A. Latar Belakang
1. Definisi
Pre-eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan
edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan (Haidir. 2009).
Pre-eklampsia adalah kelainan multiorgan spesifik pada kehamilan
yang ditandai dengan terjadinya hipertensi, edema dan proteinuria tetapi
tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi
sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan
berumur 20 minggu. (Obgynacea 2009).
Pre-eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita
hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein
uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau
hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2012)
2. Etiologi
Penyebab pre-eklamsia hingga kini belum diketahui. Penyebab yang
diperkirakan terjadi, adalah :
a. Kelainan aliran darah menuju rahim.
b. Kerusakan pembuluh darah.
c. Masalah dengan sistem pertahanan tubuh.
d. Diet atau konsumsi makanan yang salah.
Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan pertama, kehamilan
pada usia remaja dan kehamilan pada wanita usia diatas 40 tahun.
Faktor lainnya yang dapat meningkatkan resiko terjadinya pre-
eklamsia, yaitu:
a. Riwayat pre-eklamsi pada kehamilan sebelumnya.
b. Primigravida atau multipara dengan usia lebih tua.
c. Riwayat pre-eklampsia pada ibu atau saudara perempuan.
d. Obesitas.
e. Mengandung lebih dari satu janin.
f. Riwayat diabetes, kelainan ginja
3. Manifestasi Klinis
Preeklamsi berat ditandai dengan:
a. Sakit kepala.
b. Penglihatan kabur, dan lebih sensitif pada cahaya silau.
c. Nyeri di daerah lambung.
d. Mual atau muntah.
e. Adanya pitting edema setelah bangun pagi atau tirah baring
lebih dari 1 jam (didaerah pretibia, tangan dan wajah)
f. Tekanan darah sistol 160/110 mmHg atau lebih
g. Proteinuria 5 gr/liter atau lebih (+3 atau 4)
4. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan
terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan
perfusi ke organ , termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme
merupakan dasar dari timbulnya proses pre eklampsia. Konstriksi
vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi
arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan
sensitifitas dari sirculating pressors. Pre eklampsia yang berat dapat
mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi
plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan
plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth
Retardation.
Preeklamsia berat dihubungkan dengan kerusakan endotelial
vaskuler yang disebabkan oleh vasospasme dan vasokontriksi arteriolar.
Sirlulasi arteri terganggu oleh adanya area konstriksi dan dilatasi yang
bergantian. Kerusakan endoterial menyebabkan kebocoran plasma
kedalam ruang ekstravaskuler dan memungkinkan terjadinya agregasi
trombosit. Tekanan osmotik koloid menurun saat protein masuk
keruang ekstravaskuler, dan wanita beresiko mengalami hipovolemia
dan perubahan perfusi dan oksigenasi jaringan. Edema paru dapat terjadi
paru non kardiogenik atau kardiogenik. Edema paru non kardiogenik
terjadi karena kapiler pulmonari menjadi lebih permeabel dan rentang
terhadap kebocoran cairan. Edema paru kardiogenik terjadi karena
peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler pulmonari, peningkatan
ini terjadi karena penumpukan cairan dalam bantalan pulmonari.
Vasospasmen arteri dan kerusakan endotelial juga mengurangi perfusi
keginjal. Penurunan perfusi keginjal menyebabkan penurunan GFR dan
oliguria. Kerusakan endotelial kapiler glomerulus memungkinkan
protein menembus membran kapiler dan masuk kedalam urine, yang
menyebabkan proteinuria, peningkatan nitrogen urea darah dan
peningkatan kreatinin serum. Hati juga terpengaruh oleh vasospasme
multisistem dan kerusakan endotelial. Penurunan perfusi kehati
menyebabkan iskemik dan nekrosis (Manuaba, 2009).
Pathway Pre ekslamsia Berat
Faktor
penyebab
Pre
Ekslamsia
Kerusakan endotel
vaskuler
Vasokontraksi meningkat,
Vasodilator menurun
Kejang / penurunan
kesadaran
Terminasi
kehamilan
Pervagina Pervagina
Sistem Sistrm
Sistem saraf
Urologi kardiovaskuler
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Pada penderita yang sudah masuk ke rumah sakit dengan
tanda-tanda dan gejala-gejala preeklamsi berat segera harus di beri
sedativa yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang-kejang.
Sebagai tindakan pengobatan untuk mencegah kejang-kejang dapat
di berikan:
1) Larutan magnesium sulfat 40% sebanyak 10 ml (4 gr)
disuntikan intramuskulus bokong kiri dan kanan sebagai dosis
permulaan dan dapat di ulang 4 gr tiap 6 jam menurut keadaan.
Tambahan magnesium sulfat hanya diberikan bila diuresis baik,
reflek patella positif, dan kecepatan pernafasan lebih dari 16 per
menit. Obat tersebut selain menenangkan, juga menurunkan
tekanan darah dan meningkatkan diuresis.
Jika terjadi toksisitas, segera berikan antidot kalsium glukonas
10% secara intravena selama 3 menit.
2) Klopromazin 50 mg intramuskulus.
3) Diazepam 20 mg intramuskulus, Digunakan bila MgSO4 tidak
tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara
pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika
dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang
ICU.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
2) Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.
3) Pemberian obat antikejang.
4) Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema
paru-paru, payah jantung. Diuretikum yang dipakai adalah
furosemid.
5) Pemberian antihipertensi
Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut off)
tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya
Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110
mmHg dan MAP ≥ 126 mmHg. Di RSU Soetomo Surabaya
batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila
tekanan sistolik ≥ 180 mmHg dan/atauekanan diastolik ≥ 110
mmHg.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Kelebihan volume cairan b.d. gangguan mekanisme regulasi
b) Nyeri akut b.d. agen cedera fisik
c) Resiko syok f.r. kehilangan cairan aktif
d) Resiko infeksi f.r. diskontinuitas jaringan
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Kelebihan Fluid Balance Manajemen hipervolemi
volume cairan Setelah dilakukan tindakan 1. Timbang berat badan setiap hari a. Memantau perubahan berat
berhubungan selama 1x24 jam, masalah badan
dengan. teratasi dengan kriteria hasil: 2. Monitir TTV b. Memantau perubahan TTV
gangguan 1. Mempertahankan urin 3. Moitor edem perifer c. Memantau edem pasien
mekanisme output dalam batas normal 4. Monitor intake dan output d. Mengetahui keseimbangan
regulasi sesuai dengan usia, dan BB, cairan didalam tubuh
2. TD, nadi, suhu tubuh dalam 5. Berikan infus IV (Ringer Laktat) e. Mencegah peningkatan
batas normal preload
6. Tinggikan posisi kepala f. Memperbaiki ventilisasi
pasien
7. Batasi asupan natrium g. Mencegah peningkatan edem
8. Kolaborasi dalam pemberian h. Mengurangi cairan dalam
obat tubuh
2. Nyeri akut Pain Control Pain Management
berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Untuk mengetahui skala,
dengan agen keperawatan selama 2 x 15 dengan PQRST intensitas dan frekunsi nyeri
cedera fisik menit, diharapkan pasien dapat 2. Menghindari faktor-faktor
beradaptasi terhadap nyeri 2. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat menyebabkan rasa
persalinan, dengan kriteria yang dapat mempengaruhi nyeri bertambah
hasil: respon pasien terhadap
1. Pasien dapat menggunakan ketidaknyamanan 3. Melatih ibu agar bisa
teknik manajemen nyeri 3. Lajarkan teknik manajemen mengendalikan/beradaptasi
nyeri yang diajarkan nyeri seperti pernapasan dalam dengan nyeri yang di rasakan
2. Pasien dapat mengontrol 4. Memantau hasil intervensi
nyeri 4. Monitor tingkat nyeri pasien yang sudah di berikan
3. Risiko syok Risk detection Management shock : volume 1. Tanda-tanda vital merupakan
dengan faktor Setelah dilakukan tindakan acuan untuk mengetahui
1. Observasi TTV
risiko keperawatan selama 1 x 24 jam keadaan umum pasien
2. Anjurkan pasien untuk
hipovolemia pasien tidak mengalami syok 2. Istirahat yang cukup akan
istirahat yang cukup
dengan kriteria hasil: menurunkan
3. Berikan transfusi sesuai
kebutuhan kebutuhan energi dan
1. Status TTV (tidak terjadi kerja metabolisme tidak
peningkatan ± 50 mmHg, meningkat
tidak takikardi & suhu 3. Transfusi darah dapat
o
dalam rentang 36,5-37,5 C) menggantikan cairan tubuh
2. Hb 12-15 g/dl yang hilang
4. Resiko infeksi. Infection Control Infection Control
Faktor risiko: Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan perawatan parienal 1. Membantu meningkatkan
diskontinuitas keperawatan selama 1x4 jam setiap 4 jam. kebersihan , mencegah
jaringan diharapkan tidak terjadi infeksi 2. Catat tanggal dan waktu pecah terjadinya infeksi uterus
dengan kriteria hasil : tidak ketuban. asenden dan kemungkinan
ditemukan tanda-tanda adanya 3. Lakukan pemeriksaan vagina sepsis.ah kliendan janin
infeksi. hanya bila sangat perlu, dengan rentan pada infeksi saluran
menggunakan tehnik aseptik. asenden dan kemungkinan
4. Pantau suhu, nadi dan sel darah sepsis
putih. 2. Dalam 4 jam setelah ketuban
5. Gunakan tehnik asepsis bedah pecah akan terjadi infeksi
pada persiapan 3. Pemeriksaan vagina berulang
peralatan.Menurunkan resiko meningkatkan resiko infeksi
kontaminasi. endometrial.
Kolaborasi : 4. Peningkatan suhu atau nadi >
6. Berikan antibiotik sesuai dapat menandakan infeksi.
indikasi.. 5. Digunakan dengan
kewaspadaan karena
pemakaian antibiotik dapat
merangsang pertumbuhan
yang berlebih dari
organisme resisten
DAFTAR PUSTAKA
Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L. & Swanson, E., 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia. 5 ed. Yogyakarta: mocomedia.
Sujiyatini, Mufdlilah & Hidayat, A., 2009. Buku asuhan patologi kebidanan.
Yogyakarta: Nuha Medika.