Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ULKUS DIABETIK

DI SUSUN OLEH :

AYU NUR HASANAH

(PO0220220004)

POLTEKKES KEMENKES PALU


PRODI DIII KEPERAWATAN POSO
TAHUN AJARAN 2022
A. Pengertian

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik


yang kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda
hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik,
sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di
dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai
juga gangguan metabolisme lemak dan protein
( Askandar, 2000 ). Diabetes mellitus adalah
penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh
ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas sel
terhadap insulin (Corwin, 2001: 543).

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah
kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit
tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala
klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).

Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab
utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi
memainkan peranan penting untukterjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus
Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah,
(zaidah 2005).

Klasifikasi Diabetes yang utama menurut Smeltzer dan Bare (2001:1220), adalah
sebagai berikut :

1) Tipe 1 Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes


Mellitus)
2) Tipe II Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus)

B. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1224), penyebab dari diabetes mellitus
adalah:
1. Diabetes Tipe I
a) Faktor genetik.
b) Faktor imunologi.
c) Faktor lingkungan.
2. Diabetes Tipe II
a) Usia.
b) Obesitas.
c) Riwayat keluarga.
d) Kelompok genetik.

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi


menjadi factor endogen dan ekstrogen.

1. Faktor endogen
a) Genetik, metabolik.
b) Angiopati diabetik.
c) Neuropati diabetik.
2. Faktor ekstrogen
a) Trauma.
b) Infeksi.
c) Obat.

Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah


angipati, neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan
hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami
trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan
motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga
merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila
sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita
akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu.
Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan
nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang
sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi sering merupakan komplikasi yang
menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati,
sehingga faktor angipati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus
Diabetikum.(Askandar 2001).

C. Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu:
 Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
 Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
 Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
 Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
 Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
 Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

D. Patofisiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1223), patofisiologi dari diabetes mellitus
adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam
darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme
protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses
ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala
seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma
bahkan kematian.

2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria. polidipsia, luka yang lama sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat
tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan
pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit
ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah
besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah
halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari
kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi
kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan
dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin
dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin
keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris
perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya
kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang
membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus.
Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini.
Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya
sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan
dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
E. Pathways
F. Manifestasi
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan
biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati
menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli
memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
1) Pain (nyeri).
2) Paleness (kepucatan).
3) Paresthesia (kesemutan).
4) Pulselessness (denyut nadi hilang)
5) Paralysis (lumpuh).

G. Komplikasi
Menurut Subekti (2002: 161), komplikasi akut dari diabetes mellitus
adalah sebagai berikut :
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai
berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah
obat-obat hiperglikemik oral golongan sulfonilurea.
2. Hiperglikemia
Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan,
penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut.
Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat. Ulkus
Diabetik jika dibiarkan akan menjadi gangren, kalus, kulit melepuh, kuku
kaki yang tumbuh kedalam, pembengkakan ibu jari, pembengkakan ibu jari
kaki, plantar warts, jari kaki bengkok, kulit kaki kering dan pecah, kaki
atlet, (Dr. Nabil RA).

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arora (2007: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal
yaitu:
1. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl
mengindikasikan diabetes.
2. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar
gula darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1%
menunjukkan diabetes.
3. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula,
dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam
setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
4. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum,
sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada
mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar
glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
5. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ )
6. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.

I. Penatalaksanaan
1. Medis
Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan
Diabetes Mellitus meliputi:
a) Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
3) Penghambat glukoneogenesis.
4) Penghambat glukosidase alfa.

b) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
c) Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar
glukosa darah.

2. Keperawatanan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara
lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan
mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan.
Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan
ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat
merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan
untuk kasus DM. Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama
penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas
insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah
untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam
penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a) Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk
memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan
energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar
lemak.
b) Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c) Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara
optimal.
d) Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk
mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada
malam hari.
e) Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari
keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri
dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
f) Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka
tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
 Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
 Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.

J. Manajemen perawatan
1. Membersihkan
a. Cleansing ( mencuci luka )

Proses membersihkan permukaan luka dgn mengalirkan


cairan scr lembut guna melepaskan benda asing organic dan
inorganik dan material inflamasi sebelum aplikasi balutan.

b. Tujuan mencuci luka

 Memudahkan Pengkajian Luka.

 Memfasilitasi proses Phagositosis.

 Memisahkan eschar dari jaringan fibrotik dan jaringan fibrotik


dari jaringan granulasi.

 Membuang benda asing organik dan inorganik dari permukaan


luka.

 Mengurangi jumlah Koloni bakteri dan infeksi.

 Rehidrasi permukaan luka dengan memberi lingkungan lembab.

 Meminimalkan trauma pada luka saat pelepasan balutan yang


lengket.

c. Metode wound cleansing

1) Irigation

 Tekanan rendah (menetes/mengalir) pada jaringan granula
si

 Tekanan (8-15 psi): untuk cavity, jaringan nekrotik, debris,


infeksi ~ syringe 35ml + needle 19G or fedding tube (5-8
Fr).

2) Bathing

 Pencucian luka

3) Swebing

 Menggosok luka secara lembut

 Untuk eschar dapat di gosok tapi hati-hati dengan jaringan


granulasi yang di area sekitar luka

2. Debridement

a. Tujuan debridement

 Membuang jaringan mati

 Membuang material asing

 Membersihkan jaringan yang terkontaminasi

 Mempertahankan struktur penting semaksimal mungkin

b. Tehnik

 Surgical debridement

Dilakukan menggunakan blade scalpel (pisau bedah) selanjutnya


semua jaringan nekrotik di buang hingga jaringan dasar ulkus
yang sehat

 Mechanical debridement

Yaitu prosedur yang menggunakan air untuk membersihkan


jaringan lama,membungkus luka dengan kasa basah hingga
kering, dan mengusap bantalan poliester dengan lembut
keseluruh luka

 Enzimatic debridement

Tehnik debridement menggunakan topikal ointment () yang


bersifat lebih selektif dalam mencerna jaringan nekrotik
 Maggot debridement therapy

Yaitu terapi menggunakan belatung

 Autolytic debridement

Adalah tehnik debridement yang menggunakan suasana lembab


untuk mengaktifkan enzim di dalam luka atau yang berasal dari
dalam tubuh sendiri yang akan menghancurkan jaringan non vital

3. Topical therapy

Muncullah istilah topikal therapy yang bisa diartikan sebagai intervensi


lokal pada luka untuk mengoptimalkan proses penyembuhan.

a. Tujuan

 Mencegah dan mengatasi infeksi

 Membersihkan luka

 Mengangkat jaringan nekrotik

 Mempertahankan kelembaban

 Mengontrol bau

 Menghilangkan/ meminimalkan nyeri

 Melindungi kulit sekitar luka

Tipe luka pada klien dengan diabetik


1) Luka diabetik neuropati
Luka diabetik tipe neuropati adalah perlukaan yang terjadi dampak dari
penekanan yang terlalu lama dan timbul trauma karena klien tidak merasakan
sensasi pada area kaki. Ciri-ciri luka neuropati pada klien adalah dasar luka
umumnya tampak merah dan tepi luka mengalami hiperkeratosis. dapat
terlihat dengan ciri-ciri luka adalah paling sering terjadi pada plantar
Gambar 11. Luka neuropati pada diabetic
Manajemen perawatan:
a) Perawatan luka dengan agresif debridemang pada tepi luka hingga tipis.
Lakukan debridemang setiap klien visit.
b) Perlakuan pada luka neuropoti harus kering dan atau tidak boleh dengan
dressing yang membuat lembab atau basah: menggunakan dressing yang
fungsinya menyerap eksudat, dan atau dressing yang kering yang
memiliki fungsi antimikroba. Luka neuropati tidak cocok dengan
menggunakan seperti salep atau dengan kompres atau minyak.

2) Luka diabetik tipe iskemik


Luka diabetik tipe iskemik adalah perlukaan yang terjadi karena
terjadinya penyumbatan pembuluh darah arteri. Ciri-ciri luka iskemik, luka
tampak pucat, tidak teraba denyut nadi pada area dorsal pedis, akral dingin,
redahnya nilai Ankle Brachial Index Pressure (ABIP) pada umumnya
dibawah 0.6.

Gambar 12 Luka diabetik tipe iskemik


Manajemen Perawatan:
a) Perlakuanya dengan perawatan luka yang kering, perlakuan moist apabila
sudah terdapat tanda -tanda vaskularisasi yang membaik, tepi luka tegas
dan ada kontraksi luka, denyut nadi jelas dan kuat, suhu kulit membaik,
dan tidak pucat, ABI mulai membaik. Pemilihan dressing disesuikan
dengan wound bed dengan dressing yang tidak membuat basah.
b) Biasanya luka iskemik apabila dilakukan debridemang dapat terjadi
perluasan , oleh karenanya harus teliti dalam melakukan debridemang
terutama memperhatikan vaskularisasi baik atau tidak. Apabila ada
nekrotik dan bau dapat dilakukan debridemang akan tetapi harus dengan
teliti untuk debridemang selanjutnya dengan memperhatikan tepi luka
apakah ada tanda infeksi atau tidak, kalau tidak sebaiknya tidak
dilakukan debridemang dahulu menunggu vaskularisasinya membaik.
c) Luka iskemik yang cenderung meluas dan tidak ada tanda -tanda
perbaikan segera lakukan rujukan ke bedah vaskular, kalau tidak ada ke
bedah umum atau bedah tulang.
d) Kolaborasi dengan dokter bedah vaskular dan penyakit dalam untuk
penanganan kondisi sistemik dan adanya sumbatan arteri
e) Hindari pada lingkungan yang ekstrim (dingin)
f) Posisi kaki dalam keadaan posisi neutral
g) Hindari terafi kompresi

3) Luka diabetik tipe arterial


Luka arterial juga dikenal dengan luka iskemik adalah luka kronis yang
sukar sembuh karena menurunnya sirkulasi aliran darah ke bagian kaki
karena adanya penyumbatan arteri di kaki dapat dampak dari aterosklerosis.
Lokasi luka pada umumnya sering di tumit, ujung jari kaki, di antara jari kaki
di mana jari kaki saling bergesekan atau di mana saja tulang menonjol.

Gambar 13 Luka kaki diabetik tipe arterial


Manajemen Perawatan:
a) Perlakuanya dengan perawatan luka yang kering, perlakuan moist apabila
sudah terdapat tanda -tanda vaskularisasi yang membaik, tepi luka
berbatas tegas dan ada kontraksi luka, denyut nadi jelas dan kuat, suhu
kulit membaik, dan tidak pucat.
b) Pemilihan dressing disesuikan dengan wound bed dengan dressing yang
tidak membuat basah apabila vaskularisasinya belum baik.
c) Manajemen sistemik perlu lakukan kolaborasi untuk obat-obat pelancar
darah dan hindari udara yang ekstrim dingin
d) Membuat posisi kaki yang neutral atau klien akan mencari posisi yang
nyaman, hindari posisi tinggi pada are kaki
e) Debridemang dilakukan kalau tanda-tanda vaskularisasi membaik
f) Menjaga luka dari infeksi
g) Hindari terafi kompresi

4) Luka diabetik yang mengalami luka venous


Luka venous adalah luka yang diakibatkan oleh inkompetensi atau tidak
tepat fungsi pada sistem katup vena di kaki. Luka venous memiliki ciri yang
sangat khas : Edema yang kuat, deposit hemosiderin (pigmentasi coklat
kemerahan), lipodermatosclerosis (adalah kondisi peradangan kronis yang
ditandai dengan fibrosis subkutan dan pengerasan kulit pada tungkai bawah).
Vena superfisial melebar dan dapat berliku, dapat teraba hangat, atrophie
blanche (tampak warna putih dan keras) ,Eksim, dan tepi luka tampak edema.

Gambar 14 Luka kaki diabetik tipe venous


Manajemen Perawatan:
a) Luka venous untuk dapat sembuh dengn dilakukan terapi kompresi .
Terafi kompresi dapat menggunakan elastis verband yang regangan
panjang dan atau stoking. Terafi kompresi mulai dari bagian distal hingga
proksimal sampai ke lutut. Pada level basic terafi kompresi dapat
dilakukan dengan metode sirkular dan atau spica. Terapi kompresi
dilakukan pada saat pagi dan dibuka menjalang mau tidur.
b) Lakukan pengangkatan kaki atau posisi kaki ditinggikan lebih kurang 30
derajat.
c) Hindari duduk dan berdiri yang terlalu lama
d) Perawatan luka dalam pemilihan dressing sesuaikan dengan kondisi
wound bed, perlakuannya pada luka venous adalah moist.

5) Luka diabetik dengan trauma


Luka pada diabetik dapat terjadi karena benda asing seperti tertusuk duri,
atau benda tajam gigitan serangga, digaruk dan ataupun stress fisik dan
lainnya yang menimbulkan trauma ataupun perlukaan. Luka karena trauma
ini dapat mudah mengalami infeksi dan meluas apabila tidak segera ditangani
dengan benar.

Gambar 17 luka diabetik dengan etiologi karena trauma tertusuk benda


tajam

Gambar 18 Luka trauma pada diabetik akibat digigit serangga dan


garukan sekunder dari edema
Manajemen Perawatan:
a) Perawatan luka dengan perlakuan moist, pemilihan dressing disesuaikan
dengan kondisi wound bed, manajemen eksudat dengan dressing
penyerab eksudat dan dressing - dressing atimikrobial baik yang
tradisional dan modern yang berbasis bukti.
b) Trauma luka yang disebabkan karena gigitan serangga dan atau trauma
karena garukan atau yang lainnya dapat diberkan dengan dressing atau
salep antimikrobial.
c) Lakukan debridemang dengan memperhatikan kondisi wound bed dan
sekitar kulit luka
d) Kaji adanya tunel, sinus dan undermining, dapat dilakukan irigasi dan
atau lakukan insisi ringan - hingga sedang bagi perawat tingkat basic
dengan memperhatikan adanya nyeri dan perdarahan. Perdaharan pada
luka diabetik pada umumnya akan mudah untuk koagualasi, akan tetapi
tetap diperhatikan untuk tidak meneruskan insisi atau debridemang tajam
dengan adanya perdarahan kuat dan nyeri. Tindakan debridemang
autolisis juga dapat dilakukan dengan memperhatikan perluasan infeksi.

6) Luka diabetik dengan sindrom bula


Diabetes bula sangat jarang tetapi sering pada luka diabetes mellitus.
Sering terjadi pada pria dewasa. Bula muncul secara spontan, biasanya pada
dorsum dan bagian sisi kaki.

Gambar 19 Luka kaki diabetik tipe bulae


Manajemen Perawatan:
a) Lakukan tindakan debris pada bula. Pada kondisi adanya bula dan setelah
dilakukan debris dapat menggunakan dressing seperti acticoat,
hydrofiber, salep dermozone dan lainnya sesuai dengan kondisi wound
bed dan berbasis bukti.
b) Pada kondisi bula yang luas dan infeksi dapat dilakukan tindakan
debridemang seperti pada luka infeksi diabetik karena trauma.
c) Apabila tidak ada perubahan dalam beberapa setlah setelah dilakukan
intervensi segera konsulkan dengan perawat tingkat lanjut dan atau mahir
dan atau ke spesialis bedah vaskuler.

7) Luka diabetik yang furuncle (abses)


Furuncle ini adalah abses kulit terjadi ketika nanah mengumpul di folikel
rambut, jaringan kulit, atau di bawah kulit akibat infeksi bakteri
stapiloccocus aureus. Furunkel juga dikenal sebagai bisul, adalah infeksi
menyakitkan yang terbentuk di sekitar folikel rambut dan mengandung
nanah. Furunkel dimulai sebagai benjolan merah, dan terdernes dan atau
eritema/kemarahan, nyeri, benjolan dengan cepat yang berisi nanah, dan saat
tumbuh, benjolan itu akan pecah.
Gambar 20 Luka kaki diabetik tipe furuncle (abses)
Manajemen Perawatan :
a) Perawatan luka pada kasus furuncle pada umumnya akan mengalami lisis
secara alami, dan untuk perawatan tergantung kebutuhan klien. Keluhan
nyeri yang dirasakan membuat klien memutuskan berobat. Nyeri yang
kuat dapat diberikan analgetik dan luka dibiarkan hingga mengalami lisis.
Setelah mengalami lisis dapat dilakukan debridemang baik autolitik
maupun dengan benda tajam.
b) Manajemen eksudat pada luka tipe furuncle dengan dressing yang
penyerapan kuat.
c) Pemberian antibiotik ringan dapat diberikan kalau ada tanda-tanda infeksi
sistemik. Masih terdapat kontroversi pemberian antibiotik, yaitu ada yang
memberikan antibiotik dan ada juga yang tidak. Dalam hal ini kondisi
imunitas klien dan dan sirkulasi perlu mendapat perhatian.
d) Dressing yang diberikan adalah yang dapat membuat moist dan menyerap
eksudat baik yang tradisional maupun dengan dressing modern.
ASUHAN KEPERAWATAN PERAWATAN LUKA Ny. “L“
DENGAN ULKUS DIABETIKUM (DM) DI KAKI

A. Identitas diri klien


Nama Pasien : Ny.L
Tempat/tanggal lahir : Tomata, 5 september 1958
Umur : 64 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Status perkawinan : Kawin
Tanggal Pengkajian : 9 oktober 2022

B. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama : Luka pada area telapak kaki sebelah kiri
Riwayat kesehatan sekarang :Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan
ada luka di bagian telapak kaki sebelah kiri, kaki
terasa sakit dan sulit untuk melakukan aktivitas.
pasien juga mengatakan bahwa awalnya sekitar ±
satu tahun yang lalu pasien menginjak paku tindis
hingga mengalami luka dan luka tersebut lama
kelamaan menjadi hitam dan bernanah
Riwayat kesehatan masa lalu : klien mengatakan menderita penyakit
diabetes ± selama 15 tahun.
C. Penkajian Luka
a. Tipe luka ( ) Akut (√ ) Kronik
b. Tipe penyembuhan
( ) primary intention healing ( )delayed intention healing
(√ ) secondary intention healing
c. Kehilangan jaringan
( ) superfical thickness (√) partial thickness ( ) full thickness
d. Penampilan klinis
( ) nekrotik (√ ) slough
(√) granulasi ( ) epithelisasi
e. Lokasi luka : kaki kiri
f. Pengukuran luka
( √) Two dimensional assessment
g. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan atau menghambat penyembuhan

(√) DM ( ) Anemia ( ) Merokok


( ) Immobilitas ( ) Kemoterapi (√ ) Infeksi
( ) Perilaku Klien ( ) Keganasan
Radioterapi
h. Pengobatan yang berpengaruh pada penyembuhan
( ) Stroid ( ) NSAIDS ( ) Immunosuppresan
(√ ) Antibiotik ( √) Insulin ( ) kemoterapi
i. Status Nutrisi
( √) Baik ( ) Sedang ( ) Jelek
( ) NGT ( ) IV / TPN ( ) Suplemen Nutrisi
( 6 0 kg) Berat Badan ( 153 cm) Tinggi Badan

( ) Berat badan dibawah rata-rata dibanding tinggi badan


( √ ) Berat badan di atas rata-rata dibanding tinggi badan
( ) Berat badan rata-rata sesuai dengan tinggi badan
Posisi Luka (beri nomor untuk setiap luka)
j. Psikologis luka
Nama responden : Ny.L
Usia : 64 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : maliwuko

Item Pengkajian Hasil


1 = Panjang x Lebar < 4cm² Luka 1 Luka 2
2 = Panjang x Lebar 4 s.d <16cm²
1. Ukuran luka 3 = Panjang x Lebar 16,1 s.d <36cm²
2 1
4 = Panjang x Lebar 36,1 s.d < 80cm²
5 = Panjang x Lebar > 80 cm
1 = tidak ada eritema pada kulit yang utuh
2 = hilangnya sebagian kulit termasuk
epidermis dan atau dermis
3 = hilangnya seluruh bagian kulit terjadi
kerusakan atau nekrosis pada subkutan;
dapat menembus kedalaman tapi tidak
melampaui fasia; dan atau campuran
3. Kedalaman 1 2
sebagian dan seluruh kulit hilang dan atau
lapisan jaringan tidak dapat dibedakan
dengan jaringan granulasi.
4 = dikaburkan dengan nekrosis
5 = kehilangan seluruh kulit dengan kerusakan
yang luas, jaringan nekrosis atau otot yang
rusak, tulang atau sturktur penyokong
1 = tidak dapat dibedakan, bercampur, tidak
dapat dilihat dengan jelas
2 = dapat dibedakan, batas luka dapat dilihat
dengan jelas, berdekatan dengan dasar luka
3 = dapat dibedakan dengan jelas, tidak
4. Tepi luka berekatan dengan dasar luka 4 1
4 = dapat dibedakan dengan jelas, tidak
berekatan dengan batas luka, bergelombang
ke bawah, menebal
5 = dapat dibedakan dengan jelas, fibrotic,
berskar atau hyperkeratosis
5. Terowongan 1 = tidak ada terowongan 1 1
2 = terowongan < 2 cm dimana saja
3 = 2-4 cm seluas < 50 % area luka
4 = terowongan 2-4 cm seluas > 50 % area luka
5 = terowonga > 4 cm dimana saja
1 = tidak ada jaringan nekrotik
2 = putih / abu-abu jaringan tidak dapat
teramati dan atau jaringannekrotik
kekuningan yang mudah lepas
6. Tipe jaringan
1 1
nekrosis 3 = jaringan nekrotik kekuningan yang melekat
tapi mudah dilepas
4 = melekat, lembut, ekstra hitam
5 = melekat kuat, keras, ekstra hitam
1 = tidak ada jaringan nekrotik
2 = < 25 % permukaan luka tertutup
7. Jumlah
jaringan 3 = 25 % permukaan luka tertutup 1 1
nekrosis
4 = > 50 % dan < 75 % luka tertutup
5 = 75 % s.d 100 % jaringan luka tertutup
1 = tidak ada exudates
2 = berdarah
3 = serosangueneous, encer berair, merah pucat
atau pink
8. Tipe eksudate 1 5
4 = serosa, encer, berair jernih
5 = purulen, encer atau kental, keruh,
kecoklatan/kekuningan, dengan bau atau tanpa
bau
1 = tidak ada, luka kering
2 = sangat sedikit, luka tampak lembab tapi
exudates tidak teramati
9. Jumlah
1 4
eksudat 3 = sedikit
4 = sedang
5 = banyak
1 = pink atau warna kulit normal setiap etnis
2 = merah terang dan atau keputihan bila
disentuh
10. Warna
kulit sekitar 3 = putih atau abu-abu pucat atau 1 1
luka hipopigmentasi
4 = merah gelap atau ungu dan atau tidak pucat
5 = hitam atau hiperpegmentasi
11. Edema 1 = tidak ada pembengkakan atau edema 1 2
Perifer/Tepi
Jaringan 2 = tidak ada piting edema sepanjang < 4 cm
sekitar luka
3 = tidak ada piting edema sepanjang ≥ 4 cm
sekitar luka
4 = piting edema sepanjang < 4 cm sekitar luka
5 = krepitus dan atau piting edema sepanjang >
4 cm sekitar luka
1 = tidak ada indurasi
2 = indurasi < 2 cm sekitar luka
12. Indurasi
3 = indurasi 2-4 cm seluas < 50 % sekitar luka
Jaringan 2 1
Perifer 4 = indurasi 2-4 cm seluas ≥ 50 % sekitar luka
5 = indurasi > 4 cm di mana saja pada luka

1 = kulit utuh atau luka pada sebagian luka


2 = terang, merah seperti daging; , 75% s.d
100% luka terisi
13. Jaringan 3 = terang merah seperti daging; <75% dan
3 5
granulasi >25% luka terisi granulasi
4 = pink, dan atau pucat, merah kehitaman dan
atau luka ≤ 25 % terisi granulasi
5 = tidak ada jaringan granulasi
1 = 100 % luka tertutup, permukaan utuh
2 = 75 % s.d 100 % luka tertutup dan atau
terdapat jaringan epitel meluas sepanjang > 0,5
cm pada permukaan luka
14. Epitelisasi 3 = 50 % s.d 75% luka tertutup dan atau - -
terdapat jaringan epitel meluas sepanjang < 0,5
cm pada permukaan luka
4 = 25 % s.d 50 % luka tertutup
5 = < 25 % luka tertutup
SKOR TOTAL 19 25

Manajemen perawatan
1. Cleansing (mencuci luka) / membersihkan permukaan luka menggunakan
nacl 0,9%
2. Mengeluarkan eksudat pada luka dengan cara menekan di sekitar area luka
3. Mengeringkan area luka menggunakan kasa
4. Mengoleskan area luka 1 menggunakan madu dan metronidazole bubuk
serta memberikan juga pada luka 2 dengan mentampon menggunakan
metronidazole bubuk yang dicampurkan dengan nacl 0,9%.
5. Menutup area luka menggunakan kasa roll
FOTO LUKA
Minggu, 9 oktober 2022

1. Dokumentasi (rabu, 12/10/2022)

2. Dokumentasi (jum’at,14/10/2022)
3. Dokumentasi (minggu, 16/10/2022)

Anda mungkin juga menyukai