Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DENGAN PASIEN KOAGULASI


INTRAVASKULAR DISEMINATA(KID)

Dosen Pembimbing :

Bu Anik Supriani.,S.Kep.Ners.,M.Kes
Disusun oleh :

1. Erna Sari (0117043)


2. Faradila Maulana (0117044)
3. Fitria Dwi Agustina (0117045)
4. Kavana Kavilun (0117049)
5. Regita Fiqa Usarida (0117059)
6. Reni Dwi Damayanti (0117060)
7. Yunita Rifka Annisa (0117068)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2020/2021

1|Page
Lampiran 1.Lembar Pernyataan

Dengan ini kami menyatakan bahwa:

Kami mempunyai kopi dari makalah ini yang bisa kami reproduksi jika makalah yang
dikumpulkan hilang atau rusak

Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan bukan merupakan karya orang lain kecuali
yang telah dituliskan dalam referensi, serta tidak ada seorang pun yang membuatkan
makalah ini untuk kami.

Jika dikemudian hari terbukti adanya ketidak jujuran akademik, kami bersedia
mendapatkan sangsi sesuai peraturan yang berlaku.

Mojokerto, 02 November 2020

Nama Nim Tanda Tangan Mahasiswa


Erna Sari 0117043
Faradilla Maulana 0117044
Fitria Dwi Agustina 0117045
Kavana Kavilun 0117049
Regita Fiqa Usarida 0117059
Reni Dwi Damayanti 0117060
Yunita Rifka Annisa 0117068

KATA PENGANTAR

2|Page
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami mampu menyusun sebuah makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan
Kritis dengan Pasien DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION (DIC)”.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas yang diberikan dalam mata kuliah Keperawatan
Kritis di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dian Husada Mojokerto.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Ibu
Anik Supriani.,S.Kep.Ners.,M.Kes sebagai dosen mata kuliah Keperawatan Kritis yang
telah memberikan tugas dan arahan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu.

Kami mohon maaf dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak
kekurangan dan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingatakan kemampuan
yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Mojokerto, 02 November 2020

Penulis

DAFTAR ISI

3|Page
Cover ............................... 1
LEMBAR PERNYATAAN ............................... 2
KATA PENGANTAR ............................... 3
DAFTAR ISI ............................... 4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................... 5
B. Rumusan Masalah ............................... 6
C. Tujuan ............................... 6
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Medis Koagulasi Intravascular Diseminata (KID) ............................... 7
BAB III PEMBAHASAN
A. Konsep Asuhan keperawawatan kritis dengan pasien 21
Koagulasi Intravascular Diseminata (KID)
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ............................... 33
B. Saran 33
DAFTAR PUSTAKA ............................... 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

4|Page
Hemostasis merupakan suatu mekanisme lokal tubuh yang secara spontan
berfungsi untuk mencegah kehilangan darah yang berlebihan ketika terjadi trauma
atau luka. Sistem hemostasis pada dasarnya terbentuk dari tiga kompartemen
hemostasis yang sangat penting dan sangat berkaitan yaitu trombosit, protein darah
dan jaring-jaring fibrin pembuluh darah (Rahajuningsih,2007)
Disseminated intravascular coagulation (DIC) atau disebut juga Koagulasi
Intravaskular Diseminata (KID) adalah sindrom kompleks dan merupakan gangguan
serius yang terjadi pada mekanisme pembekuan darah pada tubuh dimana
homeostasis normal dan sistem fisiologik yng mempertahankan darah agar tetap cair
berubah menjadi sistem yang patologik sehingga terjadi trombifibrin yang
menyumbat mikrovaskular dari tubuh. Sistem fibrinolitik yang teraktivasi ini
mengakibatkan terjadinya perdarahan yang difus.
DIC ini dikategorikan ke dalam perdarahan, kegagalan organ, perdarahan
masif, dan gejala non simptomatik tergantung dari jumlah vektor untuk
hiperkoagulasi dan hyperfibrinolysis. DIC ini dapat terjadi hampir pada semua
orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya
sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan
akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan.(Susanne, G. 2002). DIC
dapat bersifat akut maupun kronik. Banyak penyakit dengan beraneka ragam
penyebab dapat menyebabkan DIC namun bisa dipastikan penyakit yang berakhir
dengan DIC akan memiliki prognosis yang lebih buruk.
DIC terjadi pada pasien dengan kondisi buruk yang bermanifestasi sebagai
perdarahan yang terjadi pada kulit (purpura) dan jaringan lainnya. 30-50% pasien
dengan sepsis akan menderita DIC (Yamamuto, 2014). Begitupula pernyataan dari
Levi, (2016) yang menyatakan bahwa diperkirakan sebanyak 1% pasien yang
dirawat di rumah sakit akan mengalami DIC. Hal tersebut timbul sebagai
komplikasi dari berbagai penyakit serius yang bahkan mengancam nyawa. DIC ini
merupakan kelanjutan dari peristiwa yang terjadi pada jalur koagulasi. Pada
permulaannya terdapat aktivasi yang tidak terkontrol dari faktor pembekuan pada

5|Page
pembuluh darah, yang menyebabkan pembekuan darah pada seluruh tubuh.
Penurunan jumlah trombosit tubuh dan faktor koagulasi meningkatkan terjadinya
resiko perdarahan. DIC bukan merupakan suatu diagnosa yang spesifik, tapi
biasanya merupakan indikasi adanya penyakit yang mendasari. (Ngan, 2005).
Wada Hideo, Matsumoto Takeshi, dan Yamashita Yoshiki, (2014)
Menyatakan bahwa DIC merupakan komplikasi dari infeksi, kanker, keganasan
hematologi, penyakit kebidanan, trauma, aneurisma, dan penyakit hati, dll, yang
masing-masing menyediakan karakteristik yang berhubungan dengan gangguan
yang mendasarinya. DIC ini paling sering ditemukan pada pasien dengan sepsis
berat ( severe sepsis) dan syok septik, begitu pula dengan bakteremia, termasuk
kedua organisme gram positif dan gram negatif, paling sering dikaitkan dengan
DIC, organisme lain (misalnya, virus, jamur, dan parasit) juga dapat menyebabkan
DIC. Perkembangan dan keparahan dari DIC akibat sepsis berat dapat
mengakibatkan kematian. karena DIC ini dapat mengancam nyawa sehingga harus
diterapi secara cepat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja konsep medis Koagulasi Intravascular Diseminata (KID?
2. Bagaimana Asuhan keperawawatan kritis dengan pasien Koagulasi Intravascular
Diseminata (KID)?
C. Tujuan
Agar Mahsiswa mampu memahami dan mengerti tentas konsep medis dan konsep
asuhan keperawawatan kritis dengan pasien Koagulasi Intravascular Diseminata
(KID).

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis Koagulasi Intravascular Diseminata (KID


1. Definisi

6|Page
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu sindrom
yang ditandai dengan adanya perdarahan akibat trombin bersirkulasi dalam
darah hanya pada daerah tertentu. Dasarnya ialah pembentukan bekuan
darah dalam pembuluh-pembuluh darah kapiler, diduga karena masuknya
tromboplastin jaringan ke dalam darah. Akibat pembekuan ini terjadi
trombositopenia, pemakaian faktor-faktor pembekuan darah, dan fibrinolisis.
(Hadaway, 2000).
Koagulasi Intravascular Diseminata (KID) atau Disseminated
intravascular coagulation (DIC) adalah sindrom yang ditandai oleh adanya
aktivasi sistemik yang berlebihan dari pembekuan darah, yang menghasilkan
trombin intravaskular dan fibrin,yang dapat menyebabkan trombosis
pembuluh darah dari yang berukuran kecil sampai berukuran sedang dan
akhirnya akan terjadi gangguan organ dan perdarahan. (Wada Hideo.,
Matsumoto Takeshi., Yamashita Yoshiki, 2014).
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah gangguan
dimana terjadi koagulasi atau fibrinolisis (destruksi bekuan). DIC dapat
terjadi pada sembarang malignansi, tetapi yang paling umum berkaitan
dengan malignansi hematologi seperti leukemia dan kanker prostat, traktus
GI dan paru-paru. Proses penyakit tertentu yang umumnya tampak pada
pasien kanker dapat juga mencentuskan DIC termasuk sepsis, gagal hepar
dan Anafilaksis (Brunner & Suddarth, 2002).
2. Klasifikasi DIC
Klasifikasi DIC tergantung dari gejala awal yang mendasarinya. DIC dibagi
menjadi 2 yaitu:
- DIC Akut
DIC Akut merupakan dekompensasi DIC dan meningkat ketika
darah terpapar oleh sejumlah faktor jaringan dalam waktu yang singkat,
dengan membentuk thrombin yang banyak memicu koagulasi. sehingga
waktu pemulihan yang dibutuhkan dalam melakukan mekanisme kontrol

7|Page
dan mekanisme kompensasi tidak cukup. Konsekuensi klinis yang
ditemukan adalah perdarahan diathesis sistemik dikarenakan endapan
fibrin dalam intravaskuler, injuri jaringan ,iskemik, dan microangiopatik
hemolytic anemia.
DIC akut adalah kelainan perdarahan yang memiliki karakteristik
timbulnya memar, atau lebam(ekimosis), perdarahan dari mukosa seperti
pada mukosa bibir atau genital, dan terjadi penurunan jumlah trombosit
dan factor pembekuan didalam darah.
- DIC Kronik
DIC kronik terjadi akibat penurunan laju konsumsi faktor-faktor
koagulasi yang bisa diseimbangkan dengan meningkatka n sintesis
protein. Dengan demikian, platelet sedikit berkurang, fibrinogen plasma
normal atau sedikit meningkat, dan PT dan APTT bisa dalam batas
normal. Pada pasien-pasien tertentu, diagnosis DIC secara garis besar
didapatkan berdasarkan hasil dari microangiopathy, apusan darah tepi
dan peningkatan kadar FDP dan terutama D-Dimer
3. Etiologi
Penyebab terjadinya DIC antara lain:
- Infeksi
 Bakteri gram negative (pseudomonas, meningococcus, salmonella,
haemophilus, enterobacteria)

 Bakteri gram positif (Pneumonococcus, staphylococcus)


 Virus (Cytomegalovirus, varicella, hepatitis, HIV)
 Jamur
Pada keadaan septikemia, DIC terjadi akibat endotoksin atau
mantel poli-sakarida bakteri memulai koagulasi dengan cara
mengaktifkan Faktor XII menjadi F XIIa, menginduksi pelepasan
reaksi trombosit, menyebabkan endotel terkelupas yang dilanjutkan

8|Page
aktivasi XII menjadi XIIa atau X-XIa, dan pelepasan materi
prokoagulan dari granulosit, dan semuanya ini dapat mencetuskan
DIC Terakhir dilaporkan bahwa organisme gram positif dapat
menyebabkan DIC dengan mekanisme seperti endotoksin yaitu
mantel bakteri yang terdiri dari mikropolisakarida menginduksi DIC
Viremia termasuk HIV, varisela, hepatitis, virus sitomegalo, demam
berdarah dengue, dapat disertai DIC.
Mekanisme tidak jelas tetapi mungkin atas dasar antigen
antibodi mengaktifkan F XII, reaksi pelepasan trombosit atau endotel
terkelupas dan terpapar kolagen subendotel dan membran basalis.
- Reaksi tranfusi darah :kebanyakan akibat type darah incompatibility
Hemolisis karena reaksi transfusi darah dapat memicu sistem
koagulasi sehingga terjadi DIC. Akibat hemolisis, eritrosit melepaskan
ADP atau membran fosfolipid eritrosit yang mengaktifkan sistem
koagulasi baik sendiri maupun secara bersamaan dan menyebabkan DIC
- Gangguan Hepar (Sirosis, Jaundice oleh karena obstruksi, injury hepatic)
Hepatitis virus berat dan gagal hati akut ataupun etiologinya
termasuk obat, toksin atau infeksi dapat menyebabkan DIC sukar
dibedakan dengan koagulasi karena gangguan fungsi hati yang berat.
Kolestasis intrahepatik atau ekstrahepatik yang sudah lebih dari 5 hari
bisa disertai DIC.
- Trauma ( injury kepala, shock elektrik, luka bakar)
Pasien dengan luka bakar yang luas sering disertai dengan DIC
disebabkan mikrohemolisis eritrosit melepaskan ADP dan fosfolipid.
Selain itu nekrosis jaringan yang terbakar melepaskan material
tromboplastin dan kedua faktor tersebut akan memicu DIC. Pada trauma,
nekrosis jaringan merupakan materi tromboplastin atau material
menyerupai fosfolipid masuk ke sirkulasi darah dan mengaktifkan sistem
koagulasi sehingga terjadi DIC.

9|Page
- Gangguan vascular (Aneurisma Aorta, vaskulitis, Hemangioma)
Kelainan pembuluh darah seperti sindrom Kasabach-Merrit yang
disertai hemangioma cavernosa raksasa pada + 25% kasus ditemukan
DIC derajat rendah atau kompensasi yang dapat berubah menjadi DIC
fulminan tanpa ada petunjuk yang jelas. Lebih kurang 50% pasien
dengan telangiektasis hemoragik herediter disertai DIC derajat rendah
yang kadang-kadang dapat menjadi fulminan.
Penyakit sistemik pembuluh darah kecil seperti fenomena
vasospastik termasuk sindrom Raynaud, angiopati diabetes berat, atau
angiopati pada penyakit autoimun atau sindrom Leriche yang disertai
DIC kompensasi sering berkembang menjadi DIC fulminan. Penyakit
vaskular kolagen terutama apabila mengenai pembuluh darah kecil dapat
disertai DIC. DIC kompensasi juga terlihat pada pasien rematoid artritis
berat, SLE, sindrom Sjorgen dermatosis, penyakit hati kronis dan ginjal
kronis
- Neoplasma (Leukemia, Tumor : tumor payudara, paru, ovarium, traktus
biliary)
Pada penderita keganasan, terutama yang sudah menyebar sering
ditemukan DIC dengan atau tanpa gejala klinik, dengan bukti
laboratorium. Pada kasus hematologi selain keganasan, penyakit lain
sering disertai DIC derajat rendah seperti polisitemia vera, sedang pada
paroksimal noktural hemoglobinuria (PNH) ditemukan DIC yang lebih
bermanifestasi sebagai thrombosis
1. Akut pakreatitis, komplikasi obstetri, gigitan ular, heat stroke, emboli
lemak, hypertermy maligna, gangguan perfusi atau shok
2. Asidosis dan alkalosis
Asidosis dan alkalosis walaupun jarang tetapi dapat memicu DIC.
Pada asidosis yang menjadi pemicu, kemungkinan adalah endotel
terkelupas mengaktifkan F XII menjadi F XIIa, dan atau XI-XIa dan

10 | P a g e
reaksi pelepasan trombosit yang diakhiri dengan aktivasi sistem
prokoagulan. Pada alkalosis mekanismenya belum jelas.
4. Patofisiologi
1. Consumptive Coagulopathy
Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem
pembekuan darah secara sistemik. Trombosit yang menurun terus-
menerus, komponen fibrin bebas yang terus berkurang, disertai tanda-
tanda perdarahan merupakan tanda dasar yang mengarah kecurigaan ke
DIC. Karena dipicu penyakit/trauma berat, akan terjadi aktivasi
pembekuan darah, terbentuk fibrin dan deposisi dalam pembuluh darah,
sehingga menyebabkan trombus mikrovaskular pada berbagai organ yang
mengarah pada kegagalan fungsi berbagai organ. Akibat koagulasi
protein dan platelet tersebut, akan terjadi komplikasi perdarahan.
Karena terdapat deposisi fibrin, secara otomatis tubuh akan
mengaktivasi sistem fibrinolitik yang menyebabkan terjadi bekuan
intravaskular. Dalam sebagian kasus, terjadinya fibrinolisis (akibat
pemakaian alfa2-antiplasmin) juga justru dapat menyebabkan perdarahan.
Karenanya, pasien dengan DIC dapat terjadi trombosis sekaligus
perdarahan dalam waktu yang bersamaan, keadaan ini cukup menyulitkan
untuk dikenali dan ditatalaksana.
Pengendapan fibrin pada DIC terjadi dengan mekanisme yang cukup
kompleks. Jalur utamanya terdiri dari dua macam, pertama, pembentukan
trombin dengan perantara faktor pembekuan darah. Kedua, terdapat
disfungsi fisiologis antikoagulan, misalnya pada sistem antitrombin dan
sistem protein C, yang membuat pembentukan trombin secara terus-
menerus. Sebenarnya ada juga jalur ketiga, yakni terdapat depresi sistem
fibrinolitik sehingga menyebabkan gangguan fibrinolisis, akibatnya
endapan fibrin menumpuk di pembuluh darah. Jadi sistem-sistem yang
tidak berfungsi secara normal ini disebabkan oleh tingginya kadar

11 | P a g e
inhibitor fibrinolitik PAI-1. Seperti yang tersebut di atas, pada beberapa
kasus DIC dapat terjadi peningkatan aktivitas fibrinolitik yang
menyebabkan perdarahan. Sepintas nampak membingungkan, namun
karena penatalaksanaan DIC relatif suportif dan relatif mirip dengan
model konvensional, maka tulisan ini akan membahas lebih dalam
tentang patofisiologi DIC.
2. Depresi Prokoagulan
DIC terjadi karena kelainan produksi faktor pembekuan darah, itulah
penyebab utamanya. Karena banyak sekali kemungkinan gangguan
produksi faktor pembekuan darah, banyak pula penyakit yang akhirnya
dapat menyebabkan kelainan ini. Garis start jalur pembekuan darah ialah
tersedianya protrombin (diproduksi di hati) kemudian diaktivasi oleh
faktor-faktor pembekuan darah, sampai garis akhir terbentuknya trombin
sebagai tanda telah terjadi pembekuan darah.
Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam
setelah terjadinya bakteremia atau endotoksemia melalui mekanisme
antigen-antibodi. Faktor koagulasi yang relatif mayor untuk dikenal ialah
sistem VII(a) yang memulai pembentukan trombin, jalur ini dikenal
dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi pembekuan darah sangat
dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada jalur ekstrinsik.
Jalur intrinsik tidak terlalu memegang peranan penting dalam
pembentukan trombin. Faktor pembekuan darah itu sendiri berasal dari
sel-sel mononuklear dan sel-sel endotelial. Sebagian penelitian juga
mengungkapkan bahwa faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel
polimorfonuklear.
Kelainan fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang mengatur
aktivasi faktor-faktor pembekuan darah dapat melipat gandakan
pembentukan trombin dan ikut andil dalam membentuk fibrin. Kadar
inhibitor trombin, antitrombin III, terdeteksi menurun di plasma pasien

12 | P a g e
DIC. Penurunan kadar ini disebabkan kombinasi dari konsumsi pada
pembentukan trombin, degradasi oleh enzim elastasi, sebuah substansi
yang dilepaskan oleh netrofil yang teraktivasi serta sintesis yang
abnormal. Besarnya kadar antitrombin III pada pasien DIC berhubungan
dengan peningkatan mortalitas pasien tersebut. Antitrombin III yang
rendah juga diduga berperan sebagai biang keladi terjadinya DIC hingga
mencapai gagal organ.
Berkaitan dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi
depresi sistem protein C sebagai antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur
protein C ini disebabkan down regulation trombomodulin akibat sitokin
proinflamatori dari sel-sel endotelial, misalnya tumor necrosis factor-
alpha (TNF-α) dan interleukin 1b (IL-1b). Keadaan ini dibarengi
rendahnya zimogen pembentuk protein C akan menyebabkan total protein
C menjadi sangat rendah, sehingga bekuan darah akan terus menumpuk.
Berbagai penelitian pada hewan (tikus) telah menunjukkan bahwa protein
C berperan penting dalam morbiditas dan mortalitas DIC.
Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah
yang memang berfungsi menghambat pembentukan faktor-faktor
pembekuan darah. Senyawa ini dinamakan tissue factor pathway inhibitor
(TFPI). Kerja senyawa ini memblok pembentukan faktor pembekuan
(bukan memblok jalur pembekuan itu sendiri), sehingga kadar senyawa
ini dalam plasma sangatlah kecil, namanya pun jarang sekali kita kenal
dalam buku teks. Pada penelitian dengan menambahkan TFPI
rekombinan ke dalam plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh jadi
meningkat dari angka normal, ternyata akan menurunkan mortalitas
akibat infeksi dan inflamasi sistemik. Tidak banyak pengaruh senyawa ini
pada DIC, namun sebagai senyawa yang mempengaruhi faktor
pembekuan darah, TFPI dapat dijadikan bahan pertimbangan terapi DIC
dan kelainan koagulasi di masa depan.

13 | P a g e
3. Defek Fibrinolisis
Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis
akan berhenti, karenanya endapan fibrin akan terus menumpuk di
pembuluh darah. Namun pada keadaan bakteremia atau endotoksemia,
sel-sel endotel akan menghasilkan Plasminogen Activator Inhibitor tipe 1
(PAI-1). Pada kasus DIC yang umum, kelainan sistem fibrinolisis alami
(dengan antitrombin III, protein C, dan aktivator plasminogen) tidak
berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan terus menumpuk di
pembuluh darah. Pada beberapa kasus DIC yang jarang, misalnya DIC
akibat acute myeloid leukemia M-3 (AML) atau beberapa tipe
adenokasrsinoma (mis. Kanker prostat), akan terjadi hiperfibrinolisis,
meskipun trombosis masih ditemukan di mana-mana serta perdarahan
tetap berlangsung. Ketiga patofisiologi tersebut menyebabkan koagulasi
berlebih pada pembuluh darah, trombosit akan menurun drastis dan
terbentuk kompleks trombus akibat endapan fibrin yang dapat
menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ, bahkan kematian.

14 | P a g e
5. Pathway Etiologi
Fetus mati dalam kandungan asidosis
Auto imun sirkulasi
extrakorporeal
Keganasan hemolisis
Abortus trauma bisa
ular
Faktor ekstrinsik Faktor instrinsik

Kadar inhibitor Aktivasi faktor pembekuan darah


fibrinolitik PAI
I Depresi prokoagulan
Consumptive coagulopaty Defek fibrinolisis Kelainan
Depresi system fibrinolisis
fibrinolitik alami
Disfungsi fisiologis Kelainan aktivasi Bakteremia/endotoksemia (antitrombin
antikoagulan endotel
III, protein
C dan
Fibrin >> Aktivasi trombin Faktor VIIA <<,,, Aktivasi koagulan Sel endotel activator
plasminog)
Deposisi fibrin Thrombus Dispnea,ta Thrombin +fibrin >> Plasminogen activator
mikrovaskular kipnea tipe 1 (PAI)
Thrombosis
Aktivasi fibrinolitik
Gangg. pertukaran gas Koagulasi meningkat
Pola nafas
iskemi
tidak efektif
Perdarahan
Endapan fibrin
ansietas Multi organ failure Perfusi perifer tidak
Resti perubahan efektif
perfusi jaringan Nyeri Kompleks trombus
Hipovolemia
Nyeri kehilangan

Resti kerusakan Kurang pengetahuan


integritas kulit Gangguan konsep
diri
Kelemahan

15 | P a g e
Intoleransi aktivitas

6. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis dari sindrom ini beragam tergantung pada sistem
organ yang terlibat dalam thrombus/ infark atau episode perdarahan. DIC
kronis bisa menimbulkan sedikit gejala, seperti mudah memar, perdarahan
lama dari tempat tusukan pungsi vena, perdarahan gusi, dan perdarahan
gastrointestinal lambat, atau tidak ada gejala yang tidak dapat diamati.
Manifestasi klinis bergantung pada penyakit dasar, akut atau kronik,
dan proses patologis yang mana lebih utama, apakah akibat thrombosis
mikrovaskular atau diathesis hemoragik. Kedua proses patologis ini
menimbulkan gejala klinis yang berbeda dan dapat ditemukan dalam waktu
yang bersamaan.
Pada DIC terdapat keadaan yang bertentangan, yaitu trombosis dan
perdarahan bersama-sama. Perdarahan lebih umum terjadi daripada
trombosis, tetapi trombosis dapat mendominasi bila koagulasi lebih
teraktivasi daripada fibrinolisis. Perdarahan dapat terjadi dimana saja.
Perhatikan terutama bila terjadi perdarahan spontan dan hematoma pada
luka atau pengambilan darah vena. Trombosis umumnya ditandai dengan
iskemia jari-jari tangan dan gangreng, mungkin pula nekrosis korteks renal
dan infark adrenal hemoragik. Secara sekunder dapat mengakibatkan anemia
hemolitik mikroangiopati.
Tanda-tanda yang dapat dilihat pada penderita DIC yang disertai
dengan perdarahan misalnya: petekie, ekimosis, hematuria, melena,
epistaksis, hemoptisis, perdarahan gusi, penurunan kesadaran hingga terjadi
koma yang disebabkan oleh perdarahan otak.

16 | P a g e
Sementara tanda-tanda yang dapat dilihat pada trombosis
mikrovaskular adalah gangguan aliran darah yang mengakibatkan terjadi
iskemia pada organ dan berakibat pada kegagalan fungsi organ tersebut,
seperti: gagal ginjal akut, gagal nafas akut, iskemia fokal, gangren pada
kulit. Mengatasi perdarahan pada DIC sering lebih mudah daripada
mengobati akibat thrombosis pada mikrovaskular yang menyababkan
gangguan aliran darah,iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ yang
menyebabkan gangguan aliran darah, iskemia dan berakhir dengan
kerusakan organ dan kematian.
7. Komplikasi DIC
 Syok/hipoperfusi
 Nekrosis tubular akut
 Edema pulmoner
 Gagal ginjal kronis
 Konvulsi
 Koma
 Gagal system organ besar
 Trombosis vena dalam
8. Pemeriksaan Laboratorium
1. D- Dimer
Tes darah ini membantu menetukan proses pembekuan darah dengan
mengukur fibrin yang dilepaskan. D-Dimer pada orang yang
mempunyai kelainan biasanya lebih tinggi dibanding dengan keadaan
normal.
2. Prothrombin Time (PTT)
Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa lama waktu yang
diperlukan dalam proses pembekuan darah .Sedikitnya ada belasan
protein darah, atau faktor pembekuan yang diperlukan untuk pembekuan

17 | P a g e
darah dan menghentikan perdarahan. Protrombin atau faktor II adalah
salah satu dari faktor pembekuan yang dihasilkan oleh hati. PTT yang
memanjang dapat digunakan sebagai tanda dari DIC
3. Fibrinogen
Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa banyak fibrinogen
dalam darah. Fibrinogen merupakan protein yang mempunyai peran
dalam proses pembekuan darah. Tingkat fibrinogen yang rendah dapat
menjadi tanda DIC. Hal ini terjadi ketika tubuh menggunakafibrinogen
lebih cepat dari yang di produksi
4. Complete Blood Count (CBC)
CBC merupakan pengambilan sampel darah dan menghitung jumlah sel
darah merah dan sel darah putih. Hasil pemeriksaan CBC tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosa DIC, namun dapat memberikan
informasi seseorang tenaga medis untuk menegakkan diagnose
5. Hapusan darah
Pada tes ini darah dioleskan pada slide dan di warnai dengan pewarna
khusus. Slide ini kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk jumlah
ukuran dan bentuk sel darah merah sel darah putih dan platelet dapat
diidentifikasi. Sel darah sering terlihat rusak dan tidak normal pada
pasien dengan DIC.
6. Trombosit
Trombositopenia khas pada DIC, jumlah trombosit bervariasi mulai
yang paling rendah 2000-3000/mm3 hingga >100.000/mm3 . Pada
kebanyakan pasien DIC, trombosit yang diperiksa dalam sediaan apus
darah tepi pada umumnya jumlahnya rata-rata 6000/mm3 . Uji fungsi
trombosit seperti masa perdarahan, agregasi trombosit biasanya
bergantung padaDIC. Gangguan ini disebabkan FDP menyelubungi
membran trombosit. Jadi tidak ada alasan dan tidak perlu melakukan uji
trombosit pada DIC. Faktor 4 trombosit (PF4) dan beta-tromboglobulin

18 | P a g e
merupakan petanda terjadinya re-aktivitas dan pelepasan trombosit dan
biasanya meningkat pada DIC. Bila padaDIC kadar PF4 dan beta-
tromboglobulin meningkat dan kemudian menurun sesudah pengobatan,
hal ini menunjukkan pengobatan berhasil. Meningkatnya PF4 dan
betatromboglobulin pada DIC selain merupakan bukti tidak langsung
adanya aktivasi prokoagulan, juga bermanfaat pada pemantauan
pengobatan.
9. Penatalaksanaan
1. Antikoagulan
Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan
proses pembekuan, baik yang disebabkan oleh infeksi maupun oleh
penyebab lain. Meski pemberian heparin juga banyak yang
diperdebatkan akan menimbulkan perdarahan, namun dalam penelitian
klinik pada pasien dengan DIC, heparin tidak menunjukkan kompleks
perdarahan yang signifikan.
Dosis heparin yang diberikan adalah 300-500 iu/jam dalam infuse
continue Indikasi:
a. Penyakit dasar tak dapat diatasi dalam waktu singkat
b. Terjadi tanda-tanda thrombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal,
gagal hati, sindroma gagal nafas
Dosis: 100iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25iu/kgBB/jam 9750-
1250 iu/jam) continue, dosis selanjutnya disesuaikan untuk mencapai
APTT 1,5-2 kali kontrol.
2. Plasma dan trombosit
Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersifat selektif.
Trombosit diberikan hanya kepada pasien DIC dengan perdarahan atau
pada prosedur invasive dengan kecenderungan perdarahan. Pemberian
plasma juga patut dipertimbankan, karena didalam plasma hanya berisi

19 | P a g e
faktor-faktor pembekuan tertentu saja, sementara pada pasien DIC
terjadi gangguan seluruh faktor pembekuan
3. Penghambat pembekuan (AT III)
Pemberian AT III dapat bermanfaat bagi pasien DIC, meski biaya
pengobatan ini cukup mahal.Direkomendasikan sebagai terapi substitusi
bila AT III <70%. Dosis: Dosis awal 3000 iu (50 iu/kgBB) diikuti 1500
iu setiap 8 jam dengan infuse continue selama 3-5 hari
4. Obat-obat antifibrinolitik
Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan perdarahan, tetapi
pada pasien dengan DIC pemberian antifibrinolitik tidak dianjukan.
Karena obat ini akan menghambat proses fibrinolisis sehingga fibrin
yang terbentuk akan semakin bertambah, akibatnya DIC yang terjadi
akan semakin berat.
10. Komplikasi
Bekuan yang banyak terbentuk akan menyebabkan hembatan aliran darah di
semua organ tubuh. Dapat terjadi kegagalan organ yang luas. Angka
kematian lebih dari 50%.
a.Solusio placenta
b.Preklamsia dan eklamsia
c.Emboli cairan amniotik
d.Perdarahan obstrektif masif
e.Tertinggalnya janin yang sudah meninggal dalam tubuh ibu.

20 | P a g e
BAB III

PEMBAHASAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan Koagulasi Intravaskular Desiminata (KID)


1. Pengkajian
A. Pengkajian
1. Data Subyektif
a. Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara
atau interview. Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa
yang lalu. Anamnesa mencakup identitas pasien, keluhan utama,
riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat
kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan
dan tempat tinggal.
b. Identitas
- Identitas Pasien : nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin,
umur, tanggal MRS, golongan darah, suku/bangsa, agama,
pendidikan, alamat, no RM, diagnosa medis, lingkungan tempat
tinggal.
- Identitas Penanggungjawab : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.
c. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menyebabakan klien KID meminta
pertolongan dari tim kesehatan yaitu :
-Nyeri
-Demam dengan suhu tinggi
-Terdapat petekie
-Kesadaran yang menurun sampai koma

21 | P a g e
d. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan
perawat dalam melengkapi pengkajian.Dari pasien datang yang
mengeluhkan yang mengacu pada manifestasi klinis.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah atau sedang menderita penyakit
menahun. Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum
oleh klien pada masa lalu yang relevan, obat-obat yang meliputi
penghilang rasa nyeri tersebut.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat DM dalam anggota keluarga (Wijaya I. S.,
2013, hal. 16). Penyakit diabetik dikenal sebagai penyakit yang
diturunkan (herediter) walaupun gejala tidak selalu muncul pada
setiap keturunan atau timbul sejak kecil (kongenital). Genogram
mungkin diperlukan untuk menguatkan diagnosis.
1. Data Obyektif
a. Keadaan umum : lemah, penurunan BB, nyeri abdomen, status gizi enurun
b. Kesadaran : pasien biasanya mengalami kesadaran delirium. Dimana pasien
mengalami penuruna kesadaran yang disertai dengan kekacauan motorik.
(Krisanty, 2009, hal. 137)
c. Tanda – tanda Vital
- Tekanan Darah : 90/60 mmHg biasanya hipotensi (sistole turun 20
mmHg atau lebih saat berdiri) = (normal : sistolik = 90-120 dan diastolic
=60-79 mmHg) atau hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah yang
secara tiba – tiba)
- Nadi : takikardia (denyut jantung lebih cepat > 100/menit)

22 | P a g e
- RR / Pernapasan : takipnea sampai pernapasan kusmaul (pernapasan
cepat dan dangkal, biasanya >60 x/menit)
- Suhu : Suhu biasanya meningkat (infeksi) atau menurun : normal : 36-
37◦ C
- Adanya faktor-faktor predisposisi:
a. Septicemia (penyebab paling umum)
b. Komplikasi obstetric
c. SPSD (sindrom distress pernafasan dewasa)
d. Luka bakar berat dan luas
e. Neoplasia
f. Gigitan ular
g. Penyakit hepar
h. Beda kardiopulmonal
i. Trauma
- Pengkajian Primer
a. Airway
Tidak ada sumbatan jalan nafas, dyspnea, takipnea, sputum
mengandung darah, hipotensi frekuensi jantung meningkat, nadi
perifer tidak teraba.
b. Breathing
Frekuensi pernapasan meningkat, merasa kekurangan oksigen,
takipnea.
c. Circulation
Perubahan tekan darah postural, hipertensi, sesak napas, nadi yang
menurun hingga tidak ada, disritmia krekels, distensi vena jugularis,
kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung.
- Pemeriksaan Fisik Persistem

23 | P a g e
 Perdarahan abnormal pada semua system dan pada sisi
prosedur invatif
a. kulit dan mukosa membrane
- Perembesan difusi darah atau plasma
- Purpura yang teraba pada awalnya di dada dan
abdomen
- Bula hemoragi
- Hemoragi subkutan
- Hematoma
- Luka bakar karena plester sianosis akral ( estrimitas
berwarna agak kebiruan, abu –abu, atau ungu gelap )
b. sistem GI
- Mual dan muntah
- Uji guayak positif pada emesis atau aspirasi
- Nasogastrik dan feses
- Nyeri hebat pada abdomen
- Peningkatan lingkar abdomen
c. sistem ginjal
- Hematuria
- Oliguria
d. sistem pernafasan
- Dispnea
- Takipnea
- Sputum mengandung darah
e. sistem kardiovaskuler
- Hipotensi meningkat dan postural
- Frekuensi jantung meningkat
- Nadi perifer tidak teraba

24 | P a g e
f. sistem saraf perifer
- Perubahan tingkat kesadaran
- Gelisah
- Ketidaksadaran vasomotor
g. sistem musculoskeletal
- Nyeri : otot,sendi,punggung
h. Perdarahan sampai hemoragi
- Insisi operasi
- Uterus post partum
- Fundus mata perubahan visual
- Pada sisi prosedur invasif : suntikan, IV, kateter arteral
dan selang nasogastrik atau dada, dll.
 Kerusakan perfusi jaringan
- Serebral : Perubahan pada sensorium, gelisah, kacau
mental, sakit kepala
- Ginjal : Penurunan pengeluaran urin
- Paru : Dispnea dan orthopnea
- Kulit : Akrosianosis (ketidakteraturan bentuk
bercaksianosis pada lengan perifer dan kaki )
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipovolemia berhubungan dengan pengeluaran cairan (perdarahan,
muntah)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan curah jantung
3. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan iskemia perifer
4. Nyeri berhubungan dengan adanya perdarahan jaringan
C. Intervensi

No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan

25 | P a g e
1. Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia
berhubungan dengan intervensi keperawatan (1.03116) :
pengeluaran cairan selama 1x24 jam, maka Observasi
(perdarahan, muntah) status cairan meningkat
- Periksa tanda dan gejala
dengan kriteria hasil:
hipovolemia (mis : frekuensi
 Status cairan meningkat
nadi meningkat, nadi teraba
 Integritas kulit dan
lemah, tekanan darah
jaringan membaik
menurun, tekanan nadi
 Keseimbangan asam
menyempit, turgor kulit
basa meningkat
menurun, membran mukosa
 Keseimbangan cairan kering, volume urin
meningkat menurun, hematokrit
 Keseimbangan elektrolit meningkat, haus, lemah)
meningkat - Monitor intake dan output
 Penyembuhan luka cairan
meningkat Terapeutik
 Perfusi perifer membaik - Hitung kebutuhan cairan
 Status nutrisi meningkat - Berikan posisi modified
 Termoregulasi membaik trendelenburg
- Berikan asupan cairan oral
Tingkat perdarahan
Edukasi
menurun
- Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan
IV isotonis (mis : NaCl, RL)

26 | P a g e
Kolaborasi pemberian cairan
hipotonis (mis : glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
2. Pola napas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
efektif berhubungan intervensi keperawatan (1.01011) :
dengan penurunan selama 1x24 jam, maka Observasi
curah jantung pola napas membaik - Monitor pola napas (mis :
dengan kriteria hasil: frekuensi, kedalaman, usaha
 Pola napas membaik napas)
 Berat badan meningkat - Monitor bunyi napas

 Keseimbangan asam tambahan (mis : gurgling,

basa membaik mengi, wheezing, ronkhi

 Konsevasi energi kering)

membaik - Monitor sputum (jumlah,

 Status neurologis warna, aroma)

membaik Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan
 Tingkat ansietas
napas dengan head tilt and
menurun
chin lift (jaw thrust jika
 Tingkat keletihan
curiga trauma servikal)
menurun
- Posisikan semi fowler atau
 Tingkat nyeri menurun
fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakheal

27 | P a g e
- Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
3. Perfusi jaringan tidak Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi (I.02079)
efektif berhubungan intervensi keperawatan Observasi
dengan iskemia selama 1x24 jam, maka - Periksa sirkulasi perifer(mis.
perifer pola napas membaik Nadi perifer, edema, pengisian
dengan kriteria hasil: kalpiler, warna, suhu, angkle
 Perfusi perifer brachial index)
membaik - Identifikasi faktor resiko
 Fungsi sensori gangguan sirkulasi (mis.
membaik Diabetes, perokok, orang tua,
 Mobilitas fisik hipertensi dan kadar kolesterol
membaik tinggi)

 Penyembuhan luka - Monitor panas, kemerahan,


membaik nyeri, atau bengkak pada

 Status sirkulasi ekstremitas


normal Terapeutik

 Tingkat cidera - Hindari pemasangan infus atau


menurun pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
 Tingkat perdarahan

28 | P a g e
menurun - Hindari pengukuran tekanan
- darah pada ekstremitas pada
keterbatasan perfusi
- Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet pada area
yang cidera
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan perawatan kaki dan
kuku
- Lakukan hidrasi
Edukasi
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit terbakar
- Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
- Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan darah secara
teratur
- Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat beta
- Ajurkan melahkukan
perawatan kulit yang tepat(mis.
Melembabkan kulit kering pada
kaki)

29 | P a g e
- Anjurkan program rehabilitasi
vaskuler
- Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi( mis.
Rendah lemak jenuh, minyak
ikan, omega3)
- Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus
dilaporkan( mis. Rasa sakit yang
tidak hilang saat istirahat, luka
tidak sembuh, hilangnya rasa)
4. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Nyeri 1.08238
dengan adanya intervensi keperawatan Observasi
perdarahan jaringan selama 1x24 jam, maka -Identifikasi lokasi, karakteristik,
pola napas membaik durasi, frekuensi, kualitas,
dengan kriteria hasil: intesitas nyeri
 Tingkat nyeri - Identifikasi skala nyeri
menurun - identifikasi respon nyeri non
 Control gejala verbal
membaik - Identifikasi factor yang
 Mobilitas fisik memperberat dan memperingan
membaik nyeri

 Status kenyamanan - Identifikasi pengetahuan dan


membaik keyakinan tentang nyeri

 Pola tidur membaik - Identifikasi pengaruh budaya


 Tingkat agitasi terhadap respon nyeri
membaik - Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas nyeri
 Tingkat asietas
- Monitor keberhasilan terapi

30 | P a g e
membaik komplementer yang sudah
 Tingkat depresi diberikan
membaik - Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkunagn yang
memperberat rasa nyeri
- Fasilitas istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strtaegi meredaan
nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab ,
periode,dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyer
- Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan mengguanakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

31 | P a g e
Pemberian analgetik

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan
yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diperlukan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup
melakukan membantu dan mengarahkan kerja aktivitas kehidupan sehari-
hari. Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan suatu pengkajian
ulang rencana keperawatan, sedangkan tujuan dari evaluasi adalah
menentukan kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang ditentukan
dan. menilai efektifitas rencana keperawatan atau asuhan keperawatan. Jadi
secara rinci catatan perkembangan berisi uraian yang berbentuk SOAP
(Subyektif, Obyektif, Assesment, Planning) dari catatan perkembangan
dapat mengetahui beberapa hal antara lain apakah tujuan sudah tercapai dan
perlu adanya perubahan modifikasi dalam perencanaan dan tindakan.
(DepKes RI, 1995 : 27-28). Evaluasi terdiri dari :
1. Masalah teratasi,
2. Masalah sebagaian teratasi,
3. Masalah tidak teratasi,
4. Muncul masalah baru.

BAB IV

PENUTUP

32 | P a g e
A. Kesimpula
Koagulasi Intravascular Diseminata (KID) atau Disseminated intravascular
coagulation (DIC) adalah sindrom yang ditandai oleh adanya aktivasi sistemik yang
berlebihan dari pembekuan darah, yang menghasilkan trombin intravaskular dan
fibrin,yang dapat menyebabkan trombosis pembuluh darah dari yang berukuran
kecil sampai berukuran sedang dan akhirnya akan terjadi gangguan organ dan
perdarahan. (Wada Hideo., Matsumoto Takeshi., Yamashita Yoshiki, 2014).
B. Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan KID dengan tepat sehingga dapat
mencegah terjadinya kegawatdaruratan dan komplikasi yang tidak diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

33 | P a g e
Kumar R, Gupta1 V, Disseminated Intravascular Coagulation: Current Concepts, on Indian
Journal of Pediatrics Volume 75.2008
Labelle Carrie Ann, Kitchens Craig S.Disseminated intravascular coagulation:Treat the
cause, not the lab values, on Cleaveland Clinic Journal of Medicine Volume 72 Number
5.2005.
Levi M, Cate H. Disseminated Intravascular Coagulation : Current concept. N Engl J
Med. 1999;341:586-91.
Levi, M.,(2005). Disseminated intravascular coagulation: What’s new? Cri care slin
2005:21(3):449-467.
Norman K. (2004) Alternatif pengobatan untuk koagulasi intravascular diseminata.
Jakarta.
PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawtan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawtan Indonesia. Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

34 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai