Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS RUPTUR URETRA


DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun oleh :

Supriyono (P07120519010)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


YOGYAKARTA

PRODI PROFESI NERS

2019
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS RUPTUR URETRA
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun oleh :

Supriyono (P07120519010)

Telah diperiksa dan disetujui pada , Desember 2019

Mengetahui,

Pembimbing Klinik, Pembimbing Akademik,

NIP. NIP.
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana
terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang
tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih
dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut
dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat terdiagnosa
karena perhatian penolong sering tersita oleh jejas-jejas yang ada di tubuh dan
anggota gerak saja. Keterlambatan ini dapat menimbulkan komplikasi yang
berat seperti perdarahan hebat dan peritonitis, oleh karena itu pada setiap
kecelakaan trauma saluran kemih harus dicurigai sampai dibuktikan tidak ada
komplikasi yang berat. Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai
satu organ saja, sehingga sebaiknya seluruh sistem saluran kemih selalu
ditangani sebagai satu kesatuan. Perlu diingat juga bahwa keadaan umum dan
tanda-tanda vital harus selalu diperbaiki atau dipertahankan, sebelum
melangkah ke pengobatan yang lebih spesifik.
Dalam referat ini kami akan mengangkat masalah tentang ruptur uretra.
Mengingat sering terjadinya kasus ruptur uretra di lapangan dibandingkan
trauma uretra yang lain. Karena apabila terlambat akan menimbulkan
komplikasi yang berat.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian ruptur uretra ?
2. Apa sajakah klasifikasi ruptur uretra?
3. Apa penyebab ruptur uretra?
4. Bagaimana manifestasi klinis klien dengan ruptur uretra?
5. Bagaimana pathofisiologi ruptur uretra?
6. Bagaimana epidemiologi ruptur uretra ?
7. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan ruptur uretra?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada klien dengan ruptur uretra?
9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien dengan ruptur uretra?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kasus ruptur uretra?

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian ruptur uretra
2. Mengetahui klasifikasi ruptur uretra
3. Mengetahui penyebab ruptur uretra
4. Mengetahui manifestasi klinis klien dengan ruptur uretra
5. Mengetahui pathofisiologi ruptur uretra
6. Mengetahui epidemiologi ruptur uretra
7. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan ruptur
uretra
8. Mengetahui penatalaksanaan pada klien dengan ruptur uretra
9. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada klien dengan ruptur uretra
10. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan kasus ruptur uretra
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Truma uretra adalah suatu cedera yang mengenai uretra sehingga
menyebabkan ruptur pada uretra (Arif Muttaqin:2011).
Ruptur uretra adalah kerusakan kontinuitas uretra yang disebabkan
oleh ruda paksa yang datang dari luar (patah tulang panggul, “Straddle
injury”) atau dari dalam (kateterisasi, tindakan-tindakan melalui urtra).

B. Klasifikasi
Ruptur uretra dibagi menjadi 2 macam :
1. Ruptur uretra anterior :
Paling sering pada bulbosa disebut Straddle injury, dimana robekan
uretra terjadi antara ramus inferior os pubis dan benda yang
menyebabkannya. Terdapat daerah memar atau hematoma pada penis
dan scrotum (kemungkinan ekstravasasi urine penyebab tersering ialah
straddle injury (cedera selangkangan)). Jenis kerusakan : Kontusio
dinding uretra, ruptur parsial, dan ruptur total.
2. Ruptur uretra posterior :
- Paling sering pada membranacea.
- Ruptur utertra pars prostato-membranasea.
- Terdapat tanda patah tulang pelvis.
- Terbanyak disebabkan oleh fraktur tulang pelvis.
- Robeknya ligamen pubo-prostatikum.
- Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai jejas,
hematom, dan nyeri tekan.
- Bila disertai ruptur kandung kemih bisa ditemukan tanda rangsangan
peritoneum.

Klasifikasi ruptur uretra menurut Collapinto & Mc Collum :

1. Stretching/ teregang. Tidak ada ekstrvasasi.


2. Uretra putus diatas prostato membranasea. Diafragma urogenital utuh.
Ekstravasasi terbatas pada diafragma urogenital.
3. Uretra posterior, diafragma uretra, dan uretra pars bulbosa
proksimal rusak, ekstravasasi sampai perineum.

Ruptur Uretra Total

1. Penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak terjadi ruda paksa.
2. Nyeri perut bagian bawah dan daerah supra pubik.
3. Pada perabaan mungkin dijumpai kandung kemih yang penuh.

C. Etiologi
Adanya trauma pada perut bagian bawah, panggul, genetalia eksterna
maupun perineum.
Cedera eksternal :
1. Fraktur pelvis : ruptur uretra pars membranasea.
2. Trauma selangkangan : ruptur uretra pars bulbosa.
3. Iatrogenik : pemasangan kateter folley yang salah.
4. Persalinan lama.
5. Ruptur yang spontan.

D. Epidemiologi
Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra
posterior dengan angka kejadian 20 per 100.000 populasi dan penyebab
utama terjadinya fraktur pelvis adalah kecelakaan bermotor (15,5%),
diikuti oleh cedera pejalan kaki (13,8%), jatuh dari ketinggian lebih dari
15 kaki (13%), kecelakaan pada penumpang mobil (10,2%) dan
kecelakaan kerja (6%). Fraktur pelvis merupakan salah satu tanda bahwa
telah terjadi cedera intraabdominal ataupun cedera urogenitalia yang kira-
kira terjadi pada 15-20% pasien. Cedera organ terbanyak pada fraktur
pelvis adalah pada uretra posterior (5,8%-14,6%), diikuti oleh cedera hati
(6,1%-10,2%) dan cedera limpa (5,2%-5,8%).
Angka kejadian cedera uretra yang dihubungkan dengan fraktur
pelvis kebanyakan ditemukan pada awal dekade keempat, dengan umur
rata-rata 33 tahun. Pada anak (<12 tahun) angka kejadiannya sekitar 8%.
Terdapat perbedaan persentasi angka kejadian fraktur pelvis yang
menyebabkan cedera uretra pada anak dan dewasa. Fraktur pelvis pada
anak sekitar 56% kasus yang merupakan resiko tinggi untuk terjadinya
cedera uretra.
Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita,
perbedaan ini disebabkan karena uretra wanita pendek, lebih mobilitas dan
mempunyai ligamentum pubis yang tidak kaku.

E. Patofisiologi
Ruptur uretra sering terjadi bila seorang penderita patah tulang
panggul karena jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Ruptur uretra dibagi
menjadi 2 yaitu ; rupture uretra posterior dan anterior.
Ruptur uretran posterior hampir selalu disertai fraktur pelvis.
Akibat fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars membranaseae karena
prostat dan uretra prostatika tertarik ke cranial bersama fragmen fraktur.
Sedangkan uretra membranaseae terikat di diafragma urogenital. Ruptur
uretra posterior dapat terjadi total atau inkomplit. Pada rupture total, uretra
terpisah seluruhnya dan ligamentum puboprostatikum robek, sehingga
buli-buli dan prostat terlepas ke cranial.
Rupture uretra anterior atau cedera uretra bulbosa terjadi akibat
jatuh terduduk atau terkangkang sehingga uretra terjepit antara objek yang
keras seperti batu, kayu atau palang sepeda dengan tulang simpisis. Cedera
uretra anterior selain oleh cedera kangkang juga dapat di sebabkan oleh
instrumentasi urologic seperti pemasangan kateter, businasi dan bedah
endoskopi. Akibatnya dapat terjadi kontusio dan laserasi uretra karena
straddle injury yang berat dan menyebabkan robeknya uretra dan terjadi
ekstravasasi urine yang biasa meluas ke skrotum, sepanjang penis dan ke
dinding abdomen yang bila tidak ditangani dengan baik terjadi infeksi atau
sepsis.
F. Manifestasi Klinis
1. Perdarahan per-uretra post trauma.
2. Retensi urine.
3. Merupakan kontraindikasi pemasangan kateter.

Lebih khusus:
1. Pada Posterior
a. Perdarahan per uretra
b. Retensi urine.
c. Pemeriksaan Rektal Tuse : Floating Prostat.
d. Ureterografi: ekstravasasi kontras dan adanya fraktur pelvis.
2. Pada Anterior:
a. Perdarahan per-uretra/ hematuri.
b. Sleeve Hematom/butterfly hematom.
c. Kadang terjadiretensi urine.

G. Komplikasi
1. Komplikasi dini setelah rekonstruksi uretra
a. Infeksi
b. Hematoma
c. Abses periuretral
d. Fistel uretrokutan
e. Epididimitis
2. Komplikasi lanjut
a. Striktura uretra
b. Khusus pada ruptur uretra posterior dapat timbul :
c. Impotensi
d. Inkontinensia

H. Penatalaksanaan
1. Pada ruptur anterior
a. Pada ruptur anterior yang partial cukup dengan memasang kateter
dan melakukan drainase bila ada.
b. ruptur yang total hendaknya sedapat mungkin dilakukan
penyambungan dengan membuat end-to-end, anastomosis dan
suprapubic cystostomy.
c. Kontusio : observasi, 4-6 bulan kemudian dilakukan uretrografi
ulang.
d. sistosomi, 2 minggu kemudian dilakukan uretrogram dan striktura
sache jika timbul stiktura uretra.
e. Debridement dan insisi hematom untuk mencegah infeksi.
2. Pada ruptur uretra posterior
a. Pada rupture yang total suprapubic cystostomy 6-8 minggu.
b. Pada ruptur uretra posterior yang partial cukup dengan memasang
douwer kateter.
c. Operasi uretroplasti 3 bulan pasca ruptur.

I. Konsep asuhan keperawatan


1. PENGKAJIAN
a. BIODATA :
Jenis kelamin : laki-laki lebih dari pada wanita
b. RIWAYAT KESEHATAN PASIEN
Riwayat penyakit dahulu : -
Riwayat penyakit sekarang :
Nyeri tekan , memar atau hematum , hematuri
Bila terjadi ruptur total urethra anuria
c. PEMERIKSAAN FISIK
1) Adanya trauma didaerah perineum
2) Adanya perdarahan per urethra
3) Adanya nyeri tekan pada daerah supra pubik dan abdomen bagian
bawah
4) Adanya jejas pada daerah supra pubik dan abdomen bagian bawah
5) Adanya fraktur tulang pelvis
6) Adanya Retensi urine.
7) Pemeriksaan Rektal Tuse : Floating Prostat.
d. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Radiologi
tampak adanya defek urethra anterior daerah bulbus dengan ektra
vasasi bahan kontras uretrografi retrograde
Pada rupture posterior
• Ureterografi: ekstravasasi kontras dan adanya fraktur pelvis

Pada rupture anterior:


• Radiologis
•Kontusio : tidak ada ekstravasasi.
•Ruptur : adaekstravasasi bahkan sampai bulbosa.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut b/d adanya trauma urethra
b. Gangguan eliminasi urine ( retensio urine ) b/d adanya hematoma dan
ekstravasasi
c. Resiko infeksi b/d faktor resiko pemasangan douwer kateter
d. Ansietas b/d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya

3. INTERVENSI
a. Nyeri akut b/d adanya trauma urethra
Tujuan : menyatakan atau menunjukkan nyeri hilang
kriterial hasil : menunjukkan kemampuan untuk membantu dalam
tindakan kenyamanan umum dan mampu untuk tidur/ istirahat dengan
tenang
Intervensi :
1) Kaji nyeri meliputi lokasi , karakteristik , lokasi, intensitas (skala 0-
10)
R./ membantu evaluasi derajat ketidak nyamanan dan deteksi dini
terjadinya komplikasi.
2) Perhatikan aliran dan karakteristik urine
R./ penurunan aliran menunjukkan retensi urine ( s-d edema ), urine
keruh mungkin normal ( adanya mukus ) atau mengindikasikan
proses infeksi.
3) Dorong dan ajarkan tehnik relaksasi
R./ mengembalikan perhatian dan meningkatkan rasa control
4) Kolaborasi medis dalam pemberian analgesik
R./ menghilangkan nyeri
5) Lakukan persiapan pasien dalam pelaksanaan tindakan medis
pemasangan douwer kateter drainase cistostomy
R./ persiapan secara matang akan mendukung palaksanaan tindakan
dengan baik.
b. Gangguan eliminasi urine ( retensio urine ) b/d adanya hematoma dan
ekstravasasi
Tujuan : Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi
kandung kemih
Kriteria Hasil :
- Eliminasi urin lancar
- Eliminasi urin normal
Intervensi :
1) perhatikan aliran dan karakteristik urine
R/ : penurunan aliran menunjukkan retensi urine, urine keruh
mungkin normal ( adanya mucus ) atau mengindikasikan proses
infeksi.
2) kateterisasi untuk residu urine dan biarkan kateter tak menetap
sesuai indikasi.
R/ : menghilangkan atau mencegah retensi urin dan
megesampingkan adanya striktur uretra
3) siapkan alat bantu untuk drainase urin, contoh : sistomi.
R/ : diindikasikan untuk mengeluarkan kandung kemih selama
episode akut dengan azotemia atau bila bedah dikontra indikasikan
karena status kesehatan pasien.
c. Resiko infeksi b/d faktor resiko pemasangan douwer kateter
Tujuan : Menurunkan atau mencegah terjadinya infeksi
Kriterial hasil : tidak terdapat tanda-tanda infeksi
1) Pertahankan tehnik steril dalam pemasangan kateter , berikan
perawatan kateter steril dalam manipulasi selang.
R./ mencegah pemasukan bakteri dan kontaminasi yang
menyebabkan infeksi
2) Gunakan tehnik mencuci tangan yang baik dan ajarkan serta
anjurkan pasien melakukan hal yang sama.
R./ mengurangi kontaminasi yang menyebabkan infeksi
3) Observasi tanda-tanda infeksi
R./ deteksi dini adanya infeksi dan menentukan tindakan
selanjutnya
4) Perhatikan karakter , warna , bau , dari drainase dari sekitar sisi
kateter
R./ drainase purulent pada sisi insersi menunjukkan adanya infeksi
local
5) Intruksikan pasien untuk menghindari menyentuh insisi , balutan
dan drainase.
R./ mencegah kontaminasi penyebab penyakit
6) Kolaborasi dalam pemberian anti biotika sesuai indikasi
R./ mengatasi infeksi dan mencegah sepsis
d. Ansietas b/d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya
Tujuan :
Menunjukkan penurunan anxietas dan menyatakan pemahaman tent
ang proses penyakitnya
Kriteria hasil : Mengungkapkan masalah anxietas dan tak pasti pada
pemberi perawatan atau orang terdekatmengidentifikasi mekanisme
koping yang adaptifmemulai penggunaan tehnik relaksasikooperatif
terhadap tindakan yang dilakukan
Intervensi :
1) Ajarkan tentang proses penyakit dan penyebab penyakit
R./dengan pengajaran meningkatkan pengetahuan pasien , menu
runkan kecemasan pasien
2) Anjurkan pasien dan orang terdekat untuk mengungkapkan tentang
rasa takut , berikan privasi tanpa gangguan,
sediakan waktu bersama mereka untuk mengembangkan
hubungan
R. /pasien yang merasa nyaman berbicara dengan perawat , mereka
sering dapat memahami dan memasukkan perubahan kebutuhan
dalam praktek dengan sedikit kesulitan.
3) Beri informasi dan diskusikan prosedur dan pentingnya prosedur
medis dan perawatan
R. /informasi yang adekuat meningkatkan pengetahuan dan
koopereratif pasien
4) Orientasikan pasien terhadap lingkungan , obat-obatan , dosis ,
tujuan , jadwal dan efek samping , diet , prosedur diagnostic
R./ pengorientasian meningkatkan pengetahuan pasien

4. IMPLEMENTASI
Implementasi pada asuhan keperawatan rupture uretra dilakukan sesuai
dengan intervensi yang telah di buat.

5. EVALUASI
a. Nyeri akut b/d adanya trauma urethra
Menunjukkan kemampuan untuk membantu dalam tindakan
kenyamanan umum dan mampu untuk tidur / istirahat dengan tenang.
b. Gangguan eliminasi urine ( retensio urine ) b/d adanya hematoma dan
ekstravasasi
Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi kandung kemih
c. Resiko infeksi b/d faktor resiko pemasangan douwer kateter
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
d. Ansietas b/d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya
Mengungkapkan masalah ansietas dan tak pasti pada pemberi
perawatan atau orang terdekat.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/286411263/ASKEP-RUPTUR-URETRA

DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bagian/ SMF Ilmu Bedah Urologi Edisi III. RSU
Dokter Soetomo Surabaya. 2008. Surabaya

Smith JK, Kenney P. Urethra trauma. 2009. Available from URL :


www.emedicine.com

Tucker Susan Martin, Et all. Standar Perawatan Pasien Volume : 3. EGC.


Peter Mowschenson. Ilmu Bedah Untuk Pemula Edisi 2. Bina Rupa Aksara. 1983.
Jakarta

Sjamsuhidajat-De Jong, 2010, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai