Anda di halaman 1dari 26

Case Report Cession

ULKUS DIABETIKUM

Oleh:
Mira Gusnita 2040312090
Yelvi Mila 2040312062

Preseptor :
dr. Vendry Rivaldy, Sp.B (K)BV

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M. DJAMIL PADANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan nikmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Cession
yang berjudul “Ulkus Diabetikum” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang,
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Vendry Rivaldi, SpB(K)V
sebagai pembimbing dalam penyusunan Case Report Cession ini yang telah
memberikan saran maupun arahan beserta semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan Case Report Cession ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, maka dari itu
sangat diperlukan saran dan kritik untuk menyempurnakan laporan ini. Penulis
berharap agar Case Report Cession ini bermanfaat dalam meningkatkan
pengetauan terutama bagi penulis sendiri dan bagi teman-teman dokter muda yang
tengah menjalani kepaniteraan klinik. Akhir kata, semoga Case Report Cession ini
bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 10 Mei 2022

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Mellitus(DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai
oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin
secara relatif maupun absolut. Pada umumnya dikenal 2 tipe diabetes, yaitu
diabetes tipe 1 (tergantung insulin), dan diabetes tipe 2 (tidak tergantung insulin). 1
Diabetes melitus merupakan penyebab kematian ke dua belas di dunia2. Penyakit
diabetes melitus dapat mengenai semua organ tubuh seperti otak (stroke), ginjal
(gagal ginjal), jantung, mata dan kaki (amstrong dan Lawrence). Salah satu
komplikasi menahun dari diabetes melitus adalah ulkus diabetikum.
Perkiraan International Diabetes Federation (IDF) tahun 2014
menunjukkan bahwa terdapat 387 juta orang yang hidup dengan diabetes di dunia
tahun 2013. Pada tahun 2035 jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat
menjadi 55% atau 592 juta orang. Diperkirakan dari 387 juta orang tersebut, 175
juta di antaranya belum terdiagnosis, sehingga terancam berkembang progresif
menjadi komplikasi tanpa disadari dan tanpa pencegahan.3
Prevalensi penderita ulkus diabetikum di AS sebesar 15-20% dan angka
mortalitas sebesar 17,6% bagi penderita diiabetes melitus dan merupakan sebab
utama perawatan penderita diabetes melitus dirumah sakit.1 Ulkus diabetikum
pada penderita diabetes melitus merupakan komplikasi yang berkaitan dengan
morbiditas akibat komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler oleh karena
diabetes melitus.4 Komplikasi ulkus diabetikum menjadi alasan tersering rawat
inap pasien diabetes melitus berjumlah 25% dari seluruh rujukan diabetes melitus
di Amerika Serikat dan Inggris.2
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan Case Report Cession ini bertujuan untuk memahami serta
menambah pengetahuan tentang ulkus diabetikum.

3
1.3 Batasan Masalah
Batasan penulisan Case Report Cession ini membahas mengenai
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana,
dan komplikasi ulkus diabetikum.
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan Case Report Cession ini yaitu menggunakan tinjauan
kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ulkus diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes
mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya
kematian jaringan setempat19.Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada
permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi
vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita
yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan
oleh bakteri aerob maupun anaerob12,14,16
2.2 Faktor Risiko
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus
menurut Lipsky dan hasil penilitian Irwan dkk1 :
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
1) Umur ≥ 60 tahun.
2) Lama DM ≥ 10 tahun.
b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah : (termasuk kebiasaan dan gaya
hidup)
1. Neuropati (sensorik, motorik, perifer)
2. Obesitas
3. Hipertensi
4. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol
5. Kadar glukosa darah tidak terkontrol
6. Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan :
a) Kolesterol Total tidak terkontrol
b) Kolesterol HDL tidak terkontrol
c) Trigliserida tidak terkontrol
7. Kebiasaan merokok
8. Ketidakpatuhan Diet DM

5
2.3 Patofisiologi
Gangguan vaskuler pada pasien DM merupakan salah satu penyebab ulkus
diabetikum. Pada gangguan vaskuler terjadi iskemik. Keadaan tersebut di samping
menjadi penyebabterjadinya ulkus juga mempersulit proses penyembuhan ulkus
kaki dan mempermudah timbulnya infeksi. Iskemik merupakan suatu keadaan
yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam jaringan sehingga
kekurangan oksigen.12 Gangguan tersebut terjadi melalui dua proses yaitu:
1. Makroangiopati
Makroangiopati yang terjadi berupa penyempitan dan penyumbatan
pembuluh darah ukuran sedang maupun besar menyebabkan iskemi dan ulkus.
Dengan adanya DM proses aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih berat
dengan keterlibatan pembuuh darah multiple. Aterosklerosis biasanya proximal
namun sering berhubungan dengan oklusi arteri distal pada lutut, terutama arteri
tibialis posterior dan anterior, peronealis, metatarsalis, serta arteri digitalis.12
2. Mikroangiopati.
Mikroangiopati berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah
perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan
bagian distal dari tungkai berkurang kemudian timbul ulkus kaki diabetika. Proses
mikroangiopati darah menjadikan sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh
hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan
poplitea, kaki menjadi dingin, atrofi dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya
terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung
kaki atau tungkai.7
Selain proses diatas pada penderita DM terjadi peningkatan HbA1c
eritrosit yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di
jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang mengganggu
sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang
selanjutnya timbul ulkus.5,12 Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya
aktivitas trombosit mengakibatkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga
sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada
dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah.5

6
Patofisiologi pada tingkat biomolekuler menyebabkan neuropati perifer,
penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas yang berakibat
terganggunya proses penyembuhan luka.5 Neuropati perifer pada penyakit DM
dapat menimbulkan kerusakan pada serabut motorik, sensoris dan autonom.7
Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Pembentukan ulkus
berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen,
keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin
keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer
memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan
jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk
mengadakan kolonisasi didaerah ini. Kadar gula dalam darah yang meningkat
menjadikan tempat perkembangan bakteri ditambah dengan gangguan pada fungsi
imun sehingga bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan
sekitarnya.

Gambar 1. Patogenesis Ulkus Diabetik

7
2.4 Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesa yang dilakukan merupakan tahap awal dari pengumpulan data
yang diperlukan dalam mengevaluasi dan mengidentifikasi sebuah penyakit. Pada
anamnesa yang sangat penting adalah mengetahui apakah pasien mempunyai
riwayat DM sejak lama. Gejala-gejala neuropatik diabetik yang sering ditemukan
adalah sering kesemutan, rasa panas di telapak kaki, keram, badan sakit semua
terutama malam hari. Gejala neuropati menyebabakan hilang atau berkurangnya
rasa nyeri dikaki, sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit atau
tidak merasakan nyeri sehingga mendapatkan luka pada kaki.3
Selain itu perlu di ketahui apakah terdapat gangguan pembuluh darah
dengan menanyakan nyeri tungkai sesudah berjalan pada jarak tertentu akibat
aliran darah ketungkai yang berkurang (klaudikasio intermiten), ujung jari terasa
dingin, nyeri diwaktu malam, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila
dinaikkan serta jika luka yang sukar sembuh.2
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Pada inspeksi akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat
berkurangnya produksi keringat. Hal ini disebabkan karena denervasi struktur
kulit. Tampak pula hilangnya rambut kaki atau jari kaki, penebalan kuku, kalus
pada daerah yang mengalami penekanan seperti pada tumit, plantar aspek kaput
metatarsal. Adanya deformitas berupa claw toe sering pada ibu jari. Pada daerah
yang mengalami penekanan tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum karena
trauma yang berulang-ulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien. Bentuk ulkus
perlu digambarkan seperti; tepi, bau, dasar, ada atau tidak pus, eksudat, edema,
kalus, kedalaman ulkus.13
2) Palpasi
Kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit yang
sehat. Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya pulsasi
pada arteri yang terlibat. Kalus disekeliling ulkus akan terasa sebagai daerah yang
tebal dan keras. Deskripsi ulkus harus jelas karena sangat mempengaruhi

8
prognosis serta tindakan yang akan dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka
penekanan pada daerah sekitar ulkus sangat penting untuk mengetahui ada
tidaknya pus. Eksplorasi dilakukan untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan
bawah kulit, otot, tendo serta tulang yang terlibat.13
3) Pemeriksaan Sensorik
Pada penderita DM biasanya telah terjadi kerusakan neuropati sebelum
tebentuknya ulkus. Sehingga apabila pada inspeksi belum tampak adanya ulkus
namun sudah ada neuropati sensorik maka proses pembentukan ulkus dapat
dicegah. Caranya adalah dengan pemakaian nilon monofilamen 10 gauge. Uji
monofilamen merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif
untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah
mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan tidak normal
apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon monofilamen. Bagian yang
dilakukan pemeriksaan monofilamen adalah di sisi plantar (area metatarsal, tumit
dan dan di antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.14
4) Pemeriksaan Vaskuler
Di samping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa
dengan test vaskuler noninvasive yang meliputi pungukuran oksigen
transkutaneus, ankle-brachial index (ABI), dan absolute toe systolic pressure. ABI
didapat dengan cara membagi tekanan sistolik betis denga tekanan sistolik lengan.
Apabila didapat angka yang abnormal perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi
perlu dilakukan untuk memastikan terjadinya oklusi arteri.14
5) Ankle Brachial Index (ABI)
Ankle brachial index adalah rasio tekanan darah sistolik pada
pergelangankaki dengan lengan. Pemeriksaan ini diukur dengan pada pasien
dengan posisiterlentang menggunakan doppler vaskuler dan sphygmomanometer.
Tekanansistolik diukur pada kedua lengan dari arteri brachialis dan di arteri
tibialisposterior dan dorsalis pedis pada bagian tungkai kaki masing-masing.15,16
Pemeriksaan ABI bertujuan menilai fungsi sirkulasi pada arteri
kaki.Pemeriksaan ABI direkomendasikan oleh American Heart Association
(AHA)untuk mengetahui proses aterosklerosis khususnya pada orang dengan

9
risikogangguan vaskuler yang berusia 40-75 tahun. Sebagai pemeriksaan
penunjang, nilai ABI dapat dijadikan sebagai patokanuntuk menentukan :16
a. Penilaian apakah amputasi perlu dilakukan
b. Penilaian hasil pasca operasi secara objektif
c. Penentuan berat ringannya kelainan pembuluh darah
d. Penentuan apakah kelainan berasal dari kelainan saraf atau vaskuler
Karena proses atherosclerosis berlangsung sejak awal
kehidupandilaporkan adanya perubahan kecil nilai ABI yakni terjadi penurunan
nilai ABI0,025 lebih dari 5 tahun pada populasi umum. Dalam kasus PAD
yanberperansebagai penyebab terjadinya diabetic foot ulcer, peningkatan risiko
amputasdilaporkan ketika nilai ABI <0,50 pada pasien diabetic foot ulcer yang
tidakdilakukan revaskularisasi. Dengan tidak adanya revaskularisasi,
penurunanilai ABI berkorelasi dengan penurunsn klinis.16
Tingkat keparahan PAD berdasarkan pada skor penilaian ABI,
dikategorikan:15
 Normal : 0.91-1,30
 Oklusi ringan : 0,70- 0,90
 Oklusi sedang : 0,40-0,69
 Oklusi berat : <0,40
 Kalsifikasi : > 1,30
Pemeriksaan ABI sebaiknya rutin dilakukan pada semua pasien dengan
kaki diabetes guna mendeteksi adanya penyakit arteri perifer pada pasien-pasien
tersebut. Deteksi dini kelainan arteri perifer pada kasus ulkus kaki diabetes akan
mempercepat tindakan intervensi vaskular yang dibutuhkan untuk mempercepat
penyembuhan ulkus sehingga diha-rapkan kualitas hidup pasien akan cepat
membaik.
6) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologi akan dapat mengetahui apakah didapat gas
subkutan, benda asing serta adanya osteomielitis.7
7) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka leukosit yang meningkat bila
sudah terjadi infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam PP harus diperiksa untuk

10
mengetahui kadar gula dalam lemak. Albumin diperiksa untuk mengetahui status
nutrisi pasien.
2.5 Tatalaksana
Penatalaksanaan pada pasien dengan ulkus DM adalah mengendalikan
kadar gula darah dan penanganan ulkus DM secara komprehensif.10
1) Pengendalian Diabetes
a) Terapi non farmakologis:
Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah dengan
melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik.
Diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes, salah satunya adalah terjadinya
gangren diabetik. Jika kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan baik,
diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi dapat dicegah, paling sedikit
dihambat. Dalam mengelola diabetes melitus langkah yang harus dilakukan
adalah pengelolaan non farmakologis, Perubahan gaya hidup, dengan melakukan
pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis dan meningkatkan
aktivitas jasmani berupaolah raga ringan.13
Perencanaan makanan pada penderita diabetes melitus juga merupakan
pengobatan utama pada penatalaksanaan diabetes melitus. Perencanaan makanan
yang memenuhi standar untuk diabetes umumnya berdasarkan dua hal, yaitu; a).
Tinggi karbohidrat, rendah lemak, tinggi serat, atau b). Tinggi karbohidrat, tinggi
asam lemak tidak jenuh berikatan tunggal. Edukasi kepada keluarga juga sangat
berpengaruh akan keadaan pasien. Peran keluarga sendiri adalah mengkontrol
asupan makanan, obat-obat gula yang dikonsumsi setiap hari serta mencegah
semaksimal mungkin agar penderita tidak mengalami luka yang dapat memicu
timbulnya infeksi.14
b) Terapi farmakologis
Terapi farmakologis ini pada prinsipnya diberikan jika penerapan terapi
non farmakologis yang telah dilakukan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa
darah sebagaimana yang diharapkan. Terapi farmakologis yang diberikan adalah
pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin. Terdapat enam golongan
obat anti diabetes oral yaitu:13

11
1) Golongan sulfonilurea
2) Glinid
3) Tiazolidindion
4) Penghambat Glukosidase α
5) Biguanid
6) Obat-obat kombinasi dari golongan-golangan diatas
2) Penanganan Ulkus Diabetikum
Penanganan pada ulkus diabetikum dilakukan secara komprehensif.
Penanganan luka merupakan salah satu terapi yang sangat penting dan dapat
berpengaruh besar akan kesembuhan luka dan pencegahan infeksi lebih lanjut.
Penanganan luka pada ulkus diabetikum dapat melalui beberapa cara yaitu:
menghilangkan atau mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar
selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan skin
graft.
a) Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus
ulkus diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan
benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila
masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus, fistula atau rongga yang
memungkinkan kuman berkembang3. Setelah dilakukan debridemen luka harus
diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan
dressing (kompres). Tujuan dilakukan debridemen bedah adalah:5
 Mengevakuasi bakteri kontaminasi
 Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan
 Menghilangkan jaringan kalus
 Mengurangi risiko infeksi lokal
 Mengurangi beban tekanan (off loading)
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitudebridemen
mekanik, enzimatik, autolitik, biologik. Debridemen mekanik dilakukan
menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam
rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik. Debridemen secara enzimatik
dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara topikal pada permukaan lesi.

12
Enzim tersebut akan menghancurkan residu residu protein. 6 Debridemen autolitik
terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan
makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan
jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat
menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak
sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses granulasi.
Menghilangkan atau mengurangi tekanan beban (offloading).6
b) Perawatan Luka
Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healing atau
menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Lingkungan luka yg seimbang
kelembabannya memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen didalam
matrik non selular yg sehat. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat
dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket
dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel terhadap gas.
Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat
penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam
keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada
beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan
digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi,
kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang sering dipakai
dalam perawatan luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam,
kompres anti mikroba.5
c) Pengendalian Infeksi
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Pada infeksi
berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih. Pada beberapa
penelitian menyebutkan bahwa bakteri yang dominan pada infeksi ulkus diabetik
diantaranya adalahS.aureus kemudian diikuti dengan streotococcus,
staphylococcus koagulase negative, Enterococcus, corynebacterium dan
pseudomonas. Pada ulkus diabetika ringan atau sedang antibiotika yang diberikan
di fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat kuman
lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus,

13
gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat
broadspektrum, diberikan secara injeksi.
d) Skin Graft

Gambar 2. Skin graft

Suatu tindakan penutupan luka dimana kulit dipindahkan dari lokasi donor
dan ditransfer ke lokasi resipien. Terdapat dua macam skin graft yaitu full
thickness dan split thickness. Skin graft merupakan salah satu cara rekonstruksi
dari defek kulit, yang diakibatkan oleh berbagai hal. Tujuan skin graft digunakan
pada rekonstruksi setelah operasi pengangkatan keganasan kulit, mempercepat
penyembuhan luka, mencegah kontraktur, mengurangi lamanya perawatan,
memperbaiki defek yang terjadi akibat eksisi tumor kulit, menutup daerah kulit
yang terkelupas dan menutup luka dimana kulit sekitarnya tidak cukup
menutupinya.10 Selain itu skin graft juga digunakan untuk menutup ulkus kulit
yang kronik dan sulit sembuh. Terdapat 3 fase dari skin graft yaitu: imbibition,
inosculation, dan revascularization. Pada fase imbibition terjadi proses absorpsi
nutrient ke dalam graft yang nantinya akan menjadi sumber nutrisi pada graft
selam 24-48 jam pertama. Fase kedua yaitu inosculation yang merupakan proses
dimana pembuluh darah donor dan resipien saling berhubungan. Selama kedua
fase ini, graft saling menempel ke jaringan resipien dengan adanya deposisi
fibrosa pada permukaannya. Pada fase ketiga yaitu revascularization terjadi
diferensiasi dari pembuluh darah pada arteriola dan venula.2
e) Tindakan Amputasi
Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas gangren, jaringan
terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi, mengangkat bagian kaki yang

14
mengalami ulkus berulang. Komplikasi berat dari infeksi kaki pada pasien DM
adalah fasciitis nekrotika dan gas gangren. Pada keadaan demikian diperlukan
tindakan bedah emergensi berupa amputasi. Amputasi bertujuan untuk
menghilangkan kondisi patologis yang mengganggu fungsi, penyebab kecacatan
atau menghilangkan penyebab yang didapat.8
Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan
sesuai dengan pembagian menurut wanger, yaitu: 7
a) Tingkat 0
Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus dan
pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang dibuat secara
khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada kaki terdapat tulang
yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak dapat hanya diatasi dengan
pengguna-an alas kaki buatan umumnya memerlukan tindakan pemotongan tulang
yang menonjol (exostectomy) atau dengan pembenahan deformitas.
b) Tingkat I
Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius,
perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
c) Tingkat II
Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur,
perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti.
d) Tingkat III
Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren, amputasi
sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik parenteral yang
sesuai dengan kultur.
e) Tingkat IV
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian atau
amputasi seluruh kaki.

15
BAB 3
ILUSTRASI KASUS

3.1 IDENTITAS
 Nama : Tn. A
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Umur : 64 tahun
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Alamat : Lubuk Minturun
 Tanggal Pemeriksaan : 10 Mei 2022

3.2 ANAMNESIS
a. Keluhan utama
Pasien laki-laki berusia 64 tahun datang ke RSUP DR M. Djamil Padang
dengan keluhan jari tengah, manis, dan kelingking kaki kiri menghitam sejak 2
bulan sebelum masuk rumah sakit.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
 Keluhan ujung jari kaki kiri menghitam. Awalnya hanya terasa panas dan
memerah berbentuk seperti luka di ujung jari kelingking kaki kiri. Setelah
beberapa hari, luka tersebut membengkak, nyeri, berwarna kemerahan.
Hingga luka menjalar ke sela jari tengah dan manis hingga punggung kaki
kiri. Luka mulai menyusut namun mulai ada bagian yang menghitam.
 Rasa kesemutan dan kebas ada pada kaki kiri sejak 2 bulan yang lalu.
Keluhan yang dirasakan bersifat hilang timbul.
 Rasa nyeri pada tungkai kiri pasien ada
 Demam tidak ada.
 Mual muntah ada.
 Sesak nafas tidak ada.

16
 Penurunan berat badan ada.
 BAK dan BAB tidak ada keluhan
 Pasien sudah dilakukan amputasi pada ruas jari kelingking kaki kiri ± 1
bulan yang lalu, namun luka pasien tidak membaik.

c. Riwayat Penyakit dahulu


 Riwayat penyakit diabetes melitus sejak tahun 2017 dengan gula darah
tertinggi 564 mg/dl. Pasien rutin kontrol berobat ke dokter penyakit dalam
namun sering tidak teratur meminum obat.
 Riwayat penyakit hipertensi tidak ada.
 Riwayat penyakit jantung tidak ada.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti
pasien.
 Tidak ada riwayat hipertensi dan DM pada anggota keluarga yang lain.

e. Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi dan Kebiasaan


 Pasien seorang wiraswasta dengan aktivitas sedang.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang.
 Kesadaran : Compos mentis, GCS 15 (E4M6V5)
 Tanda Vital
TD : 120 / 80 mmHg N : 86 x/ menit.
RR : 20 x / menit S : 36,7 oC
 VAS :

17
 BB/TB : 70 kg / 170 cm
 BMI : 24,22 kg/m2
 BBI : (170 -100) x 90% = 63 %
 Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : Hitam-putih, tidak ada kelainan
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
 Telinga : Tidak ditemukan kelainan
 Hidung : Tidak ditemukan kelainan
 Mulut : Mukosa bibir dan mulut basah
 Gigi : Oral hygiene cukup baik
 Leher : Tidak ditemukan kelainan
 Thoraks
Paru : Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan
dinamis.
Palpasi : Fremitus kanan = kiri.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara napas vesikular, Rh -/-, Wh -/-.
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC
V seluas 1 jari (1-2cm), kuat angkat
Perkusi :
Atas : RIC II linea parasternal sinistra
Kanan : LSD
Kiri : Sesuai ictus cordis
Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur tidak ada, gallop
tidak ada
 Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, Nyeri tekan tidak ada, nyeri lepas tidak ada.
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.

18
 Ekstermitas Atas
Akral : Hangat, oedema -/-.
Sianosis : -/-.
Perfusi : CRT < 2 detik
Bawah : Status lokalis
 Genitalia : tidak diperiksa
 Anus : tidak diperiksa
Status Lokalis
Inspeksi : tampak ganggren berukuran 6 cm x 3 cm di regio dorsum pedis
sinistra bagian lateral, digiti III, IV, dan V pedis sinistra, radang
(+), bengkak (+), bau (+), nekrosis (+), undermining (+), slough (-),
ulkus (-), pus (-).
Palpasi : nyeri tekan (+), arteri dorsalis pedis (+) teraba, akral dingin, dan
CRT < 2 detik.

Dextra Sinistra
A. Femoralis ++ ++
A. Poplitea ++ ++
A. Tibialis Posterior ++ ++
A. Dorsalis Pedis ++ +

Gambar 3. Foto Klinis

19
3.4 Diagnosis Kerja
Ganggren digiti III, IV, dan V pedis sinistra
Diabetes melitus tipe 2 tidak terkontrol

3.5 Diagnosis Banding


Tidak ada

3.6 Pemeriksaan Penunjang


A. Laboratorium
Pemeriksaan Darah Lengkap
Hematologi (09-05-2022)
Hb : 10,5 gr/dl
Leukosit : 11.720 /mm3
Trombosit : 464.000 /mm3
Hematokrit : 32 %
MCV : 79 fl
MCH : 26 pg
MCHC : 33 %

Kimia Klinik (09-05-2022)


Total Protein : 8,3 g/dL
Albumin : 4,0 g/dL
Globulin : 4,3 g/dL
SGOT : 11 U/L
SGPT : 5 U/L
Ureum darah : 14 mg/dL
Kreatinin darah : 0,8 mg/dL
Gula darah sewaktu : 124 mg/dL

Hemostasis (10-05-2022)
APTT : 27,6 detik
PT : 11,1 detik

20
INR : 1,01 detik
D-dimer : 1142 ng/ml

Elektrolit (09-05-2022)
Natrium : 137 mmol/L
Kalium : 3,5 mmol/L
Klorida : 97 mmol/L

Kesan :
 Pemeriksaan darah lengkap : Anemia, leukositosis, trombositosis
 Kimia klinik : Globulin meningkat
 Hemostasis : D-dimer menigkat, PT melebihi nilai rujukan, APTT
dibawah nilai rujukan

B. Radiologi

Gambar 4. Rontgen Pedis Sinistra proyeksi AP dan Oblique

3.7 Diagnosis Akhir


 Gangren pedis snistra et digiti III, IV, dan V

21
 DM tipe 2 tidak terkontrol

3.8 Tatalaksana
Terapi Non- medikamntosa :
 Redressing luka
 Istirahat baring & edukasi perawatan tungkai dan pencegahan luka
berikutnya
 Diet DM : 2268 kkal
Terapi Medikamentosa :
 IVFD NaCl 0,9% 500 cc /8jam
 Inj. ceftriaxon 2x1 gr
 Inj. ranitidin 2 x 50 mg
 Inj. ketorolac 3x 30 mg
Terapi Bedah : Debridement + Amputasi Digiti III, IV, V Pedis Sinistra

3.9 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Malam
Quo ad sanationam : Malam

22
BAB 4
DISKUSI
Pada kasus ini diagnosis ditegakan atas dasar anamnesis dan pemeriksaan
status lokalis. Dari anamnesis diperoleh keluhan sela jari kelingking dan manis
kaki kiri hingga punggg kaki kiri menghitam sejak 2 bulan yang lalu. awalnya
hanya terasa panas dan memerah berbentuk seperti luka di ujung jari kelingking
kaki kiri, rasa kesemutan dan kebas ada pada kaki kiri sejak 2 bulan yang lalu.
Keluhan yang dirasakan bersifat hilang timbul, rasa nyeri pada tungkai kiri pasien
ada. Riwayat penyakit diabetes melitus sejak tahun 2017 dengan gula darah
tertinggi 564 mg/dl. Pasien rutin kontrol berobat ke dokter penyakit dalam namun
sering tidak teratur meminum obat
Hasil pemeriksaan status lokalis tampak luka berukuran tampak ganggren
berukuran 6 cm x 3 cm di regio dorsum pedis sinistra bagian lateral, digiti III, IV,
dan V pedis sinistra, radang (+), bengkak (+), bau (+), nekrosis (+), undermining
(+), slough (-), ulkus (-), pus (-). Saat di lakukan palpasi nyeri tekan (+), arteri
dorsalis pedis (+) teraba, akral pedis snistra teraba dingin, CRT < 2 s.
Hasil pemeriksaan penunjang didapatkan pemeriksaan darah lengkap
anemia, leukositosis, trombositosis. Kimia klinik globulin meningkat dan
hemostasis D-dimer menigkat.
Pasien ini mempunyai faktor resiko terjadinya ulkus DM seperti riwayat
diabetes melitus tipe 2 tidak terkontrol..Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, pemeriksaan lab, serta riwayat penyakit yang diderita pasien, maka
diagnosis pasien ini adalah gangrene pedis sinistra digiti III, IV, dan V dan DM
tipe II tidak terkontrol. Tukak atau ulkus pada pasien Diabetes Mellitus (DM)
merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi. Dasar terjadinya ulkus
adalah akibat kelainan pada saraf, pembuluh darah, dan kemudian terjadinya
infeksi. Dari ketiga hal tersebut, yang paling berperan adalah kelainan pada saraf,
sedangkan kelainan pembuluh darah lebih berperan nyata pada penyembuhan luka
sehingga menentukan nasib kaki. Penjelasan lainnya adalah neuropati dan
angiopati sebagai faktor endogen, sedangkan trauma daninfeksisebagai faktor
eksogen.

23
Angiopati diabetik disebabkan oleh beberapa faktor yakni genetik,
metabolik dan faktor resiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia)
ternyata mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme
karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat
menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis),
akibatnya terjadi gangguan peredaran pembuluh darah besar (makroangiopati) dan
kecil (mikroangiopati). Selain itu terjadi penebalan tunika intima, oklusi arteri,
hiperkoagulabilitas, gangguan fungsi leukosit, fagositosis, dan bakterisid intrasel.
Pada pasien DM terjadi gangguan neuropati yang menyebabkan penurunan
sensitifitas rasa nyeri pada tungkai sehingga kemungkinan terjadi luka lebih besar.
Keadaan stasis sirkulasi darah juga menyebabkan penumpukan bakteri sehingga
mudah terjadi infeksi apabila terjadi luka pada tungkai. Hal ini diperparah dengan
sirkulasi yang buruk dapat menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai
ke kulit maupun jaringan lain, sehingga menyebabkan luka sulit sembuh. Ulkus
yang disertai infeksi dapat berkembang menjadi selulitis dan menjadi gangren.
Gangguan saraf otonom mengakibatkan hilangnya sekresi di kulit sehingga kulit
menjadi kering dan mudah mengalami luka. Pada penyakit DM dapat terjadi
komplikasi mikroangiopati yakni retinopati, neuropati, dan nefropati serta
makroangiopati yakni penyakit jantung dan pembuluh darah serta sistem saraf.
Pada pasien hanya ditemukan kelainan mikroangiopati yakni neuropati dengan
adanya rasa kebas pada tungkai.
Rencana terapi pembedahan yang akan dilakukan adalah debridement pada
daerah tukak dan amputasi pada digiti III, IV, dan V pedis sinistra. Pada dasarnya
prinsip operasi yang dilakukan pada penyakit ulkus diabetikum adalah
membersihkan luka yang telah membusuk dan amputasi bertujuan menghilangkan
kondisi patologis yang mengganggu fungsi, penyebab kecacatan atau
menghilangkan penyebab yang didapat. Diberikan juga ceftriaxone untuk
mengobati infeksi bakteri sekunder yang terjadi pada tungkainya. Redressing luka
dilakukan minimal 2 kali sehari untuk mengurangi jumlah pus ada tukak sehingga
tidak terjadi proses infeksi lanjutan.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. American Diabetes Association. 2007. Preventive Care in People with


Diabetes. Diabetes Care. Vol 26:78-79.
2. Waspadji S. 2006. Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV. Jakarta: 1884.
3. Gustaviani R. 2006. Diagnosis dan klasifikasi Diabetes Mellitus, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV. Jakarta: 1857.
4. Sjamsuhidayat R, Jong WD. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC,
Jakarta: 485.
5. Schteingart, D. Pankreas Metabolisme Glukosa Dan Diabetes Mellitus.
Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku II, Edisi
4. Jakarta : EGC; 1997;163 : 117-1119.
6. Guyton&Hall. 1997. Insulin,Glukagon,dan Diabetes Mellitus. Dalam
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Arthur C Guyton, John E Hall, Edisi 9,
Jakarta : EGC; 78 : 1234-1236.
7. Frykberg RG, Armstrong DG, Giurini J et al. 2004. Diabetic foot
Disorders: A clinical Practice Guide. Data trace USA.
8. Levy J, Gavin JR, Sowers JR. 1994. Diabetes Mellitus : A Disease of
Abnormal Cellular Calcium Metabolism? The American Journal of
Medicine;96:260-273.
9. Kadri. 2002. Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Terpadu.
Subbagian Endokrinologi-Metabolik dan Diabetes, Bagian Ilmu penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto
Mangunkusumo (FKUI/RSCM) dalam buku penatalaksanaan diabetes
melitus terpadu. Jakarta; FKUI: h 161-167.
10. Adam, John MF. 1998. Pengobatan Medik Kaki Diabetes dalam
Kumpulan Makalah Kongres Nasional IV. Persatuan Diabetes Indonesia
(PERSADI) Konferensi kerja Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(PERKENI), Denpasar 22-25 Oktober 1998. Hal 241-242.

25
11. R. Boedisantoso A. 1998. Etiopatogenesis dan klasifikasi kaki diabetik
dalam kumpulan Makalah Kongres Nasional IV. Persatuan Diabetes
Indonesia (PERSADI) Konferensi kerja Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia (PERKENI), Denpasar 22-25 Oktober 1998 Hal 9-11.
12. Anonim. Ulkus Diabetikum. 2009. Available at :
http://www.bedahugm.net/ulkus-diabetikum/ accessed at 10th Mei 2022.
13. Tjokroprawiro H, Askandar. Diabetes Mellitus dalam Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
14. Yates, John. 2001. Kelainan Metabolisme dalam Panduan Klinik Ilmu
Penyakit dalam. EGC, Jakarta.
15. Potier L, Abi Khalil C, Mohammedi K, et al. 2011. Use and Utility of
AnkleBrachial Index in Patients with Diabetes. Eur J Vasc Endovasc
Surg.41(1):110-16.
16. Aboyans, V., Criqui, MH., Abraha, P., Allison, MA., Creager, MA.,
Diehm, C.,Fowkes, FGR et al, 2012. Measurement and Interpretaton of the
Ankle –Brachial Index. American Heart Association. 126: 2890-2909.
17. Ivy C, Elkin VL, Thomas RE. Management and prevention of diabetic foot
ulcers and infections. Pharmacoeconomics 2008;26(12) :1019-35.

26

Anda mungkin juga menyukai