Anda di halaman 1dari 70

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN DHF (DENGUE


HAEMORRHAGIC FEVER)
TAHUN 2022

Disusun Oleh :

1. Loman Andrean Prayoga (2103003)


2. Martha Merlyanti Saputri (2103005)
3. Veridiana Kemba Ndewa (2103006)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES BETHESDA YAKKUM
YOGYAKARTA
2022
KASUS

A. STEP 1
Kata-kata sulit :
1. Uji Turniquet (Vera)
Jawaban : untuk mengecek apakah mengalami DHF atau tidak
(Loman). Untuk menegakkan diagnosa DHF pada seseorang (Vera).

B. STEP 2
Pertanyaan Panjang
1. Mengapa pada pasien DHF cenderung mengalami perdarahan?
(Loman)
2. Apa diagnosa keperawatan yang utama dari kasus? (Veridiana)
3. Apa tindakan keperawatan yang utama dalam menangani kasus DHF?
(Veridiana)
4. Penanganan pertama pada pasien dengan DHF? (Loman)
5. Apakah orang yang hidup di lingkungan bersih juga dapat terkena
penyakit DHF? (Veridiana)
6. Sebagai perawat apa yang harus kita lakukan, agar pasien dengan DHF
tidak mengalami penyakit DHF untuk yang kedua kalinya? (Martha)
7. Apakah ada pengobatan secara non farmakologi untuk pasien dengan
DHF? (Veridiana)
8. Apakah yang membedakan demam DHF dengan demam yang lain?
(Loman)
9. Mengapa pasien dengan DHF harus melakukan uji turniquet? (Martha)
10. Bagaimana cara perawat mencegah terjadinya DHF pada orang yang
belum sama sekali terkena DHF? (Veridiana)

C. STEP 3
Jawaban :
1. Karena trombosit rendah (Martha)
Karena bocornya plasma darah yg disebabkan oleh virus dengue yg
menyerang pembuluh darah (Veridiana)
2. Hipertemi (Loman)
Resiko perdarahan (Martha)
3. Penanganan pertama pada pasien dengan DHF (Loman) : menurunkan
suhu tubuh, memberikan cairan elektrolit (Loman)
Menurunkan suhu tubuh, memberikan cairan elektrolit (Veridiana)
4. Penanganan pertama pada pasien dengan DHF (Loman) : menurunkan
suhu tubuh, memberikan cairan elektrolit (Loman)
Menurunkan suhu tubuh, memberikan cairan elektrolit (Veridiana)
5. Bisa berisiko karena nyamuk DHF hidup di air yang bersih dan
tergenang, lalu nyamuk akan berkembang biak. Pengurasan air dan
penggunaan abate (Veridiana)
6. Edukasi menjaga kebersihan lingkungan 3M, menjaga pola makan dan
olahraga (Loman)
7. Dengan minum air putih, kompres hangat (Loman)
8. Demam DHF demam yg mucul tiba-tiba sekitar 40 oC muncul secara
berkala (Veridiana)
9. Merupakan satu pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh
perawat utk membantu menegakkan diagnosa penyakit DHF
(Veridiana)
10. Edukasi menjaga kebersihan lingkungan 3M, menjaga pola makan dan
olahraga (Loman)
Mapping LO

DHF (DENGUE
HAEMORRHAGIC FEVER)

1. Pengkajian
1. Definisi
2. Diagnosa
2. Epidemiologi
Keperawatan
3. Anatomi
3. Rencana
Fisiologi
Keperawatan
4. Klasifikasi
4. Discharge
5. Etiologi
Planning
6. Patofisiologi
7. Tanda dan
Gejala
8. Pemeriksaan
Diagnostik
9. Penatalaksanaan
Medis
10. Komplikasi
11. Prognosis
12. Pencegahan

Legal Etik SAP & Jurnal tentang


Keperawatan yang DHF (Dengue
berkaitan dengan
Haemorrharge Fever)
kasus
A. Konsep Medis
1. Definisi
Penyakit Dengue maupun penyakit Dengue Haemorrhagic Fever
(DHF) adalah penyakit infeksi yang banyak dan sering berjangkit di
daerah tropis, termasuk penyakit Infeksi Tropis (Trofic Infection)
(Misnadiarly, 2009:6)
Dengue Fever (DF) dan DHF (dengue haemorrhagic fever) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenofati dan ditesis hemoragik. Pada DHF
terjadi perembasan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Sudoyatu, dkk 2009
didalam (Hadi dan Kusuma, 2016:148)).
Dengue Hemmorhagic Fever adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue melalui gigitan nyamuk, penyakit ini telah dengan cepat
menyebar di seluruh wilayah WHO dalam beberapa tahun terakhir.
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk betina terutama dari spesies
Aedes aegypti dan pada tingkat lebih rendah, A. albopictus. Penyakit
ini tersebar luas di seluruh daerah tropis, dengan variasi lokal dalam
risiko dipengaruhi oleh curah hujan, suhu dan urbanisasi yang cepat
tidak direncanakan. (WHO, 2015)
Dengue adalah penyakit nyamuk yang disebabkan oleh salah satu dari
empat virus dengue yang terkait erat dengan (DENV-1, -2, -3, dan -4).
Infeksi dengan salah satu serotipe dari DENV memberikan kekebalan
terhadap serotipe tersebut untuk hidup, tapi tidak memberikan
kekebalan jangka panjang untuk serotipe lainnya. Dengan demikian,
seseorang bisa terinfeksi sebanyak empat kali, sekali dengan masing-
masing serotipe. Virus dengue ditularkan dari orang ke orang oleh
nyamuk Aedes (paling sering Aedes aegypti) (Centers for Disease
Control and Prevention, 2009).
2. Epidemiologi
Timbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui konsep segitiga
epidemiologi, yaitu adanya agent host dan lingkungan.
a. Agent (Virus Dengue)
Agent penyebab penyakit Dengue Hemmorhagic Fever (DHF)
berupa virus atau suatu substansi elemen tertentu yang kurang
kehadirannya atau tidak hadirnya dapat menimbulkan atau
mempengaruhi perjalanan suatu penyakit atau di kenal ada empat
virus Dengue yaitu Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4.
Virus Dengue Ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama
yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh manusia.
Dalam masa tersebut penderita merupakan sumber penularan
penyakit Dengue Hemmorhagic Fever (DHF).
b. Host (Pejamu)
Faktor utama adalah semua faktor yang tedapat pada diri manusia
yang terdapat mempengaruhi timbulnya serta pelayanan suatu
penyakit. Faktor-faktor yang mempengaruhi manusia dalam
penyakit Dengue Hemmorhagic Fever (DHF).
1) Umur Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
kepekaan terhadap infeksi virus Dengue. Semua golongan umur
dapat terserang virus Dengue, meskipun baru berumur beberapa
hari setelah lahir.
2) Jenis kelamin Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan
terhadap serangan Dengue Hemmorhagic Fever (DHF)
dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender).
3) Nutrisi Teori nutrisi mempenharuhi derajat ringan penyakit dan
ada hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi
yang baik yang mempengaruhi peningkatan antibodi yang
cukup biak, maka terjadi infeksi virus Dengue yang berat.
4) Populasi Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah
terjadinya infeksi virus Dengue, karena daerah yang
berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD) tersebut.
5) Mobilitas penduduk
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi
penularan infeksi virus Dengue.
c. Lingkungan (Environment)
Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit Dengue atau
di renal dengan kondisi dan pengaruh-pengaruh luar yang
mempengaruhi kehidupan dan perkembangan sesuatu organisasi.
1) Letak geografis
Penyakit akibat infeksi virus Dengue ditemukan tersebar luas di
berbagai negara terutama di negara tropik dan subtropik yang
terletak antara 30°C Lintang Utara dan 40°C Lintang Selatan
seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dengan tingkat kejadian
sekitar 50-100 juta setiap tahunnya.
2) Musim
Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim
hujan dan erat kaitannya dengan kelembaban pada musim
hujan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas vektor
dalam menggigit karena didukung oleh lingkungan yang baik
untuk masa inkubasi (Hermayudi, 2017).
3) Suhu udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi
metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhunya
turun sampai di bawah 10°C. Pada suhu yang lebih tinggi 35°C,
nyamuk juga akan mengalami perubahan, dalam arti lebih
lambatnya proses- proses fisiologi. Rata-rata ideal untuk
pertumbuhan nyamuk adalah 25°C-27°C. Pertumbuhan nyamuk
akan terhenti sama sekali bila suhu kurang 10°C atau lebih dari
40°C.

3. Anatomi Fisiologi
Berikut adalah anatomi fisiologi menurut (Vyas, et al, 2014) yang
berhubungan degan penyakit DHF yang petama adalah sistem
sirkulasi. Sistem sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan
dan oksigen dari traktus distivus dan dari paru-paru ke sela-sela tubuh.
Selain itu, sistem sirkulasi merupakan sarana untuk membuang sisa-
sisa metabolisme dari selsel ke ginjal, paru-paru dan kulit yang
merupakan tempat ekskresi sisa-sisa metabolisme. Organ-organ sistem
sirkulasi mencakup jantung, pembuluh darah, dan darah.
a. Jantung
Merupakan organ yang berbentuk kerucut, terletak didalam thorax,
diantara paru-paru, agak lebih kearah kiri.

Gambar Anatomi sistem sirkulasi (Vyas, et al, 2014)


b. Pembuluh Darah
Pembuluh darah ada 3 yaitu :
1) Arteri (Pembuluh Nadi)
Arteri meninggalkan jantung pada ventikel kiri dan kanan.
Beberapa pembuluh darah arteri yang penting :
a) Arteri koronaria
Arteri koronaria adalah arteri yang mendarahi dinding
jantung
b) Arteri subklavikula
Arteri subklafikula adalah bawah selangka yang bercabang
kanan kiri leher dan melewati aksila.
c) Arteri Brachialis
Arteri brachialis adalah arteri yang terdapat pada lengan
atas
d) Arteri radialis
Arteri radialis adalah arteri yang teraba pada pangkal ibu
jari
e) Arteri karotis
Arteri karotis adalah arteri yang mendarahi kepala dan
otak
f) Arteri temporalis
Arteri temporalis adalah arteri yang teraba denyutnya di
depan telinga
g) Arteri facialis
Teraba facialis adalah arteri yang denyutan disudut kanan
bawah.
h) Arteri femoralis
Arteri femorais adalah arteri yang berjalan kebawah
menyusuri paha menuju ke belakang lutut
i) Arteri Tibia
Arteri tibia adalah arteri yang terdapat pada kaki
j) Arteri Pulmonalis
Arteri pulmonalis adalah arteri yang menuju ke paru-paru.
2) Kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang teraba
dari cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali
dari bawah mikroskop. Kapiler membentuk anyaman di
seluruh jaringan tubuh, kapiler selanjutnya bertemu satu
dengan yang lain menjadi darah yang lebih besar yang disebut
vena.
3) Vena (pembuluh darah balik)
Vena membawa darah kotor kembali ke jantung. Beberapa
vena yang penting :
a) Vena Cava Superior
Vena balik yang memasuki atrium kanan, membawa darah
kotor dari daerah kepala, thorax, dan ekstremitas atas.
b) Vena Cava Inferior
Inferior Vena yang mengembalikan darah kotor ke jantung
dari semua organ tubuh bagian bawah
c) Vena jugularis
Vena yang mengembalikan darah kotor dari otak ke
jantung
d) Vena pulmonalis
Vena yang mengembalikan darah kotor ke jantung dari
paru-paru.
c. Darah
Beberapa pengertian darah menurut beberapa ahli adalah sebagai
berikut : Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian:
bagian cair yang disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel
darah. Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat didalam
pembuluh darah yang berwarna merah. Darah adalah suatu cairan
kental yang terdiri dari sel-sel dan plasma.
Jadi darah adalah jaringan cair yang terdapat dalam pembuluh
darah yang berwarna merah yang cair disebut plasma dan yang
padat di sebut sel darah yang befungsi sabagai transfer makanan
bagi sel. Volume darah pada tubuh yang sehat / organ dewasa
terdapat darah kira-kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5
liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap orang tidak sama
tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung atau pembuluh
darah. Tekanan viskositas atau kekentalan dari pada darah lebih
kental dari pada air yaitu mempunyai berat jenis 1.041 – 1.067
dengan temperatur 380C dan PH 7.37 – 1.45.
Fungsi darah secara umum terdiri dari :
1) Sebagai Alat Pengangkut
a) Mengambil O2 atau zat pembakaran dari paru-paru untuk
diedarkan keseluruh jaringan tubuh.
b) Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui
paru-paru.
c) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk
diedarkan dan dibagikan ke seluruh jaringan/alat tubuh.
d) Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna
bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
2) Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan
racun yang akan membinasakan tubuh dengan perantara
leukosit, antibody atau zat-zat anti racun.
3) Menyebarkan panas keseluruh tubuh
Adapun proses pembentukan sel darah (hemopoesis) terdapat
tiga tempat, yaitu : sumsum tulang, hepar dan limpa.
a) Sumsum Tulang Susunan tulang yang aktif dalam proses
hemopoesis adalah :
(1) Tulang Vertebrae
Vertebrae merupakan serangkaian tulang kecil yang
tidak teratur bentuknya dan saling berhubungan,
sehingga tulang belakang mampu melaksanakan
fungsinya sebagai pendukung dan penopang tubuh.
Tubuh manusia mempunyai 33 vertebrae, tiap vertebrae
mempunyai korpus (badan ruas tulang belakang)
terbentuk kotak dan terletak di depan dan menyangga.
Bagian yang menjorok dari korpus di belakang disebut
arkus neoralis (Lengkung Neoral) yang dilewati
medulla spinalis, yang membawa serabut dari otak ke
semua bagian tubuh. Pada arkus terdapat bagian yang
menonjol pada vertebrae dan dilekati oleh otot-otot
yang menggerakkan tulang belakang yang dinamakan
prosesus spinosus.
(2) Sternum (tulang dada)
Sternum adalah tulang dada. Tulang dada sebagai
pelekat tulang kosta dan klavikula. Sternum terdiri dari
manubrium sterni, corpus sterni, dan processus
xipoideus.
(3) Costa (Tulang Iga)
Costa terdapat 12 pasang, 7 pasang Costa vertebio
sterno, 3 pasang costa vertebio condralis dan 2 pasang
costa fluktuantes. Costa dibagian posterior tubuh
melekat pada tulang vertebrae dan di bagian anterior
melekat pada tulang sternum, baik secara langsung
maupun tidak langsung, bahkan ada yang sama sekali
tidak melekat.
b) Hepar
Hepar merupakan kelenjar terbesar dari beberapa kelenjar
pada tubuh manusia. Organ ini terletak di bagian kanan atas
abdomen di bawah diafragma, kelenjar ini terdiri dari 2
lobus yaitu lobus dextra dan ductus hepatikus sinestra,
keduanya bertemu membentuk ductus hepatikus comunis.
Ductus hepaticus comunis menyatu dengan ductus sistikus
membentuk ductus coledakus.
c) Limpa
Limpa terletak dibagian kiri atas abdomen, limpa terbentuk
setengah bulan berwarna kemerahan, limpa adalah organ
berkapsula dengan berat normal 100 – 150 gram. Limpa
mempunyai 2 fungsi sebagai organ limfaed dan memfagosit
material tertentu dalam sirkulasi darah. Limpa juga
berfungsi menghancurkan sel darah merah yang rusak.

4. Klasifikasi
Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue menurut (Nurarif &
Hardi, 2015) yaitu :
Tabel Klasifikasi Penyakit Infeksi Virus Dengue

DD/DBD Derajad Derajat Laboratorium


DD Demam disertai Leukopenia Serologi
2 atau lebih Trombositopenia, dengue
tanda : mialgia, tidak ditemukan positif
sakit kepala, bukti ada
nyeri kebocoran plasma
retroorbital,
artralgia
DBD I Gejala diatas Trombositopenia (<100.000/ul)
ditambah uji bukti ada kebocoran plasma
bendung positif
DBD II Gejala diatas
ditambah
perdarahan
spontan
DBD III Gejala diatas
ditambah
kegagalan
sirkulasi (kulit
dingin dan
lembab serta
gelisah)
DBD IV Syok berat
disertai dengan
tekanan darah
dan nadi tidak
teratur

5. Etiologi
Empat virus dengue yang berbeda diketahui menyebabkan demam
berdarah. Demam berdarah terjadi ketika seseorang digigit oleh
nyamuk yang terinfeksi virus. Nyamuk Aedes aegypti adalah spesies
utama yang menyebar penyakit ini. Ada lebih dari 100 juta kasus baru
demam berdarah setiap tahun di seluruh dunia. Sejumlah kecil ini
berkembang menjadi demam berdarah. Kebanyakan infeksi di
Amerika Serikat yang dibawa dari negara lain. Faktor risiko untuk
demam berdarah termasuk memiliki antibodi terhadap virus demam
berdarah dari infeksi sebelumnya (Vyas, et al, 2014).
Virus dengue termasuk genus Flavirus, keluarga flaviridae terdapat 4
serotipe virus dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4,
keempatnya ditemukan di Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak.
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk
terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain. Seseorang yang
tinggal di daerah epidermis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Nurarif & Hardhi, 2015).

6. Patofisiologi
Fenomena patologis menurut (Herdman, 2012), yang utama pada
penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
yang mengakibatkan terjadinya perembesan atau kebocoran plasma,
peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma yang secara otomatis jumlah trombosit
berkurang, terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) yang
dikarenakan kekurangan haemoglobin, terjadinya hemokonsentrasi
(peningkatan hematocrit > 20%) dan renjatan (syok). Hal pertama yang
terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah penderita
mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal di
seluruh tubuh, ruam atau bitnik-bintik merah pada kulit (petekie), sakit
tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran
limpa (splenomegali).
Hemokonsentrasi menunjukkan atau menggambarkan adanya
kebocoran atau perembesan plasma ke ruang ekstra seluler sehingga
nilai hematocrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena. Oleh karena itu, pada penderita DHF sangat dianjurkan
untuk memantau hematocrit darah berkala untuk mengetahuinya.
Setelah pemberian cairan intravena peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian
cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk
mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika
tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan dan apabila tidak segera ditangani
dengan baik maka akan mengakibatkan kematian. Sebelumnya
terjadinya kematian biasanya dilakukan pemberian transfusi guna
menambah semua komponenkomponen di dalam darah yang telah
hilang.
Pathway :
7. Tanda dan Gejala
Demam berdarah menurut (WHO, 2015) adalah, penyakit seperti flu
berat yang mempengaruhi bayi, anak-anak dan orang dewasa, tapi
jarang menyebabkan kematian. Dengue harus dicurigai bila demam
tinggi (40 °C / 104 °F) disertai dengan 2 dari gejala berikut : sakit
kepala parah, nyeri di belakang mata, nyeri otot dan sendi, mual,
muntah, pembengkakan kelenjar atau ruam. Gejala biasanya
berlangsung selama 2-7 hari, setelah masa inkubasi 4-10 hari setelah
gigitan dari nyamuk yang terinfeksi.
Dengue yang parah adalah komplikasi yang berpotensi mematikan
karena plasma bocor, akumulasi cairan, gangguan pernapasan,
pendarahan parah, atau gangguan organ. Tanda-tanda peringatan
terjadi 3-7 hari setelah gejala pertama dalam hubungannya dengan
penurunan suhu (di bawah 38 °C / 100 °F) dan meliputi : sakit parah
perut, muntah terus menerus, napas cepat, gusi berdarah, kelelahan,
kegelisahan dan darah di muntah. 24-48 jam berikutnya dari tahap
kritis dapat mematikan; perawatan medis yang tepat diperlukan untuk
menghindari komplikasi dan risiko kematian.
Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu:
a. Derajat I : Demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif,
trombositopenia, himokonsentrasi.
b. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan pada kulit
atau tempat lain.
c. Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi
cepat dan lemah, tekanan darah turun (20 mm Hg) atau hipotensi
disertai dengan kulit dingin dan gelisah.
d. Derajat IV : Kegagalan sirkulasi, nadi tidak teraba dan tekanan
darah tidak Terukur.

Menurut (Vyas et. Al 2014), gejala awal demam berdarah dengue yang
mirip dengan demam berdarah. Tapi setelah beberapa hari orang yang
terinfeksi menjadi mudah marah, gelisah, dan berkeringat. Terjadi
perdarahan: muncul bintik-bintik kecil seperti darah pada kulit dan
patch lebih besar dari darah di bawah kulit. Luka ringan dapat
menyebabkan perdarahan.
Syok dapat menyebabkan kematian. Jika orang tersebut bertahan,
pemulihan dimulai setelah masa krisis 1-hari.
a. Gejala awal termasuk :
1) Nafsu makan menurun
2) Demam
3) Sakit kepala
4) Nyeri sendi atau otot
5) Perasaan sakit umum
6) Muntah
b. Gejala fase akut termasuk kegelisahan diikuti oleh :
1) Bercak darah di bawah kulit
2) Bintik-bintik kecil darah di kulit
3) Ruam Generalized
4) Memburuknya gejala awal
c. Fase akut termasuk seperti shock ditandai dengan :
1) Dingin, lengan dan kaki berkeringat
2) Berkeringat

8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Centers for Disease Control and Prevention, 2009), Pada
setiap penderita dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Pada penderita
yang disangka menderita DHF dilakukan pemeriksaan hemoglobin,
hematocrit, dan trombosit setiap 2-4 jam pada hari pertama perawatan.
Selanjutnya setiap 6-12 jam sesuai dengan pengawasan selama
perjalanan penyakit. Misalnya dengan dilakukan uji tourniquet.
a. Uji tourniquet
Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah dengan
cara mengenakan pembendungan kepada vena sehingga darah
menekan kepada dinding kapiler. Dinding kapiler yang oleh suatu
penyebab kurang kuat akan rusak oleh pembendungan itu, darah
dari dalam kapiler itu keluar dari kapiler dan merembes ke dalam
jaringan sekitarnya sehingga Nampak sebagai bercak kecil pada
permukaan kulit.
Pandangan mengenai apa yang boleh dianggap normal sering
berbeda-beda. Jika ada lebih dari 10 petechia dalam lingkungan itu
maka test biasanya baru dianggap abnormal, dikatakan juga tes itu
positif. Seandainya dalam lingkungan itu tidak ada petechial, tetapi
lebih jauh distal ada, percobaan ini (yang sering dinamakan
Rumpel-Leede) positif juga.
b. Hemoglobin
Kadar hemoglobin darah dapat ditentukan dengan bermacam-
macam cara yaitu dengan cara sahli dan sianmethemoglobin.
Dalam laboratorium cara sianmethemoglobin (foto elektrik)
banyak dipakai karena dilihat dari hasilnya lebih akurat disbanding
sahli, dan lebih cepat. Nilai normal untuk pria 13-15 gr/dl dan
wanita 12-14 gr.dl.
Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau
sedikit menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti
peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi
paling awal yang dapat ditemukan pada penderita demam berdarah
atau yang biasa disebut dengan Demam Berdarah Dengue (DBD)
atau DHF.
c. Hematokrit
Nilai hematokrit ialah volume semua eritrosit dalam 100 ml darah
dan disebut dengan persen dan dari volume darah itu. Biasanya
nilai itu ditentukan dengan darah vena atau darah kapiler. Nilai
normal untuk pria 40-48 vol% dan wanita 37-43 vol%. penetapan
hematocrit dapat dilakukan sangat teliti, kesalahan metodik rata-
rata kurang lebih 2%. Hasil itu kadang-kadang sangat penting
untuk menentukan keadaan klinis yang menjurus kepada tindakan
darurat.
Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga dari
perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses
perjalanan penyakit demam berdarah. Seperti telah disebutkan
bahwa peningkatan nilai hematocrit merupakan manifestasi
hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran plasma. Akibat
kebocoran ini volume plasma menjadi berkurang yang dapat
mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik dan kegagalan
sirkulasi. Pada kasus-kasus berat yang telah disertai perdarahan,
umumnya nilai hematocrit tidak meningkat bahkan menurun. Telah
ditentukan bahwa pemeriksaan Ht secara berkala pada penderita
DHF mempunyai beberapa tujuan, yaitu :
1) Pada saat pertama kali seorang anak dicurigai menderita DHF,
pemeriksaan ini turut menentukan perlu atau tidaknya anak itu
dirawat.
2) Pada penderita DHF tanpa rejatan pemeriksaan hematocrit
berkala ikut menentukan perlu atau tidaknya anak itu diberikan
cairan intravena.
3) Pada penderita DHF pemeriksaan Ht berkala menentukan perlu
atau tidaknya kecepatan tetesan dikurangi, menentukan saat
yang tepat untuk menghentikan cairan intravena dan
menentukan saat yang tepat untuk memberikan darah.
d. Trombosit
Trombosir sukar dihitung karena mudah sekali pecah dan sukar
dibedakan deari kotoran kecil. Lagi pula sel-sel itu cenderung
melekat pada permukaan asing (bukan endotel utuh) dan
menggumpal-gumpal. Jumlah trombosit dalam keadaan normal
sangat dipengaruhi oleh cara menghitungnya, sering dipastikan
nilai normal itu antara 150.000 – 400.000/µl darah. Karena
sukarnya dihitung, penelitian semukuantitatif tentang jumlah
trombosit dalam sediaan apus darah sangat besar artinya sebagai
pemeriksaan penyaring. Cara langsung menghitung trombosit
dengan menggunakan electronic particle counter mempunyai
keuntungan tidak melelahkan petugas laboratorium (Sofiyatun,
2008).
Diagnosis tegas dari infeksi dengue membutuhkan konfirmasi
laboratorium, baik dengan mengisolasi virus atau mendeteksi
antibodidengue spesifik. untuk virus isolasi atau deteksi DENV
RNA dalam serum spesimen oleh serotipe tertentu, real-time
terbalik transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR), an-fase
akut spesimen serum harus dikumpulkan dalam waktu 5 hari dari
onset gejala. Jika virus tidak dapat diisolasi atau dideteksi dari
sampel ini, spesimen serum fase sembuh diperlukan setidaknya 6
hari setelah timbulnya gejala untuk membuat diagnosis serologi
dengan tes antibodi IgM untuk dengue dengan IgM antibodi-
capture enzyme-linked immunosorbent assay (MAC-ELISA)
(Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Pemeriksaan diagnosis dari infeksi dengue dapat dibuat hanya
dengan pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada isolasi virus,
terdeteksinya antigen virus atau RNA di dalam serum atau
jaringan, atau terdeteksinya antibody yang spesifik pada serum
pasien. Pada fase akut sample darah diambil sesegera mungkin
setelah serangan atau dugaan penyakit demam berdarah dan pada
fase sembuh idealnya sample diambil 2-3 minggu kemudian.
Karena terkadang sulit untuk mendapatkan sampel pada fase
sembuh, bagaimanapun, sampel darah kedua harus selalu diambil
dari pasien yang dirawat pada saat akan keluar dari rumah sakit.
e. Diagnosis serologis
Lima tes serologi dasar telah secara rutin digunakan untuk
diagnosis infeksi dengue; hemaglutinasi-inhibisi (HI), complement
fixation (CF), uji netralisasi (NT), imunoglobulin M (IgM)
enzyme-linked immunosorbent assay capture (MAC-ELISA), dan
imunoglobulin G langsung ELISA. Terlepas dari uji yang
digunakan, diagnosis serologi tegas tergantung signifikan (empat
kali lipat atau lebih) kenaikan titer antibodi spesifik antara sampel
serum fase akut dan fase sembuh. Antigen baterai untuk sebagian
besar tes serologi harus mencakup semua serotipe dengue empat
virus, flavivirus lain (seperti virus demam kuning, virus ensefalitis
Jepang, atau St Louis ensefalitis virus), nonflavivirus (seperti virus
Chikungunya atau timur kuda virus ensefalitis ), dan idealnya,
kontrol jaringan antigen yang tidak terinfeksi.
Dari tes di atas, HI paling sering digunakan; karena sensitif, mudah
untuk dilakukan, hanya membutuhkan peralatan minim, dan sangat
tepat jika dilakukan dengan benar. Karena antibodi HI bertahan
untuk waktu yang lama (hingga 48 tahun dan mungkin lebih lama),
tes ini ideal untuk studi seroepidemiologic.
Tes CF tidak sering digunakan untuk pemeriksaan diagnostic
serologis secara rutin. Karena lebih sulit untuk dilakukan,
dibutuhkan tenaga yang sangat terlatih, dan karena itu tidak
digunakan di sebagian besar laboratorium dengue.
NT adalah tes serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Protokol yang paling umum digunakan di laboratorium
dengue adalah serum pengenceran pengurangan plak NT. Secara
umum, titer antibodi penetral-naik pada waktu yang sama atau
sedikit lebih lambat dari titer antibodi HI dan ELISA tetapi lebih
cepat daripada titer antibodi CF dan bertahan selama setidaknya 48
tahun.
MAC ELISA adalah tes serologis yang sangat sering digunakan
untuk mendiagnosis dengue yang terjadi pada beberapa tahun yang
lalu. Karena mudah dan cepat. Anti dengue IgM berkembang
menjadi sedikit lebih cepat daripada antibody IgG. Kespesifikan
dari MAC-ELISA sama dengan HI.
f. PCR
Reverse transcriptase PCR (RT-PCR) telah dikembangkan untuk
sejumlah virus RNA dalam beberapa tahun terakhir dan memiliki
potensi untuk merevolusi diagnosis laboratorium; untuk demam
berdarah, RTPCR menyediakan diagnosis-serotipe spesifik yang
cepat. Metode ini cepat, sensitif, sederhana, dan direproduksi jika
dikontrol dengan baik dan dapat digunakan untuk mendeteksi RNA
virus dalam sampel manusia klinis, jaringan otopsi, atau nyamuk.
Meskipun RT-PCR memiliki sensitivitas yang mirip dengan sistem
isolasi virus yang menggunakan C6 / 36 kultur sel, penanganan
yang buruk, penyimpanan yang buruk, dan adanya antibodi
biasanya tidak mempengaruhi hasil PCR seperti yang mereka
lakukan isolasi virus. Sejumlah metode yang melibatkan primer
dari lokasi yang berbeda dalam genom dan pendekatan yang
berbeda untuk mendeteksi produk RT-PCR telah dikembangkan
selama beberapa tahun terakhir.
Harus ditekankan, bagaimanapun RT-PCR tidak boleh digunakan
sebagai pengganti isolasi virus. Ketersediaan virus isolat penting
untuk karakteristik perbedaan strain virus, karena informasi ini
sangat penting untuk pengawasan dan patogenesis studi virus.
Sayangnya, banyak laboratorium sekarang melakukan tes RT-PCR
tanpa kontrol yang tepat kualitas, yaitu, isolasi virus atau pengujian
serologis. Sejak RT-PCR sangat sensitif terhadap kontaminasi
amplikon, tanpa kontrol yang tepat hasil positif palsu dapat terjadi.
Perbaikan dalam teknologi ini, bagaimanapun, harus membuatnya
lebih berguna di masa depan.

9. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan DHF menurut (Centers for Disease Control and
Prevention, 2009), yaitu :
a. Beritahu pasien untuk minum banyak cairan dan mendapatkan
banyak istirahat.
b. Beritahu pasien untuk mengambil antipiretik untuk mengontrol
suhu mereka. anak-anak dengan dengue beresiko untuk demam
kejang selama fase demam.
c. Peringatkan pasien untuk menghindari aspirin dan nonsteroid
lainnya, obat anti inflamasi karena mereka meningkatkan risiko
perdarahan.
d. Memantau hidrasi pasien selama fase demam
e. Mendidik pasien dan orang tua tentang tanda-tanda dehidrasi dan
pantau output urine
f. Jika pasien tidak dapat mentoleransi cairan secara oral, mereka
mungkin perlu cairan IV.
g. Kaji status hemodinamik dengan memeriksa denyut jantung,
pengisian kapiler, nadi, tekanan darah, dan Output urine.
h. Lakukan penilaian hemodinamik, cek hematokrit awal, dan jumlah
trombosit.
i. Terus memantau pasien selama terjadi penurunan suhu badan
sampai yg normal.
j. Fase kritis DBD dimulai dengan penurunan suhu badan sampai yg
normal dan berlangsung 24-48 jam.

