Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ULKUS DIABETIKUM

A. PENGERTIAN
Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan metabolik akibat dari kegagalan
pankreas untuk mensekresi insulin (hormon yang responsibel terhadap pemanfaatan
glukosa) secara adekuat. Akibat yang umum adalah terjadinya hiperglikemia. DM
merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau
akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga
merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati
perifer, (Andyagreeni, 2010). Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari
Diabetes Mellitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan
penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk
terjadinya Ulkus Diabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan
plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah, 2005).

B. TIPE DM
1. Tipe I : Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM)
2. Tipe II : Non Insulin Dependen Diabetes Melitus (NIDDM)

C. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2011), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1.    Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a.    Faktor genetik
          Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
b.    Faktor imunologi
      Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.

c.    Faktor lingkungan


            Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2.    Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
      Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat
dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada
pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan
reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor
yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan
abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa.
Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan
meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar
tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes
Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI)
atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-
kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
1)    Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2)    Obesitas
3)    Riwayat keluarga
4)    Kelompok etnik
3.    Diabetes dengan Ulkus
a.  Faktor endogen:
1)  Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan
sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan
otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah,
produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
2)  Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3)  Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah)
pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan
penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan
memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
 Adanya hormone aterogenik
 Merokok
 Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
 Kaki dingin
 Nyeri nocturnal
 Tidak terabanya denyut nadi
 Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
 Kulit mengkilap
 Hilangnya rambut dari jari kaki
 Penebalan kuku
 Gangren kecil atau luas.
b.  Faktor eksogen
1)    Trauma
2)    Infeksi

D. PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
1.  Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup
tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam
yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi,
napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan
kesadaran, koma bahkan kematian.
2.  Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat
intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes
tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala
tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas,
poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang
kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini
berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas
sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras
dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan
hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai
vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah
kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan
terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan
dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya
ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang
masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat
menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun
yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan
sekitarnya, (Anonim 2009).
E. TANDA DAN GEJALA
1.  Diabetes Tipe I
a.  hiperglikemia berpuasa
b.  glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c.  keletihan dan kelemahan
d.  ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2.  Diabetes Tipe II
a.  lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b.  gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c.  komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3.  Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut
emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a.   Pain (nyeri)
b.   Paleness (kepucatan)
c.   Paresthesia (kesemutan)
d.   Pulselessness (denyut nadi hilang)
e.   Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine:
a.   Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b.   Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c.   Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d.   Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Klasifikasi :
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
Derajat 0     : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I       : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II      : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
Derajat III     : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV    : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
Derajat V      : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5%
lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin:  + nilai
ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang  populer: carik celup
memakai GOD.
3. HbA1c (hemoglobin A1c) atau glycated hemoglobin adalah hemoglobin yang
berikatan dengan glukosa di dalam darah nilai normal <6%, prediabetes 6,0-
6,4% dan diabetes ≥ 6,5%. Pemeriksaan ini dilakukan tiap 3 bulan.
4. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-
hidroksibutirat tidak terdeteksi
5. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol,
HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans (inlet
cellantibody)

H. FOKUS INTERVENSI
1.  Medis
a.  Obat
1)  Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a)  Mekanisme kerja sulfanilurea
·    kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
·    kerja OAD tingkat reseptor
b)  Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
·         Biguanida pada tingkat prereseptor à ekstra pankreatik
(1)  Menghambat absorpsi karbohidrat
(2)  Menghambat glukoneogenesis di hati
(3)  Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(4)  Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
(5)  Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b.  Insulin
1)  Indikasi penggunaan insulin
a)   DM tipe I
b)   DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c)   DM kehamilan
d)   DM dan gangguan faal hati yang berat
e)   DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f)   DM dan TBC paru akut
g)   DM dan koma lain pada DM
h)   DM operasi
2)  Insulin diperlukan pada keadaan :
a)    Penurunan berat badan yang cepat.
b)    Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c)     Ketoasidosis diabetik.
d)    Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
2.  Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain
dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan
ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan
larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril.
Alat-alat ortopedi yang secaramekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap
kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.Menurut Smeltzer
dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes
Melitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan
tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada
beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a.  Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua
unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa
darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
1)   Jumlah sesuai kebutuhan
2)   Jadwal diet ketat
3)   Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya.
(1)  Diit DM I      :           1100 kalori
(2)  Diit DM II     :           1300 kalori
(3)  Diit DM III    :           1500 kalori
(4)  Diit DM IV   :           1700 kalori
(5)  Diit DM V    :           1900 kalori
(6)  Diit DM VI   :           2100 kalori
(7)  Diit DM VII  :           2300 kalori
(8)  Diit DM VIII:            2500 kalori
Diit I s/d III         : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V      : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
 Diit VI s/d VIII   : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja,
atau diabetes komplikasi.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh
status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung
Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan
rumus:
                BB (Kg)
BBR =    ------------------X 100 %
             TB (cm) – 100
1)   Kurus (underweight)      :           BBR < 90 %
2)   Normal (ideal)      :           BBR 90 – 110 %
3)   Gemuk (overweight)       :           BBR > 110 %
4)   Obesitas, apabila :           BBR > 120 %
- Obesitas ringan :           BBR 120 – 130 %
 - Obesitas sedang :           BBR 130 – 140 %
 - Obesitas berat :           BBR 140 – 200 %
 - Morbid :     BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita DM yang bekerja biasa adalah:
1)        kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
2)        Normal : BB X 30 kalori sehari
3)        Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4)        Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
b.  Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan
kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c.  Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d.  Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e.  Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari
keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan
mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
Pendidikan kesehatan perawatan kaki
1.  Hiegene kaki:
·   Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan,
jangan digosok
·    Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan gesekan
yang berlebih
·    Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong
·    Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit
·    Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit
·    Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki
direndam dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan
handuk atau dikikir jangan dikelupas.
2.  Alas kaki yang tepat
3.  Mencegah trauma kaki
4.  Berhenti merokok
5.  Segera bertindak jika ada masalah
f.   Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan
luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses
penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin
diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren
diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan
karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar
gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau
infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan
hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol
gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
g.  Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi
weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang
tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit
dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari.
Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri,
sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan
bakteri masuk pada tempat luka.
h.  Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan
pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor

I. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan,
keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola
kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :
1.  Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma
2.  Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata
cekung.
3.  Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
4.  Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
5.  Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
6.  Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
7.  Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8.  Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9.  Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN  
1.   Risiko ketidakstabilan kadar gula darah dengan faktor risiko kurang pengetahuan
tentang manajemen diabetes mellitus
2.   Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan
sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
3.   Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi nutrien

Anda mungkin juga menyukai