Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP DENGAN DIABETES MELITUS

DIRUANG HERLINA DI RS YOS SUDARSO

PADANG

DISUSUN

OLEH

HERLINA SIDABARIBA

DOSEN PEMBIMBING

Ns. JUFRIKA GUSNI, M.Kep,Sp.KMB

PRODI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN INDONESIA PADANG

2022
A. KONSEP PENYAKIT
1. Defenisi
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism
lemak dan protein ( Askandar, 2000 ). Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas
sel terhadap insulin (Corwin, 2001).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan
ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman
saprofit adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus
diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit
diabetes mellitus dengan neuropati perifer (Andyagreeni, 2010).
Ulkus diabetic merupakan komplikasi kronik dari diabetes mellitus
sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas, serta kecacatan penderita
diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk
terjadinya ulkus diabetic melalui pembentukan plak atherosclerosis pada
dinding pembuluh darah (zaidah, 2005).
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik menahun akibat
pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau kemampuan tubuh untuk
bereaksi terhadap insulin menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan glukosa di
dalam darah (hiperglikemia) (Kemenkes RI, 2014). Insulin diibaratkan
sebagai anak kunci yang dipergunakan untuk membuka pintu sel, sehingga
glukosa di dalam darah dapat masuk ke dalam sel yang kemudian diubah
menjadi energi untuk kehidupan sel (Rudijanto, 2014). Berkurang atau tidak
adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan
menimbulkan peningkatan gula darah, sementara sel menjadi kekurangan
glukosa yang sangat dibutuhkan dalam kelangsungan dan fungsi sel (Tarwoto
dkk, 2012).
2. Etiologi
Etiologi penyakit DM tipe 2 diantaranya sebagai berikut
(Wijaya&Putri2013) :
a. Obesitas
Obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin dari sel target di seluruh
tubuh, insulin yang tersedia menjadi kurang efektif dalam meningkatkan
efek metabolik.
b. Usia
Cenderung meningkat di atas usia 65 tahun.
c. Kelompok etnik
d. Faktor genetik
Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI)
penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai
dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada
awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan
reseptor. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor
yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan sistem
transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam
waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada
akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Rendi & Margareth, 2012).
e. Diabetes dengan Ulkus
1) Faktor endogen :
a) Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan
penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah
terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan
dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada
dan hilangnya tonus vaskuler.
b) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor
resiko lain.
c) Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh
darah) pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati)
menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat
thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor: Adanya hormone
aterogenik, Merokok, Hiperlipidemia17 Manifestasi kaki
diabetes iskemia: Kaki dingin, Nyeri nocturnal, Tidak terabanya
denyut nadi, Adanya pemucatan ekstrimitas inferior, Kulit
mengkilap, Hilangnya rambut dari jari kaki, Penebalan kuku,
Gangrene kecil atau luas.
2) Faktor eksogen
a) Trauma
b) Infeksi

3. Klasifikasi
Ada beberapa tipe Diabetes Melitus yang berbeda, penyakit ini
dibedakan berdasarkan penyebab, perjalanan klinik, dan terapinya. Klasifikasi
diabetes yang utama adalah (Brunner & Suddarth, 2013):
a. Tipe 1 : Diabetes Melitus tergantung insulin (insulin dependent diabetes
mellitus (IDDM)).
b. Tipe 2 : Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (non insulin-
dependent diabetes mellitus (NIDDM))
c. Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya.
d. Diabetes Melitus gestasional (gestasional diabetes mellitus (GDM))
yaitu intoleransi yang terjadi selama kehamilan.
Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group:
Classification and Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of
Glucosa Intolerance:
a. Klasifikasi Klinis
Diabetes Melitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak
mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
3) Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
4) Diabetes Kehamilan (GDM)
b. Klasifikasi risiko statistik
1) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
2) Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa.

4. Patofisiologi
Diabetes Melitus merupakan kumpulan gejala yang kronik dan bersifat
sistemik dengan karakteristik peningkatan glukosa atau hiperglikemia yang
disebabkan karena menurunnya sekresi atau aktivitas dari insulin sehingga
mengakibatkan terhambatnya metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah dan
sangat dibutuhkan untuk kebutuhan sel dan jaringan. Glukosa dibentuk di hati
dari makanan yang dikonsumsi, makanan yang masuk sebagian digunakan
untuk kebutuhan energi dan sebagian lagi disimpan dalam bentuk glikogen di
hati dan jaringan lainnya dengan bantuan insulin. Insulin merupakan hormon
yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans pankreas yang kemudian
produksinya masuk dalam darah dengan jumlah sedikit kemudian meningkat
jika terdapat makanan yang masuk. Pada orang dewasa rata-rata diproduksi
40-50 unit, untuk mempertahankan gula darah tetap stabil antara 70-120
mg/dL. Insulin disekresi oleh sel beta, yang merupakan hormon anabolik
yaitu hormon yang dapat membantu memindahkan glukosa dari darah ke otot,
hati, dan sel lemak. Pada diabetes terjadi berkurangnya atau tidak adanya
insulin berakibat pada gangguan tiga metabolisme yaitu menurunnya
penggunaan glukosa, meningkatnya mobilisasi lemak, dan meningkatnya
penggunaan protein. Pada DM tipe 2, masalah utama berhubungan dengan
resistensi insulin dan gangguan sekresi 10insulin. Resistensi insulin
menunjukkan penurunan sensitivitas jaringan pada insulin. Normalnya insulin
mengikat reseptor khusus pada permukaan sel dan mengawali rangkaian
reaksi meliputi metabolisme glukosa. Pada DM tipe 2, reaksi intraseluler
dikurangi sehingga menyebabkan efektivitas insulin menurun dan
menstimulasi penyerapan glukosa oleh jaringan dan pada pengaturan
pembebasan oleh hati. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
penumpukkan glukosa dalam darah, peningkatan sejumlah insulin harus
disekresi dalam mengatur kadar glukosa darah dalam batas normal atau
sedikit lebih tinggi kadarnya. Namun, jika sel beta tidak dapat menjaga
dengan meningkatkan kebutuhan insulin, mengakibatkan kadar glukosa
meningkat dan DM tipe 2 berkembang. Pada DM tipe 2, reaksi dalam sel
kurang efektif karena kurangnya insulin yang berperan dalam menstimulasi
glukosa masuk ke jaringan dan pengaturan pelepasan glukosa di hati.
Kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel, kehilangan potassium
menjadi akibat pasien merasa lemah dan mudah lelah (Tarwoto dkk, 2012).
Komplikasi jangka panjang DM tipe 2 dapat menyerang semua sistem
organ tubuh. Komplikasi kronis yang paling sering ditemukan adalah
neuropati (Adam, 2013). Neuropati dalam diabetes mengacu kepada
sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf
perifer (sensorimotor), otonom, dan spinal. Neuropati perifer merupakan
salah satu tipe neuropati diabetik yang paling sering dijumpai. Neuropati
perifer sering mengenai bagian distal serabut saraf, khususnya saraf
ekstremitas bawah. Gejala permulaannya adalah parestesia (rasa tertusuk-
tusuk, kesemutan atau peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar (khususnya
pada malam hari). Dengan bertambah lanjutnya neuropati, kaki akan 11terasa
baal, penurunan fungsi proprioseptif (kesadaran terhadap postur serta
gerakan tubuh dan terhadap posisi serta berat benda yang berhubungan
dengan tubuh), dan penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dapat
menimbulkan gaya berjalan yang terhuyung-huyung. Penurunan sensibilitas
nyeri dan suhu membuat penderita neuropati berisiko mengalami cidera dan
infeksi pada kaki tanpa diketahui (Brunner & Suddarth, 2013).
Rangkaian kejadian yang khas dalam proses timbulnya ulkus diabetik
pada kaki dimulai dari cidera pada jaringan lunak kaki, pembentukkan fisura
antara jari-jari kaki atau di daerah kulit yang kering, atau pembentukkan
sebuah kalus. Cidera tidak dirasakan oleh pasien yang kepekaan kakinya
sudah menghilang dan bisa berupa cidera termal (misalnya menggunakan
bantal pemanas, berjalan dengan kaki telanjang di jalan yang panas, atau
memeriksa air panas untuk mandi dengan menggunakan kaki), cidera kimia
(misalnya membuat kaki terbakar pada saat menggunakan preparat kaustik
untuk menghilangkan kalus, veruka atau bunion), atau cidera traumatik
(misalnya melukai kulit ketika menggunting kuku, menginjak benda asing
dalam sepatu tanpa disadari atau mengenakan sepatu dan kaus kaki yang
tidak pas). Jika penderita tidak mempunyai kebiasaan untuk memeriksa
kakinya setiap hari, cidera atau fisura tersebut dapat berlangsung tanpa
diketahui sampai terjadi infeksi yang serius. Pengeluaran nanah,
pembengkakan, kemerahan (akibat selulitis) atau gangren pada tungkai
biasanya merupakan tanda pertama masalah kaki yang menjadi perhatian
pasien (Brunner & Suddarth, 2013).
5. WOC
6. Manifestasi Klinis
a. Diabetes Tipe I
1. Hiperglikemia berpuasa
2. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
3. Keletihan dan kelemahan
4. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
b. Diabetes Tipe II
1. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
2. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
3. Komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit
vaskular perifer)
c. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan
secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
1. Pain (nyeri)
2. Paleness (kepucatan)
3. Paresthesia (kesemutan)
4. Pulselessness (denyut nadi hilang)
5. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaine :
1. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
2. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
3. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat
4. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia
(ulkus)
Klasifikasi Wagner (2003) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan,yaitu :
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
c. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpaselulitis.
f. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

7. Komplikasi
a. Gula darah Rendah (hipoglikemia)
Penderita diabetesjuga bisa mengalami penurunan gula darah secara
tiba-tiba. Hal ini disebabkan karena mengkonsumsi terlalu banyak
insulin atau obat lain yang meningkatkan kadar insulin dalam tubuh.
Gejala hipoglikemi meliputi :
1) Pandangan kabur
2) Detak jantung cepat
3) Sakit kepala
4) Gemetar
5) Pusing
6) Jika gula darah terlalu rendah bisa mengalami pingsan,kejang
atau koma.
b. Ketoasidosis
Keteoasidosis adalah komplikasi diabetes yangterjadi ketika tubuh tidak
dapat mengubah gula atau glukosa,sebagai sumber bahan bakar karena
tubuh tidak memiliki insulin atau cukup insulin.
Jika sel kekurangan energi,tubuh mulai memecah lemak. Asam yang
berpotensi beracun yang disebut badan keton, yang merupakan produk
sampingan dari pemecahan lemak,menumpuk didalam tubuh. Hal ini
dapat menyebabkan :
1) Dehidrasi
2) Sakit perut
3) Masalah pernapasan
c. Masalah mata
Diabetes dapat merusak pembuluh darah dimata dan menimbulkan
berbagai kondisi,diantaranya adalah :
1) Katarak : katarak menyebabkan lensa mata berkabut,menghalangi
cahaya masuk. Katarak ringan dapat diobati dengan kacamata hitam
dan lensa silau. Katarak yang parah dapat diobati dengan implan
lensa.
2) Glaukoma terjadi saat tekanan menumpuk dimata dan membatasi
aliran darah ke retina dan saraf optik.
3) Retinopati diabetik adalah istilah umum yang menjelaskan masalah
retina yang disebabkan oleh diabetes.
4) Edema makula : makula adalah bagian mata yang memungkinkan
melihat wajah dan membaca. Edema makula disebabkan oleh
retinopati diabetik.
d. Penyakit ginjal
Komplikasi diabetes militus juga bisa merusak kemampuan ginjal sebab
gula darah yang tinggi dari waktu ke waktu dapat merusak kemampuan
ginjal untuk menyaring limbah keluar dari tubuh. Hal ini juga dapat
menyebabkan zat yang biasanya tidak disaring ke dalam urin, seperti
protein dilepaskan.
Diabetes adalah penyebab utama penyakit ginjal. Jika tidak diobati,
penyakit ginjal diabetik dapat menyebabkan perlunya dialisis.
e. Saraf atau neuropati diabetik
Diabetes dapat menyebabkan gangguan saraf dan menimbulkan luka dan
amputasi pada kaki.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Kadar glukosa Darah
1) Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl) menurut Nurarif & Kusuma
2015

Kadar Glukosa darah sewaktu DM Belum pasti DM


2) vena
Plasma K >200 100-200
a
Darah kapiler >200 80-100
a
b. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetesmilitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan
1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasms puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil kemudian sesudah
mengkonsumsi 75gr karbohidrat (2 jam post prandial
(pp) >200mg/dl
c. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring,tes diagnostik, tes
pemantauan terapi dan tes mendeteksi komplikasi.
d. Tes saring
Tes saring pada DM
1) GDP,GDS
2) Tes glukosa urine
3) Tes konvensional ((metode reduksi/benedict)
4) Tes carik (metode glucose oxidase/hexodinase)
e. Tes diagnostik
Tes-tes diagnostik pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (glukosa darah
2 jam post prandial), Glukosa jam ke 2 TTGO
f. Tes monitoring terapi
Tes-tes monitoring terapi DM adalah
1) GDP plasma vena, darah kapiler
2) GD2PP : plasma vena
3) A1c darah vena, darah kapiler
g. Tes untuk mendeteksi komplikasi
Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah :
1) Mikroalbuminuria urine
2) Ureum, kreatinin, asam urat
3) Kolesterol total plasma vena (puasa)
4) Koleterol LDL, plasma vena (puasa)
5) Kolesterol HDL,plasma vena (puasa)
6) Trigliserida,plasma vena (puasa)
9. Penatalaksanaan Medik
a. Terapi farmakologi
Menurut Riyadi & Sukarmin (2016), antara lain
1) Obat obatan hipoglikemik oral (OHO)
a) Golongan sulfoniluria
b) Golongan biguanid
c) Alfa glukosidase inhibitor
d) Insulin sensitizing agent
2) Insulin ada 3 jenis cara kerjanya,antara lain
a) Cara kerjanya cepat : RI (reguler insulin) dengan masa kerja 2-4
jam. Contohnya : Actrapid
b) Cara kerjanya sedang : NPN dengan masa kerja 6-12 jam
c) Cara kerjanya lambat : PZI (protamne zinc insuin) dengan masa
kerjanya 18-24 jam.
b. Terapi nonfarmakologi
1. Jenis makanan
a) Karbohidrat
b) Protein
c) Lemak
2. Jadwal makanan
3. Jumlah kalori
4. Olahraga
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien.
(Setiadi,2012) Menurut Doenges (2000: 726), data pengkajian pada pasien
dengan Diabetes Mellitus bergantung pada berat dan lamanya
ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh fungsi pada organ, data yang
perlu dikaji meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot
Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut
Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung32
c. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen
Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.
d. Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus
Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen
e. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang
f. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri pada ulkus, nyeri tekan pada abdomen
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi
g. Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum
Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasn
h. Seksualitas
Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
i. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, hipertensi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa pre Debridement
1. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisiologis (D.0077)
2. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Hiperglikemi (D.0009)
3. Ansietas b.d Krisis Situasional (D.0080)
4. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Kekakuan Sendi (D.0054)
5. Gangguan Integritas Kulit b.d Perubahan Sirkulasi (D.0129)
6. Gangguan Pola Tidur b.d Kurangnya Kontrol Tidur (D.0055)
7. Resiko Hipovolemia b.d Kehilangan Cairan Secara Aktif (D.0034)
8. Resiko Syok b.d Hipotensi (D.0039)
b. Diagnosa Keperawatan Post Debridemen
1. Resiko Hipotermia Perioperatif d.d Prosedur Pembedahan (D.0141)
2. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik (mis. Prosedur operasi)
(D.0077)
3. Neusea b.d Efek Agen Farmakologis (D.0076)
4. Resiko Infeksi d.d Efek Prosedur Invasif (D.0142)
5. Gangguan Integritas Kulit b.d Faktor Elektris (elektrodiatermi)
(D.0129)