10. Komplikasi
Adapun komplikasi dari DHF (Hadinegoro, 2008) adalah :
a. Perdarahan
Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit
dan koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan meningkatnya
megakoriosit muda dalam sel-sel tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit. Tendensi perdarahan dapat dilihat pada uji torniquet
positif, ptekie, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna,
hematemesis, dan melena.
b. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada hari ke 2-7 yang
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga
terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan
peritoneum, hiponatremia, hemokonsentrasi, dan hipovolemi yang
mngekaibatkan berkurangnya alran balik vena, penurunan volume
sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi 13 disfungsi atau
penurunan perfusi organ. DSS juga disertai kegagalan homeostasis
yang mengakibatkan aktivitas dan integritas sistem kardiovaskular,
perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah
terganggu dan terjadi iskemi jaringan dan kerusakan fungsi sel
secara progresif dan irreversible, terjadi kerusakan sel dan organ
sehingga pasien akan meninggal dalam wakti 12-24 jam.
c. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang dihubungkan
dengan nekrosis karena perdarahan yang terjadi pada lobulus hati
dan sel-sel kapiler. Terkadang tampak sel metrofil dan limphosit
yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau
komplek virus antibody.
d. Efusi Pleura
Terjadi karena kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstrasi
cairan intravaskuler sel, hal tersebut dibuktikan dengan adanya
cairan dalam rongga pleura dan adanya dipsnea.

11. Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD
derajat I dan II umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat
dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong. Angka kematian
pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi
penggantian cairan yang baik bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada
orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan
bahwa prognosis dan perjalanan penyakit DHF pada orang dewasa
umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus- kasus DHF
yang disertai komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya
buruk.

12. Pencegahan
Pencegahan penyakit adalah tindakan yang ditujukan untuk mencegah,
menunda, mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit dan
kecacatan (Untari, 2017). Ada beberapa cara untuk mencegah penyakit
Dengue Hemmorhagic Fever (DHF), antara lain :
a. Penerapan 4M Plus
Dalam penanganan Dengue Hemmorhagic Fever (DHF), peran
serta masyarakat untuk menekan kasus DBD sangat diperlukan.
Oleh karenanya program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
dengan cara 4M Plus perlu dilakukan secara berkelanjutan
sepanjang tahun khususnya pada musim penghujan. Program PSN,
yaitu :
1) Menguras Tempat Penampungan Air
Membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat
penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat
penampungan air minum, penampungan air lemari es dan lain-
lain.
2) Menutup Tempat Penampungan Air
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti drum,
kendi, toren air, dan lain sebagainya.
3) Mengubur barang bekas
Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak layak dipakai
dan mendaur ulang barang-barang yang masih bisa digunakan
kembali yang memiliki potensi untuk jadi tempat
perkembangbiakan nyamuk penular Dengue Hemmorhagic
Fever (DHF).
4) Memantau Tempat Penampungan Air
Memantau wadah penampungan air dan bak sampah yang
berpotensi menjadi sarang berkembangbiaknya nyamuk Aedes
Aegypti.
Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan
pencegahan seperti:
1. Menaburkan bubuk larvasida (abatisasi)
2. Menggunakan obat anti nyamuk atau obat nyamuk
3. Menggunakan kelambu saat tidur
4. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk
5. Menanam tanaman pengusir nyamuk
6. Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah
b. Pengelolaan sampah dengan konsep 3R
Pengelolaan sampah 3R adalah upaya pengurangan pembuangan
sampah, melalui program menggunakan kembali (reuse),
mengurangi (reduse), dan mendaur ulang (recycle).
a. Reuse (menggunakan kembali) yaitu penggunaan kembali
sampah secara leangsung, baik untuk fungsi yang sama maupun
fungsi lain.
b. Reduse (mengurangi) yaitu mengurangi segala sesuatu yang
menyebabkan timbulnya sampah.
c. Recycle (mendaur ulang) yaitu memanfaatkan kembali sampah
setelah mengalami proses pengolahan.
Mengurangi sampah dari sumber timbulan, diperlukan upaya untuk
mengurangi sampah mulai dari hulu sampai hilir. Upaya-upaya
yang dapat dilakukan dalam mengurangi sampah dari sumber
sampah (darihulu) adalah menerapkan prinsip 3R (Muchlisin,
2015).
c. Peran Kader Kesehatan
Pelayanan kesehatan dalam hal ini dilihat upaya pencegahan
Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) yang dilakukan oleh jumantik.
Jumantik berperan penting dalam upaya pencegahan Dengue
Hemmorhagic Fever (DHF). Peran jumantik dalam pencegahan
Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) adalah sebagai anggota PJB di
rumah-rumah dan tempat umum, memberikan penyuluhan kepada
keluarga dan masyarakat, melakukan PSN bersama warga
(Kemenkes, 2012). Tugas Jumantik dalam upaya pencegahan
Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) dijelaskan sebagai berikut :
a. Pemantauan Jentik Berkala (PJB)
PJB adalah pemantauan tempat-tempat perkembangbiakan
nyamuk Aedes Aegypti yang dilakukan secara teratur oleh
petugas kesehatan atau jumantik di rumah warga dan tempat-
tempat umum. PJB dilakukan minimal 1 minggu sekali untuk
melihat keberhasilan PSN Dengue Hemmorhagic Fever (DHF)
baik itu di rumah warga maupun tempat-tempat umum
(Kemenkes, 2011).
b. Penyuluhan
Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan
kemampuan seseorang melakui teknik praktik belajar atau
instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku
manusia baik secara individu, kelompok maupun masyarakat
untuk meningkatkan kesadaran akan nilai kesehatan sehingga
dengan sadar mau mengubah perilakunya menjadi perilaku
sehat (Muninjaya, 2012).
c. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Dengue Hemmorhagic
Fever (DHF)
Salah satu tugas jumantik dalam upaya pencegahan Dengue
Hemmorhagic Fever (DHF) adalah menggerakkan masyarakat
dalam PSN Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) secara terus
menerus dan berkesinambungan. PSN Dengue Hemmorhagic
Fever (DHF) merupakan kegiatan memberantas telur, jentik,
dan kepompong nyamuk penular Dengue Hemmorhagic Fever
(DHF) (Aedes Aegypti) di tempat perkembangbiaknya untuk
mengendalikan populasi nyamuk Aedes Aegypti, sehingga
penularan Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) bisa dicegah
atau dikurangi (Kemenkes, 2011).
d. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar
nyamuk tidak hinggap disitu
e. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras,
taburkan bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk
membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan
sekali.
Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut :
Untuk 10 liter air cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk
menakar ABATE digunakan sendok makan. Satu sendok makan
peres berisi 10 gram ABATE. Setelah dibubuhkan ABATE maka :
a. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu
membunuh jentik Aedes aegypti
b. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan
dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian
dalam dinding tempat penampungan air tersebut
c. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar,
tidak membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dengan Penyakit infeksi Demam Berdarah Dengue
menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) adalah :
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, agama, tanggal masuk RS, Diagnosa : DHF

Tgl pengkajian : 01 – 01 – 2022 Pukul 13.00 WIB Oleh : Martha


I. Identitas
A. Pasien
Nama : Nn. A
Tempat/tgl lahir : Surakarta, 15 November 2003 (18 tahun)
Agama : Islam
Status Perkawinan: Belum kawin
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
Lama bekerja :-
Suku/bangsa : Jawa, Indonesia
Tgl. Masuk rs : 01 Januari 2022
No. RM : 123xxx
Ruang : Ruang D
Diagnosa medis : DHF
Alamat : Sleman
B. Penanggung jawab/Keluarga
Nama : Ny. A
Hubungan : Ibu kandung
Umur : 55 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Sleman

b. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke
rumah sakit adalah panas tinggi dan pasien lemah, nyeri pada
punggung dan tulang hilang timbul, serta kepala pusing.
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai
menggigil dan saat demam kesadaran kompos mentis. Panas turun
terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan semakin lemah. Kadang-
kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah,
anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal,
serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV),
melena atau hematemasis.
d. Status Kesehatan Masa Lalu
2) Apakah sebelumnya pasien sudah pernah menderita DHF?
3) Apakah sebelumnya pasien pernah dirawat karena penyakit
tertentu?
4) Apakah sebelumnya pasien memiliki riwayat alergi obat atau
makanan?
5) Apakah sebelumnya pasien pernsh memiliki riwayat tranfusi?
6) Apakah pasien memiliki kebiasaan merokok, minum kopi dan
pengguna alkohol?
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
1) Apakah ada keluarga pasien dalam satu rumah yang saat ini
mengalami DHF?
2) Apakah ada tetangga atau keluarga dalam jarak rumah yang
berdekatan saat ini mengalami DHF?

II. Riwayat Kesehatan


A. Kesehatan pasien
1. Keluhan utama saat dikaji : pasien mengatakan demam
sejak 2 hari yang lalu
2. Keluhan tambahan : pasien mengatakan badan lemas, gusi
sering berdarah dan tidak ada nafsu makan.
3. Alasan utama masuk rumah sakit : demam sejak 2 hari yang
lalu
4. Riwayat penyakit sekarang :
Pada tanggal 01 Januari 2022, pasien datang ke IGD RS. B
dengan keluhan demam sejak 2 hari yang lalu. Pasien
mengatakan badan lemas, gusi sering berdarah dan tidak
ada nafsu makan.. Setelah dilakukan pemeriksaan tanda-
tanda vital didapatkan hasil, suhu 39oC, pernafasan 20
x/menit, nadi 90 x/menit, TD 120/90 mmHg. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai eritrosit 4
juta/mm3, leukosit 6 ribu/mm3, trombosit 50 ribu/mm3.
Dokter juga menganjurkan pasien untuk rawat inap. Setelah
keadaan pasien membaik. Pasien kemudian dipindah ke
ruang rawat inap D. Berdasarkan pemeriksaan uji turniquet
diperoleh hasil positif.
5. Riwayat penyakit dahulu : -
6. Alergi : -
B. Kesehatan Keluarga
Keluarga menyatakan bahwa ada anggota keluarga yang
menderita penyakit menurun.

f. Pola Fungsi Kesehatan


1) Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan:
a) Apakah saat sakit pasien akan minum obat dan pergi ke
petugas kesehatan terdekat?
b) Apakah menurut pasien kesehatan itu penting?
2) Nutrisi/ metabolic:
a) Setelah masuk rumah sakit pasien mengalami mual (+) dan
muntah (+)
b) Menilai apakah pasien mengalami perubahan porsi dan
nafsu makan sebelum dan setelah sakit?
c) Menilai bagaimana konsumsi makanan dan cairan pasien
setelah sakit?
3) Pola eliminasi
Apakah pasien mengalami diare atau tidak? Apakah pasien
mengalami konstipasi?
4) Pola aktivitas dan latihan (ADL dan latihan)
a) Menilai apakah pasien mampu melakukan aktivitas dan
latihan seperti perawatan diri, makan, mandi, toileting,
berpakaian, mobilisasi, dan berpindah secara mandiri atau
dibantu
b) Pasien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas
5) Pola tidur dan istirahat
a) Menilai frekuensi dan durasi periode istirahat dan tidur
pasien sebelum dan setelah sakit
b) Apakah ada masalah yang dirasakan saat tidur?
6) Pola kognitif-perseptual
Pada kasus pasien DHF merasa nyeri pada punggung dan
tulang yang hilang timbul
7) Pola persepsi diri/konsep diri
Menanyakan pada pasien selama sakit apakah ada perubahan
peran, harga diri, gambaran diri, ideal diri dan identitas diri
8) Pola seksual dan reproduksi
Apakah selama sakit pasien mengalami perubahan dalam
pemenuhan kebutuhan seksual
9) Pola peran-hubungan
Apakah terjadi perubahan peran hubungan dalam keluarga dan
peran sosial selama pasien sakit dan dirawat di rumah sakit?
10) Pola manajemen koping stress
Menilai apakah pasien mengungkapkan keluhan yang dirasakan
baik pada petugas kesehatan maupun keluarga
11) Pola keyakinan-nilai
Menilai apakah pasien mampu melakukan persembahyangan
selama sakit atau hanya berdoa di tempat tidur
g. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit :
a) Inspeksi : Menilai warna kulit, melihat ada tidaknya edema
dan lesi
b) Palpasi : Menilai ada tidaknya edema, menilai ada tidaknya
nyeri tekan, menilai akral pasien pana, hangat atau dingin
2) Kepala:
a) Inspeksi : Melihat keadaan rambut dan kulit kepala, melihat
ada tidaknya lesi
b) Palpasi : Menilai ada tidaknya nyeri tekan dan edema
3) Mata
a) Inspeksi : Menilai apakah pandangan kabur atau tidak,
menilai warna konjuctiva dan sklera
b) Palpasi :
4) Telinga
a) Inspeksi : Melihat apakah telinga simetris, menilai ada
tidaknya lesi
b) Palpasi : -
5) Hidung
a) Inspeksi : Melihat ada tidaknya lesi, melihat apakah
terdapat sekret, saat anak bernafas terdapat cuping hidung
b) Palpasi : -
6) Mulut
a) Inspeksi : Melihat warna mukosa mulut dan serta apakah
mukosa mulut lembab atau kering
b) Palpasi : -
7) Leher
a) Inspeksi : Melihat ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid
pada leher
b) Palpasi : Menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid
atau kelenjar limfe
8) Dada
a) Payudara
(1) Inspeksi :
(a) Areola : Menilai warna areola
(b) Puting : Menilai apakah puting susu menonjol atau
tidak
(2) Palpasi : -
b) Paru-paru
(1) Inspeksi : Menilai apakah gerakan dada kanan dan kiri
simetris
(2) Palpasi : Menilai bagaimana retraksi dinding dada
(3) Auskultasi : Menilai suara nafas klien (suara nafas anak
mengi)
c) Jantung
(1) Inspeksi : Menilai apakah iktus kordis terlihat atau
tidak
(2) Palpasi : Menilai tempat terabanya iktus kordis
(3) Auskultasi : Menilai suara jantung dan menilai apakah
ada suara tambahan
9) Abdomen
a) Inspeksi : Melihat keadaan perut dan tidaknya asites
b) Palpasi : Menilai ada tidaknya nyeri tekan
c) Perkusi : Apakah suara perkusi perut timfani atau tidak?
d) Auskultasi : Menilai bunyi bising usus
10) Sistem gastrointestinal
Pasien mengalami mual (+) dan muntah (+)
11) Sistem muskuloskeletal
Pada kasus pasien dengan DHF mengeluh nyeri otot dan
punggung hilang timbul
12) Genetalia
Inspeksi : Melihat kebersihan genitalia
13) Anus dan rektum
Inspeksi : Melihat keadaan dan kebersihan anus dan rektum
14) Muskuloskeletal
Mengkaji refleks kaki dengan tes pattela
15) Neurologi
Menilai tingkat kesadaran pasien
h. Pemeriksaan diagnostik :
1) Laboratorium pemeriksaan darah lengkap meliputi penurunan
trombosit, peningkatan leukosit dan peningkatan hematokrit.
2) Rontgen dada : efusi fleura
3) Ultrasonography : Hepatomegali dan Splenomegali

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu pertanyaan yang
menggambarkan respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola
interaksi aktual/potensial) dari individu atau kelompok tempat anda
secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk
mengurangi, menyingkirkan/mencegah perubahan. (Budiono, 2016)
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
Diagnosa berdasarkan SDKI adalah :
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
1) Definisi : Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh
2) Penyebab :
a) Dehidrasi
b) Terpapar lingkungan panas
c) Proses penyakit
d) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
e) Peningkatan laju metabolism
f) Respon trauma
g) Aktivitas berlebihan
h) Penggunaan incubator
3) Gejala dan Tanda Mayor
a) Subjektif : tidak tersedia
b) Objektif : Suhu tubuh ditas nilai normal
4) Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif : tidak tersedia
b) Objektif :
(1) Kulit merah
(2) Kejang
(3) Takikardi
(4) Takipnea
(5) Kulit terasa hangat
b. Resiko perdarahan dibuktikan dengan trombisitopenia (D. 0149)
1) Definisi : Berisiko mengalami kehilangan darah baik internal
(terjadi di dalam tubuh) maupun ekternal (Terjadi hingga
keluar tubuh)
2) Faktor risiko :
a) Aneurisma.
b) Gangguan gastrointestinal (misal ulkus, polip, varises).
c) Gangguan fungsi hati (misal sirosis hepatitis).
d) Komplikasi kehamilan (misal ketuban pecah sebelum
waktunya, plasenta previa/abrupsio, kehamilan kembar).
e) Komplikasi pasca partum (misal atoni uterus, retensi
plasenta).
f) Gangguan koagulasi (misal trombositopenia),
g) Efek agen farmakologis.
h) Tindakan pembedahan.
i) Trauma.
j) Kurang terpapar informasi tentang pencegahan
pencegahan perdarahan.
k) Proses keganasan.
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keenganan
untuk makan) (D. 0019)
1) Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme
2) Penyebab :
a) Ketidakmampuan menelan makanan
b) Ketidakmampuan mencerna makanan
c) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
d) Peningkatan kebutuhan metabolisme
e) Faktor ekonomi (mis, finansial tidak mencukupi)
f) Faktor psikologis (mis, stres, keengganan untuk makan)
3) Gejala dan tanda mayor :
a) Subjektif : tidak tersedia
b) Objektif : Berat badan menurun minimal 10% di bawah
rentang ideal.
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif :
(1) Cepat kenyang setelah makan
(2) Kram/nyeri abdomen 
(3) Nafsu makan menurun 
b) Objektif :
(1) Bising usus hiperaktif
(2) Otot pengunyah lemah
(3) Otot menelan lemah
(4) Membran mukosa pucat
(5) Sariawan
(6) Serum albumin turun
(7) Rambut rontok berlebihan
(8) Diare

N DIAGNOSA KEPERAWATAN
O

1. Resiko perdarahan dibuktikan dengan trombisitopenia (D. 0149)


Ds : Pasien mengatakan gusi sering berdarah
Do :
- Trombosit : 50 rb/mm3
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
Ds : Pasien mengeluh demam sejak 2 hari yang lalu
Do :
- Suhu 39oC
- Kulit teraba hangat
- Pasien nampak gelisah
- Wajah pasien nampak pucat
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keenganan
untuk makan) (D. 0019)
Ds : Pasien mengatakan tidak ada nafsu makan
Do :
- Pasien nampak lemas
3. Rencana Keperawatan
Intervensi adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah
diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana anda mampu menetapkan cara
menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien. (Budiono, 2016)

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


.
1. Tgl : 01 Januari 2022 / Tgl : 01 Januari 2022 / 13.20 Tgl : 01 Januari 2022 / 13.40 Tgl : 01 Januari 2022 / 14.00 WIB
13.00 WIB WIB WIB
Resiko perdarahan Setelah dilakukan intervensi 1. Monitor tanda dan gejala 1. Penurunan jumlah trombosit
dibuktikan dengan selama 3 x 24 jam maka perdarahan merupakan tanda-tanda adanya
trombisitopenia (D. 0149) tingkat perdarahan menurun, 2. Monitor nilai perforasi pembuluh darah yang
Ds : Pasien mengatakan dengan kriteria hasil : hematokrit/hemoglobin pada tahap tertentu dapat
gusi sering berdarah 1. Kelembapan membrane sebelum dan setelah menimbulkan tanda-tanda klinis
Do : mukosa meningkat kehilangan darah berupa perdarahan (epistaksis, dan
Trombosit : 50 rb/mm3 2. Kelembapan kulit 3. Monitor koagulasi melena)
meningkat 4. Pertahankan bedrest selama 2. Untuk mengetahui nilai Hb dan Ht
3. Kognitif meningkat perdarahan sesuai nilai normal
4. Hemoptisis menurun 5. Jelaskan tanda dan gejala 3. Untuk mengetahui hasil trombosit
5. Hematemesis menurun perdarahan setiap waktu
6. Hematuria menurun 6. Anjurkan menghindari 4. Agar tidak menambah terjadinya
7. Hemoglobin membaik aspirin atau antikoagulan perdarahan
8. Hematokrit membaik 7. Anjurkan meningkatkan 5. Informasi tentang tindakan
9. Suhu tubuh membaik asupan makanan dan vitamin pencegahan mengurangi risiko
10. Trombosit meningkat K pendarahan.
11. Perdarahan gusi menurun 8. Anjurkan segera melapor jika 6. Mencegah perdarahan
terjadi perdarahan gastrointestian
9. Kolaborasi pemberian obat 7. Vitamin K berperan penting dalam
pengontrol perdarahan, proses pembekuan darah
10. Kolaborasi pemberian 8. Evaluasi awal dan pengobatan
produk darah perdarahan oleh penyedia layanan
kesehatan mengurangi risiko
komplikasi dari kehilangan darah
9. Untuk mencegah terjadinya
perdarahan yang kompleks
10. Tubuh tidak kekurangan pasokan
darah sehinggan terjadi penurunan
trombosit
2. Tgl : 01 Januari 2022 / Tgl : 01 Januari 2022 / 14.50 Tgl : 01 Januari 2022 / 15.20 Tgl : 01 Januari 2022 / 15.50 WIB
14.30 WIB WIB WIB 1. Untuk memantau peningkatan suhu
Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan intervensi 1. Monitor suhu tubuh tubuh pasien
dengan proses penyakit selama 3 x 24 jam maka 2. Longgarkan atau lepaskan 2. Untuk mengatasi dehidrasi
(D.0130) termoregulasi membaik dengan pakaian 3. Diharapkan dengan pemberian
Ds : Pasien mengeluh kriteria hasil : 3. Berikan cairan oral minum yang cukup akan
demam sejak 2 hari yang 1. Suhu dalam rentang normal 4. Ganti linen setiap hari atau mempertahankan intake dari dalam
lalu (36,5oC – 37,5oC) lebih sering jika mengalami tubuh dan meningkatkan output
Do : 2. Pasien tidak gelisah hyperhidrosis (keringat urin untuk mengurangi demam
- Suhu 39oC 3. Kulit tidak teraba hangat berlebih) pasien
- Kulit teraba hangat 4. Pasien tidak pucat 5. Lakukan pendinginan 4. Untuk menurunkan kehilangan
- Pasien nampak gelisah eksternal (mis. selimut panas melalui evaporasi
- Wajah pasien nampak hipotermia atau kompres 5. Untuk menurunkan suhu tubuh
pucat dingin pada dahi, leher, dada, 6. Dengan tirah baring maka aktivitas
abdomen, aksila) sel-sel dan proses metabolisme
6. Ajarkan tirah baring menurun sehingga diharapkan
7. Kolaborasi pemberian cairan dapat menurunkan demam.
dan elektrolit intravena, jika 7. Mengatasi dehidrasi dan
perlu menurunkan suhu tubuh.
3. Tgl : 01 Januari 2022 / Tgl : 01 Januari 2022 / 17.00 Tgl : 01 Januari 2022 / 17.30 Tgl : 01 Januari 2022 / 18.00 WIB
16.30 WIB WIB WIB
Defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi status nutrisi 1. Pengkajian penting dilakukan
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam maka status 2. Identifikasi makanan yang untuk mengetahui status nutrisi
faktor psikologis nutrisi membaik dengan disukai pasien sehingga dapat menentukan
(keenganan untuk makan) kriteria hasil : 3. Identifikasi kebutuhan kalori intervensi yang diberikan
(D. 0019) 1. Porsi makanan yang dan jenis nutrient 2. Membantu pasien untuk memenuhi
Ds : Pasien mengatakan dihabiskan meningkat 4. Monitor asupan makanan asupan nutrisi
tidak ada nafsu makan 2. Verbalisasi keinginan untuk 5. Monitor berat badan 3. Untuk mengetahui berapa
Do : meningkatkan nutrisi 6. Monitor hasil pemeriksaan kebutuhan kalori dan apa jenis
Pasien nampak lemas 3. Frekuensi makan membaik laboratorium nutrien yang dibutuhkan
4. Nafsu makan membaik 7. Sajikan makanan secara 4. Untuk mengetahui jumlah yang
menarik dan suhu yang masuk dan jumlah yang keluar
sesuai 5. Untuk memantau berat badan klien
8. Berikan makanan tinggi 6. Untuk memantau status nutrisi
kalori dan tinggi protein klien
9. Berikan suplemen makanan, 7. Meningkatkan keinginan pasien
jika perlu untuk makan
10. Ajarkan diet yang 8. Untuk menambah energi
diprogramkan 9. Untuk memaksimalkan asupan
11. Kolaborasi pemberian nutrisi klien
medikasi sebelum makan, 10. Agar klien dapat mengetahui
jika perlu makanan apa saja yang boleh
12. Kolaborasi dengan ahli gizi dikonsumsi.
untuk menentukan jumlah 11. Antiemetik dapat digunakan
kalori dan jenis nutrient yang sebagai terapi farmakologis dalam
dibutuhkan, jika perlu manajemen mual dengan
menghambat sekres asam lambung
12. Membantu pasien untuk memenuhi
jumlah nutrisi dalam tubuh
4. Discharge Planning
Pasien pulang kerumah, tinggal kembali bersama anak pelayanan
kesehatan sebelumnya Pukesmas, pasien dirawat oleh anak secara mandiri,
kendaraan yang digunakan saat pulang mobil, antisipasi masalah
perawatan diri home care, bantuan yang diperlukan setelah pulang
dukungan keluarga terkait perawatan pasien di rumah, setelah kondisi
klien terkontrol klien diedukasi untuk menjaga kebersihan rumah secara
rutin untuk menghindari tumbuh dan berkembangbiaknya nyamuk aedes
aegepty kembali, Pasien dianjurkan harus istirahat cukup, asupan cairan
yang cukup dapat berupa susu, jus, cairan isotonik, maupun oralit,
menjaga suhu tubuh di bawah 39 0C, lingkungan sekitar rumah pasien
harus dibersihkan agar penyebaran penyakit dapat terkontrol.
Daftar Pustaka

PPNI (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Indikator Diagnostik, Edisi 1.Cetakan III (Revisi). Jakarta: DPP
PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1.Cetakan II. Jakarta: DPP
PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1.Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
Adriana, D. 2013. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak.
Jakarta : Salemba Medika
Aini. Kasiati. Rahayu. Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Balita Yang dirawat
Inap Di Rumah Sakit. Jurnal Pendidikan Kesehatan, Volume , No
2, oktober 2015.
Ambarwati, Fitri Respati dan Nita Nasution. 2012. Buku Pintar Asuhan
Keperawatan Bayi dan Balita. Yogyakarta : Cakrawala Ilmu
Charnidah. A.N. 2012. Deteksi Dini Gangguan Pertumbuhan Dan
Perkembangan Anak. Yogyakarta. https://journal.uny.ac.id
Fadhillah Harif, 2018. SDKI ( Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia ).
Jakarta
Hidayat.A.A.A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:
Salemba Medika.
Kemenkes RI. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
Jakarta:
Mauliana Y, dkk 2018. Makalah Family Center Care. Mataram.
https//id.scribe.com
Nurarif. A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Kepearawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.
Nursalam, DR., susilaningrum, R., utami S. (2008). Asuhan Keperawatan
Bayi Dan Anak Untuk Perawat Dan Bidan : Salemba Medika
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta :
Salemba Medika
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
EDUKASI PENYAKIT DHF (DENGUE
HAEMORRHAGIC FEVER)

Disusun Oleh :
1. Loman Andrean Prayoga (2103003)
2. Martha Merlyanti Saputri (2103005)
3. Veridiana Kemba Ndewa (2103006)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKS BETHESDA YAKKUM
YOGYAKARTA
2021

SATUAN ACARA PENYULUHAN


(SAP)

Tema : Edukasi Tentang Penyakit DHF (DENGUE


HAEMORRHAGIC FEVER)
Sub Tema : Edukasi mengenai definisi, klasifikasi, penyebab,
patofisiologi, tanda dan gejala, komplikasi, serta
pencegahan pada pasien dengan DHF
Hari Tanggal : Sabtu, 02 Januari 2022
Sasaran : Pasien dengan diagnosa DHF
Tempat : Ruangan D
Waktu : 30 menit

I. Tujuan Instruksional Umum :


Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan pasien mampu
memahami tentang penyakit DHF.

II. Tujuan Instruksional Khusus :


Diharapkan peserta penyuluhan, pasien mampu :
A. Klien mampu menjelaskan definisi DHF.
B. Klien mampu menjelaskan klasifikasi DHF.
C. Klien mampu menjelaskan penyebab DHF.
D. Klien mampu menjelaskan patofisiologi DHF.
E. Klien mampu menjelaskan tanda dan gejala DHF..
F. Klien mampu menjelaskan komplikasi DHF.
G. Klien mampu menjelaskan pencegahan penyakit DHF.

III. Pokok Bahasan Hemodialisa :


A. Pengertian DHF.
B. Klasifikasi DHF.
C. Penyebab DHF.
D. Patofisiologi DHF.
E. Tanda dan gejala DHF.
F. Komplikasi DHF.
G. Pencegahan penyakit DHF.

IV. Metode Penyuluhan :


A. Diskusi
B. Ceramah

V. Alat Peraga (Media) :


A. Leaflet dan LCD untuk memberikan penjelasan tentang materi
penyuluhan edukasi tentang penyakit DHF.

VI. Kegiatan Penyuluhan :


KEGIATAN PENYULUH PESERTA WAKTU

Pendahuluan a. Mengucapkan a. Menjawab salam 5 menit


dan salam b. Mendengarkan
Apersepsi b. Memperkenalkan dan
diri memperhatikan
c. Menyampaikan
tujuan penyuluhan
d. Melakukan
Apersepsi
Isi a. Menjelaskan a. Mendengarkan 15 menit
definisi DHF. b. Memperhatikan
b. Menjelaskan
klasifikasi DHF.
c. Menjelaskan
penyebab DHF.
d. Menjelaskan
patofisiologi DHF.
e. Menjelaskan tanda
dan gejala DHF.
f. Menjelaskan
komplikasi DHF.
g. Menjelaskan
pencegahan
penyakit DHF.
Tanya Jawab a. Memberi a. Bertanya 5 menit
kesempatan pasien b. Menjawab
untuk bertanya pertanyaan
b. Menjawab
pertanyaan
c. Memberi
pertanyaan
Penutup a. Menyimpulkan a. Mendengar 5 menit
b. Memberi saran b. Menjawab
c. Memberi salam salam
d. Menutup
pertemuan.

VII. Evaluasi :
A. Evaluasi Formatif :
Pasien mampu memahami tentang penyakit yang dialaminya yaitu
DHF.
B. Evaluasi Sumatif :
Pasien dapat :
1. Mengetahui dan memahami pengertian DHF.
2. Mengetahui dan memahami klasifikasi DHF.
3. Mengetahui dan memahami penyebab DHF.
4. Mengetahui dan memahami patofisiologi DHF.
5. Mengetahui dan memahami tanda dan gejala DHF.
6. Mengetahui dan memahami komplikasi DHF..
7. Mengetahui dan memahami pencegahan penyakit DHF.

VIII. Daftar Pustaka


A. Mauliana Y, dkk 2018. Makalah Family Center Care. Mataram.
https//id.scribe.com
B. Nurarif. A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan
Kepearawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.
Jogjakarta: MediAction.
C. Nursalam, DR., susilaningrum, R., utami S. (2008). Asuhan
Keperawatan Bayi Dan Anak Untuk Perawat Dan Bidan : Salemba
Medika
D. Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta:
Nuha Medika.
E. Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta :
Salemba Medika

Yogyakarta, 01 Januari 2022


Pembimbing Mahasiswa

(RATNA PUSPITA ADIYASA, S.Kep., Ns., MAN) (Veridiana Kemba N.)

MATERI DHF
A. Pengertian DHF
Penyakit Dengue maupun penyakit Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
adalah penyakit infeksi yang banyak dan sering berjangkit di daerah tropis,
termasuk penyakit Infeksi Tropis (Trofic Infection) (Misnadiarly, 2009:6)
Dengue Fever (DF) dan DHF (dengue haemorrhagic fever) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia,
ruam, limfadenofati dan ditesis hemoragik. Pada DHF terjadi perembasan
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai
oleh renjatan/syok (Sudoyatu, dkk 2009 didalam (Hadi dan Kusuma,
2016:148)).
Dengue Hemmorhagic Fever adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue melalui gigitan nyamuk, penyakit ini telah dengan cepat menyebar
di seluruh wilayah WHO dalam beberapa tahun terakhir. Virus dengue
ditularkan oleh nyamuk betina terutama dari spesies Aedes aegypti dan
pada tingkat lebih rendah, A. albopictus. Penyakit ini tersebar luas di
seluruh daerah tropis, dengan variasi lokal dalam risiko dipengaruhi oleh
curah hujan, suhu dan urbanisasi yang cepat tidak direncanakan. (WHO,
2015)
Dengue adalah penyakit nyamuk yang disebabkan oleh salah satu dari
empat virus dengue yang terkait erat dengan (DENV-1, -2, -3, dan -4).
Infeksi dengan salah satu serotipe dari DENV memberikan kekebalan
terhadap serotipe tersebut untuk hidup, tapi tidak memberikan kekebalan
jangka panjang untuk serotipe lainnya. Dengan demikian, seseorang bisa
terinfeksi sebanyak empat kali, sekali dengan masing-masing serotipe.
Virus dengue ditularkan dari orang ke orang oleh nyamuk Aedes (paling
sering Aedes aegypti) (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
B. Klasifikasi DHF
Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue menurut (Nurarif &
Hardi, 2015) yaitu :
Tabel Klasifikasi Penyakit Infeksi Virus Dengue

DD/DBD Derajad Derajat Laboratorium


DD Demam disertai Leukopenia Serologi
2 atau lebih Trombositopenia, dengue
tanda : mialgia, tidak ditemukan positif
sakit kepala, bukti ada
nyeri kebocoran plasma
retroorbital,
artralgia
DBD I Gejala diatas Trombositopenia (<100.000/ul)
ditambah uji bukti ada kebocoran plasma
bendung positif
DBD II Gejala diatas
ditambah
perdarahan
spontan
DBD III Gejala diatas
ditambah
kegagalan
sirkulasi (kulit
dingin dan
lembab serta
gelisah)
DBD IV Syok berat
disertai dengan
tekanan darah
dan nadi tidak
teratur

C. Penyebab DHF
Empat virus dengue yang berbeda diketahui menyebabkan demam
berdarah. Demam berdarah terjadi ketika seseorang digigit oleh nyamuk
yang terinfeksi virus. Nyamuk Aedes aegypti adalah spesies utama yang
menyebar penyakit ini. Ada lebih dari 100 juta kasus baru demam
berdarah setiap tahun di seluruh dunia. Sejumlah kecil ini berkembang
menjadi demam berdarah. Kebanyakan infeksi di Amerika Serikat yang
dibawa dari negara lain. Faktor risiko untuk demam berdarah termasuk
memiliki antibodi terhadap virus demam berdarah dari infeksi sebelumnya
(Vyas, et al, 2014).
Virus dengue termasuk genus Flavirus, keluarga flaviridae terdapat 4
serotipe virus dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4, keempatnya
ditemukan di Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah
satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain
sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotipe lain. Seseorang yang tinggal di daerah
epidermis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia (Nurarif & Hardhi, 2015).

D. Patofisiologi DHF
Fenomena patologis menurut (Herdman, 2012), yang utama pada penderita
DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang
mengakibatkan terjadinya perembesan atau kebocoran plasma,
peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya
volume plasma yang secara otomatis jumlah trombosit berkurang,
terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) yang dikarenakan kekurangan
haemoglobin, terjadinya hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit > 20%)
dan renjatan (syok). Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke
dalam tubuh penderita adalah penderita mengalami demam, sakit kepala,
mual, nyeri otot, pegal-pegal di seluruh tubuh, ruam atau bitnik-bintik
merah pada kulit (petekie), sakit tenggorokan dan hal lain yang mungkin
terjadi seperti pembesaran limpa (splenomegali).
Hemokonsentrasi menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran
atau perembesan plasma ke ruang ekstra seluler sehingga nilai hematocrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Oleh karena
itu, pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hematocrit
darah berkala untuk mengetahuinya. Setelah pemberian cairan intravena
peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah
teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan
dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung.
Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang
buruk bahkan bisa mengalami renjatan dan apabila tidak segera ditangani
dengan baik maka akan mengakibatkan kematian. Sebelumnya terjadinya
kematian biasanya dilakukan pemberian transfusi guna menambah semua
komponenkomponen di dalam darah yang telah hilang.
Pathway :
E. Tanda dan gejala DHF
Demam berdarah menurut (WHO, 2015) adalah, penyakit seperti flu berat
yang mempengaruhi bayi, anak-anak dan orang dewasa, tapi jarang
menyebabkan kematian. Dengue harus dicurigai bila demam tinggi (40
°C / 104 °F) disertai dengan 2 dari gejala berikut : sakit kepala parah, nyeri
di belakang mata, nyeri otot dan sendi, mual, muntah, pembengkakan
kelenjar atau ruam. Gejala biasanya berlangsung selama 2-7 hari, setelah
masa inkubasi 4-10 hari setelah gigitan dari nyamuk yang terinfeksi.
Dengue yang parah adalah komplikasi yang berpotensi mematikan karena
plasma bocor, akumulasi cairan, gangguan pernapasan, pendarahan parah,
atau gangguan organ. Tanda-tanda peringatan terjadi 3-7 hari setelah
gejala pertama dalam hubungannya dengan penurunan suhu (di bawah 38
°C / 100 °F) dan meliputi : sakit parah perut, muntah terus menerus, napas
cepat, gusi berdarah, kelelahan, kegelisahan dan darah di muntah. 24-48
jam berikutnya dari tahap kritis dapat mematikan; perawatan medis yang
tepat diperlukan untuk menghindari komplikasi dan risiko kematian.
Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu:
a. Derajat I : Demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia,
himokonsentrasi.
b. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan pada kulit
atau tempat lain.
c. Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi
cepat dan lemah, tekanan darah turun (20 mm Hg) atau hipotensi
disertai dengan kulit dingin dan gelisah.
d. Derajat IV : Kegagalan sirkulasi, nadi tidak teraba dan tekanan darah
tidak Terukur.

Menurut (Vyas et. Al 2014), gejala awal demam berdarah dengue yang
mirip dengan demam berdarah. Tapi setelah beberapa hari orang yang
terinfeksi menjadi mudah marah, gelisah, dan berkeringat. Terjadi
perdarahan: muncul bintik-bintik kecil seperti darah pada kulit dan patch
lebih besar dari darah di bawah kulit. Luka ringan dapat menyebabkan
perdarahan.
Syok dapat menyebabkan kematian. Jika orang tersebut bertahan,
pemulihan dimulai setelah masa krisis 1-hari.
a. Gejala awal termasuk :
1) Nafsu makan menurun
2) Demam
3) Sakit kepala
4) Nyeri sendi atau otot
5) Perasaan sakit umum
6) Muntah
b. Gejala fase akut termasuk kegelisahan diikuti oleh :
1) Bercak darah di bawah kulit
2) Bintik-bintik kecil darah di kulit
3) Ruam Generalized
4) Memburuknya gejala awal
c. Fase akut termasuk seperti shock ditandai dengan :
1) Dingin, lengan dan kaki berkeringat
2) Berkeringat

F. Komplikasi DHF
Adapun komplikasi dari DHF (Hadinegoro, 2008) adalah :
1. Perdarahan
Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit dan
koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan meningkatnya
megakoriosit muda dalam sel-sel tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit. Tendensi perdarahan dapat dilihat pada uji torniquet positif,
ptekie, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis, dan
melena.
2. Kegagalan sirkulasi DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada hari
ke 2-7 yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler
sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke ronnga
pleura dan peritoneum, hiponatremia, hemokonsentrasi, dan
hipovolemi yang mngekaibatkan berkurangnya alran balik vena,
penurunan volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi 13
disfungsi atau penurunan perfusi organ. DSS juga disertai kegagalan
hemeostasis yang mengakibatkan aktivitas dan integritas sistem
kardiovaskular, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi
darah terganggu dan terjadi iskemi jaringan dan kerusakan fungsi sel
secara progresif dan irreversible, terjadi kerusakan sel dan organ
sehingga pasien akan meninggal dalam wakti 12-24 jam.
3. Hepatomegali Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang
dihubungkan dengan nekrosis karena perdarahan yang terjadi pada
lobulus hati dan sel-sel kapiler. Terkadang tampak sel metrofil dan
limphosit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya
reaksi atau komplek virus antibody.
4. Efusi Pleura Terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan
ekstrasi cairan intravaskuler sel, hal tersebut dibuktikan dengan
adanya cairan dalam rongga pleura dan adanya dipsnea.

G. Pencegahan penyakit DHF


Pencegahan penyakit adalah tindakan yang ditujukan untuk mencegah,
menunda, mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit dan kecacatan
(Untari, 2017). Ada beberapa cara untuk mencegah penyakit Dengue
Hemmorhagic Fever (DHF), antara lain :
1. Penerapan 4M Plus
Dalam penanganan Dengue Hemmorhagic Fever (DHF), peran serta
masyarakat untuk menekan kasus DBD sangat diperlukan. Oleh
karenanya program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan
cara 4M Plus perlu dilakukan secara berkelanjutan sepanjang tahun
khususnya pada musim penghujan. Program PSN, yaitu :
a. Menguras Tempat Penampungan Air
Membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan
air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum,
penampungan air lemari es dan lain-lain.
b. Menutup Tempat Penampungan Air
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti drum, kendi,
toren air, dan lain sebagainya.
c. Mengubur barang bekas
Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak layak dipakai dan
mendaur ulang barang-barang yang masih bisa digunakan kembali
yang memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan
nyamuk penular Dengue Hemmorhagic Fever (DHF).
d. Memantau Tempat Penampungan Air
Memantau wadah penampungan air dan bak sampah yang
berpotensi menjadi sarang berkembangbiaknya nyamuk Aedes
Aegypti.
Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan
pencegahan seperti:
a. Menaburkan bubuk larvasida (abatisasi)
b. Menggunakan obat anti nyamuk atau obat nyamuk
c. Menggunakan kelambu saat tidur
d. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk
e. Menanam tanaman pengusir nyamuk
f. Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah
2. Pengelolaan sampah dengan konsep 3R
Pengelolaan sampah 3R adalah upaya pengurangan pembuangan
sampah, melalui program menggunakan kembali (reuse), mengurangi
(reduse), dan mendaur ulang (recycle).
a. Reuse (menggunakan kembali) yaitu penggunaan kembali sampah
secara leangsung, baik untuk fungsi yang sama maupun fungsi lain.
b. Reduse (mengurangi) yaitu mengurangi segala sesuatu yang
menyebabkan timbulnya sampah.
c. Recycle (mendaur ulang) yaitu memanfaatkan kembali sampah
setelah mengalami proses pengolahan.
Mengurangi sampah dari sumber timbulan, diperlukan upaya untuk
mengurangi sampah mulai dari hulu sampai hilir. Upaya-upaya
yang dapat dilakukan dalam mengurangi sampah dari sumber
sampah (darihulu) adalah menerapkan prinsip 3R (Muchlisin,
2015).
3. Peran Kader Kesehatan
Pelayanan kesehatan dalam hal ini dilihat upaya pencegahan Dengue
Hemmorhagic Fever (DHF) yang dilakukan oleh jumantik. Jumantik
berperan penting dalam upaya pencegahan Dengue Hemmorhagic
Fever (DHF). Peran jumantik dalam pencegahan Dengue Hemmorhagic
Fever (DHF) adalah sebagai anggota PJB di rumah-rumah dan tempat
umum, memberikan penyuluhan kepada keluarga dan masyarakat,
melakukan PSN bersama warga (Kemenkes, 2012). Tugas Jumantik
dalam upaya pencegahan Dengue Hemmorhagic Fever (DHF)
dijelaskan sebagai berikut :
a. Pemantauan Jentik Berkala (PJB)
PJB adalah pemantauan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk
Aedes Aegypti yang dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan
atau jumantik di rumah warga dan tempat-tempat umum. PJB
dilakukan minimal 1 minggu sekali untuk melihat keberhasilan
PSN Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) baik itu di rumah warga
maupun tempat-tempat umum (Kemenkes, 2011).
b. Penyuluhan
Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan
kemampuan seseorang melakui teknik praktik belajar atau instruksi
dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia
baik secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran akan nilai kesehatan sehingga dengan
sadar mau mengubah perilakunya menjadi perilaku sehat
(Muninjaya, 2012).
c. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Dengue Hemmorhagic
Fever (DHF)
Salah satu tugas jumantik dalam upaya pencegahan Dengue
Hemmorhagic Fever (DHF) adalah menggerakkan masyarakat
dalam PSN Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) secara terus
menerus dan berkesinambungan. PSN Dengue Hemmorhagic
Fever (DHF) merupakan kegiatan memberantas telur, jentik, dan
kepompong nyamuk penular Dengue Hemmorhagic Fever (DHF)
(Aedes Aegypti) di tempat perkembangbiaknya untuk
mengendalikan populasi nyamuk Aedes Aegypti, sehingga
penularan Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) bisa dicegah atau
dikurangi (Kemenkes, 2011).
4. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk
tidak hinggap disitu
Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras,
taburkan bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk
membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali.
Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut :
Untuk 10 liter air cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar
ABATE digunakan sendok makan. Satu sendok makan peres berisi 10
gram ABATE. Setelah dibubuhkan ABATE maka :
a. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu
membunuh jentik Aedes aegypti
b. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan
dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian
dalam dinding tempat penampungan air tersebut
c. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak
membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum
Legal Etik

Legal etik yang sesuai dengan kasus menurut Wahyuni, 2021 adalah:
1. Fidelity
Sebagai perawat kita harus membina hubungan saling percaya dengan klien
untuk keberlangsungan kita memberikan asuhan keperawatan.
2. Non Maleficience
Kita harus menghindari perbuatan yang dapat merugikan klien.
3. Confidentiality
Sebagai perawat kita harus menjaga kerahasiaan identitas klien agar tidak
disalah gunakan oleh oknum.
4. Accountability
Sebagai perawat kita harus bertanggung jawab atas semua indakan kita
terhadap klien.
5. Beneficence (Berbuat Baik)
Prinsip ini menentut perawat untuk melakukan hal yang baik dengan begitu dapat
mencegah kesalahan atau kejahatan.
6. Justice (Keadilan)
Nilai ini direfleksikan dalam praktik profesional ketika perawat bekerja untuk
terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar
untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
7. Veracity (Kejujuran)
Nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun harus dimiliki oleh
seluruh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada
setia klien untuk meyakinkan agar klien mengerti. Informasi yang diberikan
harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran merupakan dasar
membina hubungan saling percaya. Klie memiliki otonomi sehingga mereka
berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu.
8. Otonomi
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir
logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa mampu
memutuskan sesuatu dan orang lain harus menghargainya. Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri.
Analisa Jurnal (PICO)
Analisa Jurnal (PICO)

 P (Problem/Population) :
Infeksi dengue merupakan sebuah penyakit menular yang menjangkit
manusia dan banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Infeksi
dengue ditularkan melalui nyamuk, khususnya jenis Aedes aegypti dan
Aedes albopictus.
Pada kasus DBD, untuk menurunkan angka morbiditas dan mortilitas,
dibutuhkan pengobatan yang optimal. Salah satu terapi yang perlu
diperhatikan adalah pemberian terapi cairan baik dari segi jenis, jumlah,
serta kecepatan cairan untuk mencegah terjadinya perembesan plasma
yang umumnya terjadi pada fase penurunan suhu di hari ke-3–6.
Terjadinya kehilangan cairan pada ruang intravaskular dapat diatasi
dengan pemberian salah satu jenis cairan seperti kristaloid (ringer laktat,
ringer asetat, cairan salin) ataupun koloid.
Meskipun demikian, pemberian cairan yang cukup diharapkan mampu
mengatasi kebocoran plasma yang terjadi pada ruang intravaskular.
Menurut Chen et al. (2009), pada umumnya proses kebocoran plasma dan
trombositopenia terjadi antara hari keempat hingga keenam sejak demam
berlangsung.
Selanjutnya, proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan
kembali dari ruang interstitial ke intravaskular di hari ketujuh.
Oleh karena itu, interpretasi yang cermat dan penilaian pada data klinis
dan laboratoris untuk manajemen kebutuhan cairan pasien DBD sangat
penting untuk dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui perbedaan pemberian terapi cairan inisial terhadap perbaikan
klinis, laboratoris dan lama rawat inap dibandingkan terapi standar WHO
pada pasien dengue fever (DF) dan dengue hemorrhagic fever (DHF).
 I (Intervention) :
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian
eksperimental single blind randomised clinical trial. Variabel penelitian
terdiri dari variabel bebas (terapi cairan standar WHO dan cairan inisial)
dan variabel terikat (pemeriksaan suhu badan, hematokrit, trombosit dan
lama rawat inap). Adapun jenis cairan yang diberikan untuk kristaloid
berupa ringer laktat, sedangkan untuk koloid berupa gelofusal, dan
pemberian salah satu jenis cairannya disesuaikan dengan prosedur terapi
cairan berdasarkan diagnosis dokter penanggungjawab terkait derajat
keparahan demam berdarah pasien. Data pasien yang diperoleh merupakan
data pasien yang berobat pada bulan Februari–Juni 2018 di bangsal anak
RS PKU Muhammadiyah Bantul.
 C (Comparation) :
Penelitian lain yang hasilnya serupa juga ditemukan pada penelitian oleh
Divy et al. (2018) di RSUP Sanglah yang memperoleh hasil rata-rata lama
rawat inap pasien DBD yakni 4,3 hari. Terdapat beberapa keterbatasan
pada penelitian ini, salah satunya pasien DF/DHF dianggap sama dari segi
tingkat keparahannya (grade I, II, III, IV). Selain itu, jumlah sampel
penelitian ini pun terbatas. Oleh karena itu, untuk mendapatkan sampel
minimum yang lebih banyak, diperlukan peningkatan power penelitian.
 O (Outcome) :
Berdasarkan hasil penelitian, kedua kelompok tidak menunjukkan
perbedaan bermakna terhadap rata-rata suhu badan dan hematokrit
(p>0,05), sedangkan kedua kelompok menunjukkan perbedaan yang
bermakna terhadap rata-rata peningkatan trombosit dan lama rawat inap
(p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok cairan inisial memiliki
rata-rata lama rawat inap lebih cepat 4,00±0,7 hari dibanding kelompok
standar WHO yang disertai dengan peningkatan trombosit selama
menjalani rawat inap. Simpulan dari penelitian ini adalah pemberian terapi
cairan inisial tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap rata-
rata suhu badan dan hematokrit, sedangkan efektivitas antara kedua
kelompok menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap rata-rata
peningkatan trombosit dan lama rawat inap.
Kriteri
No Jawab Pembenaran & Critical Thinking
a
Dalam jurnal ini populasi atau problem yang
ditemukan yaitu perbedaan pemberian terapi cairan
inisial terhadap perbaikan klinis, laboratoris dan lama
1 P Ya
rawat inap dibandingkan terapi standar WHO pada
pasien dengue fever (DF) dan dengue hemorrhagic
fever (DHF).
Intevensi yang dilakukan peniliti adalah pemberian
cairan standar WHO dan cairan inisial, jenis cairan
yang diberikan untuk kristaloid berupa ringer laktat,
sedangkan untuk koloid berupa gelofusal, dan
2 I Ya
pemberian salah satu jenis cairannya disesuaikan
dengan prosedur terapi cairan berdasarkan diagnosis
dokter penanggungjawab terkait derajat keparahan
demam berdarah pasien.
Penelitian ini membandingkan dengan hasil peneliti
lain bahwa penelitian lain yang dilakukan oleh Divy
et al. (2018) di RSUP Sanglah yang memperoleh
hasil rata-rata lama rawat inap pasien DBD yakni 4,3
hari. Terdapat beberapa keterbatasan pada penelitian
3 C Ya ini, salah satunya pasien DF/DHF dianggap sama
dari segi tingkat keparahannya (grade I, II, III, IV).
Selain itu, jumlah sampel penelitian ini pun terbatas.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan sampel
minimum yang lebih banyak, diperlukan peningkatan
power penelitian.
4 O Ya Hasil penelitian didapatkan kedua kelompok tidak
menunjukkan perbedaan bermakna terhadap rata-rata
suhu badan dan hematokrit (p>0,05), sedangkan
kedua kelompok menunjukkan perbedaan yang
bermakna terhadap rata-rata peningkatan trombosit
dan lama rawat inap (p<0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa kelompok cairan inisial memiliki rata-rata
lama rawat inap lebih cepat 4,00±0,7 hari dibanding
kelompok standar WHO yang disertai dengan
peningkatan trombosit selama menjalani rawat inap.

Anda mungkin juga menyukai