Anda di halaman 1dari 18

PRAKTIK PROFESI NERS

STASE KEPERAWATAN MATERNITAS

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS
PADA PASIEN PREKLAMSI
DI RUANG OBSTETRI RSUD DR. SUETOMO SURABAYA
PERIODE 19-24 JULI 2021

DOSEN PEMBIMBING:
Retnayu Pradanie, S.Kep., Ns., M.Kep.

DISUSUN OLEH
Mastifah
NIM. 132023143029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
I. KONSEP TEORI PRE-EKLAMSI
A. Pengertian
Pre-eklampsia merupakan gangguan hipertensi yang terjadi pada
ibu hamil dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu yang ditandai
dengaa meningkatnya tekanan darah ≥ 140/90 MmHg disertai dengan
edema dan
proteinuria (Faiqoh, 2014).
Pre-eklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan tingginya tekanan darah, tingginya kadar protein dalam
urine serta edema. Diagnosis pre-eklampsia ditegakkan berdasarkan
adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan
gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu.
Pre-eklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi
dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension
with proteinuria) (POGI, 2016).

B. Klasifikasi
Menurut (Sukarni, 2017) dalam bukunya menjelaskan hipertensi
dalam kehamilan dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Pre-eklampsia Ringan
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 140/90 MmHg atau
lebih dengan posisi pengukuran tekanan darah pada ibu baik duduk
maupun telentang. Protein Uria 0,3 gr/lt atau +1/+2. Edema pada
ekstermitas dan muka serta diikuti kenaikan berat badan > 1
Kg/perminggu.
2. Pre-eklampsia Berat
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 160/110 MmHg
atau lebih. Protein Uria 5 gr/lt atau lebih, terdapat oliguria ( Jumlah
urine kuran dari 500 cc per 2 jam) serta adanya edema pada paru serta.
Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa nyeri pada
epigastrium.

C. Etiologi
Berdasarkan teori teori tersebut pre-eklampsia sering juga disebut
“Deseases Of Theory” . Beberapa landasan teori yang dapat dikemukakan
diantaranya adalah (Nuraini, 2011) :
1. Teori Genetik
Berdasarkan pada teori ini pre-eklampsia merupakan penyakit yang
dapat diturunkan atau bersifat heriditer, faktor genetik menunjukkan
kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi pada anak-anak
dari ibu yang menderita pre-eklampsia, serta peran Renin-
AngiotensinAldosteron-System (RAAS) dimana enzim renin
merupakan enzim yang dihasilkan oleh ginjal dan berfungsi untuk
meningkatkan tekanan darah bekerja sama dengan hormon aldosteron
dan angiotensin lalu membentuk sistem
2. Teori immunologis
Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang
timbul
pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada
kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen
plasenta tidak sempurna
3. Teori Prostasiklin & Tromboksan
Pada pre-eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin yang pada kehamilan
normal meningkat, aktifitas penggumpalan dan fibrinolisis, yang
kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan
mengkonsumsi antitrombin menyebabkan pelepasan tromboksan dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
Menurut Marianti (2017) selain Primigravida, Kehamilan Ganda
serta Riwayat Pre-eklampsia, beberapa faktor lainnya yang bisa
meningkatkan resiko pre-eklamsia antara lain adalah :
1. Malnutrisi Berat.
2. Riwayat penyakit seperti : Diabetes Mellitus, Lupus, Hypertensi dan
Penyakit Ginjal.
3. Jarak kehamilan yang cukup jauh dari kehamilan pertama.
4. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
5. Obesitas.
6. Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia.

D. Manifestasi klinis
Tanda klinis utama dari pre-eklampsia adalah tekanan darah yang terus
meningkat, peningkatan tekanan darah mencapai 140/90 mm Hg atau lebih
atau sering ditemukan nilai tekanan darah yang tinggi dalam 2 kali
pemeriksaan rutin yang terpisah. Selain hipertensi, tanda klinis dan gejala
lainnya dari pre-eklamsia adalah :
1. Tekanan darah 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik pada
dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang
sama.
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
4. Edema Paru.
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
6. Oligohidramnion

E. Patofisiologi
Pada pre-eklampsia terjadi spasme pembuluh darah yang disertai
dengan retensi air dan garam. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat
arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen aretriola sedemikan
sempitnya sehingga nyata dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika
semua arteriola di dalam tubuh mengalami spasme maka tekanan darah
akan naik, sebagai usaha untuk mengatasai kenaikan tekanan perifer agar
oksigen jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan
edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam
ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air
dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga
terjadi perubahan pada glomerolus.
Vosokontriksi merupakan dasar patogenesis pre-eklampsia yang dapat
menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan
hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada
endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriola
disertai perdarahan mikro tempat endotel.
Pada pre-eklampsia serum antioksidan kadarnya menurun dan plasenta
menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita
hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan
sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase
lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase
lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-
sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan
antara lain ; adhesi dan agregasi trombosit, gangguan permeabilitas lapisan
endotel terhadap plasma, terlepasnya enzim lisosom, thromboksan dan
serotonin sebagai akibat rusaknya trombosit. Produksi tetrasiklin terhenti,
terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan, terjadi hipoksia
plasenta akibat konsumsi oksigen dan perioksidase lemak (Nuraini, 2011).
F. WOC
Faktor risiko : primigravida, multigravida, riwayat keluarga pre-eklamsi, pre-eklamsi pada kehamilan sebelumnya, abortus, ibu hamil dengan
usia < 20 tahun atau > 35 tahun, wanita dgn ggn fungsi organ atau riwayat DM, penyakit ginjal, migraine, HT kronik, kehamilan ganda,
obesitas

Tekanan darah meningkat

Perfusi kejaringan menurun

Aktivasi sel endotelium

Vasospasme

Spasme kortek serebral Permeabellitas Aliran darah Hiperfusi ginjal Terjadi mikroemboli Kebutuhan
kapiler meningkat berkurang pada hati (kerusakan nutrisi janin
Sakit kepala liver) tdk terpenuhi
Kerusakan
Perpindahan cairan Cardiac output glomerulus
Risiko cedera Nyeri epigastrium Adanya lesi
dari intravaskuler menurun
ke intraseluker pada arteri
Perfusi serebral Proteinuria utero
tidak efektif Nyeri akut
Risiko perfusi
perifer tdk efektif Retensi urine
Edema umum Hcl Meningkat Risiko cedera pd
Edema paru
janin/fetal
Oliguria distress
Risiko cedera pd Mual, muntah
Hipervolemia Dispnea ibu/kejang
Ggn eliminasi urine Risiko defisit nutrisi
Berdasarkan SDKI, 2017 Ggn pertukaran gas
G. Komplikasi
Komplikasi yang terberat dari pre-eklampsia adalah kematian ibu dan janin, namun
beberapa komplikasi yang dapat terjadi baik pada ibu maupun janin adalah sebagai
berikut (Marianti, 2017) :
 Bagi ibu
a. Sindrom HELLP (Haemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count),
adalah sindrom rusaknya sel darah merah, meningkatnya enzim liver, dan
rendahnya jumlah trombosit.
b. Eklamsia, pre-eklamsia bisa berkembang menjadi eklamsia yang ditandai
dengan kejang-kejang.
c. Penyakit kardiovaskular, risiko terkena penyakit yang berhubungan dengan
fungsi jantung dan pembuluh darah akan meningkat jika mempunyai riwayat
pre-eklamsia.
d. Kegagalan organ, pre-eklamsia bisa menyebabkan disfungsi beberapa organ
seperti, paru, ginjal, dan hati.
e. Gangguan pembekuan darah, komplikasi yang timbul dapat berupa perdarahan
karena kurangnya protein yang diperlukan untuk pembekuan darah, atau
sebaliknya, terjadi penggumpalan darah yang menyebar karena protein tersebut
terlalu aktif.
f. Solusio plasenta, lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum kelahiran dapat
mengakibatkan perdarahan serius dan kerusakan plasenta, yang akan
membahayakan keselamatan wanita hamil dan janin
g. Stroke hemoragik, kondisi ini ditandai dengan pecahnya pembuluh darah otak
akibat tingginya tekanan di dalam pembuluh tersebut. Ketika seseorang
mengalami perdarahan di otak, sel-sel otak akan mengalami kerusakan karena
adanya penekanan dari gumpalan darah, dan juga karena tidak mendapatkan
pasokan oksigen akibat terputusnya aliran darah, kondisi inilah yang
menyebabkan kerusakan otak atau bahkan kematian.
 Bagi Janin
a. Prematuritas.
b. Kematian Janin.
c. Terhambatnya pertumbuhan janin.
d. Asfiksia Neonatorum
H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah :
Hb, HCT, PLT
2. Urinalisis : ditemukan protein dalam urine
3. Pemeriksaan fungsi hati : bilirubin meningkat, LDH meningkat, AST, Sgot,
Sgpt, total protein serum menurun,
4. Tes kimia darah : asam urat meningkat
5. Radiologi : USG dan Kardiotokografi(CTG/Doppler ultrasound)
I. Pencegahan
1. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-
tanda sedini mungkin (pre-eklamsia ringan), lalu diberikan pengobatan yang
cukup agar penyakit tidak menjadi lebih berat.
2. Selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklamsia jika ada faktor-
faktor predisposisi.
3. Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta
pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi
protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.
J. Penatalaksanaan
Menurut (Pratiwi, 2017) penatalaksanaan pada pre-eklampsi adalah
sebagai berikut :
1. Tirah baring miring ke satu posisi
2. Monitor tanda-tanda vital, refleks dan DJJ
3. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
4. Pemenuhan kebutuhan cairan : jika urine < 30ml.jam, pemberian cairan infus
Ringer Laktat 60-125ml/jam
5. Pemberian obat-obatan sedative, antihipertensi dan diuretik
6. Monitor keadaan janin (aminoscopy, ultrasonografi)
7. Monitor tanda-tanda kelahiran persiapan kelahiran dengan induksi partus pada
usia kehamilan di atas 37 minggu.
8. Pemberian kalsium dan aspilet dosis rendah sampai usia kehamilan aterm.
9. Jika tekanan darah tinggi berikan obat antihipertensi yang aman bagi janin
misalnya metildopa, nifedipine
10. Pada PEB
a. Konservatif berarti : kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan
medistinal kehamilan >36 mgg. Pemberian MgSo4 untuk mencegah kejang,
MgSO4 bersifat relaksan sehingga ada 3 hal yang harus di observasi saat
pemberian MgSO4 yaitu produksi urine karena berisiko oligury, reflek
patella karena bisa hilang reflek patellanya, respirasi rate karena bisa
bradipnea/distress pernapasan, jika terjadi hilangnya reflek patella maka
berikan injeksi Ca Gluconas.
b. Aktif berarti : kehamilan diakhiri/diterminasi bersama dengan pengobatan
medisinal.
11. Sindroma HELLP
- Kegagalan konservatif > 6 jam tidak terlihat tanda-tanda perbaikan penyakit
Eklamsi
- Secara prinsip kehamilan dengan eklamsia harus segera dilakukan terminasi
(diakhiri). perawatan/pengobatan: stabilisasi kondisi klien dalam rangka
terminasi kehamilan.
12. Penderita eklamsi harus dirawat, saat membawa ibu kerumah sakit, berikan
penenang untuk mencegah kejang – kejang. Tujuan perwatan di RS
menghentikan konvulsi, mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan diuresis

II. KONSEP ASKEP PRE-EKLAMSI


A. Pengkajian
1. Identitas pasien : Nama, Umur (umumnya terjadi pada primi gravida, <20
tahun atau > 35 tahun), Pendidikan, Pekerjaan Suku, Agama, Alamat, No.
Medical Record dan Tanggal Pengkajian.
2. Riwayat kesehatan :
a. Keluhan utama : biasanya klirn dengan pre-eklamsia mengeluh demam,
sakit kepala.
b. Riwayat kesehatan sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing,
nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
c. Riwayat penyakit dahulu : mempunyai penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
d. Riwayat kesehatan keluarga : apakah ada keluarga yang menderita pre-
eklamsi atau sakit herediter lainnya.
e. Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
serta riwayat kehamilan dengan pre-eklamsia atau eklamsia sebelumnya
f. Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
g. Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya
h. Riwayat KB : Perlu ditanyakan pada ibu apakah pernah / tidak megikuti KB
jika ibu pernah ikut KB maka yang ditanyakan adalah jenis kontrasepsi, efek
samping.Alasan pemberhentian kontrasepsi (bila tidak memakai lagi) serta
lamanya menggunakan kontrasepsi.
3. Pola aktivitas sehari-hari
a. Aktivitas : Biasanya pada pre-eklamsi terjadi kelemahan, penambahan berat
badan atau penurunan BB, Pembengkakan kaki, jari-jari tangan, dan muka
b. Sirkulasi : Biasanya terjadi penurunan oksigen/SpO 2
c. Eliminasi : Biasanya proteinuria ± ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup,
oliguria
d. Pola nutrisi dan metabolik : Biasanya terjadi peningkatan berat badan dan
penurunan BB, muntah-muntah, nyeri epigastrium
e. Integritas ego : Perasaan takut, cemas
f. Neurosensori : Biasanya terjadi hipertensi, kejang atau koma
g. Nyeri/kenyamanan :Biasanya nyeri epigastrium, nyeri kepala, ikterus,
gangguan penglihatan, gelisah
h. Keamanan : apakah ada gangguan penglihatan dan perdarahan spontan
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Baik, cukup, lemah. Kesadaran composmentis
b. Sistem pernapasan : Biasanya pernapasan mungkin kurang, kurang dari
14x/menit, klien biasanya mengalami sesak sehabis melakukan aktifitas,
krekes mungkin ada, adanya edema paru.
c. Sistem cardiovaskuler :
Inspeksi : Apakah Adanya sianosis, kulit pucat, konjungtiva anemis.
Tekanan darah : Biasanya pada pre-eklamsia terjadi peningkatan TD,
melebihi tingkat dasar setelah 20 minggu kehamilan,
Nadi: Biasanya nadi meningkat atau menurun
Leher: Apakah ada bendungan atau tidak pada Pemeriksaan Vena Jugularis,
jika ada bendungan menandakan bahwa jantung ibu mengalami gangguan.
Edema periorbital yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
Auskultasi : Untuk mendengarkan detak jantung janin untuk mengetahui
adanya fetal distress, bunyi jantung janin yang tidak teratur, atau gerakan
janin melemah.
d. Sistem reproduksi :
- Dada : payudara dikaji apakah ada massa abnormal, nyeri tekan pada
payudara
- Genetelia : inspeksi apakah ada pengeluaran vagina berupa lendir
bercampur darah, adakah pembesaran kelenjar bartholini/tidak
e. Abdomen : palpasi untuk mengetahui tinggi fundus uteri, letak janin,
lokasi, edema, periksa bagian uterus biasanya terdapat kontraksi uterus
- Inspeksi : Biasanya Perut membuncit sesuai usia kehamilan aterm,
apakah adanya sikatrik bekas operasi atau tidak. 
- Palpasi :
1) Leopold I : Biasanya teraba fundus uteri 3 jari di bawah proc.
Xyphoideus teraba massa besar, lunak, noduler
2) Leopold II : Teraba tahanan terbesar di sebelah kiri, bagian –
bagian kecil janin di sebelah kanan.
3) Leopold III : Biasanya teraba masa keras, terfiksir
4) Leopold IV : Biasanya pada  bagian terbawah janin telah masuk
pintu atas panggul
- Auskultasi : Dengarkan BJA
f. Sistem integumen dan perkemihan
 Periksa vitting odema biasanya terdapat edema pada ekstermitas akibat
gangguan filtrasi glomelurus yang meretensi garam dan natrium,
(Fungsi ginjal menurun).
 Oliguria
 Proteinuria
g. Sistem persyarafan : Biasanya hiperfleksi, klonus pada kaki
h. Sistem pencernaan : Abdomen adanya nyeri tekan daerah epigastrium
(kuadran II kiri atas), anoreksia, mual dan muntah
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi - perfusi
2. Hipervolemia b/d peningkatan retensi urine dan edema
3. Risiko perfusi serebral tidak efektif b/d vasopasme pembuluh darah, hipertensi
4. Risiko perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan cardiac output
5. Nyeri akut b/d agen pencedera biologis/epigastrium
6. Gangguan eliminasi urin b/d penurunan kapasitas kandung kemih
7. Risiko cedera pada ibu/kejang b/d penurunan fungsi organ (vasospasme dan
peningkatan tekanan darah)
8. Ketidakefektipan bersihan jalan napas b/d kejang
9. Risiko cedera pada janin/gawat janin b/d perubahan pada plasenta/ tidak
adekuatnya perfusi plasenta
10.
C. Intervensi Keperawatan

No Daignosa Tujuan dan kreteria hasil Intervensi keperawatan


Keperawatan
1 Risiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen peningkatan TIK
serebral tidak keperawatan selama 2 x 24 (I.06194) Pemantauan TIK (I.
efektif b/d jam, maka diharapkan perfusi 06198)
vasospasme serebral adekuat dengan 1. Monitor perubahan tiba-tiba
pembuluh kriteria hasil : atau adanya penurunan status
darah, a. Tekanan darah membaik neurologis seperti cemas,
hipertensi Sistole : 100-120mmHg binggung, letargi, pingsan,
Diastole 70-80mmHg penurunan kesadaran
b. Tingkat kesadaran 2. Observasi adanya pucat,
meningkat sianosis, perfusi dingin, catat
GCS 15 kekuatan nadi perifer
c. Fungsi sensori motorik 3. Pantau tanda Homan (adanya
kranial yang utuh nyeri betis pada saat dorsofleksi
d. Sakit kepala menurun kaki dengan lutut kurus untuk
e. Penglihatan kabur menurun mengetahui kemungkinan
f. Tidak ada gerakan DVT), eritema, edema
involunter 4. Monitor tekanan darah,
n penurunan frekuensi jantung
5. Anjurkan latihan kaki aktif/pasif
6. Monitor status pernapasan
7. Pantau fungsi GI, catat anorexia,
penurunan bising usus,
mual/muntah, distensi abdomen,
konstipasi
8. Pantau intake cairan dan
perubahan haluaran urine
(oliguri)
9. Cegah terjadinya kejang
10. Beri oksigen sesuai kebutuhan
11. atur posisi head up 30-400
12. Kolaborasi dalam obat anti
hipertensi, antikonvulsan dan
diuretik
2 Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipervolemia
b/d keperawatan selama 2 x 24 (I.03114) dan pemantauan tanda
peningkatan jam, diharapkan vital (I.02060)
retensi urine keseimbangan cairan 1. Periksa tanda dan gejala
dan edema meningkat dengan kriteria hasil hipervolemia misalnya dyspnea,
: edema, suara napas tambahan
a. Asupan cairan meningkat dll
b. Edema menurun 2. Monitor status hemodinamik
c. Berat badan membaik misalnya frekuensi jantung,
d. Haluaran urine meningkat tekanan darah, pernapasan, suhu
Urine output 1cc/kgbb/ tubuh, MAP)
24jam 3. Timbang berat badan pasien
e. Tekanan darah membaik pada waktu yang sama.
Sistole : 100-120mmHg 4. Batasi asupan cairan dan garam
Diastole 70-80mmHg 5. Tinggikan kepala tempat tidur
f. Frekuensi nadi ibu 30-400
membaik (Nadi 60- 6. Pantau intake dan output cairan
80x/menit) (haluaran urine)
7. Observasi hasil lab protein urine
8. Kolaborasi dalam pemberian
obat antihipertensi dan Mgso4

3 Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan Pemantauan denyut jantung


pada janin, keperawatan selama 1 x 24 janin (I.02056) dan Pengukuran
fetal distress jam, diharapkan tingkat gerakan janin (I.14554)
b/d perubahan cedera/ fetal distress tidak 1. Identifikasi status obstetrik dan
pada plasenta terjadi, status antepartum riwayat obstetrik, pemeriksaan
membaik dengan kriteria hasil kehamilan sebelumnya
: 2. Identifikasi adanya penggunaan
a. DJJ membaik 120- obat, diet dan merokok
160x/menit 3. Monitor DJJ selama 1 menit
b. Frekuensi gerak janin 4. Monitor gerakan janin, minimal
membaik ada 10 kali gerakan dalam 12
c. Berat badan janin membaik jam
d. TD ibu membaik (diastole 5. Monitor tekanan darah, nadi dan
100-140mmHg, diastole 70- suhu tubuh ibu.
80mmHg 6. Observasi tentang pertumbuhan
e. Frekuensi nadi ibu membaik janin
(Nadi 60-80x/menit) 7. Atur posisi ibu miring kesatu
f. Suhu membaik (36-370C) sisi/miring kekiri, lakukan
manuver leopold untuk
menentukan posisi janin
8. Berikan oksigen 2-3 lpm, bila
gerakan janin blm mencapai 10
kali dalam 12 jam
9. jelaskan adanya tanda-tanda
solutio plasenta (nyeri perut,
perdarahan, uteus tegang,
aktifitas janin turun)
10.Monitor respon janin pada ibu
yang mendapat terapi SM
(Mangnesium sulfat/MGSO4)
11. Diskusikan persiapan persalinan
dan kelahiran, dampingi ibu saat
merasa cemas
12.Jelaskan risiko janin mengalami
kelahiran premature
13. ajarkan mengenali tanda bahaya
kehamilan
14. Kolaborasi dalam pemerksaan
USG dan NST (fetal non stress
test), dan kolaborasi untuk
terminasi kehamilan bila terjadi
fetal distress
4 Resiko cedera Setelah dilakukan tindakan Perawatan kehamilan risiko
pada ibu, keperawatan selama 2 x 24 tinggi (I.14560)
kejang b/d jam, diharapkan tingkat 1. Identifikasi faktor risiko
penurunan cedera/ kejang pada ibu kehamilan dan riwayat obstetrik
fungsi organ tidak terjadi, dengan kriteria misalnya prematuritas, aborsi,
(vasospasme hasil : KPD, Plasenta previa dll
dan a. Tingkat kesadaran membaik 2. Monitor tekanan darah tiap 4
peningkatan b. Tekanan darah jam
tekanan darah) Sistole 100-120mmHg 3. Monitor tingkat kesadaran
Diastole 70-80mmHg 4. Monitor tanda-tanda eklamsia
c. Frekuensi nadi membaik (hiperaktif, reflek patella dalam,
Nadi 60-80x/menit penurunan denyut nadi,
d. RR membaik, RR 16- penurunan respirasi, nyeri
20x/menit epigastrium dan oliguri)
e. Suhu tubuh membaik 5. Monitor tanda-tanda persalinan
0
S 36-37 C (kontraksi uterus)
6. Berikan oksigen sesuai terapi
7. Diskusikan persiapan persalinan
dan kelahiran
8. Anjurkan ibu untuk beraktivitas
dan beristirahat yang cukup
9. Kaloborasi dalam pemberian
obat antihipertensi dan SM
(Magnesium Sulfat/MGSO4)
DAFTAR PUSTAKA
Susi Indrieni, 2020. KTI Asuhan keperawatan klien dengan preeklamsi yang di rawat di
rumah sakit. Poltekes kemenkes Samarinda, 2020.
Dewi andriani, 2018. Askep pada ibu pre-eklamsi. Update nursing care process for
preeklamsia. https://adihusada.ac.id/perpustakaan/repository/documents/D-
III%20 Keperawatan-Seminar-35-2019-08-07%2014:52:38.pdf
DPP PPNI, 2017 SDKI Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. DPP PPNI. Jakarta
2017
DPP PPNI, 2017 SLKI Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP PPNI Jakarta
2017
DPP PPNI, 2017 SIKI Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.DPP PPNI Jakarta
2017

Anda mungkin juga menyukai