3. Perencanaan
a. Perencanaan Keperawatan Pre Debridemen
1. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisiologis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada pasien
diharapkan tingkat nyeri menurun.
Kriteria Hasil : (L.08066)
a) Keluhan nyeri cukup menurun
b) Meringis cukup menurun
c) Gelisah cukup menurun
d) Kesulitan Tidur menurun
Intervensi : (I.08238)
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekwensi, kualitas, dan
intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Berikan teknik non farmakologi (terapi music, kompres hangat,
kompres dingin, teknik relaksasi napas dalam)
6) Kontrol lingkungan yang mmperberat rasa nyeri
7) Fasilitasi istirahat dan tidur
8) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
9) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
10) Jelaskan strategi meredakan nyeri
11) Kolaborasi pemberian analgetik, bila perlu
2. Diagnosa : Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan
hiperglikemia
Tujuan : Setelah dilakuakn tindakan keperawatan diharapkan perfusi
perifer pasien meningkat.
Kriteria Hasil : (L.02011)
a) Penyembuhan luka cukup meningkat
b) Sensasi cukup meningkat
c) Edema perifer cukup menurun
d) Nekrosis cukup menurun
e) Kelemahan otot cukup menurun
Intervensi : (I.02079)
1) Periksa sirkulasi perifer ( nadi perifer, edema, pengisian kapiler,
warna, suhu)
2) Identifikasi factor resiko gangguan sirkulasi ( diabetes mellitus,
hipertensi, dan kadar kolestrol tinggi )
3) Identifikasi penyebab perubahan sensasi
4) Monitor terjadinya parastesia, bila perlu
5) Monitor perubahan kulit
6) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas
7) Hindari pemasangan infus, pengambilan darah, pengukuran
tekanan darah, pada area keterbatasan perfusi
8) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
cedera
9) Lakukan pencegahan infeksi
10) Lakukan perawatan kaki dan kuku
11) Lakukan hidrasi
12) Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
13) Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis.
Rendah gula, tinggi protein )
14) Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
3. Diagnosa : Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat
ansieatas pasien menurun
Kriteria Hasil : (L.09093)
a) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
b) Perilaku gelisah menurun
c) Perilaku tegang menurun
Intervensi : (I.09314)
1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
2) Monitor tanda tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
3) Ciptakan suasana terapuetik untuk menumbuhkan kepercayaan
4) Pahami situasi yang membuat ansietas
5) Dengarkan dengan penuh perhatian
6) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
7) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
8) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
datang
9) Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin dialami
10) Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
11) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
12) Latih teknik relaksasi
4. Diagnosa : Gangguan Mobilitas Fisik b.d Kekakuan Sendi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
mobilitas fisik pasien meningkat
Kriteria Hasil : (L.05042)
a) Pergerakan ekstremitas cukup meningkat
b) Kekuatan otot cukup meningkat
c) Nyeri cukup menurun
d) Kaku sendi cukup menurun
Intervensi : (I.06171)
1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2) Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
3) Monitor fruekensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
4) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
5) Fasilitasi melakukan ambulasi,bila perlu
6) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi
7) Anjurkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan
(mis.berjalan,duduk,setengah duduk)
5. Diagnosa : Gangguan Integritas Kulit b.d Perubahan Sirkulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
integritas kulit dan jaringan meningkat
Kriteria Hasil : (L.14125)
a) Hidrasi cukup meningkat
b) Perfusi jaringan cukup meningkat
c) Kerusakan jaringan menurun
d) Kerusakan lapisan kulit menurun
e) Kemerahan menurun
Intervensi : (I.14564)
1) Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, warna, ukuran, bau)
2) Monitor tanda tanda infeksi
3) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
4) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai
kebutuhan
5) Bersihkan jaringan nekrotik
6) Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
7) Pasang balutan sesuai jenis luka
8) Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
9) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
10) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
11) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
12) Kolaborasi prosedur debridement, jika perlu
13) Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu
6. Diagnosa : Gangguan Pola Tidur b.d Kurangnya Kontrol Tidur
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola
tidur pasien membaik
Kriteria Hasil : (L.05045)
a) Keluhan sulit tidur menurun
b) Keluhan sering terjaga menurun
c) Keluhan pola tidur berubah menurun
Intervensi : (I.05174)
1) Identifikasi pola aktivitas dan tidur
2) Tetapkan jadwal tidur rutin
3) Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
4) Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
5) Anjurkan relaksasi otot
7. Diagnosa : Resiko Hipovolemia d.d Kehilangan Cairan Secara Aktif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status
cairan pasien membaik.
Kriteria Hasil : (L.03028)
a) Turgor kulit cukup meningkat
b) Edema perifer cukup menurun
Intervensi : (I.03116)
1) Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis.fruekensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, turgor
kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urin menurun,
haus, lemah)
2) Monitor intake dan output cairan
3) Monitor fruekensi dan kekuatan nadi
4) Monitor tekanan darah
5) Monitor waktu pengisian kapiler
6) Monitor jumlah, warna, dan berat jenis urine
7) Identifikasi tanda tanda hypervolemia (mis. Fruekensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan
nadi menyempit, turgor kulit menurun, membrane mukosa
meningkat, volume urin menurun, haus, lemah, berat badan
menurun dalam waktu singkat)
8) Hitung kebutuham cairan
9) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
10) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)
11) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa 2,5%,
NaCl monitor 0,4%) 41
8. Diagnosa : Resiko Syok d.d Hipotensi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat
syok menurun
Kriteria Hasil : (L.03032)
a) Kekuatan nadi meningkat
b) Akral dingin menurun
c) Rasa haus menurun
d) Asidosis metabolic cukup menurun
Intervensi : (I.02068)
1) Monitor status kardiopulmonal (fruekensi dan kekuatan nadi,
fruekensi napas, tekanan daraha, MAP)
2) Monitor status oksigenasi
3) Monitor status cairan
4) Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
5) Periksa riwayat alergi
6) Pasang jalur IV,bila perlu
7) Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine, bila perlu
8) Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
9) Jelaskan tanda dan gejala awal syok
10) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
11) Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
12) Kolaborasi pemberian transfuse darah, bila perlu
13) Kolaborasi pemberian antiinflamasi, bila perlu
Perencanaan Keperawatan Post Debridemen
1. Diagnosa : Resiko Hipotermia d.d prosedur pembedahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
termoregulasi pasien membaik.
Kriteria Hasil : (L.14134)
a) Menggigil menurun
b) Kulit merah menurun
c) Suhu tubuh membaik
Intervensi : (I.14507)
1) Monitor suhu tubuh
2) Identifikasi penyebab hipotermia
3) Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia
4) Sediakan lingkungan yang hangat
5) Lakukan penghangatan pasif (mis. Selimut, pakaian tebal)
6) Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis. Kompres hangat,
selimut hangat)
7) Anjurkan makan/minum hangat
2. Diagnosa : Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik (prosedur operasi)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat
nyeri pasien menurun.
Kriteria Hasil : (L.08066)
a) Keluhan nyeri cukup menurun
b) Sikap protektif menurun
c) Gelisah menurun
Intervensi : (I.08238)
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, fruekensi, kualitas,
intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Monitor keberhasilan terapi komplementer
5) Monitor efek samping penggunaan analgetik
6) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
7) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
8) Fasilitasi istirahat dan tidur
9) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam strategi
meredakan nyeri
10) Jelaskan strategi meredakan nyeri
11) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
12) Kolaborasi analgetik, bila perlu
3. Diagnosa : Neusea b.d Efek Agen Farmakologis
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat
nausea pasien menurun
Kriteria Hasil : (L.08065)
a) Keluhan mual menurun
b) Perasaan ingin muntah menurun
Intervensi : (I.03117)
1) Identifikasi factor penyebab mual
2) Identifikasi factor penyebab muntah
3) Monitor keseimbangan cairan dan eletrolit
4) Monitor mual (mis. Fruekensi, durasi, tingkat keparahan)
5) Monitor asupan nutrisi dan kalori
6) Berikan makanan dalam jumlah kecil
7) Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
4. Diagnosa : Resiko Infeksi d.d Efek Prosedur Invasif
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat
infeksi menurun.
Kriteria Hasil : (L.14137)
a) Kemerahan menurun
b) Nyeri menurun
c) Cairan berbau busuk menurun
Intervensi : (I.14539)
1) Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
2) Berikan perawatan kulit pada area edema
3) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
4) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
5) Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresio tinggi
6) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
5. Diagnosa : Gangguan Integritas Kulit b.d Faktor Elektris
(elektrodiametri)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
integritas kulit dan jaringan meningkat
Kriteria hasil : (L.14125)
a) Perfusi jaringan cukup meningkat
Intervensi : (I.14564)
1) Monitor karakterisktik luka
2) Monitor tanda tanda infeksi
3) Bersihkan dengan cairan NaCl
4) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
5) Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
6) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi protein dan kalori
7) Kolaborasi pemberian antibiotic, bila perlu
DAFTAR PUSTAKA

Askandar, (2000). Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetesmillitus. Jakarta :


Gramedia Pustaka Utama

Brunner & Suddar. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Vol 3,Edisi 8.
Penerbit RGC : Jakarta.

Corwin,Elizabeth. 2010.Buku saku Patofisiologi.Jakarta : EGC

DPP Tim Pokja SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik Edisi 1. In Dewan Pengurus Pusat PPNI.
https://doi.org/10.1093/molbev/msj087

Kemenkes RI. (2014). Riset Kesehatan Dasar ;RISKESDAS, Jakarta : Balitbang


Kemenkes RI.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan


Indikator Diagnostik Edisi 1. In Dewan Pengurus Pusat PPNI.
https://doi.org/10.1093/molbev/msj087

Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC

Zaidah, (2005). Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai