Penyakit DM
Lamanya durasi DM menyebabkan keadaan hiperglikemia yang lama. Keadaan
hiperglikemia yang terus menerus menginisiasi terjadinya hiperglisolia yaitu keadaan sel yang
kebanjiran glukosa. Hiperglosia kronik akan mengubah homeostasis biokimiawi sel tersebut
yang kemudian berpotensi untuk terjadinya perubahan dasar terbentuknya komplikasi kronik
DM. Seratus pasien penyakit DM dengan ulkus diabetikum, ditemukan 58% adalah pasien
penyakit DM yang telah menderita penyakit DM lebih dari 10 tahun.
3. Neuropati
Neuropati menyebabkan gangguan saraf motorik, sensorik dan otonom. Gangguan motorik
menyebabkan atrofi otot, deformitas kaki, perubahan biomekanika kaki dan distribusi tekanan
kaki terganggu sehingga menyebabkan kejadian ulkus meningkat. Gangguan sensorik disadari
saat pasien mengeluhkan kaki kehilangan sensasi atau merasa kebas. Rasa kebas menyebabkan
trauma yang terjadi pada pasien penyakit DM sering kali tidak diketahui. Gangguan otonom
menyebabkan bagian kaki mengalami penurunan ekskresi keringat sehingga kulit kaki menjadi
kering dan mudah terbentuk fissura. Saat terjadi mikrotrauma keadaan kaki yang mudah retak
meningkatkan risiko terjadinya ulkus diabetikum.
Penyakit arteri perifer adalah penyakit penyumbatan arteri di ektremitas bawah yang
disebakan oleh atherosklerosis. Gejala klinis yang sering ditemui pada pasien PAD adalah
klaudikasio intermitten yang disebabkan oleh iskemia otot dan iskemia yang menimbulkan nyeri
saat istirahat. Iskemia berat akan mencapai klimaks sebagai ulserasi dan gangren. Pemeriksaan
sederhana yang dapat dilakukan untuk deteksi PAD adalah dengan menilai Ankle Brachial
Indeks (ABI) yaitu pemeriksaan sistolik brachial tangan kiri dan kanan kemudian nilai sistolik
yang paling tinggi dibandingkan dengan nilai sistolik yang paling tinggi di tungkai. Nilai
normalnya adalah O,9 - 1,3. Nilai dibawah 0,9 itu diindikasikan bawah pasien penderita DM
memiliki penyakit arteri perifer.
5. Trauma Kaki
Edukasi perawatan kaki harus diberikan secara rinci pada semua orang dengan ulkus
maupun neuropati perifer atau peripheral Artery disease (PAD).
Selain faktor resiko diatas, dikatakan juga beberapa faktor yang dapat menyebabkan
ulkus diabetikum yaitu kebiasaan merokok, faktor resiko terkait aterosklerosis seperti
hiperglikemia, hipertensi, dan dislipidemia.2
Klasifikasi
Klasifikasi Texas sedikit lebih kompleks karena melihat 2 parameter, yaitu: kedalaman
dan komplikasi. Berdasarkan kedalaman: grade 0 (kulit intak), grade 1 (ulkus superfisial
mencapai dermis atau hipodermis), grade 2 (ulkus dalam mencapai tendon atau kapsul), dan
grade 3 (ulkus dalam mencapai tulang atau sendi). Berdasarkan komplikasi: stage A (luka
bersih), stage B (luka terinfeksi), stage C (iskemi), dan stage D (infeksi dan iskemi). Luka
kemudian diklasifikasikan dengan contoh sebagai berikut: ulkus diabetes grade 3B (artinya
mencapai tulang, dengan komplikasi infeksi), atau ulkus diabetes grade 2C (artinya mencapai
tendon atau kapsul, dengan komplikasi iskemi).5
Patofisiologi
Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes mellitus adalah ulkus
diabetikum. Ulkus diabetikum disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut Trias yaitu:
Iskemik, Neuropati, dan infeksi.10
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam
jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses
makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh
hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki
menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga
timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.10,13,14
Hiperglikemia menghasilkan tekanan oksidatif pada sel-sel saraf yang nantinya akan
mengarah kepada neuropati. Apabila diabetes mellitus tidak ditatalaksana dengan baik, maka
akan mengakibatkan terjadinya berbagai komplikasi kronik baik mikroangiopati maupun
makroangiopati.2
1. Makroangiopati
2. Mikroangiopati
Mikroangiopati adalah penyumbatan pembuluh darah perifer yang diakibatkan karena perfusi
jaringan bagian distal berkurang. Hal ini sering terjadi pada pembuluh darah tungkai yang
akhirnya dapat menyebabkan ulkus diabetik. Proses mikroangiopati darah menjadikan sirkulasi
jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis
pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi dingin, atrofi, serta penebalan kuku. Selanjutnya terjadi
nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.2
Diagnosis Klinis
1. Anamnesis
Pada anamnesis, dicari apakah pada pasien terdapat riwayat diabetes mellitus. Penting
ditanyakan seberapa lama pasien menderita DM dan diidentifikasi apakah terkontrol atau tidak.
Gejala neuropati diabetik yang dapat ditemukan berupa adanya rasa kesemutan, rasa panas pada
telapak kaki, keram, badan terasa sakit terutama pada malam hari. Akibat yang ditimbulkan
karena gejala neuropati ini adalah berkurangnya rasa nyeri pada kaki. Hal ini juga perlu
ditelusuri apakah pasien sering tidak sadar apabila mendapatkan trauma karena tidak merasakan
nyeri.8
2. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat berkurangnya
produksi keringat. Hal ini disebabkan karena denervasi struktur kulit. Tampak pula hilangnya
rambut kaki atau jari kaki, penebalan kuku, kalus pada daerah yang mengalami penekanan
seperti pada tumit, plantar aspek kaput metatarsal. Adanya deformitas berupa claw toe sering
pada ibu jari. Pada daerah yang mengalami penekanan tersebut merupakan lokasi ulkus
diabetikum karena trauma yang berulang-ulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien. Bentuk ulkus
perlu digambarkan seperti; tepi, bau, dasar, ada atau tidak
pus, eksudat, edema, kalus, kedalaman ulkus.8 Menurut klasifikasi Wagner-Meggitt, ulkus
diabetes ada 6 grade yaitu: grade 0 (kulit intak), grade 1 (ulkus superfisial mencapai dermis atau
hipodermis), grade 2 (ulkus dalam mencapai tendon, tulang, atau sendi), grade 3 (ulkus dalam
disertai abses atau osteomielitis), grade 4 (gangren pada forefoot), dan grade 5 (gangren pada
sebagian besar kaki).4
pemeriksaan kekuatan otot dan range of motion tumit, kaki, dan jari-jari kaki.9 Pemeriksaan yang
dilakukan dapat berupa:
– Garpu tala
– Semmes Weinstein Monifilamen (SMW)
4. Pemeriksaan Vaskuler
Pemeriksaan ABI adalah modalitas pemeriksaan yang bersifat non-invasif dan dapat
mendeteksi sekaligus menentukan tingkat keparahan penyakit arteri perifer. ABI didefinisikan
sebagai rasio antara tekanan darah sistolik pada kaki dengan tekanan darah sistolik pada lengan.
Evaluasi penyakit arteri perifer yang didapatkan dari ABI dapat menjadi dasar diagnosis,
penentuan terapi, dan evaluasi terapi yang diberikan. Pemeriksaan ABI sebaiknya rutin
dilakukan pada semua pasien dengan kaki diabetes guna mendeteksi adanya penyakit arteri
perifer pada pasienpasien tersebut. Deteksi dini kelainan arteri perifer pada kasus ulkus kaki
diabetes akan mempercepat tindakan intervensi vaskular yang dibutuhkan untuk mempercepat
penyembuhan ulkus sehingga diharapkan kualitas hidup pasien akan cepat membaik pula.10
5. Pemeriksaan Infeksi
6. Pemeriksaan Laboratorium
7. Pemeriksaan Radiologi
Tatalaksana
1. Tatalaksana Primer
Anjuran ini harus diberikan kepada seluruh penderita DM. Diberikan edukasi bagaimana
cara perawatan kaki yang baik. Penggolongan kaki diabetes berdasarkan resiko terjadinya
(Frykberg) adalah2:
Penyuluhan diberikan pada semua kategori resiko. Pada kategori 3 dan 5 diperhatikan alas
kaki yang benar. Kategori 2 dan 5 perlu perhatian pada alas kaki yang digunakan untuk
meratakan penyebaran tekanan di kaki. Kategori resiko 4 latihan kaki perlu diperhatikan untuk
memperbaiki vaskularisasi kaki. Sementara untuk kategori 5 dilakukan pencegahan sekunder.2
2. Tatalaksana Sekunder
Tatalaksana ulkus diabetik harus dilakukan sesegera mungkin. Komponen penting dalam
penatalaksanaan ulkus diabetikum adalah:2,8
Pengendalian keadaan metabolik sebaik mungkin seperti pengendalian kadar glukosa darah,
lipid, albumin, hemoglobin dan sebagainya.
Perbaikan asupan vaskular (dengan operasi atau angioplasti), biasanya dibutuhkan pada
keadaan ulkus iskemik.
3. Kendali infeksi (infection control)
Jika terlihat tanda-tanda klinis infeksi harus diberikan pengobatan infeksi secara agresif
(adanya kolonisasi pertumbuhan organisme pada hasil usap namun tidak terdapat tanda klinis,
bukan merupakan infeksi).
Pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara teratur. Perawatan lokal pada luka, termasuk
kontrol infeksi, dengan konsep TIME:
Mengurangi tekanan pada kaki, karena tekanan yang berulang dapat menyebabkan ulkus,
sehingga harus dihindari. Mengurangi tekanan merupakan hal sangat penting dilakukan pada
ulkus neuropatik. Pembuangan kalus dan memakai sepatu dengan ukuran yang sesuai diperlukan
untuk mengurangi tekanan.
Penyuluhan yang baik. Seluruh pasien dengan diabetes perlu diberikan edukasi mengenai
perawatan kaki secara mandiri.
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Jempol kaki kanan bewarna kehitaman sejak 2 minggu yang lalu SMRS.
• Jempol kaki kanan bewarna kehitaman sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah
sakit. Awalnya, ada luka kecil pada jempol kanan karena kutu air, kemudian pasien
memberi salep 88 dan setelah sembuh tampak mulai menghitam pada ujung jempol kaki
kanan dan bertambah luas sampai menghitam pada seluruh jempol kaki kanan. Awalnya
pasien merasa nyeri pada jempol kaki kanan , disertai bengkak dan berdenyut. Seiring
bertambah luasnya hitam pada jempol kaki kanan, pasien tidak lagi merasakan nyeri pada
jempol kaki kanan. Setelah itu, pasien datang ke puskesmas dan didapati gula darah
sewaktu 400 gr/dL. Lalu pasien dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil untuk tatalaksana lebih
lanjut.
• Riwayat trauma (-), demam (-), batuk (-), sesak napas (-) DM disangkal, HT(+) tidak
teratur kontrol
• BAK : Lancar, warna kuning tua, riwayat BAK berpasir dan keruh (-), riwayat sering
BAK pada malam hari ± 6x dalam 3 bulan terakhir (-), dan pasien merasa cukup puas
ketika berkemih
Status Generalisata
Kepala : normochepal, rambut tidak mudah dicabut
Mata : pupil isokor, refleks cahaya +/+ normal, konjungtiva anemis (-), sklera icterus (-)
Telinga : tidak tampak adanya sekret, kesan normal
Hidung : bentuk normal, tidak ada sekret, epistaksis (-)
Mulut : hiperemis (-), selaput putih (-)
Leher : MT (-), NT (-), DVS R-1 cmH2O
Paru :
Inspeksi : simetris kiri = kanan, jejas (-)
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesicular +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari LMCS sinistra RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-), DC (-), DS (-), jejas (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas :
Atas : edema -/-
Bawah : gangren di regio pedis dextra digiti 1
Diagnosis kerja
Gangren digiti 1 pedis (D)
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Hematologi
Hb : 13,6
Leukosit : 25,21
Trombosit : 350
Hematokrit : 39
Eritrosit : 4,93
Hitung jenis leukosit : 0/0/92/3/5
PT/APTT : 12,2/28,5
INR : 1,12
D-dimer : 539
Albumin/Globulin : 2,6/3,4
GDS : 309
HbA1c : 13,4
Na/K/Cl : 124/4/92
Urinalisa
Leukosit : 6-8/LPB
Eritrosit : 15-20/LPB
Silinder granuler : 2-3/LPK
Bakteri : (+)
Proteinuria : (+2)
Glukosuria : (+1)
Kesimpulan :
• Leukositosis dengan neutrofilia
• D-dimer meningkat
• PT meningkat
• GDS meningkat
• HbA1c meningkat
Kesan : tampak bayangan lusen soft tissue regio phalanx proximal digiti 1 pedis dextra
Diagnosis Akhir
Gangren digiti 1 pedis dextra ec PAD
Tatalaksana
IVFD NaCl 3%
Inj Ceftriaxone 2x1 gr
Inj Ranitidin 2x50 gr
Ketorolac 3x30 mg
Transfusi PRC 1 kolf
Amlodipin 1x10 mg
Rencana terapi : Debridement + Amputasi digiti 1 pedis + Redressing
BAB 4
DISKUSI
Seorang pria usia 71 tahun datang dengan keluhan jempol kaki kanan bewarna kehitaman
sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya, ada luka kecil pada jempol
kanan karena kutu air, kemudian pasien memberi salep 88 dan setelah sembuh tampak mulai
menghitam pada ujung jempol kaki kanan dan bertambah luas sampai menghitam pada seluruh
jempol kaki kanan. Awalnya pasien merasa nyeri pada jempol kaki kanan , disertai bengkak dan
berdenyut. Seiring bertambah luasnya hitam pada jempol kaki kanan, pasien tidak lagi
merasakan nyeri pada jempol kaki kanan. Setelah itu, pasien datang ke puskesmas dan didapati
gula darah sewaktu 400 gr/dL. Lalu pasien dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil untuk tatalaksana
lebih lanjut. Riwayat trauma (-), demam (-), batuk (-), sesak napas (-) DM disangkal, HT(+) tidak
teratur control. BAK : Lancar, warna kuning tua, riwayat BAK berpasir dan keruh (-), riwayat
sering BAK pada malam hari ± 6x dalam 3 bulan terakhir (-), dan pasien merasa cukup puas
ketika berkemih. BAB : biasa, konsistensi padat, warna kuning kecoklatan.
Pada pemeriksaan fisik, kesadaran komposmentis kooperatif dengan vital signs normal.
Pada digiti I pedis dextra tampak kehitaman dan disertai kulit kering, nyeri (-), pulsasi a.
femoral, a.poplitea, a.dorsalis pedis, a. tibialis posterior halus dan kecil. Dilakukan pemeriksaan
penunjang laboratorium darah dengan kesan DM + leukositosis. Kemudian dilakukan
pemeriksaan rontgen pedis dextra dengan hasil tampak bayangan lusen soft tissue regio phalanx
proximal digiti 1 pedis dextra.
Ulkus diabetikum disebabkan oleh tiga faktor yaitu, iskemi, neuropati, dan infeksi. Kadar
glukosa darah yang tidak terkendali akan menyebabkan komplikasi kronik neuropato perifer
berupa neuropati sensorik, neurpoati motoric, dan autonom. Pada pasien telah terjadi neuropati
sensorik berupa hilangnya sensasi proteksi yang berakibat rentan terhadap trauma fisik dan
termal. Proses iskemi terjadi akibat kelainan vascular karena mikroangiopati dan menurunnya
sirkulasi jaringan yang ditandai berkurangnya pulsasi arteri femoralis, arteri popliteal, arteri
dorsalis pedis, dan arteri tibialis posterior. Selanjutnya berujung terjadinya nekrosis jaringan,
sehingga timbul ulkus. Kondisi ini juga diperparah dengan infeksi yang terjadi pada pasien,
sehingga penyembuhan luka menjadi lama karena terjadi gangguan sirkulasi oksigen ke arteri
perifer.
Pasien didiagnosa dengan gangren digiti 1 pedis dextra dan dilakukan perawatan luka,
dipasang infus NaCl 3%, ceftriaxone sebagai antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi pada
luka, ketorolak dan ranitidin untuk mengurangi nyeri. Selanjutnya pasien direncanakan amputasi
pada digiti 1 pedis dextra. Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas gangrene, dan
jaringan terinfeksi sehingga dapat menghentikan perluasan infeksi dan mencegah ulkus berulang.
Selanjutnya pasien diedukasi untuk melakukan tatalaksana suportif lainnya seperti pengendalian
gula darah, tekanan darah, perawatan kaki (kebersihan kaki, perawatan kuku, pemilihan alas
kaki, pencegahan dan pengelolaan cedera awal pada kaki), perawatan luka, mengurangi beban
tekanan , dan pengendalian infeksi.
DAFTAR PUSTAKA