DENGAN HEPATITIS
Dosen Pengampu :
Yanti Anggraini Aritonang, S.Kep., Ners., M.Kep
Ns. Hasian Leniwita, M.Kep
Disusun Oleh :
Ronauli Valentina Sihombing (2163030014)
Ezra Silalahi (2163030016)
Magdalena Sri Febiolita Tambunan (2163030030)
Tim Penyusun
BAB I
LATAR BELAKANG
Hepatitis merupakan penyakit yang banyak ditemukan di dunia dan dianggap sebagai
persoalan manusia yang harus diselesaikan. Hal ini karena selesai prevalensinya tinggi, virus
hepatitis dapat menimbulkan problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirroshis hepatitis dan
karsinoma hepatoseluler primer. Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis akan menjadi kronik
20% penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami cirroshis
hepatitis dan hepatoseluler (hepatoma). Kemungkinan akan mejadi kronik yang lebih tinggi bila
infeksi terjadi pada usia balita dimana respon imun belum berkembang secara sempurna
(Helilintar,R,et al, 2017). Hepatitis merupakan penyakit yang berbahaya dan mudah menular yang
menjadi masalah kesehatan besar di masyarakat, karena penularannya yang telative mudah baik
secara horizontal maupun vertikal, seseorang yang menderita penyakit ini lebih banyak tidak
menunjukkan gejala yang khas, sehingga penderita akan mengalami keterlambatan diagnosis.
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi
virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia (Harahap, R. A, 2017).
Menurut World Health Organization (WHO) virus hepatitis menyebabkan banyak korban
jiwa, masyarakat dan sistem kesehatan bertanggung jawab atas 2 sekitar 1,4 juta kematian per tahun
akibat infeksi akut dan penyakit hati seperti Hepatitis dan hal ini sebanding dengan angka kematian
akibat HIV dan TBC. Sekitar dua miliar penduduk dunia pernah terinfeksi virus Hepatitis dan 360
juta orang di antaranya terinfeksi kronis yang akan berpotensi menjadi sirosis dan karsinoma
hepatoselular dengan angka kematian sebesar 250.000 per tahun. Hasil pemeriksaan biomedis
menunjukkan prevalensi Hepatitis sebesar 9,7% pada pria dan 9,3% pada wanita, dengan angka
tertinggi pada kelompok usia 45-49 tahun sebesar 11,9% (WHO,2018). Di Indonesia, berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar tahun 2017, menunjukkan bahwa prevalensi HBV adalah 21,8% atau setara
18 juta jiwa, hal ini sejalan dengan adanya peningkatan prevalensi hepatitis di semua kelompok usia,
yakni dari 0,6% (2007) menjadi 1,2% (2017). Dari prevalensi tersebut, 50% diantaranya memiliki
penyakit hati yang berpotensi kronis dan 10% berpotensi menuju fibrosis hati yang dapat
menyebabkan kanker hati (Riskesdas, 2018).
BAB II
KONSEP TEORI MEDIS
Definisi
Hepatitis adalah peradangan yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh infeksi atau oleh toksin
termasuk alcohol (Elizabeth J.Corwin.200:573). Hepatitis juga dapat diartikan sebagai Peradangan
Pada Organ Hati Yang Disebabkan Infeksi Bakteri, Virus, Proses Autoimun, Obat-Obatan,
Perlemakan, Alkohol Dan Zat Berbahaya Lainnya. Hepatitis adalah kelainan hati berupa peradangan
(sel) hati. Peradangan ini ditandai dengan meningakatan kadar enzim hati. Peningkatan ini
disebabkan adanya gangguan atau kerusakan membran hati. Menurut Reeves hepatitis adalah
peradangan luas pada jaringan hati yang menyebabkan nekrosis dan degenerasi sel. Ada dua faktor
penyebabnya yaitu faktor infeksi dan faktor non infeksi. Faktor penyebab infeksi antara lain virus
hepatitis dan bakteri, sedangkan faktor penyebab non infeksius antara lain obat-obatan,bahan kimia
dan racun.
Etiologi
1. Penyebab hepatitis menurut Wening Sari(2008 )meliputi: Obat-obatan,bahan kimia,dan
racun,Menyebabkan toksik untuk hati,sehingga sering disebut hepatitis toksik dan hepatitis akut.
2. Reaksi tranfusi darah yang tidak terlindungi virus hepatitis.
3. Infeksi virus.Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus yang bercangkang ganda yang memiliki
ukuran 42 mn.Ditularkan melaluli darah atau produk darah,saliva,semen,sekresi vagina.Ibu hamil
yang terinfeksi oleh hepatitis B bisa menularkan virus kepada bayi selama proses persalianan,masa
inkubasi 40-180 hari dengan rata-rata 75 hari,faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerjaan
laboratorium,dokter gigi,perawat dan terapis respiratorik,staf dan pasien dalam unit
hemodialisis,para pemakai obat yang menggunakan jarum suntik bersama-sama atau diantara mitra
seksual baik heteroseksual maupun pria homoseksual.
Patofisiologi
Kerusakan hati yang terjadi biasanya serupa pada semua tipe hepatitis virus. Cedera dan nekrosis sel
hati ditemukan dengan berbagai derajat. Ketika memasuki tubuh, virushepatitis menyebabkan cedera
dan kematian hepatosit yang bisa dengan caramembunuh langsung sel hati atau dengan cara
mengaktifkan reaksi imun serta inflamasi. Reaksi imun dan inflamasi ini selanjutnya akan
mencederai atau menghancurkan hepatosit dengan menimbulkan lisis pada sel sel yang terinfeksi
atauyang berada disekitarnya. Kemudian serangan antibody langsung pada antigen virus
menyebabkan destruksi lebih lanjut sel sel hati yang terinfeksi. Edema danpembengkakan
interstisium menimbulkan kolaps kapiler serta penurunan aliran darah,hipoksisa jaringan, dan
pembentukan parut serta fibrosis (Kowalak, 2011). Diawali dengan masuk nya virus kedalam
saluran pencernaan, kemudian masuk kealiran darah menuju hati (vena porta), lalu menginvasi ke
sel parenkim hati. Di sel parenkim hati virus mengalami replikasi yang menyebabkan sel parenkim
hati menjadi rusak. Setelah itu virus akan keluar dan menginvasi sel parenkim yang lain atau masuk
ke dalam ductus biliaris yang akan dieksresikan bersama feses. Sel parenkim yang telahrusak akan
merangsang reaksi inflamasi yang ditandai dengan adanya agregasi makrofag, pembesaran sel
kupfer yang akan menekan ductus biliaris sehinnga aliran bilirubin direk terhambat, kemudian
terjadi penurunan eksresi bilirubin ke usus.
Keadaan ini menimbulkan ketidakseimbangan antara uptake dan ekskresi bilirubin darisel hati
sehingga bilirubin yang telah mengalami proses konjugasi (direk) akan terus menumpuk dalam sel
hati yang akan menyebabkan reflux (aliran kembali keatas) ke pembuluh darah sehingga akan
bermanifestasi kuning pada jaringan kulit terutama pada sclera kadang disertai rasa gatal dan air
kencing seperti teh pekat akibat partikel bilirubin direk berukuran kecil sehingga dapat masuk ke
ginjal dan di eksresikan melalui urin. Akibat bilirubin direk yang kurang dalam usus mengakibatkan
gangguan dalam produksi asam empedu (produksi sedikit) sehingga proses pencernaan lemak
terganggu (lemak bertahan dalam lambung dengan waktu yang cukup lama) yang menyebabkan
regangan pada lambung sehingga merangsang saraf simpatis dan saraf parasimpatis mengakibatkan
teraktifasinya pusat muntah yang berada di medulaoblongata yang menyebabkan timbulnya gejala
mual, muntah dan menurunnya nafsu makan
Pathway
hepatomegali
kerusakan sel parenkim, sel hati dan duktuli empedu intrahepatik
obstruksi
nyeri akut anoreksia
retensi bilirubin
Manifestasi klinis
Manifestasi klinik hepatitis menurut FKUI (2006) terdiri dari 3 tahapan meliputi:
1 Fase pre Ikterik Keluhan umumnya tidak khas.Keluhan yang disebabkan ifesksi virus beralngsung
sekitar 2-7 hari.Nafsu makan menurun (pertama kali timbul),nausea,vomitus,perut kanan atas (ulu
hati) dirasakan sakit.Seluruh badan pegal-pegal terutama di pinggang,bahu dan malaise,lekas capek
terutama sore hari,suhu badan meningkat sekitar 39%C berlangsung selama 2-5 hari, pusing,nyeri
persendian.Keluhan gatal-gatal mencolok pada hepatitis viris B.
2 Fase Ikterik Urine berwarana seperti teh pekat,tinja berwarna pucat,penurunan suhu badan disertai
dengan bradikard.Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat pada minggu 1,kemudian
menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari.Kadang-kadang disertai gatal-gatal pas seluruh
badan,rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu.
3 Fase penyembuhan Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus,rasa mual,rasa sakit di ulu
hati,disusul bertambahanya nafsu makan,rata-ratsa 14-15 hari setelah timbulnya nafsu makan
ikterik.Warna urine tampak normal,penderita mulai merasa segar kembali namun lemas dan lekas
capai.
Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi
toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia.Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul
dan unit ini unik inflamasi pada hepar,pola normal pada hepar terganggu.Gangguan dan kerusakan
sel-sel hepar dan menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.Setelah lewat masanya,sel-sel
heoar yang menjadi rusak dibuang dari 12 tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel
hepar baru yang sehat.Oleh karenanya,sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh
dengan fungsi hepar normal (Baraderu,2008). Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim
hati.Walapun jumlah billirubin yang belum mengalami konjungasi masuk kedalam hati tetap
normal,tetapi karena adanya kerusakaan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik,maka terjadi
kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hatiselain itu juga terjadi kesulitan dalam hal
konjugas.Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus,karena terjadi
retensi (akibat kerusakan sel ekresi) dan regurgitasi pada duktuli,empedu belum mengalami
konjungsi (bilirubin direk).Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran
dalam pengangkutan,konjugasi ekskresi bilirubin (Smeltezer & Bare,2002). Virus atau bakteri yang
menginfeksi manusia masuk ke aliran darah dan terbawah sampai ke hati.Disini agen infeksi
menetap dan mengakibatkan perdangan dan terjadi kerusakan srl-sel hati (hal ini dapat dilihat pada
pemeriksaan SGOT dan SGPT).Akibat kerusakan ini maka terjadi penurunan penyerapan dan
konjugasi bilirubin sehingga terjadi difungsi hepatosit dan mengakibatkan ikterik .Peradangan ini
akan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehingga timbul gejala tidak nafsu makan
(anoreksia).Salah satu fungsi hati adalah sebagai penetralisir toksin,jika toksik yangb masuk
berlebihan atau tubuh memounyai respon hipersensivitas,maka hal ini merusak hati sendiri dengan
berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai panetral racun (Syaifuddin,2006)
Klasifikasi
Adapun 6 jenis hepatitis viral yaitu
1. Hepatitis A
Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada
orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut,
mata kuning dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu.
Orang yang terinfeksi hepatitis A akan kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan
hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak berlanjut ke hepatitis kronik.
Masa inkubasi 30 hari. Penularan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi
feces pasien, misalnya makan buah-buahan, sayur yang tidak dimasak atau makan
kerang yang setengah matang. Minum dengaN es batu yang prosesnya terkontaminasi.
Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A, memberikan kekebalan selama 4 minggu setelah
suntikan pertama, untuk kekebalan yang panjang diperlukan suntikan vaksin beberapa
kali. Pecandu narkotika dan hubungan seks anal, termasuk homoseks merupakan risiko
tinggi tertular hepatitis A.
2. Hepatitis B
Gejala mirip hepatitis A, mirip flu, yaitu hilangnya nafsu makan, mual, muntah, rasa
lelah, mata kuning dan muntah serta demam. Penularan dapat melalui jarum suntik atau
pisau yang terkontaminasi, transfusi darah dan gigitan manusia. Pengobatan dengan
interferon alfa-2b dan lamivudine, serta imunoglobulin yang mengandung antibodi
terhadap hepatitis-B yang diberikan 14 hari setelah paparan.
Vaksin hepatitis B yang aman dan efektif sudah tersedia sejak beberapa tahun yang lalu.
Yang merupakan risiko tertular hepatitis B adalah pecandu narkotika, orang yang
mempunyai banyak pasangan seksual. Mengenai hepatitis C akan kita bahas pada
kesempatan lain.
3. Hepatitis C
Hepatitis C mencakup sekitar 20% dari semua kasus hepatitis viral dan paling sering
ditularkan melalui yang ditransfusi dari donor asimtomatik, berbagi jarum dengan
pengguna obat intra vena dan cairan tubuh atau didapat dari tato.
4. Hepatitis D
Hepatitis D Virus ( HDV ) atau virus delta adalah virus yang unik, yang tidak lengkap
dan untuk replikasi memerlukan keberadaan virus hepatitis B. Penularan melalui
hubungan seksual, jarum suntik dan transfusi darah. Gejala penyakit hepatitis D
bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau amat progresif.
5. Hepatitis E
Gejala mirip hepatitis A, demam pegel linu, lelah, hilang nafsu makan dan sakit perut.
Penyakit yang akan sembuh sendiri ( self-limited ), keculai bila terjadi pada kehamilan,
khususnya trimester ketiga, dapat mematikan. Penularan melalui air yang terkontaminasi
feces.
6. Hepatitis F
Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar belum sepakat hepatitis F
merupakan penyakit hepatitis yang terpisah.
7. Hepatitis G
Gejala serupa hepatitis C, seringkali infeksi bersamaan dengan hepatitis B atau C. Tidak
menyebabkan hepatitis fulminan ataupun hepatitis kronik. Penularan melalui transfusi darah
jarum. Hepatitis B , dapat terjadi tanpa gejala. Namun dapat juga terjadi artalgia dan ruam
pada kulit.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
1) Pemeriksaan pigmen.
(1) Urobilirubin direk.
(2) Bilirubin serum total
(3) Bilirubin urine
(4) Urobilinogen urine
(5) Urobilinogen feses
2) Pemeriksaan protein
(1) Protein total serum
(2) Albumin serum
(3) Globulin serum
3) HbsAG
4) Waktu protombin 15 Respon waktu protombin terhadap vitamin K.
5) Pemeriksaan serum transferase dan transaminase
(1) AST dan SGOT.
(2) ALT dan SGPT.
(3) LDH.
6) Amonia serum.
2 Radiologi
1) Foto rontgen abdomen.
2) Pemindahan hati dengan preparat technetium,emas atau rose,begal yang
berlabelradiokatif.
3) Kolestogram dan kalangiogram.
4) Arteografi pembuluh darah seliaka.
3 Pemeriksaan tambahan
1) Laporaskopi
2) Biopsi hati : menunjukan diagnosis dan luasnya nekrosis
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Hepatitis A
Perawatan Suportif
Pada periode akut dan dalam keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Aktivitas fisik yang
berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari.
Manajemen khusus untuk hati dapat dapat diberikan sistem dukungan untuk mempertahankan
fungsi fisiologi seperti hemodialisis, transfusi tukar, extracorporeal liver perfusion, dan charcoal
hemoperfusion.
Rawat jalan pasien, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan menyebabkan
dehidrasi sebaiknya diinfus. Perawatan yang dapat dilakukan di rumah, yaitu :
- Tetap tenang, kurangi aktivitas dan banyak istirahat di rumah
- Hindari minum obat yang dapat melukai hati seperti asetaminofen dan obat
yang mengandung asetaminofen
- Hindari minum minuman beralkohol
Perawatan Dietetik
Makanan tinggi protein dan karbohidrat, rendah lemak untuk pasien yang dengan
anoreksia dan nausea.
a. Selama fase akut diberikan asupan kalori dan cairan yang adekuat. Bila
diperlukan dilakukan pemberian cairan dan elektrolit intravena.
b. Menghindari obat-obatan yang di metabolisme di hati, konsumsi alkohol, makan-
makanan yang dapat menimbulkan gangguan pencernaan, seperti makanan yang
berlemak
Medikamentosa
Penatalaksanaan Hepatitis B
Apabila seseorang mengalami infeksi HBV, tidak selalu perlu diterapi akan tetapi cukup dilakukan
saja pemantauan untuk menilai apakah perlu dilakukan intervensi dengan antiviral sewaktu.
Pemantauan dilakukan apabila pada pasien didapatkan keadaan :
Hepatitis B kronik dengan HBeAg +, HBV DNA > 10 5 copies/mL, dan ALT
normal. Pada pasien ini dilakukan tes SGPT setiap 3-6 bulan. Jika kadar SGPT naik
> 1-2 kali Batas Atas Nilai Normal (BANN), maka ALT diperiksa setiap 1-3 bulan.
Jika dalam tindak lanjut SGPT naik menjadi > 2 kali BANN selama 3-6 bulan
disertai HBeAg (+) dan HBV DNA > 10 5 copies/mL, dapat dipertimbangkan untuk
biopsy hati sebagai pertimbangan untuk memberikan terapi antiviral
Pada infeksi HBsAg inaktif (HBeAg, dan HBV DNA) dilakukan pemeriksaan ALT
setiap 6-12 bulan. Jika ALT naik menadji > 1-2 kali BANN, periksa serum HBV
DNA dan bila dapat dipastikan bukan disebabkan oleh hal yang lain maka dapat
dipertimbangkan terapi antiviral.
Terapi
Interferon α (IFN- α)
Pada pasien HBeAg + dengan SGPT yang lebih besart 3x dari BANN, respons angka keberhasilan
terapi interferon adalah sekitar 30-40% dibandingkan 10-20% pada kontrol. Pemberian interferon
4,5 mu atau 5 mu seminggu 3x selama 4-6 bulan dapat efektif. Apabila pengobatan diberikan
selama 12 bulan makan angka serokonversi HBeAg akan lebih meningkat. Pemberian monoterapi
dengan pegylated IFN- α-2a menghasilkan angka keberhasilan serokonversi HBeAg lebih tinggi
dibanding IFN- α2a konvensional.
Pada pasien dengan kadar SGPT pra-terapi yang lebih rendah (1,3-3x ULM) angka serokonversi
HBeAg lebih rendah tetapi dapat diperbaiki dengan pemberian kortikosteroid sebelum terapi
interferon. Namun demikian efek samping yang hebat pernah dilaporkan akibat penggunaan cara
ini. Bila serokonversi HBeAg ke anti HBe tercapai, maka akan menetap pada lebih dari 80% kasus.
Pasien hepatitis B kronik aktif dengan HBeAg negatif, anti HBe positif, HBV DNA positif juga
memberikan respons selama terapi interferon, tetapi biasanya terjadi relaps pada akhir terapi.
Pengobatan ulangan dengan IFN- α menunjukkan angka keberhasilan respons 20-40% baik pada
HBeAg positif maupun negative. Pada penelitian jangka panjang ditemukan bahwa serokonversi
HBeAg, baik yang diinduksi oleh terapi interferon atau secara spontan, bermanfaat untuk
kelangsungan hidup, kejadian gagal hati dan mencegah HCC. Pengobatan interferon biasanya
berhubungan dengan efek samping seperti flulike symptoms, neutropenia, trombositopenia, yang
biasanya masih dapat ditoleransi, namun kadang-kadang perlu dilakukan modifikasi dosis. Terapi
interferon yang menginduksi hepatitis flare dapat menyebabkan dekompensasi pada pasieen
dengan sirosis dan dapat berbahaya bagi pasien dengan dekompensasi hati. Lama terapi interferon
standar adalah 4-6 bulan sedangkan pegilated interferon adalah 12 bulan.
Lamivudine
Lamivudine efektif untuk supresi HBV DNA, normalisasi SGPT dan perbaikan secara histologist
baik pada HBeAg positif dan HBeAg negatif/HBV DNA positif. Pada pasien dengan HBeAg (+)
yang diterapi selama satu tahun dengan lamivudine (100 mg per hari) menghasilkan serokonversi
HBeAg dengan perbandingan kadar SGPT sebelum terapi : 64% (vs. 14% sebelum terapi) pada
pasien dengan SGPT dengan 5x BANN, 26% (vs. 5% sebelum terapi) pada pasein dengan SGPT 2-
5x BANN, dan hanya 5% (vs. 2% sebelum terapi) pada pasien dengan SGPT <2X BANN.
Terapi antivirus jangka panjang meningkatkan proporsi menghilangnya HBV DNA dan
serokonversi HBeAg. Pada pasien dengan SGPT sebelum terapi 2x BANN, angka keberhasilan
serokonversi HBeAg adalah 65% setelah 3 tahun, dan
77% setelah 5 tahun. Pada saat serokonversi HBeAg ke anti-HBe tercapai, hal tersebut bertahan
pada 30-80% kasus akan tetapi dapat lebih rendah jika pengobatan post-serokonversi berlangsung
kurang dari 4 bulan.
Pegylated interferon α-2a
Pegylated interferon α-2a adalah interferon α2a yang dipegilasi. Berbeda dengan interferon alfa
pegilasi generasi terdahulu (pegylated interferon α-2a), kemajuan penting dalam teknologi pegilasi
telah berhasil mengembangkan pegylated interferon α-2a dengan molekul polyethylene glycol
(PEG) generasi baru yang bercabang, berberat molekul lebih besar (40KD) serta ikatan antara
protein dan PEG yang kuat dan stabil (ikatan Amida). Implikasinya adalah:
Interferon alfa berada dalam sirkulasi darah lebih lama
Konsentrasi obat dalam plasma tetap bertahan sepanjang interval dosis (satu minggu penuh)
Besarnya variasi dalam serum sangat kecil sehingga menghasilkan profil tolerabilitas yang lebih
baik dibandingkan interferon α konvensional.
Penatalaksanaan Hepatitis C
Pengobatan Hepatitis C sedini mungkin sangatlah penting. Meskipun tubuh telah melakukan
perlawanan terhadap infeksi, tetapi hanya 20% yang berhasil, pengobatan tetap diperlukan untuk
mencegah Hepatitis C kronis dan membantu mengurangi kemungkinan hati menjadi rusak.
Senyawa-senyawa yang digunakan dalam pengobatan Hepatitis C adalah:
1. Interferon alfa
Adalah suatu protein yang dibuat secara alami oleh tubuh manusia untuk meningkatkan sistem daya
tahan tubuh/imunitas dan mengatur fungsi sel lainnya. Obat yang direkomendasikan untuk penyakit
Hepatitis C kronis adalah dari inteferon alfa bisa dalam bentuk alami ataupun sintetisnya.
Dibuat dengan menggabungkan molekul yang larut air yang disebut "polyethylene glycol (PEG)"
dengan molekul interferon alfa. Modifikasi interferon alfa ini lebih lama ada dalam tubuh, dan
penelitian menunjukkan lebih efektif dalam membuat
respon bertahan terhadap virus dari pasien Hepatitis C kronis dibandingkan interferon alfa biasa.
Ada dua macam pegylated interferon alfa yang tersedia:
Peginterferon alfa-2a
Peginterferon alfa-2b
Meskipun kedua senyawa ini efektif dalam pengobatan Hepatitis C kronis, ada perbedaan dalam
ukurannya, tipe pegylasi, waktu paruh, rute pembersihan dari tubuh dan dosis dari kedua pegylated
interferon. Karena metode pegylasi dan tipe molekul PEG yang digunakan dalam proses dapat
mempengaruhi kerja obat dan pembersihannya dalam tubuh. Perbedaan besar antar dua pegylated
interferon adalah dosisnya. Dosis dari pegylated interferon alfa-2a adalah sama untuk semua
pasien, tidak mempertimbangkan berat dan ukuran pasien. Sedangkan dosis pegylated interferon
alfa-2b disesuaikan dengan berat tubuh pasien secara individu.
Ribavirin
Adalah obat anti virus yang digunakan bersama interferon alfa untuk pengobatan Hepatitis C
kronis. Ribavirin kalau dipakai tunggal tidak efektif melawan virus Hepatitis C, tetapi dengan
kombinasi interferon alfa, lebih efektif daripada inteferon alfa sendiri. Efek samping penggunaan
interferon adalah demam dan gejala-gejala menyerupai flu (nyeri otot, malaise, tidak napsu makan
dan sejenisnya), depresi dan gangguan emosi, kerontokan rambut lebih dari normal, depresi
sumsum tulang, hiperuresemia, kadang-kadang timbul tiroiditis. Ribavirin dapat menyebabkan
penurunan Hb. Untuk mengatasi efek samping tersebut, pemantauan pasien mutlak perlu
dilakukan.
Pengobatan pada hepatitis C
Akut, keberhasilan terapi dengan interferon lebih baik dari pada pasien Hepatitis C kronik
hingga mencapai 100%. Interferon dapat digunakan secara monoterepi tanpa ribavirin dan
lama terapi hanya 3 bulan. Namun sulit untuk menentukan menentukan infeksi akut VHC
karena tidak adanya gejala akibat virus ini sehingga umumnya tidak diketahui waktu yang
pasti adanya infeksi
Kronik adalah dengan menggunakan interferon alfa dan ribavirin. Umumnya
disepakati bila genotif I dan IV, maka terapi diberikan 48 minggu dan bila genotip II
dan III, terapi cukup diberikan 24 minggu.
Penatalaksanaan Hepatitis D
Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan
menyebabkan dehidrasi.
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
Tidak ada rekomendasi diet khusus
Makan pagi dengan porsi yang cukup besar merupakan makanan yang
paling baik ditoleransi
Menghindari konsumsi alcohol selama fase akut
Aktivitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari
Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise.
Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis D. Kortikosteroid tidak
bermanfaat.
Obat-obat tidak perlu harus dihentikan.
Pencegahan terhadap HVD hanya efektif terhadap mereka yang masih mungkin dicegah dari
infeksi HVB, artinya yang dapat dicegah hanya koinfeksi HVD dan HVB, sedangkan untuk
mencegah superinfeksi hingga saat ini belum ditemukan cara yang efektif. Saat ini masih
dilakukan penelitian terhadap vaksinasi dengan HDAg-S.
Penatalaksanaan Hepatitis E
Kemunculan IgG anti HEV pada kontak dengan pasien hepatitis E dapat bersifat proteksi,
akan tetapi efektifitas dari immunoglobulin yang mengandung anti HEV masih belum jelas.
Pengembangan immunoglobulin titer tinggi sedang dilakukan. Vaksin HEV sedang dalam
penelitian klinis pada daerah endemic
Komplikasi
1. Enselfalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh akumulasi
amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati hepatik.
2. Kerusakan jaringan parenkim hati yang meluas aka menyebabkan sirosis hepatitis,penyakit
ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik.
3. Kompilkasi yang sering adalah serosis, pada serosis kerusakan sel akan diganti oleh
jaringan parut (sikatrik) semakin parah kerusakan,semakin besar jaringan parut yang
terbentuk dan semakin berkurang jumlah sel hati yang sehat.
4.Edema serebral, gagal ginjal, gangguan elektrolit, gangguan pernafasan, hipoglikemi,
hipotensi dan sepsis
5.Sindroma Guilain Baire
6.Hepatitis kronik persisten
7.Hepatitis agresif
8.Perkembangan karsinoma hepato seluler
Pencegahan
Hepatitis A
Cara terbaik untuk mencegah virus adalah dengan melakukan vaksin. Vaksin dapat dilakukan
sejak usia balita hingga dewasa. Selain melakukan vaksin, beberapa cara ini dapat Anda
terapkan untuk mencegah datangnya virus hepatitis A ke dalam tubuh Anda. Cara tersebut
antara lain adalah:
Hepatitis B
Penyebaran virus hepatitis B umumnya melalui darah, air mani, atau cairan tubuh lain dari
seseorang yang terinfeksi. Media yang umum diketahui sebagai penyebab penyebaran adalah
melalui jarum suntik dan hubungan seksual. Sama seperti hepatitis A, vaksin adalah cara
terbaik yang dapat Anda lakukan untuk mencegah datangnya virus hepatitis B. Vaksin dapat
mulai diberikan sejak anak-anak, dan berlanjut hingga usia dewasa. Selain vaksin, ada
beberapa cara lain yang dapat Anda praktekkan guna melindungi diri dari resiko terkena virus
hepatitis B. Berikut diantaranya:
Jika Anda merasa telah terinfeksi hepatitis B dan Anda tidak pernah mendapatkan vaksinasi,
segera beritahu dokter Anda. Agar dapat mendapatkan pertolongan pertama sebelum virus
menyebar. Hepatitis B tidak akan tersebar melalui kegiatan ciuman, pelukan, atau
penggunaan alat makan yang sama. Walau begitu, Anda tetap harus waspada dan
memperhatikan kebersihan lingkungan Anda.
Mencegah Hepatitis C
Hepatitis C tidak memiliki vaksin khusus. Sebagai bentuk perlindungan diri, Anda dapat
melakukan cara-cara di bawah ini, agar Anda dapat terhindar dari resiko hepatitis C:
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1 Pengumpulan Data
1) Identitas Klien
(1) Pada penyakit hepatitis biasanya sering di temukan pada lakilaki usia produktif 40-50
tahun. Perempuan dewasa relative lebih rendah potensi terkena hepatitis karena gen di organ
hati tidak merasa perlu berganti menjadi gen maskulin untuk menghadapi kanker. Biasanya
kalau perempuan saat sedang hamil rawan terkena penyakit hepatitis. Pada tenaga medis dan
tenaga PMI lah yang sering terkena penyakit ini (Kemenkes, 2013).
2) Keluhan Utama Klien biasa datang dengan keluhan:Demam,sakit kepala,nyeri pada perut
kanan atas,mual,muntah,ikterik,lemah,letih,lesuh,dan anoreksia.
3) Riwayat kesehatan
(1) Riwayat kesehatan sekarang gejala awal biasanya sakit kepala, lemah anoreksia, mual
muntah, demam, nyeri perut kanan atas.
(2) Riwayat kesehatan masa lalu riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan penyakit yang
pernah diderita sebelumnya. Kecelakaan yang pernah dialami termasuk 19 keracunan,
prosedur operasi dan perawatan rumah sakit serta perkembangan anak dibanding dengan
saudara-saudaranya.
(3) Riwayat kesehatan keluarga berkaitan erat dengan penyakit keturunan dan, riwayat
penyakit menular khususnya berkaitan dengan penyakit pencernaan.
4 Pemeriksan fisik
2) B2(Kardiovaskuler) Inspeksi :tidak ada nyeri dada, sianosis tidak ada. Palpasi : irama
jantung teratur, tekanan darah bisa meningkat atau menurun. Perkusi : pekak Auskultasi :
suara jantung S1 S2 tunggal 20
3) B3(Persyarafan) Inpeksi : kesadaran compomentis, orientasi baik, kejang (-), kaku kuduk),
brudinzky (-), nyeri kepala (-), pusing (-), kelainan nervous cranialis (-).
4) B4(Perkemihan) Inspeksi : urine berwarna gelap atau kuning pekat seperti teh karena
perubahan fungsi hati, menggunakan kateter Palpasi : tidak ada kelainan pada perkemihan
5) B5 (Pencernaan) Inspeksi : anoreksia, berat badan menurun, mual dan muntah, asites,
mukosa bibir kering Palpasi : nyeri tekan pada kuadran kanan,BAB warna tanah liat,tidak ada
kram abdomen dan gatal Perkusi : nyeri ketuk pada kuadran kanan atas Auskultasi : mungkin
terjadi peningkatan perilstatik,penambahan suara pekak pada region kuadran kanan
atas,terjadi distensi abdomen,feses pucat,dan penurunan berat badan
8) B8 Endokrin Inspeksi : gangrene (-), pus (-), bau (-) Palpasi : pembeseran kelenjar tyroid
(-), pembesaran kelenjar parotis tidak ada (Prawirohardjo, 2010).
9) Data psikososial (1) Biologis Pada klien hepatitis perubahan pada tubuhnya, aktivitas
berkurang,dan mudah lelah, maka klien harus memperbanyak istirahatnya dan membatasi
aktifitasnya.
(2) Psikologis Klien akan merasa cemas dengan penyakit yang diderita sekarang, perubahan
gaya hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
(3) Sosiologis Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam masyarakat karena
harus menjalani perwatan yang waktunya tidak akan sebentar dan juga perasaan akan
ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan seperti kebutuhannya sendiri seperti biasanya.
(4) Spiritual Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan
keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang diakibatkan karena rasa
nyeri dan ketidaknyamanan.
(5) Keluarga Masalah yang timbul pada keluarga adalah timbul kecemasan akan keadaan
klien, apakah akan selamat dan dapat hidup. Koping yang tidak efektif bisa ditempuh
keluarga, untuk itu peran disini sangat vital dalam memberikan penjelasan terhadap keluarga .
Masalah-masalah diatas timbul saat klien masuk rumah sakit, sedang masalah juga bisa
timbul saat klien pulang dan tentunya keluarga harus bisa merawat, memenuhi kebutuhan
klien. Hal ini tentunya menambah 23 beban bagi keluarga dan bisa menimbulkan konflik
dalam keluarga (Marthin W, 2010).
Diagnosa Keperawatan
2. Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera biologis pada inflamasi hepar
Intervensi keperawatan
Edukasi :
Edukasi :
Kolaborasi :
19. Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi
Implementasi Keperawatan
Merupakan tindakan yang telah direncanakan dalam rencana keperawatan. Sama seperti
tujuan dan hasil yang ditentukan oleh data, intervensi keperawatan ditentukan oleh tujuan dan
hasil yang diharapkan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi.
Evaluasi Keperawatan
Merupakan tahap penilaian pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam kriteria tindakan pada
kenyataannya evaluasi melihat hasil dan tindakan yang telah dilakukan terhadap
klien.Evaluasi juga dilakukan bukan hanya sekali melainkan beberapa kali sesuai target
waktu yang ditetapkan.
Kesimpulan
Daftar Pustaka