Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY.

“S”
DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN “ULKUS DIABETIK”
DI RUANG MELATI KAMAR 3 RSUD BATARA SIANG
PANGKAJENE DAN KEPULAUAN

OLEH:
NAMA : JULITA RANTE PAYUNG
NIM :

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GRAHA EDUKASI MAKASSAR


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN
1. KONSEP MEDIS

1. DEFENISI

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik

yang kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda

hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak

adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat

dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan

primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang

biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein ( Askandar, 2000 ).

Diabetes mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut

insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001: 543).

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus

adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman

saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah

satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni,

2010).

Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai

sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang

tinggi memainkan peranan penting untukterjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya

Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah,

(zaidah 2005).

Klasifikasi Diabetes yang utama menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1220), adalah

sebagai berikut :

a. Tipe 1 Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)


b. Tipe II Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes

Mellitus)

c. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan sindrom lainnya.

d. Diabetes Mellitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus)

2. ETIOLOGI

Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1224), penyebab dari diabetes mellitus adalah:

a. Diabetes Tipe I

1) Faktor genetik.

2) Faktor imunologi.

3) Faktor lingkunngan.

b. Diabetes Tipe II

1) Usia.

2) Obesitas.

3) Riwayat keluarga.

4) Kelompok genetik.

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi

faktor endogen dan ekstrogen.

a. Faktor endogen

1) Genetik, metabolik.

2) Angiopati diabetik.

3) Neuropati diabetik.

b. Faktor ekstrogen

1) Trauma.

2) Infeksi.

3) Obat.

Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati,

neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau


menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang

mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan

terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan

ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang

lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada

jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan

asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang

sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus

Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati

dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001).

3. KLASIFIKASI

Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu:

1) Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai

kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.

2) Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

3) Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

4) Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

5) Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.

6) Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

4. PATOFISIOLOGI

Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1223), patofisiologi dari diabetes mellitus adalah :

a. Diabetes tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin

karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia

puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu,

glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap

berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).


Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap

kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul

dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin,

ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan

ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang

berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa

haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang

menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera

makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup

kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut

menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang

mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping

pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan

asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang

diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal,

mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan

menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.

b. Diabetes tipe II

Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin,

yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat

dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan

reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam

sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel

ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan

glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan

progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,

iritabilitas, poliuria. polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau

pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada

pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan

kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)

disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut

mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar

disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses

pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf

perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik

terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati

sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya

kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar

dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan

penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.

Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase

yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi

sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke

jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).


5. Pathways

6. MANIFESTASI KLINIS

Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun

nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya

teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan

pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri).

b. Paleness (kepucatan).

c. Paresthesia (kesemutan).

d. Pulselessness (denyut nadi hilang)

e. Paralysis (lumpuh).

7. KOMPLIKASI

Menurut Subekti (2002: 161), komplikasi akut dari diabetes mellitus adalah sebagai

berikut :

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang disebabkan penurunan

glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma

dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obat hiperglikemik oral

golongan sulfonilurea.

b. Hiperglikemia

Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan, penghentian

obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut. Tanda khas adalah

kesadaran menurun disertai dehidrasi berat. Ulkus Diabetik jika dibiarkan akan

menjadi gangren, kalus, kulit melepuh, kuku kaki yang tumbuh kedalam,

pembengkakan ibu jari, pembengkakan ibu jari kaki, plantar warts, jari kaki bengkok,

kulit kaki kering dan pecah, kaki atlet, (Dr. Nabil RA).

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Arora (2007: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu:

a. Postprandial

Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl

mengindikasikan diabetes.
b. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula

darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan

diabetes.

c. Tes toleransi glukosa oral

Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan akan

diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah

meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.Tes glukosa darah dengan finger

stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah

strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini

digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.

d. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan

cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :

hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ )

e. Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan

jenis kuman.

9. PENATALAKSANAAN

a. Medis

Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan

Diabetes Mellitus meliputi:

1) Obat hiperglikemik oral (OHO).

Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :

a) Pemicu sekresi insulin.

b) Penambah sensitivitas terhadap insulin.

c) Penghambat glukoneogenesis.

d) Penghambat glukosidase alfa.


2) Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan :

a) Penurunan berat badan yang cepat.

b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.

c) Ketoasidosis diabetik.

d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

3) Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian

dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.

b. Keperawatanan

Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan

antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan

larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium

permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi

yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi

mungkin diperlukan untuk kasus DM. Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan

utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas

insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk

menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan

Ulkus Diabetik:

1) Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur

makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang

tinggi dan menurunkan kadar lemak.


2) Latihan

Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar

glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki

pemakaian kadar insulin.

3) Pemantauan

Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada

penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.

4) Terapi (jika diperlukan)

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan

kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.

5) Pendidikan

Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan

dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari

komplikasi dari diabetes itu sendiri.

6) Kontrol nutrisi dan metabolic

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.

Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan.

Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl.

Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu

dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau

inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan

dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula

darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan

infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai

perawatan pasien secara total.


7) Stres Mekanik

Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight

bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu

khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus

dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena

kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma

berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.

8) Tindakan Bedah

Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan

atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:

1. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.

2. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Menurut Doenges (2000: 726), data pengkajian pada pasien dengan Diabetes

Mellitus bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh

fungsi pada organ, data yang perlu dikaji meliputi :

1. Aktivitas / istirahat

Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot

Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma

2. Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut

Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung

3. Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen

Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.

4. Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus

Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen

5. Neurosensori

Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan

Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang

6. Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri tekan abdomen

Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi

7. Pernafasan

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum

Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasan

8. Seksualitas

Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita

9. Penyuluhan / pembelajaran

Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, Hipertensi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan Diabetes Millitus secara teori mnurut (Carpenito, Lyna

juall. 2000).

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran

darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.

2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.

3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.

4. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tingginya kadar

gula darah.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke

daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.


Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.

Kriteria Hasil :

a. Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler

b. Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosi.

c. Kulit sekitar luka teraba hangat.

d. Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.

e. Sensorik dan motorik membaik

Rencana tindakan :

1) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi

Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.

2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : Tinggikan kaki

sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari

penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut

dan sebagainya.

Rasional: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi

oedema.

3) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi kolestrol,

teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat

vasokontriksi.

Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok

dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk

mengurangi efek dari stres.

4) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula

darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).

Rasional: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga

perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin
dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki

oksigenasi daerah ulkus/gangren.

2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.

Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.

Kriteria hasil :

a. Berkurangnya oedema sekitar luka.

b. Pus dan jaringan berkurang

c. Adanya jaringan granulasi.

d. Bau busuk luka berkurang.

Rencana tindakan :

1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.

Rasional: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan

membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.

2) Rawat luka dengan baik dan benar : Membersihkan luka secara abseptik

menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka

dan nekrotomi jaringan yang mati.

Rasional: Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan

larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan

jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.

3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus

pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.

Rasional: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk

mengetahui jenis kuman dan anti biotic yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan

kadar gula darah untuk mengetahui perkembangan penyakit.

3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.

Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang

Kriteria hasil :
a. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau hilang.

b. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi nyeri

c. Elspresi wajah klien rileks.

d. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.(S : 36 – 37,5 0C, N: 60

– 80 x /menit, T : 120/80mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).

Rencana tindakan :

1) Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.

Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.

2) Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.

Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi

ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam

melakukan tindakan.

3) Ciptakan lingkungan yang tenang.

Rasional: Rangasang yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.

4) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.

Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan

pasien.

5) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.

Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot

untuk relaksasi seoptimal mungkin.

6) Lakukan massage saat rawat luka.

Rasional : Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus.

7) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.

Rasional : Obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.

4. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tingginya kadar

gula darah.

Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).


Kriteria Hasil :

a. Tanda-tanda infeksi tidak ada.

b. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S: 36 -37,50C )

c. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.

Rencana tindakan :

1) Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.

Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat

membantu menentukan tindakan selanjutnya.

2) Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama

perawatan.

Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah

infeksi kuman.

3) Lakukan perawatan luka secara aseptik.

Rasional : Untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.

4) Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.

Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan

tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil

kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.

5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.

Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan

kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan akan lebih cepat.

D. IMPLEMENTASI

Implementsi merupakan tindakan yang dilaksanakan berdasarkan rencana tindakan

yang telah direncanakan sebelumnya.

E. EVALUASI

Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item- item atauperilaku

yang dapat diamati dan dipantau untuk menentukan apakah hasilnya sudahtercapai
atau belum dalam jangka waktu yang telah ditentukan (Amin Huda, dkk. 2015).

Evaluasi keperawatan disusun menggunakan SOAP dimana:

S : ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif oleh

pasien dan keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.

O : keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan

pengamatan yang obyektif.

A : analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan obyektif

P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.


DAFTAR PUSTAKA

Price, A.S (1995). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi 4), Jakarta: EGC
Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC
Doenges, M.E.et all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi 3). Jakarta: EGC
Evelyn C. Pearce (2003). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , Jakarta: PT Gramedia
Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3), Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai